Emotional Intelligence of Teenagers Addicted to Online Games
Kecerdasan Emosional Remaja yang Kecanduan Permainan Online
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i1.921Keywords:
Emotional Intelligence, Online Game Addiction, Adolescents, Behavioral Patterns, Qualitative StudyAbstract
General background: Online games have become a dominant form of entertainment for adolescents in Indonesia’s digital era. Specific background: While these games offer enjoyment, excessive use can lead to addiction and negatively affect emotional intelligence, which is crucial for adolescents’ academic and social development. Knowledge gap: Previous studies have explored the psychological and social effects of gaming, but limited research has focused on how online game addiction shapes emotional intelligence among Indonesian high school students. Aim: This study investigates the emotional intelligence profile of adolescents addicted to online games at Muhammadiyah X Taman High School. Results: Using a qualitative phenomenological method with two subjects aged 15–18 years, data collected through in-depth interviews were analyzed using Miles and Huberman’s framework. Findings reveal that both subjects demonstrate low levels of emotional intelligence, reflected in difficulties with self-awareness, emotional regulation, motivation, empathy, and social skills, which in turn disrupt their academic responsibilities and social interactions. Novelty: This study provides nuanced evidence of how intensive online gaming alters emotional and behavioral patterns in adolescence. Implications: The results highlight the urgent need for targeted educational and parental interventions to strengthen adolescents’ emotional regulation and promote healthier engagement with digital media.
Highlights:
-
Teenagers addicted to online games show low emotional intelligence.
-
Key aspects affected include self-awareness, empathy, and social skills.
-
Intensive gaming disrupts academic tasks and social interactions.
Keywords: Emotional Intelligence, Online Game Addiction, Adolescents, Behavioral Patterns, Qualitative Study
Pendahuluan
Pada era digital saat ini di Indonesia, game online berkembang pesat dan banyak digemari oleh beberapa kalangan, terutama pada kalangan usia remaja. Biasanya game online dimanfaatkan sebagai bentuk hiburan dengan berbagai macam bentuk permainan serta beberapa hal yang membuat seseorang yang memainkan game tersebut merasa terhibur atau sebagai bentuk refreshing. Namun, bila game online dimainkan secara terus-menerus dengan tujuan tertentu akan menyebabkan pemain tersebut kecanduan bermain game online.
Remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak untuk memasuki dewasa awal, yang dimana pada masa tersebut adanya proses pematangan fisik maupun psikologis seseorang [1, pp. 29–30]. Selain itu, menurut ferdiana (2022) remaja cenderung mencoba berbagai jenis game online tanpa adanya kontrol emosi diri yang baik, sehingga secara tidak langsung dimanfaatkan sebagai tempat untuk melarikan diri dari kehidupan nyata atau ketidakmampuan dalam mengendalikan diri untuk berhenti bermain game online.
Berdasarkan hasil data oleh Clement (2024), dari segmen pasar game online secara global menunjukkan adanya peningkatan secara terus-menerus antara 2024 dan 2029 dengan jumlah 4 miliar individu yang bermain game online [2]. Hasil sampel studi terhadap sampel dari etnis Kaukasoid (66%), Afrika-Amerika (17%), Asia atau Kepulauan Pasifik (3%), Penduduk Asli Amerika (1%), etnis Campuran (7%), dan etnis lain (6%) mayoritas pemain game online berusia 18 sampai 34 tahun, namun terdapat 8.5% anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun mengalami kecanduan game online [3]. Meskipun individu yang memasuki usia dewasa awal cenderung mengalami dampak dari bermain game online, seperti kesulitan dalam memenuhi tugas perkuliahan, permasalahan tersebut sering terjadi pada masa remaja [4]. Kecanduan game diklasifikasikan, bahwa seseorang bermain selama 15 sampai 20 jam setiap minggu atau lebih. Durasi tersebut menunjukkan bahwa individu rata-rata bermain selama 3 jam dalam sehari. Selain itu, kecanduan game online berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan individu, termasuk dalam produktivitas dan hubungan sosial[5].
Figure 1. Statistik Pemain Game Online Berdasarkan Usia di Indonesia
Hasil data hasil survei APJII (2018), menunjukkan bahwa penetrasi pengguna internet di kalangan penduduk usia lebih muda lebih tinggi dibandingkan dengan penetrasi internet pada kategori usia yang lebih tinggi. Grafik tersebut menunjukkan bahwa penetrasi internet pada kategori usia 13-18 tahun mencapai 75,50% dan penetrasi internet pada kategori usia 19-34 tahun mencapai 74,23%. Selain itu berdasarkan perangkat yang digunakan oleh sebagian besar penduduk, merupakan smartphone dan tabletpribadi dibandingkan komputer atau laptop untuk mengakses internet. Menurut data survei, bahwa secara keseluruhan terdapat 83,44% yang mengakses internet melalui smartphone dan tablet pribadi. Dari dua informasi tersebut memberikan gambaran bahwa tingginya jumlah penggunaan gadget di kalangan generasi muda pada umumnya adalah pelajar kalangan sekolah menengah atas [6].
Artikel redaksi Kemenkes[7] memberikan pernyataan bahwa penyebab seseorang mengalami kecanduan game online adalah adanya hormone dopamine atau hormone yang membuat bahagia dihasilkan secara berlebihan oleh otak seseorang akan berpengaruh pada hypothalamus sebagai bagian yang bertanggung jawab untuk mengatur emosi menjadi tidak stabil. Maka, secara otomatis akan membuat seseorang ketagihan dan ingin memainkannya secara terus menerus. Selain itu, penggunaan waktu untuk bermain game online secara berlebihan akan menimbulkan terganggunya aktivitas sosial di lingkungan sosialnya, seperti kurang mampu mengontrol waktu, menurunya prestasi akademik, relasi sosial, finansial, kesehatan dan fungsi kehidupan penting lainnya.
Kecanduan game online dapat memberikan dampak negatif terhadap seseorang [8, p. 151], diantaranya dari sisi kesehatan seseorang yang kecanduan game online berpengaruh pada lemahnya daya tahan fisik seseorang, seperti waktu tidur yang kurang. Pada Psikologis seseorang akan berpengaruh pada gangguan mental seseorang yang kecanduan bermain game online, yaitu emosional, mudah marah serta mudah untuk berbicara kasar kepada orang lain. sisi akademik seseorang yang dimana memiliki gejala kecanduan game online akan merasa terganggu dalam memahami suatu pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Sosial yang dimana seseorang yang kecanduan game online akan lebih memilih pada kehidupan dunia maya dibandingkan dengan kehidupan nyata, bersikap anti sosial serta tidak adanya keinginan untuk berbaur dengan orang lain. Keuangan bahwa dalam beberapa jenis game online terdapat salah satunya yang membutuhkan biaya agar game yang dimainkan terasa lebih menyenangkan, sehingga hal tersebut membuat seseorang terutama remaja untuk berusaha berbohong kepada orang tuanya atau menggunakan berbagai cara seperti mencuri agar dapat memainkan game online.
Kecanduan game online juga memberikan pengaruh pada kecerdasan emosi remaja yang dimana dalam kecerdasan emosional memiliki 5 aspek [9], diantaranya mengenali emosi diri sendiri pada saat perasaan tersebut muncul, pengelolaan emosi dalam diri seseorang, memotivasi diri dengan memusatkan perhatian kepada perasaan yang positif dan menghindari suatu perasaan negatif, mengenali emosi orang lain dan diri sendiri, serta membina suatu hubungan dengan orang lain. menurut Goleman (2002) bahwa kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan dalam mengatur kehidupan emosi dengan intelegensi, menjaga keselarasan emosi serta pengungkapannya melalui keterampilan akan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. maka dari itu, apabila remaja tersebut memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan dapat mengendalikan emosi dirinya pada saat bermain game online maupun tidak. Namun sebaliknya, jika seorang remaja mengalami kecerdasan emosi yang rendah maka dirinya tidak akan mampu dalam mengendalikan emosinya walaupun tidak sedang bermain game online [10].
Berdasarkan dari penelitian sebelumnya Winata dan Desy Pratiwi [11], bahwa remaja kecanduan game online berdampak pada terbentuknya emosi yang semakin tidak terkontrol serta mudah meledak-ledak hingga berpengaruh pada kesehatan mental seseorang serta adanya perasaan ingin mencoba game online dimana mengakibatkan ingin memainkannya berulang kali hingga kecanduan. Penelitian Simanjuntak dan Wulandari [12], bahwa sebagian kecil yang mengalami gangguan emosi serta perilaku dari sisi sosial, emosi serta hubungan teman sebaya akibat kecanduan gadget, Mulyani dan Fitriani [13] menunjukkan bahwa remaja sering merasa kesal saat ada panggilan masuk saat bermain game online, sering tiba-tiba merasa marah hingga tidak mampu mengendalikan emosi ketika mengalami kekalahan, terutama saat jaringan internet tidak bagus. Dari sisi kecerdasan emosional menurut penelitian Misnawati [10], bahwa seseorang dilarang untuk bermain game online akan merasa gelisah dan marah saat mencoba mengurangi durasi bermain dan seorang anak remaja tidak mampu dalam mengontrol emosinya sehingga menjadi murung bahkan marah kepada orang tuanya, Krishnamoorthy [14], bahwa lemahnya kecerdasan emosional akan menjadi penghalang dalam hubungan interpersonal yang baik serta kontrol stress yang kurang baik dapat menimbulkan penggunaan internet yang berlebihan, dan menurut Hastuti [15] bahwa semakin lama waktu bagi seseorang untuk bermain game online, maka akan membuatnya membatasi diri dari pergaulan sosial.
Faktor yang mempengaruhi seseorang untuk kecanduan game online [16, pp. 720–721], diantaranya pertama kurang perhatian yang diberikan terhadap seseorang sehingga akan berusaha untuk mencari kesenangan dengan bermain game online hingga lupa waktu. Yang kedua, gangguan emosional dimana seseorang sangat bergantung pada smartphone yang menyimpan suatu game yang membuat pengguna tersebut kecanduan. Yang ketiga, manajemen durasi waktu bermain yang buruk atau berlebihan karena kurang mampu dalam mengontrol waktu untuk bermain game, sehingga mengakibatkan gangguan emosional pada seorang remaja.
Dari permasalahan tersebut, saya sebagai peneliti melakukan survei awal dari permasalahan tersebut pada kalangan remaja pendidikan SMA Muhammadiyah X Taman. Survey awal dilakukan pada sekolah tersebut untuk mengumpulkan beberapa data mengenai intensitas kecanduan game online pada kalangan remaja, peneliti menggunakan sampel kelas X yang berjumlahkan 25 orang sampel yang dimana sampel tersebut merupakan pengguna gadget. Pengambilan sampel tersebut melalui teknik Accidental Sampling, dimana teknik ini berdasarkan secara kebetulan. Pada pengambilan sampel ini, peneliti secara langsung mengumpulkan data dari beberapa sampel yang ditemui. Teknik pengumpulan data awal dengan cara pemberian Skala Kecanduan Game Online yang didasarkan pada Young (2017), diantaranya Salience yaitu menunjukkan perilaku hilangnya ketertarikan pada kegiatan lain dan beralih pada internet untuk memenuhi desakan hati individu serta perasaan menyenangkan dari bermain game online, excessive use yaitu penggunaan waktu bermain game online secara berlebihan yang mampu memberikan dampak mengalami depresi, marah dan panik apabila dipaksa untuk membatasi waktu bermain game online, Neglect Work yaitu waktu yang dihabiskan lebih banyak untuk bermain game online berpengaruh pada produktivitas kinerja dalam pekerjaan maupun tugas sekolah dan biasanya individu cenderung tertutup mengenai waktu yang dihabiskan untuk bermain game online, Anticipation yaitu dorongan keinginan untuk bermain game online meskipun saat tidak menggunakan gadget, Lack Of Control yaitu individu kurang mampu dalam mengelola waktu bermain game online, dan Neglect Of Social Life yaitu menjalin hubungan sosial melalui game online bertujuan untuk mengurangi ketengangan stres dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar[12].
Hasil survey pada sekolah SMA Muhammadiyah X taman, bahwa dari 25 siswa terdapat 3 siswa memenuhi perilaku kecanduan game online. Berdasarkan hasil skala kecanduan game online bahwa siswa sering begadang untuk bermain game online, menghabiskan waktu untuk game online sehingga tugas sekolah tidak selesai, dan mengalihkan hal-hal yang tidak menyenangkan dengan bermain game online. Adanya sedikit pengendalian diri pada remaja tersebut untuk mengatasi bermain game online secara terus-menerus.
Berdasarkan penjelasan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosi remaja yang kecanduan game online di SMA Muhammadiyah X Taman. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi secara teoritis pada dunia akademik, khususnya berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan oleh perilaku kecanduan game online terhadap kondisi kecerdasan emosi. Selain itu, semoga ini dapat menjadi sumbang sih pemikiran agar dapat mendorong generasi muda yang lebih positif dalam memanfaatkan waktunya.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang digunakan untuk menelusuri bagaimana seseorang menjalani pengalaman dalam kehidupannya. Berdasarkan penjelasan Creswell (1998:51), pendekatan fenomenologi bertujuan untuk menjelaskan makna pengalaman hidup dari sejumlah orang mengenai suatu gejala yang terjadi dalam kehidupannya. Fenomenologi menurut Carpenter, merupakan penentuan fenomena yang ingin diteliti, proses pengumpulan data dilakukan melalui teknik purposeful sampling, melakukan analisis data yang sudah di dapatkan dari responden, melakukan studi literature, mempertahankan validitas pada hasil penelitian, dan adanya pertimbangan etik dalam melakukan penelitian [17].
Penelitian tersebut dilaksanakan dengan cara memperdalami kemampuan kecerdasan emosional di kalangan remaja dengan gejala kecanduan game online di SMA Muhammadiyah X taman melalui wawancara terhadap subjek yang didapatkan dari survey awal. Wawancara dilakukan berdasarkan aspek kemampuan mengenali emosi diri, menjaga keselarasan emosi, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. selain itu, mengetahui cara seseorang untuk melakukan pengendalian diri dalam mengurangi kecanduan game online, terutama dari sisi remaja tersebut. Dari hasil tersebut dilakukan analisis dengan menyajikan gambaran kecerdasan emosional yang dialami oleh remaja yang menjadi subjek berdasarkan pada teori dan penelitian sebelumnya, serta bentuk pengendalian diri dalam menghadapi permasalahan kecanduan game online.
Subjek penelitian ini adalah 2 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kriteria pemilihan subjek berdasarkan pada mereka yang berusia 15-18 tahun dengan kondisi kecanduan game online, dan sedang menempuh pendidikan di SMA Muhammadiyah X Taman berdasarkan hasil survey sebelumnya.
Pengumpulan data melalui wawancara terhadap subjek yang kecanduan game online dilakukan dengan memberikan tanya jawab sambil bertatap muka antar peneliti dengan responden yang akan diwawancarai menggunakan pedoman wawancara. Wawancara tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data berdasarkan hasil info yang diberikan oleh responden kepada peneliti. Aspek-aspek yang menjadi fokus penggalian data dari subjek mengacu pada teorinya Goleman (2002) berkaitan dengan kecerdasan emosi, yaitu aspek mengenali emosi diri, aspek menjaga keselarasan emosi, aspek motivasi diri, aspek empati dan aspek keterampilan sosial. Pengumpulan data akan dibantu dengan alat perekam dalam melakukan proses wawancara jika diperlukan.
Analisis hasil data menurut Miles dan Huberman (1992) yang sudah terkumpul melalui pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan hasil data [18, pp. 85–94]. Pengumpulan data penelitian tersebut dilakukan terhadap 2 remaja kecanduan game online di SMA Muhammadiyah X Taman, reduksi data hasil penelitian dengan merangkum dan meringkas sesuai dengan fokus tema penelitian dan menghubungkan hasil tersebut dengan penelitian sebelumnya, penyajian hasil data dilakukan berupa teks tentang hasil dari penelitian sebelumnya, dan membuat kesimpulan, yang dimana hasil tersebut dikaitkan dengan beberapa teori sebelumnya sebagai pertimbangan hasil penelitian sebelumnya.
Hasil dan Pembahasan
A. Gambaran Tingkat Bermain Game Online
Sebelum mengurai mengenai kecerdasan emosi pada remaja, terlebih dahulu perlu saya elaborasi kondisi secara umum tentang subjek yang kecanduan game online. Subjek yang diteliti adalah dua orang, dengan inisial RY dan HR. Keduanya merupakan siswa SMA di salah satu lembaga pendidikan Muhammadiyah di Kecamatan Taman.
Nama Subjek | Hal-Hal Mengenai Subjek | Keterangan |
RY | a. Status | - Usia 16 Tahun- Kelas 11 IPS 1 |
b. Jangka Bermain Game Online | 7 kali selama 30 menit sampai 1 jam setiap hari | |
c. Alasan Lama Bermain Game Online | Tergantung jenis game yang dimainkan | |
d. Dampak | - perasaan bosan dalam proses menuntut ilmu- Cenderung menunda saat orang tua meminta bantuan- Cenderung bermain sendiri dibandingkan berinteraksi dengan orang lain | |
HR | a. Status | - Usia 16 Tahun- Kelas 11 IPS 1 |
b. Jangka Bermain Game Online | 7 kali selama 30 menit sampai 2 jam setiap hari | |
c. Alasan Lama Bermain Game Online | Tergantung suasana hati serta jenis game yang dimainkan | |
d. Dampak | - Tidak fokus saat guru menyampaikan materi pembelajaran- Memunculkan perasaan marah dan jengkel saat bermain game online- Tidak bisa lepas dari game online saat orang tua meminta bantuan- Cenderung bermain sendiri dibandingkan berinteraksi dengan orang lain |
Hasil dari kedua subjek tersebut sesuai dengan teori faktor penyebab adanya tingkat bermain game online secara intensif oleh remaja menurut Imanuel dalam Kustiawan dan Utomo [19], secara internal meliputi keinginan kuat remaja untuk mendapatkan nilai maksimal dalam game online, rasa bosan dirumah atau disekolah, kemampuan dirinya untuk memprioritaskan tugas-tugas penting lainnya, pengendalian yang kurang sehingga secara tidak sadar menimbulkan dampak buruk dari bermain game online secara berlebihan. Berdasarkan teori Goleman (2002), kondisi subjek sebagaimana diuraikan tersebut menunjukkan bahwa mereka memenuhi kategori sebagai kecanduan. Untuk itu, peneliti pada bagian berikut akan membahas berkaitan dengan kecerdasan emosinya.
B. Gambaran Kecerdasan Emosi Pecandu Game Online
Untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosi pada subjek, dapat dilihat dari lima aspek sebagaimana yang dikembangkan oleh Goleman (2002), yaitu Mengenali Emosi Diri, Menjaga Keselarasan Emosi, Motivasi Diri, dan Keterampilan Sosial. Secara umum, mengacu pada aspek-aspek tersebut menunjukkan bahwa subjek memiliki kesadaran diri adanya dampak perasaan negatif dari bermain game online secara berlebihan yang berpengaruh di kehidupan sehari-hari sehingga perlunya dorongan dari dalam diri dan luar subjek untuk membantu dalam pengelolaan emosi diri yang lebih baik.
Figure 2. Mengenali Emosi Diri
kesadaran diri untuk lebih waspada terhadap suasana hati maupun pikiran dalam bermain game online secara berlebihan. Bila kurang waspada maka individu tersebut akan mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi[14]. Merujuk pada gambar 2. Subjek RY dan Subjek HR memiliki kesamaan, mengetahui dampak yang dirasakan dari bermain game online secara intensif serta kurangnya keyakinan diri dalam pengelolaan tersebut, RY sering menghabiskan waktu bermain game online berdampak pada jam tidur yang berantakan, HR kesulitan untuk memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan karena terdistraksi dengan handphone sehingga tugas tidak selesai tepat waktu [18]. RY mengetahui kekuatan menyesuaikan diri antara bermian game online dengan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pelajar sehingga mengalami peningkatan dalam kegiatan belajar dibandingkan SMP, sedangkan HR mampu membagi waktu antara belajar dan bermain game online namun masih mengalami kendala untuk menunda tugas sekolah.
Figure 3. Menjaga Keselarasan Emosi
kemampuan dalam menjaga emosi tetap terkendali hingga tidak mengalami intensitas terlampau lama yang akan mengoyak kestabilan dirinya [20]. Gambar 3. Menunjukkan kesamaan subjek RY dan HR untuk terbuka terhadap gagasan pengelolaan emosi diri oleh orang tua maupun guru bertujuan untuk mampu menjaga kesehatan diri serta fokus pada kegiatan pembelajaran[21]. Subjek RY lebih luwes terhadap perubahan dengan meninggalkan gadget sementara untuk melaksanakan tanggung jawab untuk membantu orang tua, Subjek HR melaksanakan tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua sekaligus pemenuhan emosi diri dengan bermain game online secara bersamaan. Dalam mengelola gejolak hati saat bermain game online oleh subjek RY lebih baik dengan menjaga perkataan yang digunakan maupun perilaku sehingga tidak menimbulkan konflik yang berujung pada terganggunya hubungan sosial [22], HR kurang mampu dalam mengelola gejolak hati pada saat berfokus pemenuhan emosi diri bermain game online dengan serius sehingga menumbuhkan perasaan marah serta teriak-teriak [13].
Figure 4. Motivasi Diri
Ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan pengendalian dorongan hati serta memiliki perasaan motivasi yang positif. Merujuk gambar 4. kedua subjek memiliki kesamaan taraf untuk mengelola emosi diri kearah positif namun belum yakin untuk mengurangi secara total dalam pemenuhan tersebut. Subjek RY memiliki kekuatan pengelolaan emosi cukup tinggi dari HR, Subjek RY mengelola emosi dengan membuat perencanaan berupa jadwal kegiatan sehari-hari, HR mengelola emosi dengan fokus pada kegiatan pembelajaran dibandingkan bermain game online. Melalui pengelolaan tersebut disertai dorongan dari eksternal, kedua subjek mengalami peningkatan untuk fokus dalam menuntut ilmu dibandingkan sebelumnya.
Figure 5. Empati
Kemampuan dalam menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan mampu dalam mendengarkan orang lain. Subjek RY dan Subjek HR memiliki kesamaan untuk menerima sudut pandang orang lain saat adanya perbedaan mengenai game online. Subjek RY memiliki kepekaan lebih tinggi untuk membantu orang lain apabila yang meminta bantuan tidak bisa menyelesaikan masalahnya maupun urgensi dengan meninggalkan permainannya sebentar, HR belum bisa lepas dari game online sehingga yang dilakukan HR membantu orang lain sekaligus bermain game online.
Figure 6. Keterampilan Sosial
Kemampuan dalam komunikasi untuk memahami dan memenuhi kebutuhan orang lain dengan lancar dan mampu menunjang keberhasilan antar pribadi serta menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuan komunikasinya. Dari gambar 6. Subjek RY dan Subjek HR memiliki kesamaan, mampu memberikan pesan secara meyakinkan dengan teman sebaya melalui game online, melalui interaksi dengan teman sebaya dapat membantu dirinya untuk tetap memiliki kecerdasan emosi yang cukup [23]. Subjek RY lebih tinggi dalam membangun relasi dengan kelompok tertentu dari HR di lingkungan sekolah, namun keduanya kurang mampu berelasi di lingkungan rumah karena kurang mengenal dengan orang sekitar rumah. Maka dari itu, subjek akan lebih intensif dalam pemenuhan emosi diri dirumah karena masing-masing subjek memiliki gadget yang kapan saja bisa memainkannya dan hidup pada dunianya sendiri[24].
Berdasarkan hasil penelitian gambaran kecerdasan emosi pada remaja yang kecanduan game online di SMA Muhammadiyah X Taman, bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan kecerdasan emosi pada kedua subjek.
kedua remaja mengetahui perasaan emosi diri terdistraksi untuk menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain game online sehingga berpengaruh waktu tidur berantakan dan pengerjaan tugas sekolah tidak selesai. Hasil tersebut sama dengan penelitian Nurhidayati dan Iqbal [25], dalam pemenuhan emosi diri oleh remaja melalui game online menawarkan berbagai macam rintangan pada setiap tahapannya sehingga membangkitkan minat individu untuk termotivasi melakukannya secara intensif dan aktivitas lainnya menjadi tertunda.
Kedua remaja memiliki perbedaan pengelolaan gejolak hati saat bermain game online dalam aspek menjaga keselarasan. Apabila subjek RY mendapatkan gangguan dari orang lain saat bermain game online, meresponnya dengan sabar. Berbeda dengan subjek HR apabila ada gangguan dari luar memunculkan perasaan kesal dan marah karena ingin memenangkan game tersebut. Selaras dengan penelitian Mulyani dan Fitriani [26], remaja kecanduan game online berdampak pada emosi remaja yang tidak stabil dan emosi yang tidak terkendali dipengaruhi faktor internal dimana adanya perasaan tidak pernah puas dengan hasil yang diperoleh dalam bermain game online, keinginan untuk mencoba, tidak ada kontrol diri, menarik diri dari lingkungan dan rasa nyaman. Namun, penelitian tersebut berbeda dengan hasil subjek RY mampu mengelola emosi diri saat bermain game online. Kesamaan dari kedua remaja tersebut, luwes memberikan bantuan kepada orang lain pada saat bermain game online. Namun, dalam melaksanakan tanggung jawabnya sekaligus bermain game online karena tidak bisa dijeda sebelum menang. kedua remaja menerima gagasan dari orang tua maupun guru mengurangi bermain game online dengan tujuan menjaga kesehatan diri meskipun masih sering bermain game online.
Kedua remaja memiliki kesamaan keinginan mengelola emosi diri untuk mengurangi bermain game online dalam aspek Motivasi diri. Perbedaannya pada cara pengelolaan emosi diri kedua remaja, subjek RY dengan membuat jadwal pembagian wakt kegiatan sehari-hari, seperti bermain game online, tidur, belajar, dll. Subjek HR hanya fokus pada kegiatan belajar dan tidak bermain game online. Persamaan dengan penelitian Ely Manizar [27], bahwa dalam motivasi diri adanya dorongan untuk melakukan sesuatu sehingga menuntun seseorang untuk mencapai tujuan dan membantu dalam mengambil tindakan secara efektif untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
Dari aspek empati kedua remaja memiliki kesamaan menerima perbedaan pendapat yang diberikan oleh orang lain. Perbedaannya pada bentuk kepekaan apabila orang lain membutuhkan bantuan saat bermain game online, subjek RY akan memprioritaskan memberikan bantuan dengan meninggalkan permainannya jika urgensi. Sedangkan subjek HR memberikan bantuan kepada orang lain sekaligus bermain game online secara bersamaan. Persamaan dengan penelitian Shofhatunnaja [28], bahwa saat remaja sedang asik bermain game online lalu seseorang meminta bantuan, mereka akan membantunya dan game tersebut dihentikan sejenak. Setelah dihentikan sejenak maka mereka akan meneruskannya kembali.
Dalam aspek keterampilan sosial, kedua remaja memiliki kesamaan untuk mampu membangun relasi dengan teman di lingkungan sekolah dengan cara mengajak untuk bermain game online bersama. Remaja lebih senang untuk bermain game online bersama dengan teman sebaya dibandingkan bermain sendirian Namun, saat di lingkungan rumah kurang mampu membangun relasi karena tidak mengenal dengan tetangga sekitarnya. Sesuai dengan penelitian sitorus dkk [29], diketahui bahwa melalui game online memberikan manfaat bagi remaja mampu membangun relasi dengan orang lain untuk ikut serta dalam bermain game online dalam kelompok tertentu sehingga membantu subjek dalam meningkatkan interaksi sosial. Berbeda dengan penelitian Nurhidayati dan Iqbal [25], bahwa adanya isolasi sosial dan kurangnya keterampilan membangun hubungan interpersonal dapat timbul dari kurangnya keterlibatan dalam kegiatan sosial di dunia nyata.
Keterbatasan penelitian ini kesulitan menemui orang tua subjek secara langsung maupun bertemu dengan subjek karena subjek tidak tinggal bersama orang tua subjek. Penemuan mengenai keadaan subjek dari pihak orang tua dan guru wali kelas sehingga informasi yang didapatkan oleh peneliti kurang mendalam. Informasi yang diberikan oleh pihak guru wali kelas mengenai perilaku kecanduan game online di sekolah lebih terfokus pada subjek HR dibandingkan subjek RY. Maka dari itu, untuk penelitian selanjutnya dapat lebih mendalami aktivitas seseorang dalam bermain game online secara intensif serta menambahkan dari pihak teman sebaya dekat dengan individu yang kecanduan game online dalam menguatkan informasi gambaran perilaku kecanduan game online di sekolah.
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada dari penelitian ini, diperoleh mengenai gambaran kecerdasan emosi pada remaja yang kecanduan game online di SMA Muhammadiyah X Taman. Dari beberapa aspek tersebut, kedua subjek menunjukkan kesamaan dalam aspek mengenali emosi diri kurang waspada dalam mengatur waktu untuk bermain game online sehingga berpengaruh pada waktu tidur berantakan serta pengerjaan tugas sekolah tidak selesai. Dari aspek empati adanya kepekaan kedua subjek membantu orang lain serta membangun relasi di lingkungan sekolah saja. Namun, dalam aspek menjaga keselarasan emosi subjek RY lebih baik daripada HR meskipun keduanya mempunyai kecerdasan emosi yang rendah. Apabila mendapatkan gangguan dari orang lain saat bermain game online, subjek RY merespon dengan sabar, sedangkan subjek HR merespon dengan kesal dan marah karena ingin memenangkan game tersebut. Aspek motivasi diri dalam mengurangi bermain game online oleh subjek RY dengan membuat jadwal pembagian waktu antara bermain game online dan aktivitas lain, sedangkan HR dengan cara hanya fokus belajar dan tidak bermain game online.
Hasil temuan penelitian ini diharapkan memberikan wawasan bagi pembaca mengenai perasaan negatif yang dialami oleh remaja yang kecanduan game online serta pengaruhnya pada kecerdasan emosi individu. Selain itu, hasil tersebut diharapkan dapat menjadi pelajaran, terutama remaja yang bermain game online secara intensif untuk lebih bijak disertai dengan dukungan oleh guru maupun orang tua dalam mengontrol emosi lebih baik.
Ucapan Terimakasih
Saya sebagai peneliti mengucapkan terima kasih kepada kedua siswa SMA Muhammadiyah X Taman untuk bersedia sebagai subjek penelitian ini. Tidak lupa kepada masing-masing orang tua serta guru wali kelas yang bersangkutan untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan keadaan subjek pada saat berada dirumah maupun disekolah. Kepada pihak kepala sekolah SMA Muhammadiyah X Taman untuk memberikan kesediaan bagi saya untuk melakukan survey awal hingga melakukan wawancara dengan siswa sebagai subjek penelitian gambaran kecerdasan emosi terhadap remaja kecanduan game online.
References
[1] K. Surbakti, "Pengaruh Game Online Terhadap Remaja," J. Curere, vol. 1, no. 1, pp. 28–38, 2017, doi: 10.36764/jc.v1i1.20.
[2] J. Clement, "Global Video Game Users 2029," Statista, Aug. 07, 2024.
[3] D. Gentile, "Pathological Video-Game Use Among Youth Ages 8 to 18: A National Study," Psychol. Sci., vol. 20, no. 5, pp. 594–602, May 2009, doi: 10.1111/j.1467-9280.2009.02340.x.
[4] C. Adair, "Video Game Addiction Statistics 2023 - How Many Addicted Gamers Are There?," Game Quitters, Jul. 13, 2024.
[5] P. MPower, "49 Video Game Addiction Statistics: Most Addictive Games," MPower Wellness, Jul. 14, 2024.
[6] I. Partiwi, H. Handrik, G. Atmadiredja, and B. Utama, Konsentrasi Belajar Siswa SMA dan Penggunaan Gawai. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019.
[7] F. P. Hartanti, “Dampak Buruk Kecanduan Game Pada Anak Usia Remaja,” Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, 2020.
[8] E. Novrialdy, "Kecanduan Game Online Pada Remaja: Dampak dan Pencegahannya," Bul. Psikol., vol. 27, no. 2, pp. 148–157, Dec. 2019, doi: 10.22146/buletinpsikologi.47402.
[9] A. Apriliyani, "Hubungan Intensitas Bermain Permainan Online Dengan Kecerdasan Emosional," Psikoborneo J. Ilm. Psikol., vol. 8, no. 1, pp. 40–48, Mar. 2020, doi: 10.30872/psikoborneo.v8i1.4856.
[10] M. Misnawati, "Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Kecanduan Game Online Pada Siswa-Siswi," Psikoborneo J. Ilm. Psikol., vol. 4, no. 2, pp. 120–128, Jun. 2016, doi: 10.30872/psikoborneo.v4i2.4004.
[11] E. Y. Winata and D. Pratiwi, "Dinamika Emosi Remaja Ketergantungan Game Online," Kaganga Komunika J. Commun. Sci., vol. 5, no. 1, pp. 58–66, May 2023, doi: 10.36761/kagangakomunika.v5i1.2687.
[12] J. Simanjuntak and I. S. M. Wulandari, "Gangguan Emosi dan Perilaku Remaja Akibat Kecanduan Gadget," Malahayati Nurs. J., vol. 4, no. 4, pp. 1057–1065, Apr. 2022, doi: 10.33024/mnj.v4i4.6221.
[13] U. Mulyani and W. Fitriani, "Dampak Emosi Remaja Kecanduan Bermain Game Online Mobile Legends di Kecamatan Mandau," JCOSE J. Bimbing. dan Konseling, vol. 5, no. 1, pp. 29–35, 2022.
[14] P. Krishnamoorthy and B. Kalpana, "Gaming Addiction and Its Impact on Emotional Intelligence Among School Students During COVID-19 Pandemic," Urr Pediatr., vol. 25, no. 10, pp. 1–4, 2021.
[15] T. S. Hastuti, D. L. Tobing, and E. Novianti, "Hubungan Perilaku Kecanduan Game Online Dengan Kecerdasan Emosional Remaja di SMA Sejahtera 1 Depok," in Proc. Konferensi Nasional XVI Keperawatan Kesehatan Jiwa, Bandar Lampung, 2019, pp. 22–26.
[16] M. P. Riswanto and M. Fauziah, "Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Emosional pada Remaja yang Kecanduan Game Online," in Proc. Seminar Antarbangsa Bimbingan dan Konseling, Univ. Ahmad Dahlan, 2020, pp. 713–728.
[17] A. Hadi, A. Asrori, and Rusman, Penelitian Kualitatif Studi Fenomenologi, Case Study, Grounded Theory, Etnografi, Biografi. Jakarta: Bumi Aksara, 2020.
[18] A. Rijali, "Analisis Data Kualitatif," Alhadharah J. Ilmu Dakwah, vol. 17, no. 33, pp. 81–95, 2018, doi: 10.18592/alhadharah.v17i33.2374.
[19] P. Limbong, W. Wilson, and D. Ayub, "Pengaruh Game Online Terhadap Kecerdasan Emosi Remaja di Kampung Maredan Barat Kecamatan Tualang Kabupaten Siak," Innov. J. Soc. Sci. Res., vol. 4, no. 2, Apr. 2024, doi: 10.31004/innovative.v4i2.10091.
[20] A. D. Lestari, E. E. Rohaeti, and R. R. Siddik, "Gambaran Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Cimahi Selama Pembelajaran Daring," Fokus Kaji. Bimbing. dan Konseling dalam Pendidik., vol. 5, no. 4, pp. 259–268, Jul. 2022, doi: 10.22460/fokus.v5i4.8850.
[21] K. N. Ramadhanintyas, A. D. Rahmawati, and P. A. Wibowo, "Alone Together dengan Perubahan Perilaku Emosional Remaja dalam Keluarga," Care J. Ilm. Ilmu Kesehat., vol. 11, no. 1, pp. 45–56, 2023.
[22] P. E. Anggarini, M. V. Manangkot, and M. O. A. Kamayani, "Hubungan Kecanduan Internet dengan Kecerdasan Emosional pada Remaja," J. Ilmu Keperawatan Jiwa, vol. 5, no. 2, pp. 87–95, May 2022.
[23] K. B. Alrasheed and M. Aprianti, "Hubungan Antara Kecanduan Gadget dengan Kecerdasan Emosi pada Remaja (Sebuah Studi pada Siswa SMP di Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan)," J. Sains Psikol., vol. 7, no. 2, pp. 136–142, 2018.
[24] E. S. Rohman and A. S. K. S., "Intensitas Bermain Permainan Online Terhadap Kecerdasan Emosional," J. Ilm. Res. Stud., vol. 1, no. 3, Jan. 2024, doi: 10.61722/jirs.v1i3.647.
[25] S. W. Nurhidayati and M. Iqbal, "Fenomena Kecanduan Game Online pada Remaja (Studi Kasus di Kec. Sukaraja, Kab. Seluma, Prov. Bengkulu)," Khatulistiwa J. Pendidik. dan Sos. Hum., vol. 4, no. 2, pp. 1–15, Apr. 2024, doi: 10.55606/khatulistiwa.v4i2.2636.
[26] U. Mulyani and W. Fitriani, "Dampak Emosi Remaja Kecanduan Game Online Mobile Legends," JCOSE J. Bimbing. dan Konseling, vol. 5, no. 1, pp. 29–35, Dec. 2022, doi: 10.24905/jcose.v5i1.114.
[27] E. M. Hm, "Mengelola Kecerdasan Emosi," Tadrib J. Pendidik. Agama Islam, vol. 2, no. 2, pp. 45–56, 2016.
[28] R. Shofhatunnaja, "Dampak Kecanduan Game Online Terhadap Perilaku Sosial Remaja di Tiyuh Candra Mukti Kabupaten Tulang Bawang Barat," B.A. thesis, IAIN Metro, 2023.
[29] C. S. L. Sitorus, D. P. Hutagalung, and Y. Sari, "Analisis Pengaruh Aplikasi Game Online Mobile Legend di Kalangan Muda," Algoritma J. Mat. Ilmu Pengetah. Alam Kebumian dan Angkasa, vol. 2, no. 5, pp. 40–49, Jun. 2024, doi: 10.62383/algoritma.v2i5.121.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Ana Fatimah Suryawan, HAZIM

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.