Religious Character Habituation Through School Culture in Elementary Schools
Pembentukan Karakter Religi Melalui Budaya Sekolah di Sekolah Dasar
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i4.914Keywords:
School Culture, Character Education, Religious Values, Elementary School, HabituationAbstract
Background : Character education has long been recognized as a key foundation in preparing young generations to face social and moral challenges. Specific Background: In the Indonesian context, the cultivation of religious character is emphasized through daily school practices and values. Knowledge Gap: Previous studies have mostly focused on moral or civic character at the secondary level, while little attention has been given to the systematic habituation of religious character in elementary schools. Aims: This study aims to describe the habituation of religious character through school culture at SDN Curahmalang 1 and to identify its supporting and inhibiting factors. Results: Using a qualitative descriptive approach with observation, interviews, and documentation, the study reveals that religious practices such as 5S (smile, greeting, courtesy, respect), daily prayers, gratitude, tolerance, and congregational worship foster students’ religiosity, responsibility, and moral values. Supporting factors include teachers’ roles, parental involvement, and conducive school environments, while limited facilities remain a challenge. Novelty: This research highlights a comprehensive framework for embedding religious character within the culture of elementary schools. Implications: The findings suggest that a collaborative and structured school culture can significantly contribute to holistic character development in early education.
Highlights:
-
Daily habituation strengthens students’ religious character.
-
Teachers and parents play a vital collaborative role.
-
School culture provides a sustainable framework for value formation.
Keywords: School Culture, Character Education, Religious Values, Elementary School, Habituation
Pendahuluan
Pendidikan adalah upaya untuk membantu anak-anak tumbuh dalam pengetahuan, karakter, dan keterampilan sehingga mereka dapat tumbuh menjadi generasi muda yang siap menghadapi segala kesulitan yang berkaitan dengan perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat. Karakter adalah komponen penting dan esensial yang memainkan peran utama dalam kesuksesan suatu bangsa[1]. Dari tahun seribu sembilan ratus sembilan puluhan, istilah pendidikan karakter mulai menjadikan perbincangan di dunia barat. Thomas Lickona merupakan tokoh utama yang mempopulerkan konsep ini dengan hasil pekerjaan yang berpengaruh, "The Return of Character Education". Karya tersebut membahas pemahaman di Pendidikan formal atau non formal tentang pentingnya Pendidikan Karakter sebagai konsep yang harus diterapkan di msyrakat luas. Gagasan tersebut merupakan dasar dari pengembangan yang lebih lanjut dalam bidang pendidikan karakter oleh berbagai pihak di seluruh dunia[2]. Suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan, sehingga menjadi manusia insan kamil, yang dikenal dengan istilah pendidikan karakter[3].
Cita-cita bangsa Indonesia adalah mempersiapkan generasi emas tahun 2045 yang taat beragama, berbangsa, tangguh, dan mandiri. Meskipun demikian, banyak terjadi degradasi moral, akhlak, dan tata krama di lingkungan pendidikan, seperti mencotek teman saat ujian, pengabaian nasehat guru, ketidak beradaban dalam bersalaman, dan perilaku kurang hormat terhadap guru. Penguatan pendidikan karakter di lembaga formal dengan pendidik dan upaya lebih lanjut dan kerjasama antara pendidik, orang tua, dan masyarakat menjadi kunci untuk memperbaiki kondisi ini dan mencapai tujuan pendidikan karakter yang diinginkan[4]. Dalam pembangunan karakter, ada banyak tantangan di tengah perkembangan teknologi dan informasi sebagai dampak dari globalisasi. Akibat globalisasi, budaya luar yang negatif mudah diserap tanpa filter yang kuat. Gaya hidup modern mempengaruhi sikap dan perilaku yang tanpa disadari melenceng dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia[5].
Kehadiran penguatan pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, tenaga pendidik, dan metode pengajaran. Metode blended learning yang digunakan dalam perkuliahan secara efektif membuka ruang diskusi yang lebih terbuka (open classroom climate)[6]. Penguatan pendidikan karakter juga merupakan bagian dari Nawa Cita yang dicanangkan oleh Presiden, khususnya pada butir kedelapan yang mencakup pelaksanaan revolusi karakter[7]. Gerakan penguatan pendidikan karakter yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengidentifikasi lima nilai utama karakter yang saling berkaitan sebagai prioritas[8].
Pengembangan pendidikan karakter membutuhkan pemahaman, pemikiran progresif, dan kebiasaan. Buku pelajaran dapat digunakan untuk membantu siswa mengembangkan karakter mereka dengan memasukkan cita-cita karakter. Mengingat bahwa buku teks berfungsi sebagai sumber belajar utama, hal ini dianggap efektif[9]. Karakter religius adalah kemampuan untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, hidup rukun dan berdampingan dengan pemeluk agama lain, serta toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain. Kementerian Pendidikan Nasional mendefinisikan religius sebagai salah satu nilai dalam pendidikan karakter sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain[10].
Budaya sekolah didefinisikan sebagai tradisi, keyakinan, dan norma-norma dalam sekolah yang dibentuk, diperkuat, dan dipelihara oleh pimpinan dan para guru di sekolah[11]. Perkembangan karakter siswa sangat dipengaruhi oleh budaya sekolah. Sekolah dapat mengembangkan budaya yang baik yang akan menginspirasi anak-anak untuk memiliki karakter yang kuat, seperti budaya yang berpusat pada kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, dan gotong royong. Tradisi sekolah seperti salat duha, pembacaan asmaul husna, upacara bendera, pramuka, atletik, dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya dapat membantu membentuk karakter siswa. Penerapan budaya sekolah akan menghasilkan karakter yang ditandai dengan tanggung jawab sosial, keimanan, rasa ingin tahu, cinta tanah air, dan disiplin[12].
Penelitian ini menekankan pendidikan karakter peserta didik. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan Penelitian yang berjudul “Pendidikan Pancasila Sebagai Upaya Membentuk Karakter Jujur” dengan hasil pendidik menerapkan karekter kejujuran Melalui praktik gotong royong, kita menunjukkan sikap peduli dan responsif. Gotong royong mencerminkan perilaku saling membantu dalam mencapai tujuan yang baik. Dalam suasana gotong royong, rasa kebersamaan sangat kuat, sehingga potensi konflik akibat ketidakjujuran dapat diminimalkan. Sikap peduli menunjukkan empati terhadap kondisi orang lain yang sedang mengalami kesulitan. Ini bisa diwujudkan melalui kegiatan sosial seperti penggalangan dana atau memberikan doa untuk mendukung korban bencana alam. Kepedulian seseorang mencerminkan integritas moralnya. Responsif berarti memiliki kepekaan terhadap kondisi sekitar dan memberikan respon yang cepat untuk mengatasi masalah. Responsif juga mencerminkan karakter jujur, karena respon yang cepat dan alami tidak dipaksakan atau dibuat- buat. Perbedaan penelitiannya adalah obyek yang diteliti dimana penelitian dilakukan di sekolah menengah atas (SMA) dan fokusnya lebih ke karakter jujur. Sedangkan penulis melakukan penelitian di sekolah dasa (SD) dan focus penelitiannya adalah penguatan pendidikan karakter religious [13].
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembiasaan karakter religius dan mendeskripsikan factor-faktor yang mendukung dan menghambat pembiasaan karakter religius. Beberapa tujuan spesifik dari artikel ini meliputi: a) Bagaimana pembiasaan karakter religius siswa di SDN Curahmalang 1, b) Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pembiasaan karakter religius.
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk menggambarkan permasalahan dan fokus penelitian. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau metode kuantifikasi lainnya[14]. Sedangkan deskriptif adalah strategi penelitian dimana di dalamnya peneliti menyelidiki kejadian, fenomena kehidupan individu-individu dan meminta seorang atau sekelompok individu untuk menceritakan kehidupan mereka[15].
Penelitian ini menjadikan peserta didik kelas 4 di SDN Curahmalang 1 sebagaisalah satu subjek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Peneliti menetapkan indikator religius, seperti: memberikan senyum, menyapa, memberikan salam, bersikap sopan dan santun; berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan atau tugas; bersyukur kepada Tuhan atas segala nikmat dan karunia-Nya; meningkatkan toleransi beragama; serta melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama masing-masing[16]. Indikator tersebut sebagai penunjang teknik pengumpulan data melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi. Peneliti juga mengguanakan triangulasi teknik dalam menguji validitas data guna memperkuat keabsahan temuan dan meningkatkan kepercayaan pada interpretasi terhadap data kualitatif. Triangulasi dalam penelitian kualitatif mengacu pada penggunaan beberapa metode, sumber data, atau teori untuk mengonfirmasi temuan atau mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomena yang diteliti. Berikut merupakan gambar komponen Analisis data dari Miles dan Huberman.
Figure 1. Pola Analisis Interaktif Miles & Huberman
Berikut merupakan tabel Indikator yang diambil dari buku Padepokan Karakter Lokus Pengembangan Karakter sebagai pedoman dan panduan dalam melakukan penelitian.
Tabel 1. Indikator Religius | |
---|---|
Karakter | Indikator |
Religius | Memberikan senyum, sapa, salam, sopan, dan santun. |
Berdoa setiap mengawali dan mengakhiri kegiatan atau melaksanakan tugas. | |
Bersyukur kepada Tuhan atas nikmat dan karunia-Nya. | |
Mengembangkan toleransi beragama. | |
Melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang dianut. |
Hasil dan Pembahasan
A. Pembiasaan Karakter Religius Melalui Budaya Sekolah
Penelitian ini merupakan penilitian yang difokuskan pada peserta didik kelas 4 di SDN Curahmalang 1. Sebagai bahan kajian data peneliti mencari data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan penelitian di SDN Curahmalang 1 ditemukan penguatan pendidikan karakter religius melalui pembiasaan 5S ( senyum, salam, sapa, sopan, santun,), pembiasaan berdoa sebelum memulai dan mengakhiri kegiatan, bersyukur atas nikmat yang diberikan, toleransi beragama, melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang dianut. Pembiasaan 5S merupakan pembiasaan yang diterapkan sebagai bentuk penanaman etika dan perilaku positif dalam interaksi sehari-hari. Pembiasaan berdoa sebelum memulai dan mengakhiri kegiatan merupakan pembiasaan yang dilakukan setiap hari agar memperoleh kemudahan dan keselamatan dalam berkegiatan. Pembiasaan bersyukur bertujuan untuk menanamkan kesadaran bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah anugerah dari Tuhan, dan bahwa kita harus selalu bersyukur atas nikmat tersebut, baik dalam kondisi suka maupun duka. Pembiasaan toleransi merupakan keberagaman untuk berkembang, di mana berbagai perspektif, budaya, dan gagasan dapat saling melengkapi dan memperkaya kehidupan bersama. Pembiasaan ibadah mendorong peserta didik di SDN Curahmalang 1 melmiliki karakter yang religius. Pelaksanaan penguatan pembiasaan karakter religius juga mempunyai faktor-faktot yang mendukung dan menghambat.
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah bagian dari pendidikan di sekolah yang bertujuan memperkuat karakter siswa. Aspek pendidikan yang dimaksud mencakup keselarasan etika, estetika, literasi, dan kinestetik. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari dukungan dan keterlibatan publik serta kerjasama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat[17]. Pendidikan merupakan aspek krusial dalam kehidupan individu yang tidak boleh diabaikan. Dengan adanya pendidikan berkualitas, individu yang dihasilkan akan menjadi pribadi yang baik, yang pada gilirannya akan menciptakan kehidupan sosial yang bermoral[18]. Pendidikan karakter berbasis budaya sekolah adalah kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan iklim dan lingkungan sekolah yang mendukung terlaksananya penguatan pendidikan karakter, melampaui batas-batas ruang kelas, dan melibatkan semua sistem, struktur, dan pelaku pendidikan di sekolah. Fokus penguatan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah adalah pada pembiasaan dan pembentukan budaya sekolah yang menerapkan nilai-nilai utama PPK sebagai prioritas di satuan pendidikan[19]. Penguatan pendidikan karakter dilakukan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter, yang meliputi nilai-nilai seperti religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Semua nilai ini merupakan manifestasi dari nilai-nilai utama seperti religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas yang terintegrasi dalam kurikulum.
Komponen budaya sekolah dalam penguatan pendidikan karakter mengacu pada elemen-elemen penting dalam lingkungan sekolah yang mendukung dan mendorong pembentukan karakter siswa. Prinsip-prinsip utama Program Pendidikan Karakter (PPK) di sekolah, jadwal pembiasaan budaya yang tepat, kebijakan sekolah, kebiasaan sekolah, serta kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler adalah beberapa contoh dari komponen-komponen tersebut.Tujuan untama dalam pembentukan komponen budaya sekolah ialah pembentukan lingkungan pendidikan yang positif dan produktif. Terdapat komponen budaya sekolah di SDN Curahmalang 1 sebagai berikut:
Pembiasan 5s sebagai bentuk pembiasaan yang membentuk peserta didik melakukan sikap dan perilaku baik. Kegiatan 5s dilaksanakan setiap hari, dalam pelaksanaanya peserta didik disambut kedatangannya oleh guru di pintu gerbang, sekolah mengatur jadwal piket untuk bapak/ibu guru yang menyambut peserta didik secara berkala setiap harinya ada 3-4 guru yang menyambut, dalam jadwal tersebut bapak/ibu guru wajib datang pukul 06:40. Dalam pembiasaan 5s tidak ada kesulitan karena pembiasaan 5s merupakan suatu hal yang menjadi budaya, bahkan pembiasaan 5s diajarkan dilingkungan keluarga tidak hanya disekolah. Sekolah juga mensosialisasikan agar anak-anak melaksanakan pembiasaan 5s dimanapun. Guru mengajarkan peserta didik agar selalu berkomunikasi dengan baik saling menghargai dan saling menghormati kesemua warga sekolah, pembiasaan 5s juga diajarkan didalam kelas dan masuk kedalam rpp. Peserta didik melakukan pembiasaan 5s diawali dengan melakukan senyum dan cium tangan saat disambut guru didepan gerbang seblum masuk. Peserta didik juga melakukan pembiasaan 5s ke teman dan orang tua saat dirumah. Dengan melakukan pembiasaan 5s bertujuan menciptakan lingkungan yang ramah, hangat dan menyenangkan. Keramahan yang ada pada diri anak nantinya dapat memunculkan berbagai kesalehan sosial yang menjadikannya pribadi yang peduli terhadap orang lain, komunikatif, suka bekerja sama, dan toleran[20].
Tabel 2. Komponen Budaya Sekolah | |||
---|---|---|---|
No. | Komponen Budaya Sekolah | Keterangan | Hasil |
1. | Nilai utama PPK di sekolah | Madrasah menanamkan prinsip-prinsip inti PPK agama agar siswa terbiasa memiliki keimanan dan ketaqwaan yang berlandaskan Aswaja. | Beriman dan bertaqwa berlandaskan Aswaja. |
2. | Jadwal pembiasaan budaya baik | Jadwal pembiasaan rutin di SDN Curahmalang 1: | × Pembiasaan salat berjamaah secara teratur |
× Istirahat kedua bertepatan dengan waktu salat Dhuhur pada pukul 12.00. | × Pembiasaan 5S. | ||
× Pada pukul 06.40, siswa melakukan pembiasaan 5S sebelum disambut oleh guru di depan gerbang. | × Pembiasaan berdoa sebelum dan sesudah belajar. | ||
× Pembiasaan berdoa sebelum/sesudah belajar dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran, pelaksanaan doa sebelum pembelajaran dipimpin oleh perwakilan kelas mengguanakan microfon pengeras suara yang sudah tersambung di setiap kelas. | × Pembiasaan hafalan surat-surat pendek. | ||
× Pembiasaan dalam kegiatan keagamaan untuk menumbuhkan rasa syukur pada siswa. | × Pembiasaan mengikuti kegiatan keagamaan. | ||
× Toleransi yang dicontohkan oleh para guru kepada para siswa. | × Pembiasaan sikap toleransi. | ||
3. | Peraturan sekolah | Siswa SDN Curahmalang 1 wajib menerima peringatan atau perhatian atas kesalahan yang mereka lakukan agar tidak terulang kembali. Hal ini akan menjadi bagian dari evaluasi karakter di rapor SDN Curahmalang 1. | Menegur peserta didik agar tidak melakukan kesalahan yang sama. |
4. | Tradisi baik di sekolah | Selama kegiatan adat/tradisi SDN Curahmalang 1 berlangsung, para guru akan membantu. | × Sholat, dzuhur berjamaah. |
× Pembiasaan 5S. | |||
× Pembiasaan berdoa sebelum dan sesudah belajar. | |||
× Pembiasaan hafalan Juz 30. | |||
× Pembiasaan toleransi | |||
× Kecenderungan untuk terlibat dalam kegiatan keagamaan. | |||
5. | Kegiatan ko-kurikuler dan ektrakurikuler | Berikut ini adalah bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan | Banjari dan Drumband |
- Kelas tiga dan empat pada hari kamis pukul 15.00 | |||
- Seorang pembimbing ditugaskan untuk setiap kegiatan ekstrakurikuler.. |
Kegiatan pembiasaan membaca surat pendek juz 30 di SDN Curahmalang 1 rutin dilakukan setiap pagi sebelum pembelajaran dikelas. Pembiasaan membaca surat pendek juz 30 dilakukan diruang guru, pembiasan membaca surat pendek juz 30 dilakukan secara bergantian mulai dari kelas 4 sampai kelas 6. Pada pelaksaannya peserta didk diberikan mikrofon yang yang sudah tersalur pada tiap kelas sehingga setiap kelas dapat mendengarkannya dan membaca secara bersamaan. Dari pembiasaan mebaca surat pendek juz 30 diharapkan mamu meniptakan karakter yang baik. Selain membaca surat pendek juz 30 peserta didik juga membaca asmaul husna dan sholawat nabi. Meski ada beberapa yang belum tercita karakter yang sesuai dengan yang diharapakan, namun seiring berjalannya waktu semua itu pasti akan terlaksana dengan baik. Perlu kerja sama berbagai pihak seperrti keluarga, sekolah dan masyarakat agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan[21].
Kegiatan pembiasaan membaca doa setiap mengawali dan mengahiri kegiatan dilakukan dengan baik oleh peserta didik kelas 4. Seperti membaca doa saat mengawali dan mengahiri pembelajaran, pembiasaan mengucap salam dan cium tangan guru sebelum memasuki kelas. Kegiatan pembelajaran akan dimulai saat perwakilan peserta didik maju kedepan kelas untuk memimpin doa dan sebelum pembelajaran diakhiri perwakilan peserta didik memimpin doa didepan kelas. Berdoa setiap mengawali dan mengahiri kegiatan di SDN Curahmalang 1 sebagai bentuk mengajarkan keteguhan spiritual, mendapatkan bimbingan dan kekuatan, serta menjaga kesadaran akan nilai-nilai yang dipegang teguh dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan serta manfaat pembiasaan ini merupakan siswa lebih menguasai modul pelajaran, memperoleh kemudahan, serta merasa tenang dikala melaksanakan aktivitas[22].
Kegiatan pembiasaan Bersyukur kepada Tuhan atas nikmat dan karunia-Nya pada SDN Curahmalang 1 bapak/ibu guru menyampaikan agar tetap bersyukur dalam hal apapun, bapak/ibu guru menyampaikan tentang pembiasaan bersyukur tidak hanya dikelas saja tetapi juga pada momen-monen tertentu semisal upacara bendera, dan kegiatan-kegiatan beragama. Bapak/ibu guru juga membing agar menyerahkan semua atas usaha itu kepada Allah SWT dan menerima semua semua hasil yang ada. Bapak/ibu guru mengajarkan bersyukur dengan cara mengubah pola fikir dengan tidak membanding-bandingkan dan mengajarkan peserta didik untuk menerima setiap peristiwa dengan positif dan tidak menberikan harapan yang terlalu tinggi. Peserta didik diajarkan agar membaca Alhamdulillah setia mendapatkan pencapaian. Syukur adalah antitesis dari kufur dalam studi Al-Qur'an. Syukur didefinisikan sebagai membuka diri atau mengakui diri sendiri, sedangkan kufur didefinisikan sebagai menutup diri. Syukur adalah komponen dari konsep Islam tentang “terima kasih”, yang sangat penting dan dijunjung tinggi oleh Allah dan manusia. Diyakini bahwa manfaat dari rasa syukur membuat orang yang tidak bahagia menjadi bahagia dan orang yang miskin menjadi kaya[23].
Kegiatan pembiasaan mengembangkan toleransi beragama, kebetulan pada sekolah SDN Curahmalang 1 ini seluruh peserta didiknya beragama islam. Untuk toleransi umat beragama tetap diajarkan oleh sekolah melalui penerapannya peserta didik dibimbing pada saat sholat jamaah untuk menunggu giliran dan tidak mengganggu teman-temannya yang sedang sholat, dalam hal lain bapak/ibu guru mengajarkan peserta didik agar menolong teman yang sedang kesusahan dan tidak membeda-bedakan dalam berteman sebagai bentuk toleransi. Untuk memungkinkan individu untuk hidup bersama dan mencegah konfrontasi antara mereka yang memiliki pendapat atau ide yang berbeda, toleransi adalah suatu keharusan dalam kehidupan sehari-hari. Konflik antara kelompok ras atau agama masih ada, karena tidak semua orang memiliki sikap toleran. Ayat 256 Surat Al-Baqarah dalam Al-Qur'an menyatakan: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah maka mendengar lagi maha mengetahui”. Toleransi beragama melampaui sekadar toleransi pasif; itu melibatkan sikap aktif untuk membangun pemahaman, menghargai, dan berkolaborasi dengan orang-orang dari latar belakang agama yang berbeda. Ini berarti bersedia untuk mendengarkan, belajar, dan memahami keyakinan orang lain, bahkan jika berbeda dengan keyakinan kita sendiri. Toleransi beragama bertujuan menciptakan masyarakat yang inklusif, harmonis, dan damai di mana orang-orang dari berbagai latar belakang agama dapat hidup bersama dengan rasa hormat dan penghargaan terhadap perbedaan mereka[24]
Pembiasaan yang terahir yaitu melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang dianut dalam pembiasaan ini bapak/ibu guru mengajarkan sesuai kurikulum yang ada di sekolah sebagai contoh peserta didik melakukan sholat dzuhur berjamah di sekolahan, membaca surat pendek sebelum masuk kelas. SDN Curahmalang 1 rutin mengadakan peringatan hari besar islam, seperti isra miraj ,penyambutan bulan ramadan, pawai keliling, membaca sholawat dan kegiatan lainnya yang bersifat agama dan nasional. Dalam kegiatan tersebut guru dan peserta didik berperan penting delam acara yakni, guru sebagai koordinator lapang yang memiliki tugas sebagai mengawasi dan mengarahkan peserta didik dalam kegiatan. Selain itu tugas guru yaitu menyuruh peserta didik merencanakan susunan acara dan membuat daftar barang atau makanan yang akan dibawa oleh peserta didik. Secara keseluruhan, memperingati hari besar bagi peserta didik dapat menjadi pengalaman belajar yang bermakna yang tidak hanya memperdalam pemahaman mereka tentang nilai-nilai budaya dan sejarah, tetapi juga membantu dalam pengembangan keterampilan sosial, kreativitas, dan kolaborasi. Perayaan hari besar juga bisa menjadi kesempatan bagi orang tua dan masyarakat setempat untuk terlibat dalam pendidikan anak-anak. Mereka dapat membantu dalam persiapan acara, memberikan dukungan, atau bahkan menjadi pengisi acara.
Guru berperan penting dalam semua pembiasan yang dilaksanaka di sekolah. Guru selalu memberikan nasihat agar peserta didik selalu melaksanakan pembiasaan baik di sekolah maupun di rumah, akan tetapi peserta didik sering lupa bahkan tidak melaksanakan pembiasaan saat diluar sekolah. Hal tersebut diketahui ketika peserta didik ditanya tentang sholat masih banyak peserta didik yang tidak melaksanakan sholat subuh. Menanggulangi hal tersebut guru melakukan kerja sama dengan orang tua untuk memantau kegiatan peserta didik saat di rumah. Kerjasama antara orang tua dan guru dalam menerapkan pembiasaan religius sangat penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai agama diajarkan secara konsisten dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Orang tua dan guru dapat bekerja sama untuk mengintegrasikan pembelajaran keagamaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Misalnya, orang tua dapat menceritakan kisah-kisah keagamaan atau praktik ibadah keluarga di rumah, sementara guru dapat menyediakan materi pelajaran yang mendukung di sekolah. Orang tua dan guru dapat menjadi contoh teladan bagi siswa dalam menerapkan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui perilaku mereka, baik di rumah maupun di sekolah, mereka dapat mengilhami siswa untuk menginternalisasi dan mengamalkan ajaran agama dengan baik. Dengan kerjasama yang kokoh antara orang tua dan guru, pembiasaan religius dapat menjadi bagian integral dari pengalaman pendidikan peserta didik, membantu mereka tumbuh dan berkembang secara holistik dalam aspek spiritual mereka.
B. Faktor -faktor yang mendukung Dan menghambat
SDN Curahmalang 1 mempunyai berbagai jenis penguatan pendidikan karakter religius melalui pembiasaan budaya sekolah. Penguatan pendidikan karakter religius melalui pembiasaan budaya sekolah dapat didukung oleh berbagai faktor, namun juga dapat dihambat oleh beberapa faktor. Faktor pendukung meliputi Komitmen yang kuat dari pimpinan sekolah, guru, dan staf lainnya terhadap penguatan karakter religius dapat menjadi pendorong utama. Mereka harus menjadi contoh yang baik dan aktif dalam mendukung pembiasaan budaya sekolah yang berorientasi pada nilai-nilai keagamaan. Dukungan dan keterlibatan orang tua serta masyarakat lokal sangat penting. Mereka dapat memberikan dukungan moral, berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, dan mendukung implementasi nilai-nilai keagamaan di rumah. Integrasi nilai-nilai keagamaan dalam kurikulum sekolah dapat membantu memperkuat pendidikan karakter religius. Ini bisa melalui pengembangan materi pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan acara sekolah yang menekankan nilai-nilai keagamaan. Guru yang terlatih dengan baik dalam memahami dan menerapkan pendidikan karakter religius akan lebih mampu memengaruhi siswa. Pelatihan yang teratur dan mendalam tentang pendekatan pembelajaran berbasis nilai dapat meningkatkan efektivitas pembiasaan budaya sekolah. Budaya sekolah yang mempromosikan saling menghargai, kerjasama, dan keadilan dapat memberikan lingkungan yang mendukung bagi penguatan karakter religius. Pembiasaan budaya sekolah yang positif dapat menguatkan nilai-nilai agama secara alami.
Sedangkan faktor penghambat penguatan pendidikan karakter religius melalui budaya sekolah sebagai berikut: Keterbatasan sumberdaya seperti dana, waktu, dan personel dapat menghambat upaya penguatan karakter religius. Misalnya, kurangnya anggaran untuk pelatihan guru atau kurikulum yang relevan dapat menghambat implementasi pembiasaan budaya sekolah yang efektif. Ketika orang tua kurang mendukung atau bahkan menentang penguatan karakter religius di sekolah, hal ini dapat menghambat upaya sekolah dalam melaksanakan program-program pembiasaan budaya yang berorientasi pada nilai-nilai keagamaan. guru atau staf sekolah kurang memahami nilai-nilai keagamaan yang diajarkan atau cara terbaik untuk menerapkannya dalam konteks sekolah, hal ini dapat mengurangi efektivitas upaya pembiasaan budaya sekolah. Memahami faktor-faktor ini dapat membantu sekolah mengidentifikasi tantangan dan peluang dalam memperkuat pendidikan karakter religius melalui pembiasaan budaya sekolah. Dengan demikian, mereka dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mencapai tujuan pendidikan karakter yang diinginkan.
Hasil dari oservasi, wawancara dan dokumentasi menunjukkan bahwa SDN Curahmalang 1 sebagai lembaga formal yang memiliki tujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sesui dengan visi dan misi yang ada di sekolahan yaitu visi ” Mewujudkan pembelajaran yang dilandasi keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kualitas SDM melalaui pengembangan potensi siswa yang didukung sepenuhnya oleh Masyarakat” dan misi “Merancang pembelajaran berbasis konstruktivistik dengan mengaplikasikan filosofi Ki Hajar Dewantara yaitu menuntun murid dalam belajar dengan menyenangkan dan bahagia sebagai manusia dan anggota masyarakat, membentuk karakter murid berakhlak mulia dengan menerapkan ajaran agama dan pembiasaan kegiatan keagamaan”.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai penguatan pendidikan karakter religius melalui budaya sekolah yang sudah dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa bagaimana cara guru dan pihak sekolah dalam menerapkan pembiasaan yang telah dibuat agar peserta didik bisa menjadi generasi yang tidak hanya pandai dalam bidang akademik namun juga pandai dalam bidang religius, ahklakul karimah. Dengan adanya pembiasaan seperti pembiasaan 5s, membaca sholwat, sholat dzhur berjamaah, membaca surat pendek, dan membaca doa sebelum dan sesudah melakukan aktifitas pembiasaan tersebut dapat mendorong peserta didik mempunyai ahklakul karimah. penguatan pendidikan karakter religius melalui budaya sekolah memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa. Pembiasaan-pembiasaan seperti pembiasaan 5s, membaca surat pendek Juz 30, berdoa, bersyukur, mengembangkan toleransi beragama, dan melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama merupakan upaya konkret dalam memperkuat nilai-nilai keagamaan dan moral dalam diri peserta didik. Peran guru sebagai penggerak utama dalam pelaksanaan pembiasaan sangat krusial, sementara kerja sama dengan orang tua juga menjadi faktor penentu keberhasilan implementasi nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian, melalui pendekatan yang holistik dan terintegrasi antara pendidikan karakter religius di sekolah, dukungan dari keluarga, serta penguatan budaya sekolah, diharapkan dapat terbentuk individu yang berakhlak mulia dan berkontribusi positif dalam masyarakat.
Ucapan Terima Kasih
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan artikel ini dengan baik. artikel yang berjudul “Penguatan Pembiasaan Karakter Religius melalui Budaya Sekolah di Sekolah Dasar” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar S.Pd di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi yang tiada henti selama proses penyusunan artikel ini. Bimbingan dan saran-saran yang diberikan sangat membantu dalam menyelesaikan artikel ini. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu mendoakan, mendukung tiada henti yang telah mengiringi setiap langkah saya dalam menyelesaikan artikel ini. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan moral, ide, dan diskusi yang sangat membantu selama proses penelitian dan penulisan artikel ini. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu terima kasih atas bantuan, dukungan, dan kebaikan hati yang telah saya terima selama proses penyusunan artikel ini.“facing reality is wonderful”
References
[1] M. Z. Ahmadi, H. Haris, and M. Akbal, “Implementasi Program Penguatan Pendidikan Karakter di Sekolah,” Phinisi Integration Review, vol. 3, no. 2, pp. 305–314, 2020, doi: 10.26858/pir.v3i2.14971.
[2] F. S. Yelvita, “Strategi Penguatan Pendidikan Karakter dan Bela Negara Bagi Mahasiswa Teknik Informatika Kelas 2B Melalui Model Pembelajaran Project Based Learning,” Jurnal Edukasi, vol. 3, no. 8.5.2017, pp. 1–49, 2022.
[3] D. Salirawati, “Identifikasi Problematika Evaluasi Pendidikan Karakter di Sekolah,” Jurnal Sains dan Edukasi Sains, vol. 4, no. 1, pp. 17–27, 2021, doi: 10.24246/juses.v4i1p17-27.
[4] S. Sukatin, S. Munawwaroh, E. Emilia, and S. Sulistyowati, “Pendidikan Karakter dalam Dunia Pendidikan,” Anwarul, vol. 3, no. 5, pp. 1044–1054, 2023, doi: 10.58578/anwarul.v3i5.1457.
[5] A. S. Prabandari, “Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan dan Konseling, vol. 2, no. 1, pp. 68–71, 2020, doi: 10.31004/jpdk.v1i2.586.
[6] G. J. Kaburu and G. Nzulwa, “Implementasi Blended Learning untuk Penguatan Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan,” International Research Journal of Business Strategic Management, vol. 1, no. 1, pp. 37–47, 2020. [Online]. Available: https://irjp.org/index.php/irjbsm/article/view/6
[7] D. N. Khotimah, “Implementasi Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Melalui Kegiatan 5S di Sekolah Dasar,” INOPENDAS Jurnal Ilmiah Kependidikan, vol. 2, no. 1, pp. 28–31, 2019, doi: 10.24176/jino.v2i1.2928.
[8] N. Khamalah, “Penguatan Pendidikan Karakter di Madrasah,” Jurnal Kependidikan, vol. 5, no. 2, pp. 200–215, 2017, doi: 10.24090/jk.v5i2.2109.
[9] T. Turap, T. B. Merupakan, T. B. Lebih, and T. D. Turap, Pendidikan Karakter dalam Buku Ajar. Yogyakarta, Indonesia: Deepublish, 2018.
[10] S. Siswanto, I. Nurmal, and S. Budin, “Penanaman Karakter Religius Melalui Metode Pembiasaan,” AR-RIAYAH: Jurnal Pendidikan Dasar, vol. 5, no. 1, pp. 1–10, 2021, doi: 10.29240/jpd.v5i1.2627.
[11] A. Sudrajat, Budaya Sekolah dan Pendidikan Karakter. Yogyakarta, Indonesia: UNY Press, 2014.
[12] W. Wardani and F. Faridah, “Pembentukan Karakter Siswa Melalui Budaya Sekolah di Sekolah Dasar Islam,” Jurnal Administrasi, Kebijakan, dan Kepemimpinan Pendidikan, vol. 2, no. 2, pp. 118–127, 2021, doi: 10.26858/jak2p.v2i2.10149.
[13] T. H. Nurgiansah, “Pendidikan Pancasila Sebagai Upaya Membentuk Karakter Jujur,” Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, vol. 9, no. 1, pp. 35–44, 2021. [Online]. Available: https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPP/article/view/31424
[14] E. Murdiyanto, Metode Penelitian Kualitatif: Sistematika Penelitian Kualitatif. Jakarta, Indonesia: Academia, 2020. [Online]. Available: http://www.academia.edu/download/35360663/METODE_PENELITIAN_KUALITAIF.docx
[15] Rusandi and M. Rusli, “Merancang Penelitian Kualitatif Dasar/Deskriptif dan Studi Kasus,” Al-Ubudiyah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, vol. 2, no. 1, pp. 48–60, 2021, doi: 10.55623/au.v2i1.18.
[16] M. Rachman, A. Munandar, and Tijan, Padepokan Karakter. Jakarta, Indonesia: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014.
[17] R. A. Roswandi, “Menakar Keselarasan Islam dan Patriotisme,” Al-Ihda’: Jurnal Pendidikan dan Pemikiran, vol. 16, no. 1, pp. 610–618, 2022, doi: 10.55558/alihda.v16i1.50.
[18] F. Setiawan, A. S. Hutami, D. S. Riyadi, V. A. Arista, and Y. H. Al Dani, “Kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam,” Al-Mudarris: Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam, vol. 4, no. 1, pp. 1–22, 2021, doi: 10.23971/mdr.v4i1.2809.
[19] N. Fajri and M. Mirsal, “Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter di Satuan Pendidikan Sekolah Dasar,” At-Tarbiyah al-Mustamirrah: Jurnal Pendidikan Islam, vol. 2, no. 1, pp. 1–15, 2021, doi: 10.31958/atjpi.v2i1.3289.
[20] M. Hisyamsyah, “Hubungan Pembiasaan 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) dengan Sikap Saling Menghargai Siswa di MI Sirojul Athfal 2 Depok Jawa Barat,” Undergraduate Thesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2023.
[21] N. K. U. Ariska, “Analisis Pembiasaan Siswa dalam Kegiatan Membaca Surat-Surat Pendek untuk Menanamkan Karakter Siswa di Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, vol. 6, no. 2, pp. 262–273, 2022.
[22] I. A. Sofannah, M. Amrullah, and M. D. K. Wardana, “Penguatan Pendidikan Karakter Religius Melalui Pembiasaan Budaya Sekolah,” JPK: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, vol. 8, no. 2, pp. 115–125, 2023. [Online]. Available: http://journal.umpo.ac.id/index.php/JPK/index
[23] C. Mahfud, “The Power of Syukur: Tafsir Kontekstual Konsep Syukur dalam Al-Qur’an,” Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, vol. 9, no. 2, pp. 377–400, 2014, doi: 10.21274/epis.2014.9.2.377-400.
[24] A. I. Ridwan, “Persepsi dan Pengamalan Moderasi Beragama dalam Mengembangkan Sikap Sosio-Religius dan Toleransi Beragama di Perguruan Tinggi Umum,” JAWARA: Jurnal Pendidikan Karakter, vol. 9, no. 1, pp. 42–72, 2022.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Pramudya Al Ghozi, Muhlasin Amrullah

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.