Ratna Dwi Anggraeni (1), Kemil Wachidah (2)
Background: Digital literacy has become a fundamental requirement for elementary school teachers as education increasingly integrates technology. Specific Background: Teachers are expected to utilize digital tools to facilitate learning, yet their actual abilities often vary widely. Gap: Limited studies have explored teachers’ digital literacy in the context of a single classroom and specific grade level. Aim: This study aims to analyze the digital literacy capabilities of a grade V teacher at Kandangan State Elementary School. Results: The findings show that the teacher demonstrates adequate competence across five dimensions of digital literacy: visual, reproduction, branching, information, and socio-emotional literacy. The teacher integrates digital media into lessons, uses technology to search and reproduce learning materials, and maintains communication with parents through digital platforms. Novelty: This research provides a focused case-based insight into teacher digital literacy within a real classroom environment. Implications: Schools need to strengthen digital literacy programs by providing better facilities and continuous training to support teachers in integrating technology effectively.
Highlights• Digital literacy competencies of a grade V teacher• Integration of digital media into classroom practice• Identification of obstacles in digital implementation
Keywords: Digital Literacy, Elementary Teacher, Online Resources, Digital Pedagogy, Classroom Practice
Pendidikan dasar merupakan pendidikan wajib yang harus ditempuh seluruh masyarakat Indonesia. Dalam jenjang ini, siswa dituntut untuk mendapatkan bekal yang paling penting dan fundamental demi kelanjutan pendidikan di tingkat menengah dan tingginya nanti. Hal ini dikatakan fundamental karena sekolah dasar merupakan tingkat pendidikan yang dimana sesungguhnya pertumbuhan siswa mencapai tahap operasional nyata atau tahap dimana anak sudah bisa memanfaatkan fikirannya untuk berfikir secara rasional dan objektif [1]. Sekolah dasar ialah tingkat dimana siswa menekuni hal secara nyata atau penumbuhan budi pekerti, untuk menumbuhkan nilai budi pekerti melalui cara menanamkan nilai-nilai luhur pancasila sebagai dasar bangsa, yakni dengan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui budaya literasi. Hal ini telah diterapkan dalam Permendikbud Nomor 23 tahun 2015. Budaya literasi yang dimaknakan disini ialah literasi dasar yang patut didapat dan dipahami oleh seluruh warga Indonesia, yakni: literasi baca tulis, literasi numerisasi, literasi finansial, literasi digital, dan literasi budaya dan kewarganegaraan [2].
Literasi digital menurut Eshet-Alkalai (2014) yakni, setiap individu diwajibkan untuk menguasai keanekaragaman teknis yang berkembang, kognitif, keterampilan sosiologis untuk melakukan tugas dan memecahkan masalah di lingkungan digital [3]. Keterampilan tersebut merujuk pada literasi digital yang merupakan salah satu jenis literasi.
Literasi digital menurut (Alkalai, 2004) terdapat 5 indikator [4], yakni:
1) Photo visual literacy (literasi visual), yaitu kemampuanndalam memahamimvisual grafis. Komunikasi yang berawal dari simbol-simbol yang kemudian berkembang menjadi alphabet, lalu gambar yang mempresentasikan kata-kata dan makna visual. Literasi visual ini mempunyai 2 kemampuan utama, yakni: a) Kemampuan dalam menafsirkan visual atau mengurai makna.nMaknandari gambarndi lingkungannsekitarntidak bisa dipahami dengan benar apabila tidakndipelajari dengan baik. Untuk mengajarkanmkemampuan ini, ada hal berpengaruh yang perlu diketahui yakninusia, budaya, dan kesukaannanak.; b) Kemampuan membuat atau menyandikan visual. Membuat gambar-gambar dengan arti tertentu ialah kemampuan yang lebih lanjut dari literasi visual. Untuk memproduksi suatu gambar, seseorang akan dituntut untuk mengaktifkan kemampuan berfikir dan berimajinasi.
2) Reproductionmliteracy (literasi reproduksi), yaitunkemampuan dalamnmenggabungkan informasi yang telah diperoleh. Hal ini menggunakan digital untuk menciptakan sesuatu yang baru dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya.
3) Branchingmliteracy (literasimpercabangan), yaitu kemampuanmdalam membuatnmodelnmental, peta konsep, dan bisa mempresentasikan bentuk abstrak atau kemampuan untuk membangun pengetahuan dari yang non linier. Teknologi hypermedia modern telah menghadirkan tantangan baru untuk pemakai komputer dalam literasi digital. Hal ini memungkinkan seseorang untuk beralih dari pencarian data yang relatif di perpustakaan dan database digital, ke konstruksi pengetahuan dari informasi yang diakses secara non linier. Lingkungan hypermedia modern ini memberikan pengguna tingkat kebebasan yang tinggi dalam menavigasi melalui domain pengetahuan yang berbeda, akan tetapi juga memberi mereka masalah yang muncul dari kebutuhan untuk membangun pengetahuan dari sejumlah besar informasi independen, dicapai secara non linier atau tidak teratur.
4) Informationmliteracy (literasi informasi), yaitumkemampuan berpikir kritis dan kemahiranmdalammmencari, mengakses, dan mengevaluasi informasi secara efektif. Literasi informasi merupakan suatu keterampilan berpikir Tingkat tinggi yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan mendukung kesuksesan akademis, professional, dan pribadi.
5) socio emotional literacy (literasi sosial dan emosional), yaitumkemampuanmbersosialisasi dan melibatkan emosi dalam berinteraksinmelaluinmediandigital. Memahami aturan yang berlaku dan menerapkan pemahaman ini pada komunikasi. Perluasan internet dan platform komunikasi digital lain telah membuka dimensi dan peluang baru untuk pembelajaran kolaboratif dan berbagi informasi dalam bermacam-macam bentuk, seperti komunitas belajar, kelompok diskusi, dan ruang obrolan.
Kuder dan Hasit dalam Kharizmi (2019) menyatakan bahwa literasi merupakan proses pembelajaran baca tulis yang dipelajari seseorang termasuk di dalamnya empat keterampilan berbahasa yakni, mendengar, berbicara, membaca, dan menulis [5]. Literasi digital secara umum ialah kemampuan dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengkomunikasikan informasi, dengan kecakapan kognitif maupun teknikal. Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan dituntut untuk bergerak dengan kemajuan teknologi terutama dengan adanya revolusi industry 4.0 dan society 5.0 yang semakin mudah penyesuaiannya antara kemajuan teknologi dengan kebutuhan manusia untuk terus belajar.
Harjono (2018) mengemukakan bahwa, literasi digital ialah pepaduan dari keterampilan teknologi informasi dan komunikasi, berfikir kritis, keterampilan bekerja sama, dan kesadaran social [6]. Literasi digital ialah ketertarikan dengan sikap dan kemampuan individu yang secara langsung menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis, dan mengevaluasi sebuah informasi, membangun pengetahuan baru, membuat dan berkomunikasi dengan orang lain supaya bisa berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat [7]. Teknologi digital ini mencakup bermacam-macam perangkat keras dan perangkat lunak computer, seperti telepon seluler, perangkat lunak aplikasi, situs web, dan layanan komunikasi dan penyimpanan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya pembelajaran online yang saat ini sangat bermacam-macam. Kemajuan ini harus selalu diimbangi dengan sumber daya manusia yang juga memahami tentang bagaimana menggunakan teknologi dengan baik. Dasar inilah yang membuat literasi digital wajib dikuasai dan dipahami oleh guru sekolah dasar, yang juga berperan mendidik para penerus bangsa dimasa mendatang.
Mulyasa (2020) mengemukakan penerapan literasi digital di sekolah dasar, guru tidak hanya dituntut supaya bisa memanfaatkan sumber belajar yang ada di sekolah saja. Akan tetapi, bisa dari berbagai macam sumber, seperti majalah, internet, surat kabar, serta media digital [8].
Guru ialah seseorang yang berjasa dalam dunia pendidikan, karena guru ialah orang yang memberikan ilmu pengetahuan [9]. Guru ialah orang dewasa, yang karena perannya berkewajiban memberikan pendidikan kepada peserta didik. Guru juga sering diartikan dari kepanjangan kata “digugu” dan “ditiru’. Arti dari kata “digugu” ialah segala sesuatu yang disampaikan oleh guru senantiasa dipercaya, didengar, diikuti, dan diyakini sebagai sebuah kebenaran oleh semua siswanya. Sedangkan arti kata “ditiru” ialah seorang guru menjadi suri tauladan bagi semua siswanya, mulai dari cara berpikir, cara berbicara, hingga cara berperilaku sehari-hari. Dengan kata lain, figure seorang guru harus menjadi contoh bagi siswanya [10].
Pada jaman sekarang, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan ilmunya, salah satunya ialah menerapkan sebuah pola pembelajaran yang efektif dan efisien. Guru sekolah dasar harus diperkuat dan diperkaya dengan berbagai macam keterampilan yang diperlukan pada abad 21, terutama keterampilan literasi digital. Guru sekolah dasar harus bisa menggunakan teknologi digital untuk kegiatan pembelajaran seperti membaca dan mengirim e-mail, mengakses sistem manajemen pembelajaran, membaca jurnal atau e-book, melakukan kuis secara daring, berpartisipasi dalam forum diskusi, dan lain sebagainya [11]. Sebagai pendidik, guru harus mempersiapkan anak didiknya supaya bisa beradaptasi dengan lingkungan di masa industry mendatang dengan berbagai media digital. Berkembang pesatnya teknologi informasi ini, bisa dirasakan setelah adanya internet di tengah-tengah Masyarakat. Teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan terciptanyalingkungan belajar global yang berhubungan dengan jaringan yang memnempatkan para pelajar berada ditengah-tengah proses pembelajaran, dikelilingi oleh sumber-sumber belajar dan aplikasi layanan belajar elektronik untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Program pemerintah melalui kemendikbud terus melakukan pergantian kurikulum di sekolah, sesuai dengan perkembangan zaman yang ada pada saat ini [12]. Seperti kurikulum yang sekarang diterapkan harus bisa membentuk siswa supaya menjadi individu yang teliti, kritis, namun etis. Kurikulum yang diterapkan pada saat ini di Indonesia ialah Kurikulum Merdeka. Pada zaman sekarang seluruh sekolah mulai menerapkan literasi digital, terutama kepada guru. Seperti salah satu sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kandangan, Krembung Sidoarjo. Hal ini dibuktikan dengan adanya seminar tentang literasi digital guru yang ada di daerah Sidoarjo beberapa waktu lalu, dan dihadiri oleh guru-guru yang ada di kabupaten Sidoarjo.
Dalam hal ini, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang kemampuan literasi digital guru yang ada di Sekolah Dasar Negeri Kandangan terutama pada guru kelas V. lalu peneliti ingin melihat strategi guru tersebut dalam menerapkan kegiatan literasi digital terhadap siswa di sekolah tersebut. Sehingga kedepannya guru akan mudah dalam melakukan proses pembelajaran literasi digital dan bisa dilakukan dengan baik.
“Penelitian ini menggunakan metode kualitatif pendekatan studi kasus. Metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus menurut Harahap (2020) yakni penelitian yang yang dilakukan guna mempelajari secara intensif tentang interaksi lingkungan, posisi, serta keadaan lapangan suatu unit penelitian seperti unit sosial atau unit pendidikan secara apa adanya. Penelitian ini menggunakan prosedur penelitian yang memfokuskan pada kemampuan literasi digital guru Sekolah Dasar Negeri Kandangan. Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti melakukan penelitian secara objektif terhadap kenyataan subjektif yang akan diteliti, hal ini dilakukan terhadap kenyataan atau fakta yang diteliti dilapangan [13]. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah, wawancara, angket, dan dokumentasi asli terkait kemampuan literasi digital guru Sekolah Dasar Negeri Kandangan (Studi kasus terhadap guru kelas V).
Kemudian peneliti melakukan analisis data dengan beberapa tahapan yakni pengumpulan data dan menarik kesimpulan. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap 1 subjek penelitian, mengisi angket, dan dokumentasi. Penyajian data disajikan dalam bentuk teks naratif sederhana supaya mudah untuk dipahami. Kemudian, tahap yang terakhir yakni membuat kesimpulan terhadap data terkait dengan kemampuan literasi digital guru Sekolah Dasar Negeri Kandangan (Studi kasus terhadap guru kelas V).
Hasil pengamatan yang telah dilakukan peneliti terhadap kemampuan literasi digital guru kelas V di SD Negeri Kandangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan literasi digital guru kelas V yang ada di SD Negeri Kandangan tersebut, apakah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh peneliti. Hasil pengamatan peneliti terhadap kemampuan literasi digital guru kelas V SD Negeri kandangan. Pertama, kemampuan guru untuk menerapkan dan menciptakan pembelajaran dengan menggunakan media visual dengan baik. Guru tersebut cukup mampu untuk menerapkan media visual dengan baik untuk pembelajaran, karena siswa lebih tertarik dengan hal baru, seperti dengan gambar ataupun berbentuk video. Adanya literasi visual ini, merupakan hal sangat penting yang harus dimiliki guru SD untuk memperoleh dan memanfaatkan media dalam pembelajaran di sekolah [14]. Pemanfaatan media dalam pembelajaran bukan hanya sekedar membatu menjelaskan konsep abstrak menjadi lebih konkrit, tetapi lebih jauh dari itu untuk menggali berbagai keterampilan yang dimiliki siswa. Oleh karena itu guru harus memiliki kemampuan dalam menganalisis dan membuat media untuk kepentingan pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian kemampuan guru dalam literasi media visual sangat baik karena guru telah mulai menggunakan media visual dalam proses pembelajaran.
Kedua, kemampuan guru dalam menciptakan pembelajaran dengan berbasis literasi digital. Dari hasil penelitian, guru tersebut mampu menciptakan pembelajaran dengan basis digital. Seperti pembelajaran IPS tentang gotong royong, guru tersebut menciptakan media berupa canva atau contoh video penerapan dalam kehidupan bermasyarakat. Literasi reproduksi merupakan seni mendaur ulang secara kreatif bahan yang ada. Penemuan mesin cetak oleh Gutenberg (1455) menandai lompatan besar dalam kemampuan manusia untuk menyalin, mereproduksi, dan mendistribusikan informasi dalam skala besar. Hingga saat itu, semua pengetahuan tertulis atau grafis disimpan dengan cara yang tidak dapat direproduksi, di perpustakaan dan koleksi. Beberapa tradisi dan pengetahuan bahkan tidak dalam bentuk tertulis, tetapi diwariskan secara lisan dari orang tua ke anak. Guru yang melek literasi reproduksi biasanya memiliki pemikiran sintetis multi-dimensi yang baik, yang membantu mereka menciptakan kombinasi baru yang bermakna dari informasi yang ada [15]. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa guru memiliki kemampuan untuk membuat makna baru ke dalam pembelajaran melalui reproduksi mata pelajaran berupa canva atau video. Dengan adanya hal tersebut, yakni diperlukan literasi reproduksi. Guna memproduksi atau menciptakan sebuah media untuk pembelajaran, agar siswa menjadi lebih mengerti apa yang telah disampaikan oleh guru tersebut dan menjadikan siswa lebih tau apa yang telah dipelajari.
Ketiga, dengan adanya program literasi digital ini guru mampu membuat peserta didik untuk lebih paham tentang materi yang telah diajarkan. Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa guru tersebut mampu membuat siswa lebih paham tentang apa yang di ajarkan. Karena siswa lebih suka melihat hal-hal yang menarik berupa gambar, video, atau media lain yang menarik yang telah dibuat oleh guru. Karena kalau hanya mendengar guru menerangkan saja siswa akan lebih cepat bosan dan mengantuk. Dalam hal ini diperlukan teknologi digital untuk mengakses media untuk pembelajaran. Hal ini memerlukan literasi percabangan. Literasi percabangan menggunakan hypermedia. Teknologi hypermedia modern telah memberikan tantangan baru bagi pengguna komputer dalam hal literasi digital [16]. Lingkungan hypermedia modern memberikan kebebasan yang tinggi kepada pengguna dalam menavigasi berbagai domain pengetahuan, tetapi juga memberikan mereka masalah yang muncul dari kebutuhan untuk membangun pengetahuan dari sejumlah besar informasi yang terpisahpisah, yang diperoleh dengan cara yang tidak linier dan tidak berurutan. Peneliti mengeksplorasi kemampuan pengguna untuk melakukan tugas-tugas yang membutuhkan literasi bercabang dengan menguji kemampuan perwakilan dari berbagai kelompok usia untuk melakukan tugas merencanakan perjalanan ke negara yang tidak dikenal dengan menggunakan navigasi hypermedia di Internet. Temuan menunjukkan bahwa guru memiliki kemampuan untuk melakukan tugas dengan sukses.
Keempat, kemampuan guru untuk menemukan informasi terbaru sebagai refererensi sumber belajar. Dari hasil penelitian, guru tersebut mampu menemukan informasi media pembelajaran sebagai referensi pembelajaran. Di sekolah tersebut sudah melaksanakan PMM (Pelaksanaan Merdeka Mengajar), dari situ banya referensi yang didapat oleh guru tersebut, sehingga guru lebih mudah dalam proses mengajar, karena banyak sekali sumber referensi yang diperoleh. Sehingga guru tersebut hanya tinggal memilih materi atau media apa yang akan dibutuhkan untuk megjara sesuai dengan materi yang akan diajarkan kepada siswa. Kegiatan PMM ini berhubungn dengan kegiatan merdeka belajar yang telah ditetapkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan yakni Nadiem Makarim. Merdeka belajar merupakan proses pembelajaran secara alami untuk mencapai kemerdekaan. Diperlukan belajar merdeka terlebih dahulu karena bisa jadi masih ada hal-hal yang membelenggu rasa kemerdekaan, rasa belum merdeka dan ruang gerak yang sempit untuk merdeka [17]. Dalam hal ini, literasil informasi sangat penting dalam mencari informasi kemudian mengimplementasikannya [18]. Guru harus mampu: mengakses dan mengevaluasi informasi, mengakses informasi secara effisien (waktu) dan efektif (sumber) mengevaluasi informasi secara kritis dan kompeten, menggunakan dan mengelola informasi, menggunakan informasi secara akurat dan kreatif untuk memecahkan masalah yang dihadapi mengelola arus informasi yang berasal dari berbagai sumber, serta menerapkan pemahaman mendasar tentang masalah etika/hukum seputar akses, dan penggunaan informasi tersebut.
Kelima, cara bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang tua siswa melalui media digital. Berdasarkan penelitian, cara bersosialisasi dan berinteraksi antara guru dan orang tua yaitu dengan mengumpulkan orang tua siswa di setiap awal pembelajaran semester. Guru menjelaskan bagaimana program kerja atau program mengajar guru tersebut selama 1 tahun kedepan. Dan menghimbau orang tua untuk menggunakan gadget, untuk media komunikasi dengan membuat grup yang berisi orang tua siswa dan guru tersebut. Dan menghimbau orang tua siswa bahwa siswa bisa menggunakan gadget dalam pembelajaran, meskipun itu tidak sering. Penggunaan gadget dalam pembelajaran terentu, seperti pada mata pembelajaran bahasa indonesia, seperti membuat media iklan dengan menggunakan canva, siswa memerlukan gadget untuk membuat media tersebut. Sehingga orang tua harus memberikan fasilitas kepada siswa, seingga siswa tau bahwa di dalam gadget bukan hanya ada game saja, melainkan ada hal yang bermanfaat lain di dalamnya. Dalam ha ini diperlukan literasi sosial dan emosional. Karena literasi sosial dan emosional merupakan yang paling kompleks dari semua jenis literasi digital yang dijelaskan dalam artikel ini. Untuk mendapatkan keterampilan ini, pengguna harus sangat kritis, analitis, dan dewasa, serta harus memiliki tingkat literasi informasi dan literasi bercabang yang tinggi [19]. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menggambarkan profil sosio-psikologis pengguna di ruang siber. Perluasan Internet dan platform komunikasi digital lainnya telah membuka dimensi dan peluang baru untuk pembelajaran kolaboratif dan berbagi informasi dalam berbagai bentuk, seperti komunitas belajar, kelompok diskusi, dan ruang obrolan [20]. Namun, di samping peluang, kemungkinan-kemungkinan baru ini juga menghadirkan masalah bagi pengguna, dalam proporsi yang tidak diketahui sebelumnya. Hasil penelitian ini menunjukkan kemampuan guru dalam menggunakan media sosial dengan baik.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, penulis melihat bahwa media digital dapat menunjang kegiatan pembelajaran dan sebagai alat guru dalam mengshare kegiatan. Akan tetapi, pemahaman lebih dalam menggunakan media digital seperti internet masih kurang. Maka diperlukan fasilitas yang memadai untuk membantu guru dalam mengembangkan kemampuan dalam penggunaan media digital. Oleh karena itu seminar atau workshop perlu diakadan, karenauntuk memberikan pengetahuan yang lebih baik kepada guru. Sebab, dengan melakukan praktik secara langsung tentunya akan mempermudah guru dalam proses pemahaman media digital secara lagsung. Keinginan guru SD Negeri Kandangan untuk belajar dan memanfaatkan media digital sebagai bahan ajar dan membuat media pembelajaran yang menarik selain itu mendukung menunjang kegiatan guru. Namun memang terdapat beberapa kendala yang dialami oleh guru mulai kurangnya dukungan fasilitas yang membantu untuk meningkatkan pemahaman dalam penggunaan media digital.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa, upaya peningkatan keterampilan literasi digital guru kelas V SD Negeri Kandangan meliputi pemanfaatan media dalam pembelajaran, pembuatan media dengan Internet, dan mendorong siswa untuk mencari informasi secara daring. Namun, minimnya fasilitas yang memadai, seperti proyektor LCD dan sound system, menghambat optimalisasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran berbasis digital. Guru menghadapi tantangan dalam memanfaatkan sumber daya digital secara efektif karena keterbatasan akses terhadap teknologi. Hasil wawancara dan angket mengungkapkan bahwa guru kelas V SD Negeri Kandangan telah menerapkan literasi digital dalam praktik mengajarnya. Meskipun terdapat beberapa kendala, namun telah dilakukan upaya peningkatan keterampilan literasi digital siswa melalui strategi pembelajaran yang kreatif. Penelitian ini menyoroti pentingnya pelatihan dan dukungan berkelanjutan bagi guru untuk mengintegrasikan literasi digital secara efektif ke dalam kurikulum.membuat media pembelajaran yang menarik selain itu mendukung menunjang kegiatan guru. Namun memang terdapat beberapa kendala yang dialami oleh guru mulai kurangnya dukungan fasilitas yang membantu untuk meningkatkan pemahaman dalam penggunaan pada aplikasi sehingga memerlukan kegiatan seminar.
Ucapan Terima Kasih
Puji syukur diucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Kepada seluruh pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan serta support yang telah diberikan hinga penelitian ini selesai. Kepada Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan, Dr. Septi Budi Sartika, M.Pd yang telah memebrikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SD Negeri Kandangan Krembung. Kepada bu Dr. Kemil Wachidah, S.Pd.I, M.Pd selaku Kaprodi PGSD dan selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan motivasi serta semangat kepada penulis sehingga penelitian ini selesai. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Sekolah serta Guru kelas 5 SD Negeri Kandangan Krembung yang telah memberikan izin serta bersedia menjadi subjek penelitian penulis. Dan yang terakhir terimakasih untuk Kedua Orang tua penulis yang telah memberikan doa serta dukungan yang tiada henti kepada penulis serta terimakasih kepada pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
[1] I. Naila, M. Ridlwan, and M. A. Haq, “Literasi Digital Bagi Guru dan Siswa Sekolah Dasar: Analisis Konten dalam Pembelajaran,” Jurnal Review Pendidikan Dasar: Jurnal Kajian Pendidikan dan Hasil Penelitian, vol. 7, no. 2, 2021.
[2] A. D. Wulandari et al., “Upaya Guru untuk Mengembangkan Kecerdasan Moral pada Anak Sekolah Dasar melalui Pembelajaran PKN,” Jurnal Basicedu, vol. 5, no. 6, 2021.
[3] I. Ladyta, Y. Handayani, and R. Puspita, “Literasi Digital dalam Penggunaan Sistem Informasi Pengendalian Tagihan,” Journal of Digital Education, Communication, and Arts (DECA), vol. 1, no. 1, pp. 44–53, 2018.
[4] M. Harlanu et al., “Self Directed Learning Berbasis Literasi Digital di Masa Pandemi Covid-19,” Bookchapter Pendidikan Universitas Negeri Semarang, 2022.
[5] Y. J. Simatupang, “Strategi Menumbuhkan Literasi Baca-Tulis pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia,” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan, 2021.
[6] M. Nurlailah, “Analisis Literasi Digital dan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa pada Pembelajaran Berbasis Web,” Doctoral Dissertation, UIN Raden Intan Lampung, 2022.
[7] V. Liansari and E. Z. Nuroh, “Realitas Penerapan Literasi Digital bagi Mahasiswa FKIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo,” Proceedings of the ICECRS, 2018.
[8] A. Prayoga and E. Muryanti, “Peran Guru dalam Pengenalan Literasi Digital pada Anak Usia Dini,” Generasi Emas, 2021.
[9] D. Pangestu and M. W. Djuhan, “Upaya Guru dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Kelas VIII D,” JIIPSI: Jurnal Ilmiah Ilmu Pengetahuan Sosial Indonesia, vol. 2, no. 1, 2022.
[10] M. Silviah, “Upaya Guru PPKn untuk Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik yang Kecanduan Media Sosial,” Doctoral Dissertation, Universitas Panca Marga, 2023.
[11] M. Hayati, “Kontribusi Keterampilan Belajar Abad 21 dalam Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Multiple Intelligences,” Doctoral Dissertation, UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2020.
[12] R. Wardani, “Strategi Guru dalam Menerapkan Kegiatan Literasi Digital di SDN 47/IV Kota Jambi,” Doctoral Dissertation, Universitas Jambi, 2023.
[13] K. A. H. Achjar et al., Metode Penelitian Kualitatif: Panduan Praktis untuk Analisis Data Kualitatif dan Studi Kasus, PT Sonpedia Publishing Indonesia, 2023.
[14] M. Kristiawan et al., Inovasi Pendidikan, Wade Group National Publishing, 2018.
[15] D. J. Mourlam, G. A. Strouse, L. A. Newland, and H. Lin, “Can They Do It? Teacher Candidates’ Beliefs and Preschoolers’ Skills with Digital Media,” Computers & Education, vol. 129, pp. 82–91, 2019.
[16] H. B. Kuntarto and A. Prakash, “Digital Literacy Among Children in Elementary Schools,” Diakom: Jurnal Media dan Komunikasi, vol. 3, no. 2, pp. 157–170, 2020, doi: 10.17933/diakom.v3i2.92.
[17] A. Widiyono, S. Irfana, and K. Firdausia, “Implementasi Merdeka Belajar melalui Kampus Mengajar Perintis di Sekolah Dasar,” Metodik Didaktik, vol. 16, no. 2, 2021.
[18] Y. Lestari and E. Erwanto, “Literasi Digital di Era Revolusi Industri 4.0,” Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (Abdimas) Universitas Baturaja, vol. 2, no. 1, 2021.
[19] N. Sintiawati, “Perilaku Masyarakat dalam Menggunakan Media Digital di Masa Pandemi,” Jurnal Akrab, vol. 11, no. 2, pp. 10–19, 2020.
[20] M. Ariani et al., Penerapan Media Pembelajaran Era Digital, PT Sonpedia Publishing Indonesia, 2023.