Rr. Debby Amalia Azhari (1), Nurdyansyah (2)
Background: Low digital literacy and read-writing ability among upper elementary students at SDN Penanggungan Trawas limit learning progression. Specific Background: Conventional teaching and limited ICT access reduce student engagement in digital literacies. Knowledge Gap: Evidence on the use of Integrated Individual Learning (PIT) to concurrently improve digital literacy and read-writing in this local elementary context is limited. Aim: This study examined whether PIT increases students' digital literacy and read-writing skills. Methods: A descriptive quantitative design with observation, documentation, and questionnaires; purposive sampling of nine upper-grade students; analysis with paired t-tests. Results: Mean digital literacy rose from 46.25 to 75.70; read-writing mean increased from 63.31 to 77.64; overall mean increased from 54.78 to 76.67, with statistically significant paired differences (p < 0.001). Novelty: The study demonstrates PIT as a combined individual and digital approach adapted to resource-limited elementary settings. Implications: PIT may serve as a practical option for teachers to strengthen both digital and foundational literacy skills in small-group or remedial contexts.Highlights:• PIT raised digital literacy mean from 46.25 to 75.70• Read-writing mean improved from 63.31 to 77.64• Positive student receptivity to digital-based individual learning
Keywords: Integrated Individual Learning, Digital Literacy, Read-Writing, Elementary Education, PIT
I. Pendahuluan
Pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya merupakan hak bagi seluruh peserta didik dan menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan merupakan kewajiban bagi setiap satuan pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan perkembangan, pertumbuhan, kecerdasan intelektual, sosial, potensi fisik, emosional, dan kejiwaan peserta didik (Kalbu Patma Wati, 2024). Sehingga tugas untuk pemberian hak serta penumbuhkembangan setiap peserta didik bukanlah menjadi tugas guru atau pendidik saja hal itu merupakan tugas bersama seluruh lapisan masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 jelaslah bahwa tiap warga negara atau setiap individu berhak untuk menerima pendidikan dan pengajaran. Sedangkan yang menjadi pelaksana dan penanggung jawab pendidikan adalah keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama seluruh aspek masyarakat (Haryati, 2022). Dari dasar hukum diatas, jelaslah bahwa peran lingkungan sekitar dalam pendidikan hingga pengawasan terhadap tumbuhkembang peserta didik sangatlah sentral, terlebih pada masa yang serba cepat seperti saat ini.
Pada era digitalisasi ini, minat literasi digital masyarakat terutama anak-anak sekolah dasar mulai merangkak naik dari tahun ke tahun. Data terbaru tahun 2023 minat literasi terus meningkat, namun hal ini terjadi lebih dominan pada sektor digital, artinya banyak anak-anak sekarang lebih tertarik dengan apa yang ada di hp atau laptop.
Figure 1. Gambar 1: Data Perpustakaan Nasional (Sumber : Perpusnas)
Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) masyarakat Indonesia tahun tahun 2017 sebesar 36,48 (rendah), tahun 2018 sebesar 52,92 (sedang), tahun 2019 sebesar 53,84 (sedang), tahun 2020 sebesar 55,74 (sedang), mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2021 sebesar 59,52 (sedang) serta tahun 2022 naik sebesar 63,90 (tinggi). Data diatas menyatakan bahwa terdapat peningkatan kegemaran baca tulis masyarakat Indonesia pada sektor digital dari tahun 2017 sampai tahun 2022.. Pada beberapa tahun lalu, tingkat kegemaran membaca Indonesia selalu berada di kategori sedang, dan terbaru angkanya sudah masuk kategori tinggi [3]. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu dan di dukung dengan proses pembelajaran yang berkualitas.
Pada proses pembelajaran, baca tulis merupakan suatu kemampuan yang fundamental bagi seorang peserta didik untuk memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman baru, Oleh karenanya baca tulis merupakan pembelajaran yang urgen dan tidak bias dipandang sebelah mata [4]. Pembelajaran membaca dan menulis mulai diperkenalkan dan diajarkan dari tingkat taman kanak kanak, sehingga saat di tingkat sekolah dasar peserta didik dapat membaca dan menulis dan hanya tinggal penguatan dan pembiasaan. Kemampuan peserta didik dalam baca tulis di kelas 1 dan 2 mempengaruhi kemampuan baca tulis peserta didik pada kelas kelas berikutnya. Maka dari itu, untuk dapat mengikuti pembelajaran yang lebih lanjut, peserta didik sudah barang tentu harus menguasai kemampuan membaca dan menulis [5].
Selain membaca dan menulis, metode pembelajaran merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran agar peserta didik mudah dalam memahami pembelajaran [6]. Terlebih seiring berkembangnya zaman, dunia pendidikan banyak menuntut berbagai macam inovasi untuk mengambangkan metode untuk semakin memudahkan peserta didik dalam memahami pembelajaran [7]. Definisi Metode pembelajaran sendiri adalah cara atau teknik terstruktur yang dilakukan oleh guru agar peserta didik mudah dalam memahami pembelajaran [8]. Adapun Metode Pembelajaran Individual merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengejar ketertinggalan dan memaksimalkan kemampuan yang dimiliki peserta didik dan menitikbertkan pada pendampingan terhadap masing-masing peserta didik [9]. Metode Pembelajaran Individual Terintegerasi (PIT) terhadap literasi digital merupakan merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengejar ketertinggalan dan memaksimalkan kemampuan yang dimiliki peserta didik dan menitikbertkan pada pendampingan terhadap masing-masing peserta didik dengan menggunakan alat bantu yang berbasis digital [10].
Berbeda dengan sektor digital, sektor membaca secara luring (baca tulis dengan buku secara langsung) berdasarkan data UNESCO, minat baca luring masyarakat Indonesia sangat rendah, dengan porsentase 0,001%. Dalam arti, cuma 1 orang yang rajin membaca dari 1,000 orang Indonesia! Dalam Riset lain yang berjudul World’s Most Literate Nations Ranked yang dilaksanakan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, Thailand (59) menduduki 1 peringkat tepat diatas Indonesia dan diperingkat bawah terdapat Bostwana (61). Padahal, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca [11]. Indonesia memiliki jumlah perpustakaan yang cukup banyak dan menempati peringkat ke-2 dengan perpustakaan terbanyak di dunia.
Figure 2. Gambar 2 : Perpustakaan Terakreditasi di Indonesia (Sumber : DataIndonesia.id)
Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat jumlah perpustakaan yang terakreditasi di Indonesia berjumlah 8.414 unit pada tahun 2022. Berdasarkan gambar 2, perpustakaan sekolah menjadi yang terbanyak lantaran berjumlah 7.073 unit. Posisinya diikuti oleh perpustakaan khusus yang sebanyak 163 unit. Sebanyak 516 unit perpustakaan perguruan tinggi. Kemudian ada 662 unit yang merupakan perpustakaan umum. Masyarakat terutama peserta didik di Indonesia memiliki modal yang kuat untuk meningkatkan prosentase minat baca, tak dapat diragukan lagi, sektor digital memiliki peranan penting dalam meningkatkan minat baca masyarakat sejak dini utamanya pada jenjang sekolah dasar [12].
Dari seluruh data diatas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dengan jumlah perpustakaan yang banyak dan meningkatnya literasi digital dari tahun ke tahun, namun berbanding terbalik dengan minat baca masyarakat Indonesia utamanya peserta didik yang memilki porsentase yang sangat rendah, bahkan salah satu yang terendah di dunia. Keadaan rendahnya minat baca ini juga terasa di Kelas 1 SDN Penanggungan Trawas dimana Peneliti mendengarkan keluhan dari guru serta observasi secara langsung bahwa peserta didik kelas 1 masih banyak terkendala dengan baca tulis dengan porsentase yang cukup tinggi hingga mencapai 60%. Sehingga dari keseluruhan peserta didik hanya 40% yang bisa membaca dan menulis, hal inilah yang menjadi salah satu sebab peneliti mengambil judul ini. Hal ini pun diperburuk dengan keadaan di dalam kelas bahwa peserta didik yang tidak bisa membaca dan menulis mendapatkan jatah bangku yang cukup belakang dan jarang sekali ada perubahan mengingat adanya intervensi dari wali murid terkait posisioning peserta didik dalam kelas. Peserta didik yang belum memperoleh kemampuan baca dan tulis dengan benar akan merasa kesulitan ketika melanjutkan proses pembelajaran yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan kemampuan baca tulis perlu adanya inovasi model pembelajaran dari guru agar peserta didik lebih termotivasi. Oleh karenanya peneliti memiliki solusi dari permasalahan diatas dengan mengembangkan kemampuan literasi digital dan minat baca tulis peserta didik dengan menggunakan metode PIT.
Salah satu penelitian program literasi sekolah yakni tentang pengaruh program literasi sekolah terhadap minat baca peserta didik di SDN 1 Penatih. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh program gerakan literasi sekolah terhadap minat baca peserta didik yang signifikan dan menjadikan peserta didik gemar membaca dan menulis.(Ni Made Rusniasa, 2021)
Pada penelitian sebelumnya yang mengangkat tema peningkatan literasi di sekolah dasar menyatakan bahwa Kegiatan literasi berperan penting dalam meningkatkan minat membaca dan menulis peserta didik, walaupun terdapat hambatan dari segi sarana dan prasarana sekolah dalam penunjang literasi, peneliti memberikan saran agar kegiatan literasi dapat dijadikan program unggulan agar peningkatan minat baca tulis peserta didik terus meningkat. (Rokmana, 2023)
Program literasi menggunakan metode individual merupakan metode yang efektif dan memiliki dampak perubahan yang signifikan terhadap peserta didik dimana hasil data penelitian menunjukkan pasca pengembangan program yang mulanya prosentase 32% naik menjadi 61% . (Haryati, 2022)
Peneliti mendata terdapat 9 peserta didik dari kelas 4, 5 dan 6 SDN Penanggungan, Trawas yang memiliki kemampuan literasi digital dan baca tulis yang rendah. Setelah dilakukan observasi dan analisis mendalam terkait problematika yang terjadi di kelas atas tersebut terdapat beberapa faktor penyebab rendahnya kemampuan literasi digital peserta didik dalam pembelajaran di kelas diantaranya adalah guru hanya mengajar menggunakan metode yang tradisional dan cenderung monoton seperti metode ceramah, penugasan dan minim penggunaan ICT dalam pembelajaran sehingga peserta didik tidak ada gairah dalam mempelajari literasi digital padahal penggunaan ICT dalam pembelajaran merupakan hal yang cukup penting di era sekarang dan sangat berpengaruh terhadap kemampuan literasi digital peserta didik. Adapun faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan baca tulis peserta didik adalah kurangnya perhatian guru dalam menganilisis kemampuan baca tulis peserta didik utamanya saat kenaikan kelas dan menganggap sepele hal ini sehingga sampai kelas atas kemampuan baca tulis peserta didik masih rendah sehingga jelas akan mempengaruhi persentase kelulusan peserta didik secara keseluruhan. kurangnya pemahaman baca tulis peserta didik baik karena kurangnya perhatian guru terhadap kemampuan baca tulis tiap individu peserta didik menyebabkan peserta didik meremehkan hal ini sampai kelas atas. Oleh karenanya, peneliti ingin menggabungkan kedua faktor diatas dengan sebuah solusi yaitu menggunakan metode individual terintegrasi, dengan menggunakan Metode Individual Terintegrasi, peneliti berharap dapat menyelesaikan kedua permasalahan diatas serta membantu guru dan peserta didik untuk menemukan solusi yang terbaik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
Figure 3. Gambar 7 : Langkah-langkah Metode Pembelajaran Individual Terintegras
Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan pada kelas 4,5 dan 6 (atas) dimana harapannya melalui metode individual terintegrasi ini dapat memberikan solusi atas rendahnya nilai literasi digital dan baca tulis peserta didik sehingga kemampuan literasi digital dan baca tulis peserta didik semula rendah menjadi naik.
Penelitian ini menggunakan metodologi kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kuantitatif merupakan jenis penelitian yang, terencana, terstruktur dan sistematis dan menghasilkan data yang akurat dan pasti (Nugroho, 2018). Disisi lain, penelitian kuantitatif memiliki ciri yaitu banyak menampilkan angka, mulai dari, penafsiran data, pengumpulan data, serta penyajian dari hasilnya (Firmansyah et al., 2021). Adapun penelitian dengan pendekatan deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan, tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variable yang lain untuk mengetahui nilai variable mandiri baik satu variable atau lebih (independen) (Jayusman & Shavab, 2020). Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui gambaran mengenai aktivitas belajar yang muncul pada saat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode PIT.
Figure 4. Gambar 3 : Alur Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi dan kuesioner dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan data yang diperoleh dari peserta didik. Observasi dilakukan dengan melihat kondisi sekolah. Observasi merupakan suatu cara pengumpulan data dengan pencatatan informasi secara sistematis dan mengamati obyek yang akan diteliti secara langsung [15]. Dokumentasi merupakan teknik penunjang penelitian dengan mengumpulkan gambar-gambar sebagai bahan untuk menghasilkan sebuah data. Dokumentasi dapat berupa dokumen prestasi peserta didik maupun dokumen penunjang lainnya [16]. Metode kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan menyediakan beberapa pertanyaan-pertanyaan kemudian dijawab oleh responden yang ingin diselidiki dengan tujuan dapat memberikan respon terhadap pertanyaan tersebut [17]. Populasi yang ditujukan pada penelitian ini yaitu peserta didik dari kelas atas 4, 5 dan 6 dengan jumlah 9 peserta didik di SDN Penanggungan Trawas. Sampel yang diambil sebanyak 20% dari keseluruhan peserta didik dengan menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2019) purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Artinya pengambilan sampel didasarkan pada pertimbangan atau kriteria tertentu yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti. Kriteria dalam sampel penelitian ini adalah peserta didik di Kelas atas SDN Penanggungan Trawas dengan kemampuan literasi digital dan baca tulis yang masih rendah. Teknik analisis yang digunakan adalah uji T-test. T-test merupakan suatu teknik analisa data yang membandingkan satu data antara sebelum dan sesudah penelitian dilakukan (Moch. Bahak Udin, 2021). Penelitian ini menggunakan lembar observasi sebagai instrumennya, penelilti menggunakan teknik expert judgement dimana peneliti memastikan validitas dan reliabilitasnya kepada ahlinya. Adapun dalam pengambilan porsentase, peneliti menggunakan rumus :
Figure 5.
Pada penelitian ini, peneliti mendata terdapat 9 peserta didik dari kelas 4, 5 dan 6 SDN Penanggungan, Trawas yang memiliki kemampuan literasi digital dan baca tulis yang rendah. Dengan menggunakan metode kuantitatif pendekatan deskriptif, peneliti berharap dapat permasalahan serta membantu guru dan peserta didik untuk menemukan solusi yang terbaik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Peneliti juga merangkap sebagai pengajar sementara di SDN Penanggungan Trawas pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas atas (4,5 dan 6) mendapatkan hasil penelitian sebagai berikut
Figure 6.
Output SPSS yang pertama ini menjelaskan tentang statistic data dari sample berpasangan yaitu sample sebelum dan sesudah dilakukannya pelatihan literasi. Untuk data sebelum dilakukananaya pelatihan menunjukkan nilai rata-rata tes 54,78 dari 9 jumlah data yang digunakan. Memiliki standar deviasi 4.842 dan data standar error mean 1.614. data yang didapatkan setelah dilakukannya tes menunjukkan nilai rata-rata 76.67 dengan jumlah data 9 orang. Memiliki standar deviasi 6.403 dan standar error mean sebesar 2.134.
Figure 7.
Pada output kedua menjelaskan tentang besarnya hubungan antara dua sample yang berpasangan (korelasi) yaitu sebelum dan sesudah dilakukannya pelatihan literasi.
Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi (Sig) < (kurang dari) 0.05 maka dapat dinyatakan adanya hubungan yang signifikan antara sebelum dilakukan dan sesudah dilakukannya pelatihan literasi. Melalui hasil outpur kedua, diketahui nilai korelasinya adalah 0.965 dengan signifikansi 0.000, karena hasil signifikansi 0.000 < 0.05 maka dapat sisimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara nilai tes sebelum dan sesudah dilakukannya pelatihan signifikansi. Jika nilai korelasi yang didapat semakin mendekati 1, maka dinyatakan memiliki hubungan yang semakin kuat. Jika nilai korelasi yang didapat mendekati 0 maka hubungan korelasinya semakin lemah. Melalui data diatas diketahui nilai korelasinya adalah 0. 965 (mendekati 1) maka dapat disimpulkan bahwa hubungan yang terjadi kuat.[20]
Figure 8.
Hasil output ketiga merupakan penjelasan dari hasil uji sample berpasangan (Paired sample t test) pada pengambilan keputusannya, peneliti hanya perlu untuk membaca nilai Sig (2-tailed) Jika signifikansi yang didapat < 0.05 (kurang dari) maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antara nilai test yang didapat sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan. Jika signifikansi > 0.05 (lebih dari) maka dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan nilai test antara sebelum dan sesudah dilakukkanya pelatihan.[21]
Melalui hasil diatas, diketahui bahwa nilai signifikansi (Sig 2-tailed) sebesar 0.000 hal tersebut menyatakan bahwa Sig 2-tailed < 0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan dari nilai test yang diperoleh antara sebelum dan sesudah dilakukannya pelatihan literasi digital dan baca tulis.(Kurniawan, 2024) Data serta hasil penelitian diatas tentang gambaran efektivitas pemberlakuan metode individual dapat berpengaruh terhadap perkembangan minat literasi digital dan baca tulis peserta didik, maka peneliti ingin menerapkan metode pembelajaran invidual terintegrasi dengan analisis sebagai berikut:
2. Analisis Pengaruh PIT Terhadap Kemampuan Literasi Digital
Setelah dilakukan observasi dan analisis mendalam terkait problematika yang terjadi di kelas atas tersebut terdapat beberapa faktor penyebab rendahnya kemampuan literasi digital peserta didik dalam pembelajaran di kelas diantaranya adalah guru hanya mengajar menggunakan metode yang tradisional dan cenderung monoton seperti metode ceramah, penugasan dan minim penggunaan ICT dalam pembelajaran sehingga peserta didik tidak ada gairah dalam mempelajari literasi digital.(Andriyani, 2024) Selain itu, faktor kurangnya fasilitas ICT juga menjadi kendala utama bagi tenaga pengajar dimana sekolah hanya menyediakan fasilitas yang berbasis ICT di sekolah sehingga faktor ini juga yang menjadi penghambat kemampuan Literasi digital peserta didikpadahal penggunaan ICT dalam pembelajaran merupakan hal yang cukup penting di era sekarang dan sangat berpengaruh terhadap kemampuan literasi digital peserta didik [24]
Oleh karenanya, peneliti menyarankan sebuah solusi yaitu menggunakan metode individual terintegrasi, peneliti melihat permasalahan pertama yaitu kemampuan literasi digital peserta didik yang cukup rendah dapat ditanggulangi dengan metode individual terintegrasi sehingga guru memiliki beberapa opsi metode dalam pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan literasi digital peserta didik. Hasil data pada poin 1 menyatakan bahwa nilai Sig = 0,00 dimana angka yang < 0,05 memiliki pengaruh terhadap hasil (Pratama, 2023) artinya metode PIT memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan kemampuan literasi digital peserta didik. nilai pra tindakan menunjukkan rata rata angka 54,78 dengan rincian nilai 46,25 untuk kemampuan literasi digital dan 63,31 untuk nilai baca tulis peserta didik. Dibandingkan nilai rata rata baca tulis, nilai rata rata literasi digital jauh lebih rendah terpaut 20 angka dari nilai baca tulis. Dalam prosesnya, peneliti membagi masa tindakan penggunaan metode PIT untuk meningkatkan kemampuan literasi digital peserta didik menjadi 3 pertemuan dengan perincian sebagai berikut
Figure 9.
Berdasarkan data diatas, pada masa pratindakan rata rata nilai kemampuan peserta didik cukup rendah yaitu sebesar 46,25 dan masih 0% yang dapat lulus, jumlah rata rata peserta didik yang lulus tersebut masih jauh dibawah target persentase kelulusan peserta didik, dimana yang telah ditetapkan untuk rata rata anak yang lulus literasi adalah diatas 75%. Jumlah rata rata diatas diambil berdasarkan data keseharian kemampuan literasi digital peserta didik. Peneliti menyiapkan beberapa instrumen penelitian yang dibutuhkan seperti Hp, laptop, lembar penilaian dan juga lembar kuisioner. Pada masa ini ada beberapa hal juga yang masih perlu diperhatikan mengingat banyak dari peserta didik yang tidak semangat dan cenderung malas dalam hal literasi digital sehingga mempengaruhi nilai pada masa pratindakan tersebut oleh karenanya kreativitas guru sangatlah penting untuk meningkatkan semangat dan minat belajar peserta didik agar lebih meningkat. [26] peneliti menyediakan beberapa hadiah untuk menarik minat peserta didik agar lebih bersemangat dalam menjalani pelatihan, dalam hal ini hadiah hanya menjadi salah satu opsi peneliti untuk mengapresiasi peningkatan kemampuan peserta didik saat pelatihan sehingga peserta didik semakin terpacu dalam mengembangkan kemampuan literasi digital (Aljena, 2020)
Pada pertemuan 1, peneliti membuka pelatihan dengan berdoa dan beberapa pertanyaan kepada peserta didik untuk menganalisa lebih lanjut tentang karakteristik peserta didik tidak lupa peneliti memberikan motivasi tentang pentingnya pelatihan ini untuk membantu peserta didik. Kemudian menggunakan media laptop dimana peneliti ingin memantik tiap peserta didik dengan visual pengenalan kalimat dengan font dan gambar yang menarik menggunakan media powerpoint semisal kalimat anak kecil membeli sayur disandingkan dengan gambar yang sesuai dengan kalimat tersebut, lalu guru menyediakan kolom kosong untuk peserta didik belajar mengetik kalimat menggunakan laptop sesuai dengan gambar dan kalimat yang telah ia pahami, rata rata peserta didik masih mengalami kesulitan dalam mengetik beberapa masih bingung dengan letak huruf dan juga tertukar huruf kemudian peneliti melakukan treatment terhadap peserta didik sesuai dengan kemampuan masing masing menggunakan metode PIT. Di sesi akhir, peneliti memberikan evaluasi kepada masing masing peserta didik untuk mengukur seberapa jauh pemahaman peserta didik di pertemuan 1 menggunakan metode PIT. hasilnya rata rata nilai peserta didik meningkat secara signifikan yaitu 53,60 naik sebanyak 16% dari nilai Pratindakan.
Sebelum pertemuan kedua peneliti melakukan evaluasi terhadap pertemuan 1 dengan menganalisis kekurangan-kekurangan baik dari segi perlengkapan metode dan kesiapan pembelajaran peneliti menemukan beberapa kekurangan-kekurangan dalam pertemuan 1 yaitu Kurangnya media pengeras suara seperti speaker untuk memperjelas materi terkait digital terhadap peserta didik sehingga materi pembelajaran dapat diserap dan dipahami lebih jelas oleh peserta didik sehingga peneliti perlu menyediakan pengeras suara seperti speaker agar pembelajaran dapat berjalan maksimal. Selain itu, speaker juga dapat membantu beberapa peserta didik yang memiliki kecenderungan terhadap Audio dimana menurut keterangan guru wali kelas beberapa peserta didik lebih cepat menyerap materi dengan suara yang lantang sehingga guru saat mengajar membutuhkan ekstra tenaga dalam melantangkan suara saat menjelaskan materi pembelajaran. Bantuan dari media pengeras suara cukup penting mengingat di sekolah tidak menyediakan fasilitas pengeras suara dalam pembelajaran.
Pada pertemuan 2, peneliti mempersiapkan beberapa perlengkapan penelitian seperti laptop, kabel olor, Hp, tripod lembar kuesioner dan speaker mini pengeras suara sebagai penunjang pelatihan. Pada pertemuan ini peserta didik dikenalkan dengan media online seperti cara pengaplikasian media online seperti zoom, youtube dan media social lainnya secara positif sesuai dengan kemampuan masing masing peserta didik. pelatihan pertemuan 2 dimulai, peneliti memulai pembelajaran dengan berdoa dan mengajak peserta didik untuk mengingat ingat kembali tentang materi di pertemuan 1
Berikut data hasil pendapat peserta didik terkait penggunaan literasi digital dalam pembelajaran.
Figure 10.
Berdasarkan data di atas, media zoom menjadi media yang paling jarang digunakan 100% artinya seluruh peserta didik sudah tidak menggunakan zoom lagi dalam pembelajaran karena sudah full offline atau belajar mengajar di kelas secara langsung sudah tidak menggunakan pembelajaran online lagi seperti pada masa covid. sedangkan media YouTube 40% peserta didik mengaku digunakan dalam beberapa pembelajrana namun beberapa kelas jarang menggunakannya hingga mencapai angka 60%. Adapun Instagram dari keseluruhan peserta didik yang tidak pernah menggunakannya dalam pembelajaran sekitar 10% dan yang jarang menggunakannya 30%. dan ada juga yang sering menggunakannya yaitu 60%. Tik tok menjadi aplikasi media sosial yang paling banyak digunakan dalam pembelajaran yaitu sekitar 80% dan yang jarang menggunakan 10% dan yang tidak pernah menggunakannya sekitar 10%. Adapun media Facebook dari seluruh peserta didik yang tidak pernah adalah 70% dan hanya beberapa kali digunakan sekitar 30%
Peneliti melakukan analisis data untuk menyesuaikan antara perencanaan dengan proses tindakan, peneliti juga menyiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam proses siklus ini seperti buku bacaan, lembar kuesioner, lembar penilaian, pulpen, tripod, hp dan juga laptop. Dalam pengaplikasian metode individu terintegrasi pada siklus ini, peneliti membawa hadiah berupa makanan ringan sebagai apresiasi serta penyemangat peserta didik, kemudian menjelaskan runtutan skema peneletian kepada peserta didik yang hadir beserta maksud dan tujuannya. Peneliti pun menjelaskan bagaimana prosedur penelitian kepada peserta didik agar apa yang menjadi tujuan penelitian dapat terwujud.
Berikut adalah hasil analisis dokumen persetujuan peserta didik terhadap penggunaan literasi digital dalam pembelajaran:
Figure 11.
Data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik menginginkan pembelajaran menggunakan metode yang berbasis digital untuk menguatkan kemampuan literasi digital mereka, tercatat 70% peserta didik sangat setuju, 20% setuju dan hanya 10% yang tidak setuju. Peserta didik yang sangat setuju beranggapan bahwa literasi digital sangat berguna untuk masa depan dan beberapa juga menjadikan alasan ini menjadi acuan penting untuk mempermudah mencari pekerjaan dimasa mendatang. Peserta didik yang hanya setuju tidak menganggap penting namun sudah memiliki minat untuk mengembangkan potensinya dalam bidang literasi digital hal ini tentu perlu adanya tindakan nyata dari pihak sekolah untuk menfasilitasi potensi minat peserta didik dalam bidang literasi digital.
Setelah pertemuan dua berjalan peneliti berikan lembaran kuesioner untuk menganalisis hasil dari pertemuan kedua. Hasilnya nilai peserta didik naik secara signifikan menjadi 63,60 Naik sebanyak 38% dari nilai pratindakan. Dari hasil di atas peneliti belum menemukan titik kepuasan di mana peneliti menemukan beberapa peserta didik yang kurang maksimal dalam beberapa sisi. Peneliti juga menemukan beberapa peningkatan dari peserta didik dari segi pemahaman tentang pengetikan berbasis qwerty sehingga peserta didik semakin lancar dalam mengetik dan sesuai dengan apa yang dimaksudkan. Selain itu peserta didik juga cepat memahami tentang pengaplikasian fitur-fitur dalam aplikasi media online seperti zoom YouTube Instagram dan lain-lain. Fitur-fitur yang dipelajari tentunya berkaitan tentang hal-hal yang positif mulai dari memilih konten-konten yang mendidik, menyaring komentar-komentar positif dan menyampaikan ide-ide yang inovatif saat bermedia sosial. ada juga beberapa peserta didik yang memiliki kekurangan dari segi pemanfaatan media sosial mulai dari kurang memahami penggabungan huruf yang dirangkai menjadi sebuah kalimat yang sempurna dan dapat dipahami, beberapa murid dapat menjabarkan apa yang mereka maksudkan namun masih kesulitan dalam menuliskan maksudnya dalam fitur kolom searching.Peneliti menganalisis bahwa peserta didik yang masih kesulitan ini akan ditambah porsi latihan pada pertemuan berikutnya dengan diimbangi reward atau hadiah yang dapat memacu semangat peserta didik sehingga termotivasi untuk lebih maksimal dalam mengembangkan pelatihan literasi digital ini.
Sebelum pertemuan 3 peneliti melakukan evaluasi terhadap pertemuan 2 dengan menganalisis kekurangan-kekurangan baik dari segi perlengkapan metode dan kesiapan pembelajaran peneliti menemukan beberapa kekurangan-kekurangan dalam pertemuan 2 yaitu Kurangnya teknik teknik yang variatif dalam menarik perhatian peserta didik seperti penyediaan gambar gambar yang unik untuk menarik perhatian dan memperjelas materi terkait digital terhadap peserta didik sehingga materi pembelajaran dapat diserap dan dipahami lebih jelas oleh peserta didik oleh karenanya peneliti perlu menyediakan gambar gambar yang unik agar pelatihan dapat berjalan maksimal.
Pada pesertemuan 3, peneliti mempersiapkan beberapa perlengkapan penelitian seperti laptop, kabel olor, Hp, tripod lembar kuesioner dan speaker mini pengeras suara sebagai penunjang pelatihan. Pada pertemuan ini peserta didik memperkuat materi materi di pertemuan pertemuan sebelumnya dengan mengerjakan beberapa latihan seperti membuat cerita dengan mengetik di laptop yang tersedia, kemudian peserta mencoba untuk pengaplikasian beberapa aplikasi mainstream seperti zoom, youtube dan media social lainnya secara positif sesuai dengan kemampuan masing masing peserta didik. pelatihan pertemuan 3 dimulai, peneliti memulai pembelajaran dengan berdoa dan mengajak peserta didik untuk mengingat ingat kembali tentang materi di pertemuan 1 dan 2.
Hasil yang didapat oleh peneliti pasca siklus ini sesuai dengan hipotesa peneliti sebelumnya yaitu dapat meningkatkan kemampuan literasi digital berupa peningkatan nilai rata rata yang melebihi target minimal, adapun perinciannya adalah nilai rata rata peserta didik yaitu 75,70 naik 64% dari nilai pratindakan. hal ini merupakan peningkatan yang memenuhi target minilmal yaitu 75.
3. Analisis Pengaruh PIT Terhadap Kemampuan Baca Tulis
Faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan baca tulis peserta didik adalah kurangnya perhatian guru dalam menganilisis kemampuan baca tulis peserta didik utamanya saat kenaikan kelas dan menganggap sepele hal ini sehingga sampai kelas atas kemampuan baca tulis peserta didik masih rendah. sehingga jelas akan mempengaruhi persentase kelulusan peserta didik secara keseluruhan.(Hijjayati, 2022) kurangnya pemahaman baca tulis peserta didik baik karena kurangnya perhatian guru terhadap kemampuan baca tulis tiap individu peserta didik menyebabkan peserta didik meremehkan hal ini sampai kelas atas. maka peneliti melihat permasalahan ini dengan sebuah solusi yaitu dengan menggunakan metode berbasis individual learning dimana peserta didik yang memiliki masalah dengan 2 hal diatas masih bisa mengejar ketertinggalannya secara susulan dengan dengan bimbingan langsung dari guru menggunakan metode PIT. [29] Berikut adalah hasil nilai dari peneliti membagi masa tindakan menggunakan metode PIT untuk meningkatkan kemampuan baca tulis peserta didik menjadi 3 pertemuan:
Figure 12.
Berdasarkan data diatas, pada masa pratindakan rata rata nilai kemampuan peserta didik cukup rendah yaitu sebesar 63,31 dan masih 0% yang dapat lulus, jumlah rata rata kelulusan peserta didik masih dibawah target persentase kelulusan peserta didik75%. Jumlah rata rata diatas diambil berdasarkan data keseharian kemampuan baca tulis peserta didik.
Setelah pratindakan, peneliti memulai pertemuan 1 dimana peneliti melakukan analisis data untuk menyesuaikan antara perencanaan dengan proses pertemuan 1, peneliti juga menyiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam proses siklus ini seperti buku bacaan, lembar kuesioner, lembar penilaian, pulpen, tripod dan juga hp. Dalam pengaplikasian metode individu terintegrasi pada siklus ini, peneliti membawa hadiah berupa makanan ringan sebagai apresiasi serta penyemangat peserta didik, kemudian menjelaskan runtutan skema peneletian kepada peserta didik yang hadir beserta maksud dan tujuannya. Peneliti pun menjelaskan bagaimana prosedur penelitian kepada peserta didik agar apa yang menjadi tujuan penelitian dapat terwujud.
Peneliti menyiapkan beberapa instrumen penelitian yang dibutuhkan seperti laptop, lembar penilaian,lembar kuisioner, buku bacaan, lembar kalimat pendek dan panjang dan beberapa lembaran kosong yang digunakan untuk latihan tulis peserta didik. Peneliti juga menggunakan media peraga flashcard dimana kartu tersebut berisi 1 kata, gambar serta pengembangan kata menjadi kalimat yang sempurna dan mudah dipahami. Peserta didik akan diberi 1 kartu lalu peserta didik membaca, mengamati dan berusaha memahami bacaan kalimat yang telah disediakan dalam kartu kemudian peserta didik menjelaskan maksud bacaan tersebut kepada guru. Kemudian peneliti menggunakan media buku cerita pendek bergambar, difase ini peserta didik diminta untuk membaca cerita pendek dan mengamati gambar yang menyiratkan cerita dalam bacaan.
Pada pertemuan 1, peneliti membuka pelatihan dengan berdoa dan beberapa pertanyaan kepada peserta didik untuk menganalisa lebih lanjut tentang karakteristik peserta didik tidak lupa peneliti memberikan motivasi tentang pentingnya pelatihan ini untuk membantu peserta didik. Kemudian menggunakan media laptop dimana peneliti ingin memantik tiap peserta didik dengan visual kalimat 1-2 paragraf dengan font dan gambar yang menarik menggunakan media powerpoint, lalu guru menyediakan kertas kosong untuk peserta didik belajar menulis kalimat menggunakan pensil sesuai dengan gambar dan kalimat yang telah ia pahami, rata rata peserta didik masih mengalami kesulitan dalam memahami bacaan beberapa masih bingung dengan cara menulis huruf kemudian peneliti melakukan treatment terhadap peserta didik sesuai dengan kemampuan masing masing menggunakan metode PIT. Di sesi akhir, peneliti memberikan evaluasi kepada masing masing peserta didik untuk mengukur seberapa jauh pemahaman peserta didik di pertemuan 1 menggunakan metode PIT. hasilnya rata rata nilai peserta didik meningkat secara signifikan yaitu 67,34 naik sebanyak 6,4% dari nilai Pratindakan.
Sebelum pertemuan kedua peneliti melakukan evaluasi terhadap pertemuan 1 dengan menganalisis kekurangan-kekurangan baik dari segi perlengkapan metode dan kesiapan pembelajaran peneliti menemukan beberapa kekurangan-kekurangan dalam pertemuan 1 yaitu .kurangnya ice breaking untuk mencairkan suasana dan juga menghindari kebosanan peserta didik saat pelatihan berlangsung. Salah satu ice breaking yang direncanakan oleh peneliti adalah tebak warna huruf disertai dengan warna utama dimana warna huruf berbeda dari warna utama sehingga peserta harus ekstra konsentrasi agar tidak terpedaya dengan warna utama dan menbak warna huruf dengan tepat. Selain itu, peneliti juga mendapati kurangnya pemahaman peserta didik terhadap kalimat yang panjang dimana peserta didik hanya membaca rangkaian kata tanpa mengerti maksud dari bacaan tersebut bahkan mengabaikan tanda baca yang ada dengan intonasi bacaan yang datar. Oleh karenanya, sebelum pertemuan 2, peneliti mempersiapkan beberapa perlengkapan penelitian seperti laptop, kabel olor, Hp, tripod lembar kuesioner dan tambahan lembar kalimat kalimat pendek yang berjenjang sebagai penunjang pelatihan. Pada pertemuan ini peserta didik latihan untuk mencoba membaca kalimat pendek lalu menjelaskan maksud bacaan dengan tulisan kemudian dilanjutkan dengan kalimat yang lebih panjang dan seterusnya. sesuai dengan kemampuan masing masing peserta didik.
Pelatihan pertemuan 2 dimulai, peneliti memulai pembelajaran dengan berdoa dan mengajak peserta didik untuk mengingat ingat kembali tentang materi di pertemuan 1. Kemudian menggunakan media laptop dimana peneliti ingin memantik tiap peserta didik dengan visual pengenalan kalimat kalimat pendek dan berjenjang menuju kalimat yang lebih panjang dengan font yang menarik menggunakan media powerpoint, lalu guru menyediakan kertas kosong untuk peserta didik belajar menulis kalimat menggunakan pensil sesuai dengan gambar dan kalimat yang telah ia pahami, rata rata peserta didik sudah mulai mengalami peningkatan dalam memahami bacaan walaupun dibeberapa bacaan masih terlihat bingung dan ada jeda, kemudian peserta didik menulis apa yang ia pahami dari bacaan kemudian peneliti melakukan treatment terhadap peserta didik sesuai dengan kemampuan masing masing menggunakan metode PIT. Di sesi akhir, peneliti memberikan evaluasi kepada masing masing peserta didik untuk mengukur seberapa jauh pemahaman peserta didik di pertemuan 2 ini. hasilnya rata rata nilai peserta didik meningkat secara signifikan yaitu 71,86 naik sebanyak 7,2% dari nilai pertemuan 2 dan naik 13,6% dari nilai Pratindakan.
Setelah pertemuan 2 peneliti mengevaluasi pembelajaran dengan menganalisis hasil dan melihat kekurangan yang ada. Hasilnya peneliti masih mendapati beberapa peserta didik yang kurang minat dalam membaca kalimat bacaan yang mainstream seperti dari buku pelajaran atau dari majalah, maka peneliti melakukan observasi minat bacaan peserta didik dan hasilnya adalah banyak dari peserta didik yang lebih berminat membaca buku cerita untuk meningkatkan minat baca tulis mereka.
Figure 13.
Dari data diatas diketahui bahwa buku cerita memiliki angka presentase suka tertinggi yaitu 90% peserta didik, buku pelajaran hanya di angka 10% dan majalah 0% artinya banyak peserta didik yang kurang minat dengan buku pelajaran dan juga majalah sedangkan banyak yang berminat terhadap buku cerita utamanya yang bergambar. Adapun kategori biasa buku pelajaran memiliki persentase tertinggi yaitu 70% peserta didik, buku cerita 10% dan majalah 40% artinya peserta didik banyak yang merasa biasa saja dan cenderung tidak minat terhadap buku pelajaran dan majalah dan kategori tidak suka majalah memiliki angka persentase tertinggi yaitu 60% peserta didik disusul buku pelajaran 20% dan buku cerita 0%, menunjukkan bahwa tidak ada yang tidak suka dengan buku cerita dari keseluruhan peserta didik Hal ini dapat menjadi tolok ukur guru sebagai fasilitator untuk meningkatkan minat baca tulis peserta didik dengan menfasiilitasi buku bacaan yang menjadi kegemaran peserta didik.
Sebelum pertemuan 3 peneliti melakukan evaluasi terhadap pertemuan 2 dengan menganalisis kekurangan-kekurangan baik dari segi perlengkapan metode dan kesiapan pembelajaran peneliti menemukan beberapa kekurangan-kekurangan dalam pertemuan 2 yaitu peneliti menggunakan kalimat kalimat hingga paragraph yang diambil .dari buku pelajaran peserta didik dimana peserta didik kurang minat terhadap buku pelajaran, oleh karenanya, pada pesertemuan 3, peneliti mempersiapkan beberapa perlengkapan tambahan, selain perlengkapan seperti laptop, kabel olor, Hp, tripod lembar kuesioner, peneliti juga menyiapkan buku cerita bergambar yang disukai oleh peserta didik sebagai penunjang pelatihan. Pada pertemuan ini peserta didik memperkuat materi materi di pertemuan pertemuan sebelumnya dengan mengerjakan beberapa latihan seperti membaca cerita kemudian menuliskan di lembaran yang tersedia, peneliti memulai pembelajaran dengan berdoa dan mengajak peserta didik untuk mengingat ingat kembali tentang materi di pertemuan 1 dan 2.
Pelatihan pertemuan 3 dimulai, peneliti memulai pembelajaran dengan berdoa dan mengajak peserta didik untuk mengingat ingat kembali tentang materi di pertemuan 1 dan 2. Kemudian peneliti mengajak peserta didik untuk bermain sejenak menggunakan media laptop dimana peneliti ingin memantik tiap peserta didik dengan kalimat kalimat pendek dan berjenjang menuju kalimat yang lebih panjang dengan cara peserta didik berbaris memanjang lalu peneliti membisikkan 1 kalimat kepada peserta didik 1 lalu dibisikkan secara mengalir kepada peserta didik berikutnya dan seterusnya.(Retyuningsih., 2023) Setelah bermain, peneliti kembali mengajak peserta didik untuk fokus kepada materi kembali, peneliti membagikan buku cerita kepada peserta didik. Setelah memahami bacaan, peneliti menyediakan kertas kosong untuk peserta didik belajar menulis kalimat menggunakan pensil sesuai dengan gambar dan kalimat yang telah ia pahami, rata rata peserta didik mengalami peningkatan yang signifikan dalam memahami bacaan dan jeda saatbacaan sudah mulai hilang, kemudian peserta didik menulis apa yang ia pahami dari bacaan kemudian peneliti melakukan treatment terhadap peserta didik sesuai dengan kemampuan masing masing menggunakan metode PIT. Di sesi akhir, peneliti memberikan evaluasi kepada masing masing peserta didik untuk mengukur seberapa jauh pemahaman peserta didik di pertemuan 2 ini. hasilnya rata rata nilai peserta didik meningkat secara signifikan yaitu 71,86 naik sebanyak 7,2% dari nilai pertemuan 2 dan naik 13,6% dari nilai Pratindakan.
Hasil yang didapat oleh peneliti pasca siklus ini sesuai dengan hipotesa peneliti sebelumnya yaitu dapat meningkatkan hasil belajar berupa peningkatan nilai rata rata yang sudah melebihi target minimal, adapun perinciannya adalah nilai rata rata peserta didik yaitu 77,64 hal ini merupakan peningkatan yang melebihi target minilmal tingkat berikutnya yaitu 75 setelah selesai pembelajaran peneliti memberikan lembar kuesioner kepada peserta didik untuk memberikan tanggapan dan penilaian mereka terhadap metode PIT
Figure 14.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan grafik nilai baca tulis peserta didik meningkat cukup signifikan ditiap pertemuan, mulai pertemuan 1 di angka 63,31 dan semkin menguat di pertemuan terakhir di angka 77,64
Figure 15.
Selain nilai, hasil dari lembar kuesioner telah menunjukkan bahwa dari 7 dari 9 peserta didik senang dengan adanya metode PIT, artinya 80% peserta didik merasa senang dan terbantu dengan pembelajaran metode individu terintegrasi. Dengan hasil ini peneliti berharap metode individu terintegrasi ini dapat membantu para guru sebagai opsi tambahan dalam meningkatkan kemampuan literasi digital peserta didik.
Metode individu terintegrasi telah terbukti bisa menjadi sebuah terobosan atau opsi bagi guru dalam kegiatan literasi serta meningkatkan minat membaca dan literasi digital peserta didik. Tujuan lainnya adalah untuk memperkuat ingatan serta ketelitian peserta didik dalam memahami bacaan. sehingga metode individu terintegrasi telah terbukti juga dapat menjadi solusi bagi peserta didik untuk mengatasi turunnya minat literasi peserta didik yang berakibat ketertinggalan materi . Oleh karenanya, penerapan metode individu terintegrasi dapat menjawab permasalahan kelas dan menjadi opsi serta solusi untuk mempermudah pembelajaran
Berdasarkan data pada hasil dan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode individu terintegrasi dapat menjadi opsi sekaligus menjadi solusi terhadap permasalahan literasi digital dan baca tulis yang ada di sekolah SDN Penanggungan dengan perincian data sebagai berikut. Pada masa pra-tindakan rata rata nilai literasi digital peserta didik adalah 46,25, setelah pertemuan terakhir diperoleh data yang menghasilkan nilai rata rata 75,70 naik secara signifikan sebanyak 29,45. Adapun nilai baca tulis peserta didik pada masa pratindakan masih di angka 63,31 dan naik secara signifikan dipertemuan terakhir di angka 77,64 naik sebanyak 14,33 angka dari pertemuan 1, artinya secara keseluruhan nilai rata rata literasi digital dan minat baca peserta didik semula 54,78 naik menjadi 76,67 pasca tindakan. Dengan demikian metode individu terintegrasi dapat memecahkan permasalahan kejenuhan peserta didik dan fleksibilitas metode individu terintegrasi memberikan peserta didik keleluasaan dalam belajar dan hasil belajar peserta didik pun meningkat.
Ucapan Terima Kasih
Dalam pembuatan artikel ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan artikel ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT dengan segala rahmat dan karunia-Nya memberikan kekuatan dan kesabaran penulis dalam
menyelesaikan artikel ini.
2. Kedua orang tua penulis yang selama ini telah memberikan dukungan penuh dan do'a yang tiada henti-hentinya diucapkan..
3. Bapak Dr. Imam Fauji, Lc., M. Pd selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
4. Segenap dosen dan staf akademik yang memberikan fasilitas, ilmu, serta motivasi kepada penulis demi terselesainya penulisan artikel ini.
5. Kepada berbagai pihak di Lembaga SDN Penanggungan. Trawas yang telah membantu proses pengambilan data dalam artikel ini.
6. Suami saya yang telah memberikan dukungan dan semangat serta berbagai masukan selama menyelesaikan artikel ini.
Dengan ini peneliti berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk para pembaca dan menjadi masukan serta motivasi bagi lembaga pendidikan dan bagi penelitian selanjutnya.
[1] O. A. Kalbu Patma Wati, S. Indriani, and A. Agustomi, “Menjawab Kebijakan Pemerintah Mengenai Perkembangan Dunia Tentang Pendidikan Inklusi,” J. Pendidikan, Bhs. Dan Budaya, vol. 2, no. 1, pp. 1–13, 2024.
[2] T. Haryati, W. Winata, and A. Suryadi, “Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Siswa Slow Learner di SD Lab School UMJ,” J. Instr., vol. 4, no. 1, pp. 34–61, 2022.
[3] Y. Nurhanisah, “Orang Indonesia Makin Gemar Baca,” Indonesiabaik.id, 2023.
[4] N. Fauziah, “Jurnal Basicedu,” J. Basicedu, vol. 6, no. 2, 2022. [Online]. Available: https://journal.uii.ac.id/ajie/article/view/971
[5] C. W. Hoerudin, “Penerapan Media Flash Card Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa,” J. Prim. Edu, vol. 1, no. 2, pp. 235–245, 2023.
[6] R. Azis, “Hakikat & Prinsip Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,” J., vol. 8, no. 2, pp. 292–300, 2019.
[7] N. Nurdyansyah and N. Mutala’liah, “Pengembangan Bahan Ajar Modul Ilmu Pengetahuan Alam bagi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar,” Progr. Stud. Pendidik. Guru Madrasa Ibtida’iyah Fak. Agama Islam Univ. Muhammadiyah Sidoarjo, vol. 41, no. 20, pp. 1–15, 2018.
[8] I. Mufidah, Nuril, and Zainudin, “Metode Pembelajaran Al-Ashwat,” UIN Maulana Malik Ibrahim, 2018.
[9] A. Mardiana, I. Muzakki, S. Sunaiyah, and F. Ifriqia, “Implementasi Program Pembelajaran Individual Siswa Tunagrahita Kelas Inklusi,” SITTAH J. Prim. Educ., vol. 1, no. 2, pp. 177–192, 2022, doi: 10.30762/sittah.v1i2.2491.
[10] D. Andrian and S. Watini, “Implementasi TV Sekolah Berbasis Literasi Digital di TK Tunarungu Sushrusa Denpasar Barat,” JIIP - J. Ilm. Ilmu Pendidik., vol. 5, no. 4, pp. 1181–1186, 2022, doi: 10.54371/jiip.v4i5.543.
[11] L. Bagas H. Ulinata, L. Wirawan, and J. V. Yohanes S., “Perancangan Perpustakaan Dengan Tema ‘The Shape of Nature’ di Grogol,” Jaur (Journal Archit. Urban. Res.), vol. 7, no. 1, pp. 54–58, 2023, doi: 10.31289/jaur.v7i1.9340.
[12] I. Sari, “Peranan Pojok Baca Digital (POCADI) Dalam Menumbuhkan Minat Baca Masyarakat Di Pojok Baca Mimbar Astaka Eks MTQ Lapangan Merdeka Tebing Tinggi,” UIN Sumatera Utara, 2021.
[13] N. Rusniasa, N. Dantes, and N. K. Suarni, “Pengaruh Gerakan Literasi Sekolah Terhadap Minat Baca Dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas IV SD Negeri I Penatih,” PENDASI J. Pendidik. Dasar Indones., vol. 5, no. 1, pp. 53–63, 2021, doi: 10.23887/jurnal_pendas.v5i1.258.
[14] R. Rokmana et al., “Peran Budaya Literasi Dalam Meningkatkan Minat Baca Peserta Didik Di Sekolah Dasar,” J. Student Res., vol. 1, no. 1, pp. 129–140, 2023, doi: 10.55606/jsr.v1i1.960.
[15] L. Lince, “Implementasi Kurikulum Merdeka untuk Meningkatkan Motivasi Belajar pada Sekolah Menengah Kejuruan Pusat Keunggulan,” Pros. Semin. Nas. Fak. Tarb. Dan Ilmu Kegur. IAIM Sinjai, vol. 1, no. 1, pp. 38–49, 2022, doi: 10.47435/sentikjar.v1i0.829.
[16] A. G. Prawiyogi, T. L. Sadiah, A. Purwanugraha, and P. N. Elisa, “Penggunaan Media Big Book untuk Menumbuhkan Minat Membaca di Sekolah Dasar,” J. Basicedu, vol. 5, no. 1, pp. 446–452, 2021, doi: 10.31004/basicedu.v5i1.787.
[17] C. Anwar, “Multikulturalisme, Globalisasi, dan Tantangan Pendidikan Abad ke-21,” J., vol. 4, no. 1, p. 19, 2019.
[18] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & R&D. Bandung, Indonesia: Alfabeta, 2019.
[19] A. M. B. Udin (Moch. Bahak Udin By Arifin), Buku Ajar Statistik Pendidikan, 1st ed. Sidoarjo, Indonesia: Umsida Press, 2021.
[20] R. Tores, “Pengaruh Promosi Terhadap Peningkatan Volume Penjualan Pada Alfa Studio Sekayu,” vol. 3, no. 1, pp. 52–65, 2020.
[21] R. Andri Ansyah, “Pengaruh Latihan Kick Target Samsak Terhadap Kecepatan Tendangan Mawashi-Geri Pada Dojo Raja Karate Team,” J. Phys. Educ., vol. 4, no. 1, pp. 42–48, 2023.
[22] A. A. Kurniawan, N. D. Rahmawati, and K. Dian, “Pengaruh Media Pembelajaran Interaktif Canva terhadap Hasil Belajar IPAS pada Peserta Didik Kelas IV Sekolah Dasar,” J. Inovasi, Eval. Dan Pengemb. Pembelajaran, vol. 4, no. 2, pp. 179–187, 2024, doi: 10.54371/jiepp.v4i2.466.
[23] F. M. Andriyani, M. G. Sembiring, and T. Prastati, “Efektivitas E-Book dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Ditinjau dari Literasi Digital Sebagai Upaya Pemulihan Learning Loss (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar),” vol. 7, no. 1, pp. 297–311, 2024.
[24] J. D. Rombe, “Penerapan Pembelajaran Tematik Model Webbed untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas II SD Inpres Sopi,” J. Ilm. Wahana Pendidik., vol. 6, no. 3, pp. 972–983, 2020, doi: 10.5281/zenodo.4382080.
[25] R. H. Y. Pratama, R. S. Retno, and M. S. D. Laksana, “Pengaruh Model Project Based Learning terhadap Kemampuan Siswa,” Pros. Konf. Ilm. Dasar, vol. 8201, no. 2, pp. 2148–2158, 2023.
[26] Arianti, “Peranan Guru Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa,” Didakt. J. Kependidikan, vol. 12, no. 2, pp. 117–134, 2019, doi: 10.30863/didaktika.v12i2.181.
[27] S. C. Aljena, K. D. W. Andari, and K. Kartini, “Pengaruh Reward Terhadap Motivasi Belajar Siswa,” J. Pendidik. Dasar Borneo, vol. 1, no. 2, pp. 127–137, 2020.
[28] Z. Hijjayati, M. Makki, and I. Oktaviyanti, “Analisis Faktor Penyebab Rendahnya Kemampuan Literasi Baca-Tulis Siswa Kelas 3 di SDN Sapit,” J. Ilm. Profesi Pendidik., vol. 7, no. 3b, pp. 1435–1443, 2022, doi: 10.29303/jipp.v7i3b.774.
[29] A. S. Wahyuni, “Penerapan Model Hybrid Learning,” Indones. J. Educ. Dev., vol. 2, no. November, pp. 292–297, 2021, doi: 10.5281/zenodo.5681376.
[30] Retyuningsih, A. Nur, and A. W. Fitri, “Permainan Bisik Berantai Terhadap Kemampuan Menyimak Pada Anak Usia 5-6 Tahun,” Teach. Educ., vol. 4, no. 3, pp. 74–84, 2023.