Building Patience Character in Elementary Students through Prophet Yusuf’s Story
Membangun Karakter Kesabaran pada Siswa Sekolah Dasar Melalui Cerita Nabi Yusuf
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i4.937Keywords:
Character Formation, Patience, Bullying, Elementary Students, Prophet YusufAbstract
General Background: Bullying, as a persistent form of intentional oppression and violence, has become an escalating problem in schools, negatively affecting students’ academic and social development. Background (Specific): In the elementary school context, children often lack the resilience to face bullying, thus requiring character education rooted in moral and religious values. Knowledge Gap: Previous studies have explored patience in Islamic teachings generally, yet limited research has contextualized the story of Prophet Yusuf as a medium to cultivate patience specifically in addressing bullying among elementary students. Aim: This study seeks to examine whether the story of Prophet Yusuf can foster patience in 5th grade students at SDN Tales 2 in responding to bullying. Results: Using qualitative methods through interviews, observations, and documentation, findings reveal that storytelling about Prophet Yusuf inspires students to endure bullying experiences with patience and refrain from retaliation. Novelty: The integration of Qur’anic narratives into character formation provides a contextual and practical approach to reducing negative behaviors in schools. Implications: The study suggests that incorporating religious storytelling in educational settings not only enriches moral education but also offers an effective strategy for fostering resilience and patience in young learners against bullying.
Highlights:
-
Story of Prophet Yusuf fosters patience against bullying.
-
Religious storytelling strengthens character education in elementary schools.
-
Novel approach links Qur’anic values with anti-bullying strategies.
Keywords: Character Formation, Patience, Bullying, Elementary Students, Prophet Yusuf
Pendahuluan
Saat ini, dunia pendidikan sedang ramai dengan masalah bullying. Kasus bullying terjadi mulai dari tingkat sekolah dasar, hingga sekolah menengah atas. [1] Dampak dari kasus bullying sendiri sangat beragam, mulai dari perasaan minder, perasaan sedih, merasa tidak berguna bahkan hingga ada yang sampai mengakhiri hidupnya karena bullying.
[2] Maka dari itu, pembentukan karakter sabar terhadap bullying menjadi hal perlu dilakukan terhadap peserta didik agar dapat mengurangi dampak dari perilaku bullying terhadap peserta didik.
Pembentukan karakter adalah sebuah proses yang dilakukan dalam pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai dasar yang luhur sesuai dengan norma agama dan sosial masyarakat pada diri peserta didik. [3] Pembentukan karakter dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari keteladanan, pembiasaan akhlak terpuji hingga pendidikan keagamaan. [4] Karakter sendiri berarti sesuatu yang terdapat pada individu yang menjadi ciri khas kepribadian individu yang berbeda dengan orang lain berupa sikap, pikiran dan tindakan. [5] Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan karakter adalah usaha sadar penanaman atau internalisasi nilai-nilai moral dalam sikap dan perilaku anak
didik agar memiliki sikap, perilaku dan budi pekerti yang luhur dalam keseharian baik berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam. [6]
Dalam bahasa arab sabar artinya menahan, mencegah atau tabah. [7] Sedang menurut para ahli sabar berarti tahan menghadapi cobaan, tabah, tidak mudah marah, tidak mudah putus asa, tenang dan tidak tergesa-gesa. [8] Karakter sabar adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengendalikan diri dan dapat mengatasi berbagai macam permasalahan atau kesulitan. [9] Menurut Imam Al-Ghazali indikator sabar adalah ketika seseorang mampu menahan diri dari putus asa, berserah diri kepada Allah SWT, tidak mengeluh tentang segala sesuatu dianggap terulang kembali kepada Allah. [10]
Bullying adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat kepada yang lebih lemah. [11] Tujuan dari bullying sendiri adalah untuk menyakiti seseorang secara terus menerus. [12] Bentuk bullying ada 2 yaitu bullying verbal dan bullying fisik. Contoh bullying verbal seperti menyoraki, menyindir, mengolok-ngolok, menghina dan mengancam, sedangkan bullying fisik contohnya seperti memukul, mendorong, menendang dan menggigit. [13]
Kisah adalah peristiwa nyata pada masa lampau yang direkonstruksi atau diceritakan kembali berdasar pada ingatan, kesan juga penafsiran seseorang. [14] Kisah terbaik yang ada di muka bumi adalah kisah-kisah yang terdapat di dalam al qur’an. [15] Kisah dalam al quran isinya adalah riwayat hidup manusia-manusia terbaik pilihan Allah, yaitu para Nabi dan Rasul. [16] Salah satunya yang paling lengkap kisahnya adalah kisah Nabi Yusuf alaihissalam, yang dalam satu surat penuh dikisahkan tentang riwayat hidup beliau [17] Nabi Yusuf terkenal sebagai seorang Nabi yang memiliki paras wajah yang sangat tampan. [18] Selain itu beliau juga merupakan seorang nabi yang sangat sabar, terbukti dengan kisah beliau yang memaafkan saudara-saudaranya yang telah berbuat jahat kepada beliau sejak beliau masih kecil hingga menyebabkan beliau terpisah dengan kedua orang tua yaitu bapak dan ibunya. [19] Dengan kisah Nabi Yusuf ini, kita bisa jadikan referensi untuk pembentuk karakter sabar peserta didik ketika dibully.
Beberapa penelitian sebelumnya, sebenarnya juga telah banyak yang mengeksplorasi tentang pembentukan karakter sabar melalui kisah Nabi Yusuf, Anwar dan Muhamad Ali (2024) dalam jurnal ilmiah innovative memaparkan bahwa pada kisah diri Nabi Yusuf sarat mengajarkan akhlak sabar dalam menghadapi segala ujian yang datang dari Allah. [20] Hasanah dan Lathipah (2024) dalam Jurnal Pendidikan Tambusai menyatakan dalam kisah Nabi Yusuf kita belajar untuk selalu bersabar. [21] Ritonga dan Munawaroh (2024) dalam Jurnal Studi Islam menyampaikan setiap bagian kisah Nabi Yusuf mengajarkan tentang kesabaran. [22]
Namun meskipun telah banyak penelitian yang mengeksplorasi tentang pembentukan karakter sabar melalui kisah nabi yusuf, sebagian besar penelitian berfokus pada pembentukan karakter sabar secara umum. Di sini peneliti ingin mengambil celah mengaitkan pembentukan karakter sabar melalui kisah Nabi Yusuf dengan fenomena bullying yang terjadi pada saat ini. Penelitian ini penting dilakukan karena belum adanya penelitian yang membahas tentang pembentukan karakter sabar terhadap bullying melalui kisah Nabi Yusuf dan yang kedua penelitian ini sangat kontekstual dan cocok dengan masalah yang sedang dihadapi pada saat ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kisah Nabi Yusuf mampu membentuk karakter sabar peserta didik terhadap bullying.
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yakni bagaimana kisah Nabi Yusuf mampu membentuk karakter sabar siswa kelas 5 terhadap bullying. Dan urgensi penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter sabar terhadap bullying pada siswa sekolah dasar kelas 5.
Metode
Metode penelitian yang digunakan pada peneliti ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Menurut Creswell penelitian kualitatif adalah sebuah pendekatan di dalam penelitian yang diawali dengan asumsi, penafsiran lalu studi permasalahan riset mengenai permasalahan sosial ataupun kemanusiaan suatu individu atau kelompok. [23] Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, diharapkan dapat memberikan deskripsi atau gambaran mengenai pembentukan karakter sabar terhadap bullying pada siswa sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 5 di SDN TALES 2. Obyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5B SDN TALES 2 Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri. Sumber data diperoleh dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan secara mendalam dan terbuka, agar lebih leluasa dan objektif. Sedangkan dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis deskriptif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. [24]
Hasil dan Pembahasan
Kasus bullying yang terjadi di lembaga pendidikan sebenarnya sudah ada sejak lama, begitu pula dengan yang terjadi di SDN TALES 2. Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SDN TALES 2 didapatkan hasil bahwasanya di SDN TALES 2 juga sering terjadi kasus bullying yang dilakukan oleh sesama peserta didik. Kasus
bullying yang ditemui peneliti di SDN TALES 2 seperti peserta didik saling mengejek, memanggil nama orang tua, mengucilkan teman, menyuruh-nyuruh teman yang lemah, menendang hingga ada yang memukul. Namun yang sering ditemui peneliti adalah kasus bullying dengan cara memanggil nama orang tua. Hal ini juga senada dengan apa yang disampaikan oleh salah satu peserta didik korban bullying, ia mengatakan bahwasanya “saya sering diejek taman pak, teman-teman sering memanggil nama orang tua saya dan mereka mengatakan bahwa saya adalah anak orang tidak mampu”.
Hal ini menjadi sesuatu yang miris sebenarnya jika terjadi di kalangan peserta didik jenjang sekolah dasar, karena dampak yang ditimbulkan dari bullying memanggil nama orang tua dan penyebutan anak orang miskin akan menjadikan anak korban bullying ini menjadi anak yang minder, akan susah bergaul dan hal ini juga akan membuat penurunan prestasi peserta didik dibidang akademis maupun sosial. Dibidang akademis dia akan menurun karena menjadi tidak percaya diri dihadapan teman-temannya dan dibidang sosial dia akan susah bergaul karena dia merasa berasal dari status keluarga yang tidak mampu sehingga muncul perasaan tidak pantas jika bergaul dengan teman- temannya yang berasal dari status keluarga diatas dia.
Selain kasus diatas, pernah juga ada kasus bullying yang terjadi di SDN TALES 2 yang sampai membuat resah pendidik dan peserta didik yaitu kasus pengempesan angin pada roda sepedah peserta didik. Hal ini membuat resah karena terjadi secara berulang-ulang dan pelakunya tidak kunjung ketemu. Hingga menimbulkan fitnah di antara peserta didik kelas 6A dan peserta didik kelas 6C, mereka saling menuduh dan akhirnya saling bergantian ngempes angin roda sepedah yang ada di tempat parkir siswa. Hal ini jika dibiarkan terus-menerus akan menjadi sangat berbahaya karena akan menimbulkan permusuhan atar peserta didik dan dikhawatirkan akan terjadi perkelahian atar peserta didik. Jika hal ini sampai terjadi maka citra sekolah yang akan menjadi jelek dimasyarakat dan dampak lainnya yang diakibatkan oleh perilaku ini akan menjadi contoh yang tidak baik untuk adik kelas.
Pada kasus ini pendidik sendiri juga kesulitan untuk mencari pelakunya, dikarenakan pendidik tidak bisa sembarangang menuduh peserta didik tanpa adanya bukti. Jika hal ini sampai dilakukan dan peserta didik melaporkan kepada wali murid, bisa saja wali murid tidak terima dan menuntut pihak sekolah atas tindakan pencemaran nama baik. Karena dahulu pernah ada kesalahpahaman yang terjadi di SDN TALES 2, ada tindakan menuduh peserta didik tanpa adanya bukti hingga wali murid tidak terima dan menuntut pihak sekolah jika tidak ada klarifikasi yang jelas maka wali murid tersebut dengan beberapa wali murid lainnya akan menarik putra-putri mereka untuk tidak bersekolah lagi di SDN TALES 2.
Selain tidak bisa menuduh tanpa adanya bukti, pendidik juga kesulitan mencari pelaku pengempesan roda sepedah yang ada di tempat parkir sepedah siswa dikarenan keterbatasan fasilitas. Keterbatasan fasilitas di SDN TALES 2 ini yaitu belum ada cctv yang terpasang di tempat parkir sepedah siswa. Cctv hanya ada terpasang di dua tempat yaitu di pintu gerbang sekolah dan di depan ruang perpustakaan yang diarahkan ke ruang guru. Namun setelah kejadian ini Kepala SDN TALES 2 dengan usulan para pendidik yang ada di SDN TALES 2 memutuskan untuk menambah cctv yang dan dipasang di tempat parkir sepedah siswa. Hal ini dilakukan untuk satu mencari pelaku pengempesan roda sepedah dan kedua untuk meminimalisir terjadinya kasus-kasus yang tidak diinginkan oleh pihak sekolah.
Pada akhirnya, pelaku pengempesan roda sepedah yang sering terjadi di tempat parkir sepedah siswa ketahuan juga. Pelaku pengempesan angin pada roda sepedah yang selama ini terjadi di tempat parkir sepedah siswa SDN TALES 2 ternyata dilakukan oleh peserta didik yang masih duduk dibangku kelas 2. Ketika di tanya alasannya kenapa melakukan tindakan pengempesan roda sepedah, peserta didik tersebut menyampaikan bahwasanya dia hanya disuruh oleh teman-temannya. Hal ini membuktikan bahwasanya kasus bullying bisa terjadi dalam bentuk penindasan atau interfensi yang dilakukan oleh peserta didik yang lebih kuat kepada peserta didik yang lebih lemah dengan cara disuruh-suruh.
Selain dua kasus diatas, peneliti juga menemukan dua kasus bullying pada buku catatan wali kelas 5 yang smpat menyita perhatian peneliti yaitu ada kasus peserta didik kelas 5C yang meminta pindah ke kelas 5A dikarenakan dia merasa tidak punya teman di kelas 5C. Peserta didik ini dibully teman-temannya dengan cara dikucilkan dan tidak diajak bermain. Teman-temannya yang lebih kuat dan lebih berpengaruh membentuk kelompok atau geng dan menyuruh peserta didik lain untuk menjauhi dan tidak boleh berteman dengan peserta didik yang sedang dikucilkan. Jika ada peserta didik lain yang ketahuan mendeketi, berbicara dan berteman dengan peserta didik yang sedang dikucilkan tersebut, maka peserat didik tersebut juga ikut dikucilkan. Menurut peneliti, jika hal ini terus dibiarkan akan menjadi bibit yang tidak baik bagi perkembangan peserta didik baik yang membully maupun yang dibully. Yang membully akan tumbuh menjadi pribadi yang suka menindas dan yang dibully akan tumbuh menjadi pribadi yang mider dan susah bergaul atau lemah dalam hubungan sosial.
Kasus kedua yang peneliti temukan pada buku catatan wali kelas 5 yaitu pernah adanya kasus bullying peserta didik atau pembully mengambil kursi peserta didik lain yang ingin dibully. Ketika peserta didik yang sedang dibully hendak duduk, kursi peserta didik yang sedang dibully tersebut diambil dengan tujuan agar dia terjatuh dan ditertawakan satu kelas. Menurut peneliti hal ini sangat berbahaya, dikarenakan jika kursi diambil ketika ada yang mau duduk maka yang terjadi peserta didik tersebut bisa terjatuh dan dikhawatirkan akan terjadi benturan dan kerusakan pada tulang ekor yang akibatnya sangat membahayakan. Dari kejadian ini wali kelas 5 memanggil dan
melakukan pembinaan pada peserta didik yang melakukan bullying, peserta didik tersebut diberikan pemahaman bahwasanya apa yang telah dilakukan adalah sebuah kesalahan dan bisa berakhibat fatal. Maka dari itu peserta didik pelaku bullying diarahkan untuk meminta maaf kepada korban dan orang tua korban. Selain itu dia juga harus bertanggung jawab jika ada masalah dikemudian harinya.
Wali kelas 5 menjelaskan bahwasannya setelah kejadian tersebut, peserta didik yang melakukan pembullyian tersebut merasa ketakutan dan sempat meminta untuk pindah kelas karena yang awalnnya dia ingin membully, setelah kejadian tersebut dia merasa bersalah dan merasa semua teman satu kelas menyalahkan dan mengucilkan dia. Hal ini dimanfaatkan oleh wali kelas 5 untuk memberikan pembinaan akhlak dan penguatan tujuan bahwa dia berangkat ke sekolah adalah untuk belajar dan menuntut ilmu, bukan untuk membully atau menjatuhkan teman lainnya.
Dari hasil wawancara peneliti dengan salah seorang wali murid, sebenarnya wali murid tersebut juga sangat menyayangkan jika sampai saat ini masih terjadi kasus bullying di lembaga pendidikan. Dikarenakan seharusnya lembaga pendidikan menjadi tempat pendidikan bagi para peserta didik agar mereka selain memiliki kecerdasan dalam masalah ilmu, mereka juga harus mempunyai nilai baik dalam masalah akhlak dan perilaku. Namun menurut peneliti hal ini sebenarnya kembali lagi, walaupun lembaga pendidikan adalah tempat untuk mendidik peserta didik agar memiliki kecerdasan ilmu dan akhlak, namun waktu mereka jauh lebih banyak dihabiskan di rumah. Jadi lingkungan keluarga juga sangat menentukan dalam pembentukan karakter peserta didik. Karena dari hasil pengamatan peneliti, peserta didik yang sering melakukan bullying memiliki lingkungan keluarga yang kurang baik. Kesimpulannya adalah pihal sekolah sebagai lembaga pendidik harus bekerjasama dengan wali murid untuk membentuk karakter peserta didik. Apa yang sudah diajarkan guru dan dipelajari peserta didik di sekolah harus dikawal pengaplikaiannya ketika peserta didik beradi di rumah. Semisal pendidik mengajarkan peserta didik untuk tidak bicara kotor atau mengumpat maka wali murid harus mengawal pelaksanaanya ketika peserta didik ada di rumah.
Dari hasil wawancara dengan Kepala SDN TALE 2, sebenarnya dari pihak sekolah senidiri telah melakukan tindakan prefentif untuk mengendalikan kasus bullying yang terjadi di sekolah, seperti yang dilakukan Kepala SDN TALES 2 yang senantiasa memberikan arahan kepada seluruh peserta didik untuk stop bullying, beliau senantiasa menyampaikan seruan stop bullying dalam amanat pembina upacara yang beliau sampaikan setiap hari senin. Beliau senantiasa berpesan kepada seluruh peserta didik untuk “stop bullying. Kalau tidak mau di anu, jangan nganu” dan definisi anu disini banyak sekali imbuh beliau. Seperti contoh kalau tidak mau diejek jangan ngejek, kalau tidak mau dicubit jangan nyubit, kalau tidak mau dipukul jangan memukul dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Hal ini tidak hanya dilakukan oleh Kepala SDN TALES 2 tetapi dilakukan oleh seluruh Kepala SDN se Kec. Ngadiluwih sebagai upaya untuk menekan kasus bullying yang terjadi dilingkungan sekolah. Data ini peneliti dapakatkan ketika wawancara dengan Kepala SDN TALES 2 yang kebetulan juga menjabat sebagai bendahara di K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) kecamatan Ngadiluwih. Setiap informasi terbaru yang beliau dapatkan dari hasil rapat K3S senatiasa langsung beliau sampaikan kepada seluruh pendidik agar bisa segera ditindaklanjuti dalam pelaksanaannya.
Selain langkah-langkah perfetif yang sudah diambil oleh kepala sekolah, setiap pribadi pendidik mempunyai caranya sendiri-sendiri dalam upaya menghentikan dan mengendalikan kasus bullying. Seperti yang dilakukan wali kelas 5B, untuk mengendalikan kasus bullying beliau memberikan peraturan untuk setiap peserta didik yang melakukan tindakan bullying terhadap temannya maka sanksinya pilih salah satu antara denda uang 100rb atau piket membersikan ruang kelas sepulang sekolah selama 1 minggu. Hal ini ternyata cukup efektif dalam mengendalikan perilaku bullying terjadi di kelas 5B. Terbukti dengan setelah diadakan peraturan seperti tersebut di atas, wali kelas 5B menyampaikan adanya angka penurunan kasus bullying yang terjadi di kelas 5B.
Selain wali kelas 5B, wali kelas 5A juga mempunyai aturannya sendiri untuk menghentikan dan mengendalikan kasus bullying yang terjadi pada peserta didik di kelas 5A. Yaitu wali kelas 5A memberikan sanski bagi yang melakukakan bullying maka dia harus berlari mengitari lapangan sekolah sebanyak 5 sampai 10 kali putaran, hal ini dilakukan wali kelas 5A untuk memberikan efek jera pada pelaku bullying. Sedangkan wali kelas 5C untuk menghentikan dan mengendalikan kasus bullying yang terjadi antar peserta didik dilakukan dengan cara pelaku bullying tidak boleh diajak bicara dan harus gatian dikucilkan, agar pelaku bullying merasakan apa yang dirasakan oleh korban bullying. Tujuannya hanya satu, yaitu agar pelaku bullying ada efek jera dan merasakan tidak enaknya ketika dibully sehingga ia berhenti untuk tidak lagi melakukan tindakan bullying.
Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SDN TALES 2 menyampaikan tentang kasus bullying bahwa “kasus bullying ini menjadi tugas berat bagi kita semua sebagai tenaga pendidik, khususnya bagi saya selaku Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Karena kami selaku Guru Pendidikan Islam dan Budi Pekerti bertanggung jawab terhadap terbentuknya akhlak peserta didik, terutama yang beragama islam. Namun kami tidak sanggup bekerja sendiri, harus ada kerjasama dari semua pihak, baik itu wali kelas ketika peserta didik ada dilingkungan sekolah maupun wali murid sebagai pengendali peserta didik ketika mereka sedang berada luar sekolah atau di rumah. Pada intinya untuk pengendalian kasus bullying memerlukan kerja sama semua pihak.” Tutur beliau. Beliau juga menambahkan “bahwa untuk pengendalian akhlak anak, KKG PAI Kabupaten Kediri bekerjasama dengan DEPAG kedepannya akan meluncurkan program SBR atau Sekolah Berbudaya Religi. Hal ini juga dilakukan sebagai salah
satu upaya penanggulangan kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah, baik itu di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun di Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.Tujuannya agar peserta didik terbiasa dengan akhlak-akhlak terpuji dan meninggalkan akhlak-akhlak tercela salah satunya adalah Bullying.”
Sedangkan tindakan yang beliau ambil saat ini untuk menghentikan dan mengendalikan tindakan bullying yang dilakukan oleh para peserta didik yaitu, beliau sebelumnya membuat perjanjian dengan peserta didik untuk tidak boleh melakukan tindakan bullying pada sesama peserta didik. Jika melanggar, maka sanksi atau hukumannya adalah menulis surat-surat pendek pada juz amma. Dengan rincian, mengejek teman, bicara kotor dan mengumpat sanksinya menulis Qs. Al Humazah beserta artinya sebanyak tiga kali. Dan jika memanggil nama orang tua sanksinya adalah menulis Qs. An Naba’ beserta artinya. Sedangkan pelanggaran-pelanggaran lainnya hukuman atau sanksinya disesuaikan dengan berat pelanggarannya, tetapi tetap hukuman atau sanksinya tetap menulis ayat-ayat Al Qur’an.
Hal ini (membuat perjanjian dengan peserta didik sebelum sanksi ditegakkan) tenyata sangat bermanfaat untuk melatih menumbuhkan kesadaran peserta didik dan mental tanggung jawab peserta didik terhadap apa yang telah dilakukan. Dan sanksi atau hukuman menulis surat-surat pendek dalam juz amma ini ternyata juga efektif untuk mengendalikan perilaku bullying, setelah diadakan perjajian atau peraturan seperti ini, jumlah laporan kasus bullying yang masuk dari peserta didik kepada Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti menjadi sangat berkurang.
Meskipun pihak sekolah (Kepala Sekolah, Wali Kelas dan Guru Pendidikan Agama Islam) sudah melakukan berbagai macam cara dan prefentif untuk mengentikan kasus bullying, pada kenyataannya kasus bullying tetap terjadi di SDN TALES 2. Terbukti dengan masih ditemukannya kasus bullying ketika peneliti melakukan observasi, walaupun jumlahnya sudah sangat jauh berkurang. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal peserta didik. Karena walaupun semua peserta didik di bentuk untuk tidak melakukan bullying di sekolah, tapi jika dilingkungan tempat tinggal mereka dan dimasyarakat tidak ada aturan mengenai bullying niscaya mereka akan tetap melakukan tindakan bullying tersebut.
Dengan kondisi yang terjadi diatas, peneliti menjadikan kisah Nabi Yusuf sebagai pembentuk karakter sabar peserta didik terhadap bullying. Hal ini dilakukan sebagai upaya peneliti untuk menumbuhkan karater sabar peserta didik terhadap bullying mengingat walaupun telah ada perfentif-perfentik yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk menghentikan kasus bullying namun kasus bullying masih tetap terjadi.dikalangan paserta didik.
Untuk menjadikan kisah Nabi Yusuf sebagai pembentuk karakter sabar peserta didik terhadap bullying bisa dilakukan dengan cara menyampaikan kisah Nabi Yusuf bagian perbagian. Dimulia ketika Nabi Yusuf diiri oleh saudara-saaudaranya namun Nabi Yusuf tetap bersabar terhadap perilaku saudara-saudaranya. Kemudian Nabi Yusuf karena perasaan iri saudara-saudaranya beliau dibuang ke dalam sumur, namun beliau tetap sabar dan tidak punya perasaan sakit hati kepada saudara-saudaranya. Setelah itu beliau ditolong oleh sekelompok pedangan, berharap dapat kebaikan ternyata beliau malah dijual di pasar. Beliau tetap bersabar dan tidak punya rasa putus asa dari rahmat Allah. Di pasar beliau dijual dan dibeli oleh seorang penguasa mesir dan diangkat sebagai anak angkat. Ketika dewasa beliau difitnah oleh seorang wanita hingga masuk penjara, tapi beliau tetap bersabar hingga Allah memberikan karunia kepada Nabi Yusuf di angkat sebagai bendahara mesir. Dipuncak kebesarannya Nabi Yusuf memaafkan perilaku saudara-saudaranya ketika meminta bantuan kepadanya, padahal saudara telah berbuat jahat kepada beliau hingga beliau terpisah dengan orang tuannya dengan kalimat yang diabadikan dalam Qs. Yusuf ayat 92 “Tak ada celaan bagi kalian di hari ini, semoga Allah mengampuni kalian.” Disini kita bisa ketahui bahwa Nabi Yusuf mempunyai karakter sabar dan mau memaafkan terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh saudara-saudarannya.
Setelah penyampaian kisah nabi yusuf bagian perbagian tersebut, lantas diakhir kisah kita sampaikan pada peserta didik bahwasanya perjalanan hidup Nabi Yusuf yang kurang menyenangkan itu ternyata adalah ujian dari Allah yang mana ketika Nabi Yusuf mampu sabar dalam menerima ujian-ujian tersebut maka Allah menjadikan Nabi Yusuf orang besar dikemudian harinya. Hal ini juga sama dengan kita, apabila kita dibully dan kita mampu bersabar maka kelak Allah akan menjadikan kita orang-orang besar dikemudian hari.
Dengan cara penyampaian kisah seperti ini, ternyata kisah Nabi Yusuf mampu membentuk karakter sabar peserta didik kelas 5 di SDN TALES 2, hal ini dapat terbukti dengan sikap dan jawaban mereka setelah mereka medengarkan kisah Nabi Yusuf secara bertahab atau bagian-perbagian dan diakhir kisah diberi penguatan tentang hikmah yang didapatkan orang ketika bersabar, semua siswa sepakat bahwasanya ketika mereka dibully mereka semua bersikap sabar dan tidak membalas bullyan tersebut.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap siswa kelas 5 di SDN TALES 2 Kecamatan Ngadiluwih Kabupaten Kediri, didapatkan hasil bahwasanya kisah Nabi Yusuf alaihissalam mampu membentuk karakter sabar terhadap bullying pada siswa kelas 5B di SDN TALES 2. Hal ini terbukti dengan sikap para siswa yang tidak membalas ketika dibully dan menyerahkan semua masalah mereka kepada Allah. Hal ini senada dengan indikator sabar yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang telah membentuk saya menjadi pribadi yang religius, berkarakter dan siap mengabdi untuk kepentingan kesejahteraan ummat. Komitmen UMSIDA terhadap keunggulan dan dukungan yang tidak tergoyahkan telah memberikan dampak yang bertahan lama dalam hidup saya. Saya akan menghargai kenangan dan pendidikan yang telah saya peroleh selama masa kuliah saya di UMSIDA.
References
[1] E. D. Putri, "Kasus Bullying di Lingkungan Sekolah: Dampak Serta Penanganannya," Keguruan, vol. 10, no. 2, pp. 24–30, 2022.
[2] D. Oktaviany and Z. H. Ramadan, "Analisis Dampak Bullying Terhadap Psikologi Siswa Sekolah Dasar," Jurnal Educatio FKIP Unma, vol. 9, no. 3, pp. 1245–1251, 2023.
[3] A. N. Ariqoh, N. Ngarifin, and R. S. El-Syam, "Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Tentang Bersikap Sabar Pada Kisah Nabi Yusuf Dalam Al-Qur’an (Kajian QS Yusuf Ayat 90)," Jurnal Pendidikan Indonesia, vol. 3, no. 6, pp. 584–590, 2022.
[4] A. Fitri and N. Ganda, "Upaya Pembentukan Karakter Disiplin Siswa Melalui Pembiasaan dan Keteladanan Guru Kelas V SDN 2 Bangbayang," Collase (Creative of Learning Students Elementary Education), vol. 7, no. 3, pp. 534–539, 2024.
[5] I. A. Rahmawati and A. P. Astutik, "Penggunaan Modul Ajar pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam," Jurnal PAI Raden Fatah, vol. 6, no. 2, pp. 578–591, 2024.
[6] I. Mahmudah, M. A. Fahreza, and H. Akhsan, "Konsep Sistem Among Dalam Membentuk Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Menurut Pemikiran Ki Hadjar Dewantara," Al-Madrasah: Jurnal Ilmiah Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, vol. 8, no. 3, pp. 1113–1126, 2024.
[7] K. Ulum and A. K. Roziqin, "Sabar Dalam Al-Qur’an," Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Hadist, vol. 4, no. 1, pp. 120–142, 2021.
[8] M. Z. Mutaqin, "Konsep Sabar Dalam Belajar dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam," Journal of Islamic Education: The Teacher of Civilization, vol. 3, no. 1, 2022.
[9] K. Karima and G. Gusmaneli, "Strategi Pendidikan Nilai dan Karakter," Bersatu: Jurnal Pendidikan Bhinneka Tunggal Ika, vol. 2, no. 3, pp. 17–26, 2024.
[10] A. Musyaddat, M. S. Rais, and A. Tarlam, "Ajaran Imam Al Ghazali Dalam Pembentukan Karakter Anak," Jupida: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Miftahul Huda, vol. 1, no. 2, pp. 145–159, 2024.
[11] S. Marhaely, A. Purwanto, R. N. Aini, S. D. Asyanti, W. Sarjan, and P. Paramita, "Literature Review: Model Edukasi Upaya Pencegahan Bullying Untuk Sekolah," Jurnal Kesehatan Tambusai, vol. 5, no. 1, pp. 826–834, 2024.
[12] D. A. Kesuma, "Teori Kontrol Sosial dan Penanganan Perundungan Terhadap Anak dengan Diversi dalam Upaya Pencegahan Perundungan Bullying di Institusi Kampus," Jurnal Solusi Unpal, vol. 22, pp. 35–54, 2024.
[13] N. P. Kartika and A. P. Astutik, "Strategi Sekolah Islam Dalam Mencegah Perilaku Bullying," Jurnal PAI Raden Fatah, vol. 6, no. 1, pp. 406–414, 2024.
[14] H. Hidayat, A. Nurafrizal, S. Ramadani, and D. A. Batubara, "Memahami Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an," Jurnal Kajian Islam dan Sosial Keagamaan, vol. 1, no. 4, pp. 332–336, 2024.
[15] A. M. Ismatullah, "Menelisik Kisah Nabi Adam Dalam Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Misbah," Ulumul Qur’an: Jurnal Kajian Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, vol. 4, no. 1, pp. 13–34, 2024.
[16] L. Hasanah, L. Fitri, Q. N. Fadhila, and D. Ma’rifah, "Pentingnya Pengajaran Kisah-Kisah Nabi Dalam Kurikulum TK: Membentuk Kesadaran Agama dan Moral Anak," Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 8, no. 2, pp. 25798–25807, 2024.
[17] A. A. Dewanda, H. Zahara, and R. E. Putri, "Mengatasi Kemunduran Akhlak Pemuda di Zaman Modern Melalui Analisis Kisah Teladan Nabi Yusuf Dalam Surah Yusuf," Ihsanika: Jurnal Pendidikan Agama Islam, vol. 2, no. 2, pp. 113–127, 2024.
[18] I. Al Ghazali, Akhlak yang Baik. Bandung, Indonesia: Nuansa Cendekia, 2024.
[19] A. Mansur and D. M. Saputra, "Analisis Wacana Nilai Moderasi Beragama: Kajian Ceramah Lisan Habib Husain Jafar Al-Hadar," INSANI: Jurnal Ilmu Agama dan Pendidikan, vol. 2, no. 1, pp. 49–73, 2024.
[20] M. A. Anwar, "Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Al-Qur’an (Surat Yusuf Ayat 23–25 Studi Tafsir Jalalain)," Jurnal Ilmiah Innovative (Jurnal Pemikiran dan Penelitian), vol. 11, no. 1, 2024.
[21] H. Hidayat, A. Nurafrizal, S. Ramadani, and D. A. Batubara, "Memahami Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an," Jurnal Kajian Islam dan Sosial Keagamaan, vol. 1, no. 4, pp. 332–336, 2024.
[22] R. Ritonga and I. Munawaroh, "Kesantunan Berbahasa Kisah Nabi Yusuf Dalam Al-Qur’an: Pendekatan Brown dan Levinson," Al-Jadwa: Jurnal Studi Islam, vol. 3, no. 2, pp. 120–129, 2024.
[23] A. F. N. Ilmy and D. Hariyanto, "Cultural Acculturation Among Students from Outside Java: A Study Beyond Java’s Borders," Academia Open, vol. 9, no. 1, pp. 10–21070, 2024.
[24] R. Mujahid and A. P. Astutik, "Pembentukan Karakter Islami Santri Melalui Pembiasaan Amal Saleh," Modeling: Jurnal Program Studi PGMI, vol. 11, no. 1, pp. 747–760, 2024.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
Categories
License
Copyright (c) 2025 Eko Cahyono, anita puji astutik

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.