Curriculum for Children with Special Needs at Aisyiyah Bustanul Athfal Kindergarten

Kurikulum Anak Berkebutuhan Khusus di TK Aisyiyah Bustanul Athfal

Authors

  • Vida Pangesti Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
  • Agus Salim Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

DOI:

https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i1.920

Keywords:

Early Childhood Education, Special Needs, Inclusive Curriculum, Non-Inclusive Schools, Educational Policy

Abstract

General background: Inclusive education has gained global attention as an effort to ensure equal learning opportunities for all children, including those with special needs. Specific background: However, many non-inclusive schools remain unprepared to provide appropriate services, particularly in fulfilling curriculum needs for children with special needs at the kindergarten level. Knowledge gap: Limited studies explicitly explore how non-inclusive early childhood institutions address curriculum adaptation for children with special needs. Aims: This study aims to examine the implementation of learning curricula for children with special needs in a non-inclusive kindergarten and to identify the challenges faced by the institution. Results: Findings reveal that while the school accepts children with special needs, it lacks a specific curriculum, adequate facilities, and trained human resources, relying instead on partial adjustments to regular curricula and basic individualized support. Novelty: This study contributes insight into how non-inclusive schools attempt to accommodate children with special needs despite structural limitations. Implications: The results highlight the urgent need for policy support, teacher training, and curriculum design tailored to early childhood special needs education.

Highlights:

  1. Curriculum adaptation in non-inclusive kindergartens.

  2. Lack of trained teachers and resources.

  3. Need for policy and practical support.

Keywords: Early Childhood Education, Special Needs, Inclusive Curriculum, Non-Inclusive Schools, Educational Policy

Pendahuluan

Pendidikan inklusif telah menjadi perhatian utama dalam upaya memberikan kesempatan belajar yang setara bagi semua anak termasuk bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus [1]. Pendidikan inklusi yang sudah dirancang sejak tahun 2007 melalui Converention on the Rights of Person With Disabilitie and Option Protocol menjadi salah satu acuan dalam penyelenggaan pendidikan inklusi di Indonesia. Meskipun sudah ada arahan dari pemerintah tentang pentingnya penyelenggaraan system inklusi di sekolah-sekolah, masih banyak sekolah non inklusif yang belum sepenuhnya memperhatikan kebutuhan kurikulum belajar anak-anak berkebutuhan khsusus [2]. Anak-anak berkebutuhan khusus adalah kelompok yang rentan mengalami hambatan dalam proses pembelajaran sebab anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak normal. Hal ini menyebabkan mereka perlu mendapatkan pelayanan khusus dalam proses pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan belajar mereka [3] Mereka dapat memiliki kondisi fisik atau mental tertentu seperti autisme, gangguan perkembangan bahasa dan komunikasi, atau disabilitas sensorik [4]. Untuk mencapai potensi maksimal diperlukan pendekatan individu dalam pengembangan kurikulum belajar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Namun, pemenuhan kurikulum belajar anak berkebutuhan khusus ini masih belum terpenuhi dengan baik di sekolah-sekolah regular yang belum menjadi sekolah inklusif namun sudah menerima siswa berkebutuhan khusus [5].

Pemenuhan kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus yang tidak disiapkan dengan baik dapat mempengaruhi dan menghambat pencapaian belajar anak [6]. Anak dengan kebutuhan khusus memiliki keunikan yang menggambarkan potensi individualnya maka diperlukan perlakukan khusus dalam kurikulum belajar yang digunakan. Jika dalam pembelajaran guru menggunakan indikator pencapaian perkembangan anak secara umum maka akan berdampak pada kecenderungan anak berkebutuhan khusus gagal mencapai indicator tersebut dalam program pembelajaran di kelas [7]. Untuk mengantisipasi dan meminimalisir semua hal ini maka perlu dilakukan analisis tentang pemenuhan kebutuhan kurikulum belajar anak di sekolah regular non inklusif yang memiliki siswa berkebutuhan khusus untuk mengetahui tantangan, hambatan dan peluang dalam pendidikan inklusif.

Pendidikan inklusif memandang bahwa semua anak berhak mendapat kesempatan belajar yang sama tanpa melihat kesenjangan antara anak normal dan anak yang memiliki kebutuhan khusus, tentu saja dengan penanganan yang berbeda sesuai dengan kemampuan dan potensi anak [8]. Penyesuaian ini terdiri dari pemenuhan kurikulum belajar, sarana prasarana, tenaga pendidik dan system pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu anak. Namun, kenyataannya pendidikan masih berkelompok-kelompok berdasarkan agama, wilayah, budaya, bahkan kebutuhan khusus anak [9]

Kurikulum belajar menjadi hal yang penting dan sangat strategis dalam sebuah sistem pedidikan sebab kurikulum merupakan jalan atau langkah untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Melalui kurikulum para pendidik dan tenaga pendidik yang berkecimpung di dunia pendidikan dapat terarah dan kebutuhan belajar anak juga dapat dipenuhi dengan baik [10]. Kurikulum yang dikembangkan harus mengacu kepada hasil pemetaan kebutuhan anak terutama anak berkebutuhan khusus dan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan lembaga [11].Maka dari itu penyusunan kurikulum belajar dibuat oleh satuan pendidikan yang bersangkutan untuk menyesuaikan program pendidikan dengan potensi anak dengan tetap mengacu pada kurikulum nasional.

Pengembangan kurikulum untuk anak dengan kebutuhan khusus disusun dengan fleksibel sesuai dengan kebutuhan anak, kondisi sekolah, dan kemampuan guru dan peserta didik dalam mengaplikasikan kurikulum tersebut [12]. Jadi dalam sekolah inklusif terdapat dua kurikulum yaitu kurikulum standart dan kurikulum yang disesuaikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah. Penyesuaian ini dilakukan dengan menyesuaikan standart kompetensi dan kompetensi dasar anak-anak, bisa jadi dalam sekolah tersebut memiliki lebih dari satu kurikulum inklusif karena setiap kebutuhan khusus anak harus mendapat penanganan yang maksimal sesuia dengan karateristik anak. Selain dengan pengembangkan standart kompetensi dan kompetensi dasar kurikulum untuk anak juga dibuat dengan pengembangkan program individu anak yang mempertimbangkan kebutuhan, perkembangan, dan minat anak [13]. Standart kompetensi dan kompetensi dasar yang dimodifikasi dalam kurikulum khusus menjadi landasan dan arah dalam mengembangkan bahan ajar, sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan anak. [14]

Kelas dengan anak berkebutuhan khusus di dalamnya tentu memiliki keberagaman, maka kurikulum harus diterapkan dengan fleksibel agar dapat memenuhi semua kebutuhan anak. Sekolah penyelenggara inklusi harus memiliki kurikulum yang fleksibel atau adaptif dan disesuaikan dengan kebutuhan anak. Terdapat 5 model kurikulum yang dapat digunakan dalam sekolah inklusif, yaitu 1. Eskalasi, adalah kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus yang standartnya dinaikkan dari kurikulum regular dan diperuntukkan bagi anak CIBI atau Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa). 2. Duplikasi, sebuah kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus yang disamakan dengan kurikulum regular. 3. Modifikasi, bentuk kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus yang standartnya dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak. 4. Substitusi, adalah mengganti beberapa bagian kurikulum regular dengan yang kurang lebih setara. 5. Omisi, model ini adalah bentuk meniadakan beberapa bagian dari kurikulum yang tidak sesuai dengan kemampuan atau kebutuhan anak berkebutuhan khusus [15].

Pada intinya adalah kurikulum yang digunakan dan yang akan dirancang untuk anak-anak berkebutuhan khusus adalah bentuk kurikulum akomodatif, kurikulum ini menyesuaikan dengan bakat, minat, karekteristik anak, perkembangan dan kebutuhan khusus anak [16]. Pemenuhan kurikulum belajar anak berkebutuhan khusus menjadi hal yang sangat penting sebab dari sini kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus dapat terpenuhi dengan baik dan maksimal. Anak dengan kebutuhan khusus akan mendapat hak yang sama dengan anak-anak lainnya dalam proses pendidikannya dan ini akan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Dalam penelitian ini, data awal menjadi titik tolak yang penting untuk memahami kondisi penerapan kurikulum belajar bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah yang menjadi tempat pengambilan data adalah TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Babadan yang menyediakan pendidikan untuk anak usia 4-6 tahun dalam program Taman Kanak-Kanak. Kurikulum yang digunakan sekolah masih pada tahap transisi dari kurikulum 2013 menuju kurikulum merdeka. TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Babadan menganggap bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak, sekolah menerima anak-anak dengan kebutuhan khusus atau anak-anak dengan kondisi yang spesial tanpa menghakimi kondisi atau keadaan mereka. Hal ini sudah dilakukan dalam jangka waktu kurang lebih 3 tahun terakhir dengan berbagai upaya dan cara untuk memenuhi berbagai kebutuhan peserta didik.

Melalui hasil observasi awal, dapat diperoleh gambaran mengenai upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan dalam memenuhi kebutuhan belajar anak-anak berkebutuhan khusus di TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Babadan dalam konteks kurikulum pembelajaran. Hasil observasi ini juga akan menjadi titik awal untuk membedah lebih dalam mengenai pemenuhan kebutuhan kurikulum belajar untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Dari data awal yang diperoleh sekolah belum menyediakan kurikulum belajar untuk anak berkebutuhan khusus namun berbagai upaya telah dilakukan untuk memberikan pelayanan maksimal kepada anak-anak dengan kebutuhan khusus. Hal ini perlu untuk terus ditingkatkan untuk memenuhi semua kebutuhan belajar peserta didik serta peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.

Dalam konteks pendidikan inklusi, banyak penelitian telah dilakukan untuk menggali pemahaman dan praktek yang berkitan dengan keberhasilan integrasi anak berkebutuhan khusus dalam kurikulum belajar di sekolah inklusif. Namun, masih sedikit studi yang secara eksplisit mengeksplorasi bagaimana penerapan kurikulum belajar bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana proses penerapan kurikulum belajar untuk anak-anak dengan berkebutuhan khusus.

Metode

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan gambaran yang mendalam, terperinci dan menyeluruh [17] tentang bagaimana kebutuhan kurikulum untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang dipenuhi oleh TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Babadan. Metode deskripsif dipilih untuk mendeskripsikan dan memahami fenomena yang terjadi mengenai pemenuhan kebutuhan kurikulum belajar anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah tersebut. Penelitian kualitatif dilakukan secara intensif dan mendalam dalam kondisi alamiah objek penelitian yang mengedepankan proses dan penekanan pada makna data yang diamati [18].

Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, siswa dan guru di TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Babadan yang telah berpengalaman dan mempraktekkan pemenuhan kebutuhan kurikulum belajar anak berkebutuhan khusus. Pemilihan partisipan dilakukan dengan memperhatikan kriteria inklusi yaitu siswa dan guru memiliki pengelaman dalam proses belajar mengajar anak-anak berkebutuhan khusus di TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Babadan. Partisipan dalam penelitian ini akan menjadi sumber data dan sebagai narasumber dalam wawancara untuk menggali data lebih dalam dan menyeluruh.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi di lingkungan sekolah, serta dokumentasi . Wawancara mendalam dilakukan kepada kepala sekolah dan guru-guru TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Babadan untuk mengetahui pengalaman dan pandangan mereka tentang bagaimana pemenuhan kebutuhan kurikulum belajar anak berkebutuhan khusus di lingkungan non inklusif. Obervasi dilakukan untuk melihat bagaimana anak-anak berkebutuhan khusus belajar di kelas dan bagaimana guru menghadapi tantangan serta kesulitan dalam memenuhi kebutuhan belajar anak melalui kurikulum.

Setelah data-data yang dibutuhkan telah didapatkan maka langkah selnajutnya adalah melakukan analisis data. Analisis data adah sebuah proses penyusunan data secara sistematis dari hasil wawancara, observasi dan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasi data ke dalam kategori-kategori tertentu. Analisis data kualitatif bersifat indiktif yaitu melakukan analisis berdasarkan data yang diperoleh dan dikembangkan hingga menjadi kesimpulan sementara atau dugaan-dugaan [19]. Analisis data penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah analisis data interaktif dan dilakukan secara terus menerus hingga tuntas. Berikut adalah tiga tahap dalam analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Reduksi Data, adalah merangkum data-data yang telah diperoleh hingga memunculkan gambaran secara jelas tentang hasil dari data yang telah diperoleh, tahap ini akan mempermudah dalam mengumpulan data selanjutnya.

2. Penyajian Data (Display Data), merupakan tahap kedua setelah data berhasil direduksi. Dalam penelitian kualitatif penyajian data menggunakan teks atau narasi.

3. Penarikan kesimpulan, tahap terakhir dalam analisis data yaitu penarikan kesimpulan dari data yang telah diperoleh dan pada tahap ini juga dilakukan tahap verifikasi untuk mengetahui kesesuaian data dengan bukti yang diperoleh.

Setelah data berhasil dianalisis maka langkah selanjutnya adalah melakukan validasi data dengan menggunakan triangulasi data dengan menggunakan data dari sumber yang berbeda seperti dokumen prencanaan dan penilaian belajar,catatan hasil observasi dan transkip wawancara. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh dapat dipercaya dan akurat [20].

Hasil dan Pemahasan

TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Babadan (ABA) merupakan salah satu lembaga pendidikan tingkat taman kanak-kanak yang berada di kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Sekolah ini terletak cukup jauh dari pusat kota namun bukan berarti tidak memiliki daya saing yang kuat dengan sekolah-sekolah lain, hal ini dibuktikan dengan jumah siswa yang terbilang banyak yaitu 74 siswa dengan 32 siswa di kelompok A atau usia 5-6 tahun dan 42 siswa di kelompok B atau usia 6-7 tahun. Dari 74 siswa terdapat 2 anak berkebutuhan khusus . Satu anak di kelompok A dengan ADHD dan speech delayserta satu anak di kelompok B dengan gangguan konsentrasi belajar. TK ABA Babadan memiliki 5 guru, 1 kepala sekolah dan 1 tenaga administrasi. Guru yang ada di TK ABA Babadan belum memiliki bidang keilmuan yang linier dengan PAUD, 3 dari 5 guru yang ada merupakan lulusan dari sarjana pendidikan matematika dan guru sekolah dasar lalu untuk 2 guru lainnya belum mengenyam pendidikan S1 pendidikan guru namun sudah mengajar bertahun-tahun sejak awal berdirinya sekolah jadi meskipun belum mengenyam bangku perkuliahan sudah memiliki ilmu dan pengalam yang banyak dalam mengajar TK.

Dalam proses pembelajarannya kurikulum yang digunakan sekolah adalah penggabungan kurikulum merdeka dengan kurikulum 2013 karena sekolah masih pada masa transisi menuju kurikulum merdeka. Penggabungan ini adalah menggunakan beberapa bagian dari kurikulum merdeka dengan kurikulum 2013 yang disesuikan dengan kondisi dan keadaan sekolah. Terdapat tiga pilihan implementasi kurikulum merdeka yang dapat dipilih oleh sekolah yaitu a) menerapkan beberapa bagian dan prinsip kurikulum merdeka tanpa menganti kurikulum satuan pendidikan, b) menerapkan kurkulum merdeka dengan menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan pemerintah pusat, c) menerapkan kurikulum merdeka dengan pengembangan berbagai perangkat ajar oleh satuan pendidikan [21]. Dengan adanya pedoman penerapan kurikulum dalam rangka pemulihan pembelajaran yang di keluarkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia sekolah diberikan kemudahan dalam menerapkan kurikulum merdeka di satuan pendidikannya, dengan menggunakan acuan ini TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Babadan mengimplementasikan kurikulum merdeka menggunakan opsi pertama dari tiga opsi yang ada yaitu menerapkan beberapa bagian dan prinsip kurikulum merdeka tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang telah digunakan sebelumnya yaitu kurikulum 2013. Hal ini karena sekolah dan tenaga pendidik belum siap dan memadai untuk menerapkan kurikulum merdeka secara utuh.

Berbagai upaya untuk menerapkan dan mengimplementasikan kurikulum merdeka telah di lakukan oleh sekolah, seperti mengikuti sosialisasi dan pelatihan implementasi kurikulum merdeka yang diselenggarakan oleh dinas terkait dan pihak yayasan. Menurut kepala sekolah, pergantian dan implementasi kurikulum baru memerlukan banyak waktu, tenaga dan persiapan maka dari itu sekolah secara perlahan akan melengkapi dan menyiapkan pergantian dan implementasi kurikulum merdeka ini.

Dalam pemenuhan kebutuhan kurikulum belajar untuk anak berkebutuhan khusus, sekolah belum menyiapkan kurikulum khusus untuk mereka sebab belum ada guru dan tenaga pendidik yang mumpuni dalam pembuatan dan penyusunan kurikulum khusus ini. Meskipun pada hakikatnya kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus dibuat sendiri oleh tiap-tiap satuan PAUD yang disesuikan dengan karakteristik anak yang selanjutnya dilakukan modifikasi terhadap kurikulum pendidikan yang sedang digunakan [22] sekolah tetap membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bidang ini agar anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan pendidikan yang maksimal. Sehingga dalam proses pembelajarannya anak berkebutuhan khusus mengikuti semua kegiatan pembelajaran seperti anak-anak lain namun dengan beberapa perlakuan khusus. Pada proses pembelajaranya, anak-anak dengan kebutuhan khusus di tempatkan dalam satu kelas yang sama dengan anak-anak lainnya seperti halnya dalam sekolah inklusi. Anak mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran seperti pembiasaan-pembiasaan, hafalan surat-suat pendek, doa harian, bernyanyi dan kegiatan tema. Anak dengan kebutuhan khusus mengikuti pembelajaran dengan penyesuaian-penyesuaian yang disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik anak.

Anak dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) cenderung tidak bisa mengontrol dirinya dan melakukan aktivitas sesuai dengan apa yang dia sukai. Keadaan dan rangsangan dari luar dapat mempengaruhi konsentrasinya [23] namun hal ini tidak menjadi masalah untuk sekolah dalam menangani dan memberikan pembelajaran untuk anak tersebut. Anak dengan ADHD tidak mendapatkan tekanan atau paksaan dari guru selama di dalam kelas namun anak tetap diajarkan tentang aturan di dalam kelas seperti tidak boleh memanjat jendela, naik ke atas kursi atau meja, tidak boleh mencoret-coret di sembarang tempat dan bersamalam dengan guru saat datang dan pulang. Guru mengajarkan tentang aturan ini utuk melatih anak agar mulai bisa mengatur dirinya dan paham tentang lingkungan sekitar serta aturan-aturan yang ada. Selain dengan mengajarkan aturan-aturan sederhana guru juga mengajarkan anak untuk menyampaikan keginginannya menggunakan kata-kata sederhana sertamemberikan respond terhadap apa yang disampaikan oleh guru sebab anak tersebut juga mengalami keterlambatan berbicara atau speech delay, speech delay adalah sebuah gangguan dimana anak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan perasaan atau keginginannya kepada orang lain tanpa memiliki gangguguan pada neurologisnya [24].

Guru mengajarkan anak untuk mengungkapkan apa yang dia inginkan, misalnya anak ingin mengambil crayon dengan cara menunjuknya maka guru mengajarkan anak untuk mengucapkan kata “crayon” dan anak harus mengikuti ucapan tersebut sebelum guru memberikan crayon kepada anak dan saat sudah berhasil mengucapkan kata crayon maka guru akan mengambilkan crayon tersebut. Hal ini dilakukan untuk melatih anak dalam mengungkapkan keinginannya, mengenalkan nama-nama benda kepada anak dan melatih kemampuan anak untuk berbicara. Aktivitas lain yang diterapkan guru kepada anak dengan ADHD adalah menyediakan waktu dan ruang khusus untuk anak mengembangkan kemampuan motorik dan kognitifnya. Guru akan menempatkan anak di ruangan yang berisi alat permainan edukatif sesuai dengan minat dan kemampuannya yaitu puzzle, lego dan balok. Dalam aktivitas ini guru bertugas mendampingi anak untuk bermain dengan sesekali memberikan tanggapan tentang apa yang anak buat dengan mainannya, mengajak anak mengobrol tentang nama benda, warna serta jumlah mainan yang sedang dia mainkan. Namun penempatan pada ruang dan waktu khusus ini masih belum bisa dilaksanakan secara masif dan maksimal sebab terbatasnya ruang kelas yang bisa digunakan serta terbatasnya waktu dan guru untuk mendampingi.

Selain anak dengan gangguan ADHD, pada kelompok B terdapat anak dengan gangguan konsentrasi belajar. Konsentrasi yang baik sangat dibutuhkan oleh anak dalam mengikuti proses pembelajaran agar anak dapat menguasai dengan baik kompetensi yang diharapkan selain itu konsentrasi juga menjadi prasyarat bagi anak untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran [25]. Gangguan konsentrasi yang dialami anak adalah anak tidak dapat fokus di dalam kelas, anak sangat mudah teralihkan, anak tidak mau menatap guru saat diajak berbicara, anak tidak menangkap dengan baik kalimat yang diucapkan guru serta anak kurang bisa memberikan jawaban atau respond yang sesuai dengan rangsangan yang diberikan. Hal yang dilakukan oleh guru untuk menangani anak dengan gangguan konsentrasi adalah mengajak anak untuk tetap tenang saat anak mulai teralihkan, mengobrol dengan anak di tempat dan waktu yang sepi, menunggu anak untuk memberikan repond atau jawaban yang sesuai dengan pertanyaan atau rangsangan yang diberikan oleh guru. Saat pembelajaran berlangsung anak menggunakan media yang sama dengan anak lainnya, namun dengan pemberian perhatian yang lebih dari guru. Guru mengawasi dengan intens dan akan selalu mengingatkan anak jika anak mulai menunjukkan perilaku yang berbeda, seperti beranjak dari tempat duduk dan tidak menyelesaikan pekerjaannya. Selain itu guru juga memberikan permainan-permainan untuk melatih konsentrasinya seperti tepuk tangan dengan instruksi tertentu, latihan mendengar dan melihat.

Temuan di lapangan menunjukkan bahwa sekolah belum memiliki kurikulum khusus untuk anak dengan kebutuhan khusus termasuk kurangnya penyediaan media dan fasilitas. Hambatan yang dialami oleh sekolah dalam pemenuhan kurikulum anak berebutuhan khusus adalah

a). Belum adanya sumber daya manusia atau tenaga pendidik yang mumpuni untuk menyusun kurikulum tersebut sebab belum adanya pendidik yang memiliki latar belakang atau pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus ataupun sekolah inklusi.

b). Kurangnya dukungan dari dinas terkait juga menjadi salah satu faktor mengapa kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus ini belum terealisasikan.

Dua faktor utama ini yang menyebabkan sekolah belum bisa memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan khusus dalam konteks kurikulum pembelajaran hingga pemenuhan fasilitas dan media.

Meskipun dengan keterbatasan sumber daya manusia dan dukungan dari dinas terkait, sekolah juga mengupayakan untuk pemenuhan kebutuhan kurikulum anak berkebutuhan khusus ini dengan beberapa hal, yaitu

a). Mengikuti pelatihan-pelatihan dan diklat terkait sekolah inklusi dan anak berkebutuhan khusus yang diselenggarakan oleh yayasan.

b). Kerja sama dengan psikolog untuk melakukan assessment kepada anak di awal tahun ajaran baru juga memudahkan sekolah untuk mengetahui kebutuhan dan hambatan tumbuh kembang anak sehingga akan memudahkan guru untuk menyusun program pembelajaran.

Dengan mengetahui bagaimana pemenuhan kebutuhan kurikulum pembelajaran untuk anak dengan kebutuhan khusus di TK ‘Aisyiyah Babadan akan memudahkan orang tua dan guru dalam kolaborasi untuk memenuhi kebutuhan belajar anak di sekolah. Sebab setiap anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Selain itu hal ini juga dapat menjadi perhatian dinas-dinas terkait untuk lebih memperhatikan sekolah-sekolah untuk menuju sekolah inklusi yang ramah untuk semua anak sehingga anak-anak dengan kebutuhan khusus tidak lagi di kucilkan dan terlantar dalam pendidikannya.

Simpulan

Sekolah dengan anak-anak berkebutuhan khusus di dalamnya menjadi tantangan tersendiri untuk lembaga pendidikan. Segala bentuk pembelajaran harus ramah anak termasuk di kurikulum yang digunakan, media pembelajaran dan pemenuhan fasilitasnya. Dalam pemenuhan kebutuhan kurikulum belajar untuk anak dengan kebutuhan khusus, TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Babadan belum melakukan pemenuhan tersebut. Sekolah belum memiliki kurikulum khusus untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus meskipun kurikulum berkebutuhan khusus di buat sendiri oleh sekolah dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan anak namun sekolah memiliki hambatan di sumber daya manusia dan dukungan dari dinas terkait. Penyusunan kurikulum berkebutuhan khusus tidak bisa dilakukan secara asal-asalan atau hanya menjiblak dari lembaga lain namun perlu kajian dan data yang cukup agar kurikulum tidak salah sasaran dan bisa memenuhi kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus.

Meskipun dengan beberapa hambatan yang ada sekolah tetap berusaha untuk memunuhi kebutuahan kurikulum anak berkebutuhan khusus dengan beberapa upaya yang sedang dan terus dilakukan. Hal ini menjadi awal yang baik sebab para pendidik dan tenaga pendidik memiliki kepekaan dan kepedulian kepada anak-anak dengan kebutuhan khusus yang ada. Saran yang dapat diberikan kepada sekolah adalah menyediakan layanan shadow teacher atau guru pendamping khusus untuk anak dengan kebutuhan khusus, menambah dan melengkapi fasilitas untuk anak berkebutuhan khusus serta mengadakan pelatihan peenyususnan kurikulum untuk guru dan tenaga pendidik.

References

[1] M. R. Tobasa, P. W. Nurjanah, U. Ahmad, and D. Yogyakarta, "Tantangan dan Strategi Mendisiplinkan Siswa Berkebutuhan Khusus dalam Pendidikan Inklusif: Tinjauan dari Perspektif Studi Literatur," Anwarul, vol. 4, pp. 207–217, 2023.

[2] A. Lestariningrum, "Implementasi Pendidikan Inklusif untuk Anak Usia Dini di Kota Kediri (Studi pada PAUD Inklusif YBPK Semampir, Kecamatan Kota, Kediri)," J. CARE (Children Advisory Research and Education), vol. 4, no. 2, pp. 53–68, 2017.

[3] S. A. Fakhiratunnisa, A. A. P. Pitaloka, and T. K. Ningrum, "Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus," Masaliq, vol. 2, no. 1, pp. 26–42, 2022, doi: 10.58578/masaliq.v2i1.83.

[4] S. Suparto and L. Mawardah, "Peningkatan Metode Pembelajaran pada Peserta Didik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)," in Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan, vol. 0, no. 0, pp. 9–16, 2016.

[5] D. Safitri and Y. S. Hijriyani, "Pendidikan Inklusif sebagai Strategi Mewujudkan Pendidikan Menyeluruh bagi Anak Usia Dini," in Prosiding Pendidikan Islam Anak Usia Dini IAIN Ponorogo, pp. 27–39, 2021.

[6] Suharsiwi, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Surabaya: CV Prima Print, 2017.

[7] L. A. Tirtayani, "Upaya Pendampingan Anak Berkebutuhan Khusus pada Lembaga-Lembaga," Assisting Young Children with Special Needs on the Early Childhood, vol. 12, no. 2, pp. 21–34, 2017.

[8] D. A. Ashari, "Panduan Mengidentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi," J. Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 6, no. 2, pp. 1095–1110, 2021, doi: 10.31004/obsesi.v6i2.1677.

[9] A. A. Purnami, "Manfaat Program Pendidikan Inklusi untuk AUD," Jurnal Pendidikan Anak, 2016.

[10] B. D. Lestari, S. R. Samta, H. Nisak, and S. S. Rahayu, "Kurikulum Pendidikan Inklusi di Masa Pandemi Ditinjau dari Evaluasi Program Pembelajaran," Sentra Cendekia, vol. 3, no. 1, pp. 32–40, 2022, doi: 10.31331/sencenivet.v3i1.2012.

[11] A. Alfina and R. N. Anwar, "Manajemen Sekolah Ramah Anak PAUD Inklusi," Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, vol. 4, no. 1, pp. 36–47, 2020, doi: 10.33650/al-tanzim.v4i1.975.

[12] T. Susilowati, S. Trisnamansyah, and C. Syaodih, "Manajemen Pendidikan Inklusi dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan," JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, vol. 5, no. 3, pp. 920–928, 2022, doi: 10.54371/jiip.v5i3.513.

[13] H. Farisia, "Strategi Optimalisasi Kemampuan Belajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui Program Pembelajaran Individual (PPI)," SELING: Jurnal Program Studi PGRA, vol. 3, no. 2, pp. 1–17, 2017.

[14] A. Salim, "Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik," Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, vol. 16, no. 7, pp. 21–34, 2010, doi: 10.24832/jpnk.v16i7.504.

[15] A. Ayu, "Implementasi Kurikulum pada Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif," Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan, vol. 11, pp. 98–116, 2018.

[16] M. Irvan, "Implementasi Pendidikan Inklusif sebagai Perubahan Paradigma Pendidikan di Indonesia," Buana Pendidikan: Jurnal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, vol. 15, no. 27, pp. 67–78, 2019, doi: 10.36456/bp.vol15.no27.a1790.

[17] H. T. W. Gedeona, "Pendekatan Kualitatif dan Kontribusinya dalam Penelitian Administrasi Publik," Jurnal Ilmu Administrasi, vol. 7, no. 3, pp. 183–192, 2010.

[18] F. Abdul, Metode Penelitian Kualitatif. Medan: CV Harfa Creative, 2023.

[19] A. Abdul, "Teknik Analisis Data," Teknik Analisis Data, pp. 1–15, 2020.

[20] K. Susanti Louru, "Bab III Metoda Penelitian," Metodologi Penelitian, vol. 3, pp. 1–9, 2017.

[21] Kemendikbudristekdikti, "Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran," Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, pp. 1–112, 2022.

[22] F. Arriani, "Kebijakan Layanan Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)," AWLADY: Jurnal Pendidikan Anak, vol. 3, no. 1, 2017, doi: 10.24235/awlady.v3i1.1217.

[23] I. N. Handayani, "Pendidikan Inklusif untuk Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)," ACIECE Conference Proceedings, vol. 4, pp. 291–302, 2019.

[24] E. Budiarti, E. Rahmani, E. Yusnita, C. Sumiati, and Y. Yunaini, "Penerapan Oral Motor untuk Anak Speech Delay Usia 2–4 Tahun," Jurnal Pendidikan Indonesia, vol. 3, no. 10, pp. 953–960, 2022, doi: 10.36418/japendi.v3i10.1417.

[25] S. H. Khotimah, T. Sunaryati, and S. Suhartini, "Penerapan Media Gambar sebagai Upaya dalam Peningkatan Konsentrasi Belajar Anak Usia Dini," Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 5, no. 1, pp. 676–685, 2021, doi: 10.31004/obsesi.v5i1.683.

Published

2025-08-21

How to Cite

Pangesti, V., & Salim, A. (2025). Curriculum for Children with Special Needs at Aisyiyah Bustanul Athfal Kindergarten: Kurikulum Anak Berkebutuhan Khusus di TK Aisyiyah Bustanul Athfal. Indonesian Journal of Education Methods Development, 20(1), 10.21070/ijemd.v20i1.920. https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i1.920

Issue

Section

Early Childhood Education Method