Improving Early Childhood Literacy through Reading Corner in Kindergarten

Meningkatkan Literasi Anak Usia Dini Melalui Sudut Baca di Taman Kanak-Kanak

Authors

  • Saniah Nuraini Institut Agama Islam Muhammad Azim Jambi
  • Raoda Tul Jannah Maruddani Institut Agama Islam Muhammad Azim Jambi
  • Kaspul Anwar Institut Agama Islam Muhammad Azim Jambi
  • Rani Astria Institut Agama Islam Muhammad Azim Jambi
  • Munawaroh Munawaroh Institut Agama Islam Muhammad Azim Jambi

DOI:

https://doi.org/10.21070/ijemd.v18i3.944

Keywords:

Early Childhood Education, Literacy, Reading Corner, Vocabulary, Storytelling

Abstract

General Background: Literacy in early childhood is a fundamental aspect that supports language, cognitive, and social development. Specific Background: However, many kindergarten-aged children face limited stimulation, and reading activities are often less engaging due to lack of supportive media. Knowledge Gap: Previous studies have examined early literacy practices, but few have explored the practical role of reading corners in kindergarten settings. Aims: This study aims to describe the implementation of reading corners and their contribution to improving literacy skills among children aged 5–6 years at TK Negeri 05 Mekarsari. Results: The findings indicate that the reading corner facilitated significant improvements in children’s abilities to recognize letters, increase vocabulary, and retell stories. Novelty: This study highlights the contextual application of reading corners as an effective literacy environment that stimulates children’s motivation and active participation. Implications: The results suggest that reading corners can be optimized as a simple yet impactful strategy in early childhood education, emphasizing the importance of teacher creativity and parental involvement in strengthening literacy culture from an early age.

Highlights:

  • Reading corner improves children’s literacy in kindergarten

  • Supports vocabulary growth and storytelling skills

  • Strengthens literacy culture with teacher and parent roles

Keywords: Early Childhood Education, Literacy, Reading Corner, Vocabulary, Storytelling

Pendahuluan

Literasi merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki anak untuk mendukung perkembangan berpikir, berkomunikasi, dan belajar sepanjang hayat [1][2]. Pada usia 5–6 tahun, anak berada pada fase perkembangan bahasa yang pesat sehingga penting diberikan rangsangan melalui kegiatan membaca [3]. Salah satu strategi yang dapat digunakan di lembaga PAUD adalah pojok baca [4].

Pojok baca adalah sudut ruangan yang didesain menarik dan berisi bahan bacaan yang sesuai usia anak. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa pojok baca mampu meningkatkan minat dan keterampilan literasi anak [5]–[7]. Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada konsistensi penerapan dan keterlibatan aktif guru dalam membimbing anak [8][9].

Di TK Negeri 05 Mekarsari Muaro Jambi, pojok baca mulai diterapkan sejak awal semester genap tahun 2023. Pengamatan awal menunjukkan bahwa anak-anak cenderung tertarik pada buku bergambar dan lebih sering berada di pojok baca. Namun, belum banyak kajian yang mengungkap efektivitas pojok baca dalam konteks lokal ini.

Pengamatan awal menunjukkan bahwa anak-anak secara alami tertarik untuk mengunjungi pojok baca, terutama pada saat waktu luang setelah kegiatan inti selesai. Buku-buku bergambar menjadi pilihan utama, khususnya yang memuat ilustrasi hewan, kendaraan, dan cerita rakyat sederhana. Beberapa anak terlihat duduk sendiri sambil membalik-balik halaman, sementara yang lain duduk berpasangan dan saling bercerita tentang gambar yang mereka lihat. Guru sesekali mendekat untuk mendampingi, membacakan cerita singkat, atau mengajukan pertanyaan sederhana agar anak lebih terlibat.

Selain saat waktu bebas, guru juga mulai mengintegrasikan pojok baca ke dalam kegiatan pembelajaran terstruktur. Misalnya, pada tema “Binatang di Sekitar Kita”, guru mengarahkan anak mencari buku bergambar binatang, lalu meminta mereka menyebutkan nama binatang yang ditemukan. Kegiatan ini membuat anak tidak hanya menikmati cerita, tetapi juga belajar mengenali kosakata baru. Anak-anak terlihat antusias mencari buku sesuai tema, bahkan saling menunjukkan temuan mereka kepada teman-teman.

Walaupun minat terhadap pojok baca cukup tinggi, pengamatan lebih lanjut menunjukkan adanya perbedaan tingkat keterlibatan antar anak. Sebagian anak bisa bertahan cukup lama membaca atau melihat-lihat buku, sementara yang lain hanya sebentar kemudian beralih ke aktivitas lain. Faktor seperti minat pribadi, kemampuan memahami isi buku, dan dukungan dari guru memengaruhi durasi dan kualitas interaksi anak dengan pojok baca. Guru mulai menyadari bahwa perlu ada strategi tambahan untuk membuat semua anak terlibat secara optimal.

Guru mencoba beberapa pendekatan, seperti memberikan “tugas kecil” kepada anak, misalnya memilih satu buku dari pojok baca untuk diceritakan kembali secara sederhana di depan teman-teman. Cara ini membuat anak yang sebelumnya jarang ke pojok baca mulai tertarik untuk ikut serta. Guru juga memanfaatkan pojok baca sebagai sarana transisi yang tenang bagi anak yang sedang gelisah atau butuh istirahat sejenak dari kegiatan kelompok.

Hingga saat ini, pojok baca telah menjadi bagian dari rutinitas harian di TK Negeri 05 Mekarsari Muaro Jambi. Anak-anak terbiasa memanfaatkannya di sela-sela kegiatan, dan guru semakin kreatif memadukannya dengan pembelajaran. Walaupun belum ada kajian mendalam mengenai efektivitas pojok baca dalam konteks sekolah ini, pengalaman awal menunjukkan bahwa keberadaannya dapat menjadi media positif untuk menumbuhkan minat baca, memperkaya kosakata, dan melatih keterampilan bercerita anak. Ke depan, diperlukan pengamatan lebih terstruktur untuk mengetahui sejauh mana pojok baca mampu memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan literasi anak di lingkungan TK ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi pojok baca diterapkan dan dampaknya terhadap literasi anak usia 5–6 tahun.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah 20 anak usia 5–6 tahun dan 2 guru kelas B di TK Negeri 05 Mekarsari. Teknik pengumpulan data meliputi:

1. Observasi kegiatan di pojok baca.

2. Wawancara dengan guru dan kepala sekolah;

3. Dokumentasi karya anak (gambar, tulisan);

4. Catatan anekdot dan lembar perkembangan bahasa anak.

Data dianalisis menggunakan teknik reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan sebagaimana dikemukakan Miles dan Huberman [10]. Validitas data dilakukan melalui triangulasi sumber dan teknik.

Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan koordinasi antara peneliti, guru kelas, dan kepala sekolah TK Negeri 05 Mekarsari. Sebelum proses pengumpulan data dimulai, peneliti menyampaikan tujuan penelitian, fokus pengamatan, dan langkah-langkah yang akan dilakukan. Guru dan kepala sekolah memberikan dukungan penuh, serta membantu menyesuaikan jadwal pengamatan agar tidak mengganggu rutinitas belajar anak. Suasana ini membantu menciptakan hubungan yang akrab, sehingga anak-anak merasa nyaman dengan keberadaan peneliti di kelas.

Proses observasi dilakukan secara langsung di pojok baca, baik pada saat kegiatan bebas maupun saat pojok baca digunakan sebagai bagian dari pembelajaran terstruktur. Peneliti mencatat perilaku anak ketika memilih buku, cara mereka membacanya, interaksi dengan teman, hingga durasi waktu yang dihabiskan di area tersebut. Beberapa anak terlihat membaca sambil menunjuk gambar, ada yang membacakan cerita kepada teman, dan ada pula yang lebih senang melihat-lihat gambar tanpa membaca teks. Semua perilaku ini direkam melalui catatan lapangan untuk dianalisis lebih lanjut.

Wawancara dilakukan dengan guru kelas B dan kepala sekolah untuk menggali informasi tentang kebiasaan anak, peran pojok baca dalam pembelajaran, serta strategi guru dalam mendorong minat baca. Guru menceritakan bahwa sejak pojok baca diterapkan, anak-anak lebih tertarik pada buku dan sering membawa cerita dari sekolah ke rumah. Kepala sekolah menambahkan bahwa pojok baca menjadi salah satu inovasi yang mendapat respons positif dari orang tua. Informasi ini memberikan gambaran kontekstual yang melengkapi hasil observasi.

Dokumentasi karya anak juga menjadi bagian penting dari pengumpulan data. Peneliti mengumpulkan salinan gambar dan tulisan yang dihasilkan anak setelah berinteraksi di pojok baca. Misalnya, setelah membaca buku tentang binatang, beberapa anak menggambar hewan favorit mereka lengkap dengan warna yang serupa dengan ilustrasi di buku. Karya-karya ini memberikan bukti konkret bahwa pojok baca dapat memicu kreativitas sekaligus memperkaya kosakata anak.

Selain itu, peneliti membuat catatan anekdot yang berisi kejadian-kejadian khusus selama kegiatan berlangsung. Misalnya, ada anak yang awalnya jarang mengunjungi pojok baca, namun setelah melihat temannya antusias membaca, ia mulai ikut bergabung. Catatan ini membantu menangkap momen perkembangan individu yang mungkin tidak terlihat dari data kuantitatif semata. Lembar perkembangan bahasa anak juga digunakan untuk menilai kemampuan seperti penyebutan kata, pemahaman cerita, dan kemampuan menjawab pertanyaan sederhana.

Semua data yang terkumpul disusun secara rapi, kemudian dianalisis untuk menemukan pola-pola perilaku anak, dukungan yang diberikan guru, serta pengaruh pojok baca terhadap minat dan kemampuan literasi. Hasil analisis ini nantinya akan menjadi dasar dalam menyusun kesimpulan mengenai efektivitas pojok baca di TK Negeri 05 Mekarsari, sekaligus memberikan rekomendasi bagi pengembangan program serupa di masa mendatang.

Hasil dan Pembahasan

3.1 Penerapan Pojok Baca

Pojok baca disiapkan di sudut ruang kelas dengan rak buku, karpet, bantal duduk, dan poster huruf. Buku yang disediakan meliputi buku cerita bergambar, buku huruf dan angka, serta buku aktivitas. Guru menjadwalkan waktu membaca setiap hari setelah kegiatan utama.

Pojok baca di TK Negeri 05 Mekarsari dirancang sedemikian rupa agar menjadi tempat yang nyaman dan menarik bagi anak-anak. Rak buku dibuat rendah sehingga mudah dijangkau, bahkan oleh anak yang bertubuh kecil sekalipun. Susunan buku diatur rapi dengan sampul menghadap ke depan, memudahkan anak memilih berdasarkan gambar yang mereka sukai. Karpet warna-warni menutupi lantai pojok baca, memberikan kesan hangat dan aman bagi anak yang ingin duduk atau berbaring sambil membaca. Bantal duduk dengan berbagai bentuk — seperti bintang, hati, dan hewan — menambah kenyamanan serta mendorong anak untuk betah berlama-lama di area ini.

Poster huruf yang ditempel di dinding pojok baca memudahkan anak mengenal abjad sambil menikmati cerita. Guru memanfaatkan poster ini untuk menunjuk huruf tertentu ketika sedang membacakan cerita, sehingga anak secara tidak langsung belajar mengenal huruf. Selain itu, ada juga poster angka dan kata-kata sederhana yang dipasang sejajar dengan pandangan mata anak, agar mereka mudah melihat dan mengingatnya.

Koleksi buku yang tersedia cukup bervariasi. Buku cerita bergambar menjadi favorit utama anak-anak, terutama yang menampilkan tokoh hewan lucu atau cerita rakyat sederhana. Buku huruf dan angka digunakan guru untuk mengenalkan konsep dasar literasi dan numerasi, sedangkan buku aktivitas berisi lembar mewarnai, menghubungkan titik, atau mencari perbedaan gambar menjadi pilihan bagi anak yang ingin belajar sambil bermain. Guru secara rutin mengganti atau menambah koleksi buku untuk menjaga minat anak agar tetap tinggi.

Setiap hari, guru menjadwalkan waktu membaca setelah kegiatan utama selesai. Pada saat ini, anak-anak diarahkan menuju pojok baca dan bebas memilih buku sesuai keinginan. Ada yang duduk sendiri tenggelam dalam cerita, ada yang membaca berdua sambil saling menunjukkan gambar, dan ada juga yang meminta guru membacakan buku pilihan mereka. Suasana pojok baca saat itu biasanya tenang, meski sesekali terdengar tawa atau komentar spontan dari anak yang menemukan bagian cerita lucu.

Guru juga memanfaatkan waktu membaca ini untuk mengamati minat dan kebiasaan setiap anak. Dari pengamatan tersebut, guru dapat mengetahui anak mana yang lebih menyukai cerita bergambar, siapa yang tertarik pada buku huruf dan angka, atau siapa yang memilih buku aktivitas. Informasi ini membantu guru menyesuaikan strategi pembelajaran dan memilih buku yang relevan dengan minat anak.

Pojok baca tidak hanya digunakan pada waktu yang dijadwalkan. Dalam beberapa kesempatan, guru mengizinkan anak mengunjunginya saat mereka sudah menyelesaikan tugas lebih cepat atau ketika membutuhkan waktu tenang. Hal ini membuat pojok baca menjadi bagian yang hidup dalam keseharian kelas, bukan sekadar sudut yang hanya digunakan sesekali. Seiring berjalannya waktu, pojok baca menjadi tempat favorit banyak anak, bahkan ada yang langsung menuju rak buku begitu masuk kelas di pagi hari.

Dengan penataan yang menarik, koleksi buku yang bervariasi, dan jadwal membaca yang konsisten, pojok baca di TK Negeri 05 Mekarsari tidak hanya berfungsi sebagai tempat membaca, tetapi juga sebagai sarana membangun kebiasaan literasi sejak dini. Ke depan, guru berencana memperluas koleksi buku dan melibatkan orang tua dalam penyediaan bahan bacaan, sehingga manfaat pojok baca semakin terasa bagi seluruh anak di sekolah ini.

Komponen Deskripsi
Lokasi pojok baca Sudut ruang kelas
Fasilitas Rak buku, karpet, bantal duduk, poster huruf
Jenis buku Buku cerita bergambar, buku huruf dan angka, buku aktivitas
Jadwal membaca Setiap hari setelah kegiatan utama
Table 1. Tabel 1. Penerapan Pojok Baca

3.2 Dampak Pojok Baca terhadap Literasi Anak

Dari 20 anak, 17 anak (85%) menunjukkan peningkatan dalam kemampuan mengenal huruf, membedakan bentuk huruf, dan menyebutkan nama huruf [11]. Sebanyak 15 anak (75%) mulai dapat mengenali kata dalam konteks gambar dan menyebutkannya dengan tepat [12][13]. Selain itu, 78% anak mampu menceritakan kembali isi cerita dengan kosakata yang semakin kaya [14][15].

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar anak di TK Negeri 05 Mekarsari mengalami perkembangan yang signifikan dalam kemampuan literasi awal setelah rutin memanfaatkan pojok baca. Dari total 20 anak, sebanyak 17 anak mulai mampu mengenal huruf dengan lebih baik. Saat guru menunjuk huruf tertentu di poster atau buku, anak-anak dapat menyebutkan namanya tanpa ragu. Beberapa anak bahkan sudah dapat membedakan huruf yang bentuknya mirip, seperti “b” dan “d” atau “p” dan “q”, meskipun sesekali masih terjadi kebingungan. Peningkatan ini terlihat jelas dibandingkan awal semester, ketika sebagian besar anak masih memerlukan bantuan guru untuk menyebutkan huruf dengan benar.

Kemajuan juga terlihat pada kemampuan anak dalam mengenali kata sederhana. Sebanyak 15 anak sudah mampu mengaitkan kata dengan gambar yang relevan. Misalnya, saat melihat gambar “kucing” di buku, mereka dapat langsung menyebutkan kata “kucing” dengan tepat. Bahkan beberapa anak mencoba mengeja kata tersebut sesuai bunyi huruf yang mereka kenal. Aktivitas ini sering dilakukan saat anak-anak membaca buku cerita bergambar di pojok baca. Guru biasanya memancing anak dengan pertanyaan seperti, “Ini gambar apa?” atau “Coba baca tulisannya,” yang kemudian direspons anak dengan antusias.

Selain mengenal huruf dan kata, kemampuan anak untuk menceritakan kembali isi cerita juga mengalami perkembangan yang menggembirakan. Sebanyak 78% anak sudah mampu mengisahkan kembali cerita yang baru saja dibaca atau didengarkan, dengan menggunakan kosakata yang lebih bervariasi. Ada anak yang mampu mengingat urutan cerita dari awal hingga akhir, dan ada pula yang menambahkan detail kecil yang mereka temukan di ilustrasi buku. Kegiatan ini tidak hanya melatih daya ingat, tetapi juga melatih keberanian anak dalam berbicara di depan teman-teman.

Guru memanfaatkan momen ini sebagai latihan komunikasi. Setelah sesi membaca, beberapa anak diminta maju ke depan kelas untuk menceritakan isi buku yang mereka pilih. Awalnya, hanya beberapa anak yang mau mencoba, namun seiring waktu, semakin banyak yang berani berbicara. Anak-anak juga mulai terbiasa mendengarkan teman yang sedang bercerita, menunggu giliran, dan memberikan komentar positif. Hal ini membentuk suasana belajar yang saling menghargai dan mendukung.

Peningkatan keterampilan ini tidak lepas dari konsistensi guru dalam mengatur waktu membaca harian dan memberikan pendampingan yang tepat. Guru tidak hanya membiarkan anak membaca sendiri, tetapi juga aktif mengarahkan, memberikan pertanyaan pancingan, dan membantu anak menemukan kata baru. Setiap keberhasilan, sekecil apapun, diapresiasi sehingga anak merasa bangga dengan kemajuannya.

Dengan capaian ini, pojok baca terbukti menjadi sarana yang efektif untuk menumbuhkan minat baca sekaligus meningkatkan keterampilan bahasa anak. Melalui interaksi yang menyenangkan, anak-anak tidak hanya belajar mengenal huruf dan kata, tetapi juga belajar memahami dan mengungkapkan kembali isi cerita dengan cara mereka sendiri. Perkembangan yang terjadi menunjukkan bahwa pojok baca dapat menjadi salah satu strategi penting dalam membangun dasar literasi sejak usia dini, sekaligus menumbuhkan rasa percaya diri anak dalam berkomunikasi.

Aspek Literasi Jumlah Anak Persentase Keterangan
Mengenal huruf dan bentuk huruf 17 dari 20 85% Anak mampu membedakan bentuk dan menyebutkan huruf
Mengenali kata berdasarkan gambar 15 dari 20 75% Anak dapat menghubungkan gambar dengan kata
Menceritakan kembali isi cerita 16 dari 20 78% Anak menggunakan kosakata yang semakin kaya
Table 2. Tabel 2. Dampak Pojok Baca Terhadap Literasi Anak

Figure 1. Gambar 01. Diagram Batang Dampak Pojok Baca Terhadap Literasi Anak

3.3 Strategi Guru dalam Memfasilitasi Literasi

Guru memiliki peran aktif dalam:

1. Membacakan buku dengan intonasi menarik [16];

2. Memberi pertanyaan pemantik saat membaca [17];

3. Memfasilitasi anak untuk memilih buku sesuai minat [18];

4. Memberikan apresiasi atas kemampuan menceritakan kembali [19].

Strategi Deskripsi
Membacakan buku dengan intonasi menarik Guru menirukan suara tokoh atau memberi penekanan kata tertentu
Memberi pertanyaan pemantik saat membaca Pertanyaan seperti “apa yang terjadi selanjutnya?” atau “kenapa?”
Memfasilitasi anak memilih buku sesuai minat Anak diperbolehkan memilih sendiri buku yang ingin dibaca
Memberikan apresiasi Pujian atau stiker diberikan setelah anak menceritakan isi buku
Table 3. Tabel 3. Strategi Guru dalam Memfasilitasi Literasi

3.4 Faktor Pendukung dan Penghambat

Faktor pendukung antara lain:

1. Buku bacaan yang beragam dan sesuai usia [20];

2. Desain pojok baca yang nyaman dan menarik [21];

3. Dukungan kepala sekolah dan keterlibatan orang tua [22].

Adapun hambatannya:

1. Terbatasnya jumlah buku;

2. Anak masih terbiasa hanya melihat gambar tanpa memahami isi;

3. Perbedaan tingkat perkembangan bahasa anak [23]–[25].

Faktor Pendukung Faktor Penghambat
Buku bacaan beragam dan sesuai usia Jumlah buku terbatas
Desain pojok baca yang nyaman dan menarik Anak terbiasa hanya melihat gambar tanpa memahami isi
Dukungan kepala sekolah dan keterlibatan orang tua Perbedaan tingkat perkembangan bahasa pada masing-masing anak
Table 4. Tabel 4. Faktor Pendukung dan Penghambat Pojok Baca

Kesimpulan

Pojok baca terbukti meningkatkan kemampuan literasi anak usia 5–6 tahun di TK Negeri 05 Mekarsari. Melalui pojok baca, anak lebih antusias mengenal huruf, kosakata, dan memahami isi cerita. Peran guru sangat menentukan keberhasilan strategi ini melalui kegiatan pembacaan buku, pembiasaan, dan pendampingan. Rekomendasi untuk sekolah adalah menambah koleksi buku dan meningkatkan keterlibatan orang tua dalam mendampingi anak membaca di rumah.

Pojok baca di TK Negeri 05 Mekarsari memberikan dampak positif yang nyata terhadap perkembangan literasi anak usia 5–6 tahun. Anak-anak terlihat lebih antusias mengenal huruf, menambah kosakata, serta memahami isi cerita melalui kegiatan membaca yang dilakukan secara rutin. Suasana pojok baca yang nyaman, dilengkapi buku bergambar, buku huruf dan angka, serta buku cerita sederhana, membuat anak betah berlama-lama membaca atau mendengarkan guru membacakan buku. Pendampingan yang konsisten dari guru mendorong anak untuk lebih percaya diri menyebutkan huruf, mengenali kata, hingga menceritakan kembali isi cerita dengan bahasa mereka sendiri.

Keberhasilan strategi pojok baca tidak lepas dari peran aktif guru dalam mengelola kegiatan, membiasakan anak berinteraksi dengan buku, serta memberikan motivasi positif setiap kali anak menunjukkan kemajuan. Untuk menjaga keberlanjutan dan memperluas manfaatnya, sekolah disarankan menambah variasi dan jumlah koleksi buku yang sesuai minat dan tingkat perkembangan anak. Selain itu, keterlibatan orang tua juga perlu ditingkatkan melalui pembiasaan membaca di rumah, sehingga kebiasaan positif ini tidak hanya terbentuk di sekolah tetapi juga berlanjut di lingkungan keluarga.

References

[1] T. Sulistyorini, “Literasi Anak Usia Dini: Konsep dan Penerapannya,” Jurnal Pendidikan Anak, vol. 9, no. 1, pp. 12–19, 2020.

[2] N. Hidayati, “Membangun Budaya Literasi Sejak Dini,” Jurnal Pendidikan Usia Dini, vol. 11, no. 2, pp. 45–53, 2021.

[3] Y. Rachmawati and E. Kurniati, “Strategi Guru dalam Mengembangkan Bahasa Anak Usia Dini,” Jurnal Obsesi, vol. 4, no. 2, pp. 771–779, 2020.

[4] D. Arini, “Pojok Baca dan Perannya dalam Peningkatan Literasi Anak,” Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak, vol. 7, no. 1, pp. 23–30, 2021.

[5] A. Wulandari and D. Mulyani, “Penerapan Pojok Baca dalam Kegiatan Belajar Anak,” Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 6, no. 2, pp. 103–112, 2022.

[6] D. Indriani, “Pojok Baca dan Pengaruhnya terhadap Minat Baca Anak,” Jurnal Ilmu Pendidikan, vol. 9, no. 3, pp. 87–94, 2021.

[7] T. Suryani, “Literasi Visual Anak Melalui Buku Bergambar,” Jurnal Anak Cerdas, vol. 2, no. 1, pp. 1–7, 2020.

[8] E. Kurniasih, “Peran Guru dalam Menstimulasi Minat Baca Anak,” Educhild Journal, vol. 3, no. 1, pp. 11–19, 2020.

[9] S. Maulida, “Peningkatan Literasi Anak Melalui Lingkungan Bermain yang Mendukung,” Jurnal Pendidikan Anak, vol. 10, no. 2, pp. 56–63, 2021.

[10] M. B. Miles and A. M. Huberman, Qualitative Data Analysis, 3rd ed. Thousand Oaks, CA: Sage, 2014.

[11] L. Nuraini, “Pembelajaran Bahasa untuk Anak Usia Dini,” Jurnal PAUD Nusantara, vol. 5, no. 2, pp. 34–40, 2021.

[12] S. Aminah, “Mengenalkan Kosakata Baru pada Anak Melalui Buku Cerita,” Jurnal Bahasa Anak, vol. 8, no. 2, pp. 88–93, 2022.

[13] M. Lestari, “Pengembangan Literasi Anak dengan Media Buku Cerita,” Jurnal Inovasi PAUD, vol. 7, no. 3, pp. 55–61, 2020.

[14] S. Hartati, “Perkembangan Bahasa Anak dalam Pembelajaran Literasi,” Jurnal Dunia Anak, vol. 4, no. 1, pp. 45–52, 2020.

[15] D. Pratiwi, “Cerita Bergambar sebagai Media Literasi Anak,” Jurnal Kreativa, vol. 2, no. 1, pp. 29–37, 2021.

[16] Y. Fitriani, “Teknik Membacakan Buku yang Efektif untuk Anak Usia Dini,” Jurnal Guru Cerdas, vol. 6, no. 2, pp. 12–20, 2020.

[17] R. Arifah, “Pendekatan Interaktif dalam Membaca Buku Anak,” Jurnal Pendidikan Literasi, vol. 4, no. 2, pp. 73–79, 2022.

[18] N. Susanti, “Pilihan Buku Anak dan Pengaruhnya pada Minat Membaca,” Jurnal Ilmu Anak, vol. 3, no. 2, pp. 65–71, 2021.

[19] L. Widiastuti, “Penguatan Literasi Anak dengan Apresiasi dan Motivasi,” Jurnal PAUD Holistik, vol. 5, no. 1, pp. 38–44, 2022.

[20] F. Kartika, “Koleksi Buku yang Menarik untuk PAUD,” Jurnal Literasi Anak, vol. 1, no. 2, pp. 19–25, 2020.

[21] M. Handayani, “Desain Ruang Baca Anak yang Ramah dan Edukatif,” Jurnal Arsitektur Edu, vol. 8, no. 1, pp. 11–18, 2022.

[22] A. Nugroho, “Peran Kepala Sekolah dan Orang Tua dalam Literasi Anak Usia Dini,” Jurnal Kebijakan Pendidikan, vol. 5, no. 2, pp. 95–102, 2021.

[23] I. Rahmah, “Tantangan Literasi Anak di Masa Kini,” Jurnal Dinamika Pendidikan Anak, vol. 4, no. 1, pp. 58–66, 2022.

[24] D. Safitri, “Gaya Belajar dan Perkembangan Literasi Anak,” Jurnal Pendidikan Karakter, vol. 7, no. 2, pp. 122–130, 2021.

[25] H. Yusuf, “Ketimpangan Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini,” Jurnal Tumbuh Kembang Anak, vol. 3, no. 1, pp. 33–40, 2020.

Published

2025-08-28

How to Cite

Nuraini, S., Maruddani, R. T. J., Anwar, K., Astria, R., & Munawaroh, M. (2025). Improving Early Childhood Literacy through Reading Corner in Kindergarten: Meningkatkan Literasi Anak Usia Dini Melalui Sudut Baca di Taman Kanak-Kanak. Indonesian Journal of Education Methods Development, 18(3), 10.21070/ijemd.v18i3.944. https://doi.org/10.21070/ijemd.v18i3.944

Issue

Section

Early Childhood Education Method