Website-based Scratch Media Improves Cognitive Learning Outcomes in Science for Junior High School Students

Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di Sekolah Dasar

Authors

  • Berlian Dwi Maharrani Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
  • Kemil Wachidah Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

DOI:

https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i4.910

Keywords:

Pancasila Student Profile Strengthening Project, Social-Emotional, Elementary School, Qualitative Research, Student Competency

Abstract

General Background: The Pancasila student profile is a crucial element designed to foster desired competencies and strengthen students' internal understanding of diversity in the Indonesian education system. Specific Background: The P5 project reinforces the application of this profile throughout the learning process. Knowledge Gap: While P5 is widely implemented, there is a need to understand how these learning activities specifically affect students' social-emotional intelligence. Aims: This research aims to determine the effectiveness of P5 learning activities and their impact on students' social-emotional intelligence. Using a descriptive qualitative method with a phenomenological approach, data were collected through interviews, questionnaires, and documentation. Results: The P5 learning, as delivered by the teacher, was well-executed and aligned with the teaching module. However, the program did not yield results that met the criteria for social-emotional intelligence. Novelty & Implications: This finding highlights a discrepancy between the implementation of P5 and its intended social-emotional outcomes, suggesting that while the program is well-structured, its practical application may not be fully optimized to develop students' social-emotional skills.

Highlights :

  • P5 implementation at SDN Candipari 1 was well-executed and aligned with the teaching module.

  • The P5 learning activities did not produce results consistent with the criteria for social-emotional intelligence.

  • The research used a descriptive qualitative method with a phenomenological approach, gathering data through interviews, questionnaires, and documentation.

Keywords : Pancasila Student Profile Strengthening Project, Social-Emotional, Elementary School, Qualitative Research, Student Competency

Pendahuluan

Pancasila merupakan fundamental dan pedoman yang wajib ditaati oleh seluruh warga indonesia. Sebagai dasar negara, pancasila salah satu bukti alat pemersatu dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai luhur selalu diperlukan sebagai cara hidup karena posisi dan fungsi pancasila sebagai dasar negara Indonesia untuk mencapai kehidupan manusia yang lebih baik. Sebab manusia mahkluk sosial yang dimana dirinya hidup di lingkungan sosial yang lebih luas [1]. Pancasila sangat diperlukan di dunia pendidikan dasar pancasila itu sendiri terdiri dari beberapa tiga landasan. Secara landasan filosofis pancasila dalam pasal 12 ayat 1 huruf (b) disebutkan bahwa : Peserta didik di seluruh satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan yang sama mulai dari pendidikan yang sesuai minat, bakat, dan kemampuannya. Pancasila dalam pasal 36 ayat (2) mengatakan bahwa Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik [2]. Pengembangan kurikulum tersebut akan memungkinkan menyesuaikan kondisi lingkungan satuan pendidikan dengan kondisi khusus dan potensi yang ada di daerah untuk mengakomodasi berbagai variasi yang ada [3].

Secara landasan sosiologis pancasila merupakan acuan atau asumsi dalam penerapan pendidikan yang bertolak pada interaksi antar individu sebagai mahluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat seperti masyarakat, keluarga, sekolah [4]. Hal tersebut dikuatkan dengan teori Vygotsky adalah ZPD/konstruktivisme. Menurut Vygotsky, teori konstruktivis diartikan sebagai teori konstruksi sosial yang menekankan bahwa kecerdasan manusia berasal dari masyarakat, lingkungan, dan budaya. Individu mempunyai kemampuan kognitif dari hubungan interpersonalnya (interaksi dengan lingkungan sosialnya). Vygotsky juga menjelaskan bahwa alat berpikir dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan kognitif seseorang [5]. Untuk mengetahui seseorang bisa berinteraksi dengan lingkungan sosial nya dapat dilihat dari beberapa kompetensi sosial-emosionalnya diantaranya menurut CASEL ada lima yaitu kesadaran diri (Self-awerness), Manajemen diri (Self-management), Kesadaran sosial (Social awareness), Ketrampilan menjalin hubungan (Relationship skills), dan Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (Responsible decision making).

Berdasarkan fenomena saat ini banyak sekali anak-anak yang mengalami kemunduran moral terhadap masyarakat khususnya pelajar/siswa yang disebabkan oleh pengaruh negatif dari kemajuan teknologi. Dampak negatif dari teknologi dalam pandangan aspek sosial budaya salah satunya yaitu mengubah cara orang berinteraksi dengan lingkungannya [6]. Menurut data (BPS) Badan Pusat Statistik persentase penduduk pada usia 5 tahun keatas di Provinsi Jawa Timur pernah mengakses internet pada tahun 2021-2022, sesuai data yang diberikan berdasarkan tahun 2021 berada di 18,01 % dan pada tahun 2022 yaitu 20,4 %. Sedangkan di tingkat nasional atau se-indonesia berada di peringakat 18,24 % pada tahun 2021 dan di tahun 2022 ada di 19,1% [7]. Sehingga disimpulkan bahwa tingkat penggunaan internet di kalangan anak sekolah dasar di Jawa Timur tiap pertahunnya lebih cepat meningkat dari pada penggunaan internet di tingkat nasional. Hal itu cukup berdapak pada cara bersosial dan pengelolahan emosional anak di lingkungannya. Dengan penggunaan hp dengan durasi yang tidak terkontrol berpotensi menyebabkan berbagai dampak negatif seperti penurunan kemampuan interaksi sosial, masalah kontrol diri, kecanduan, gangguan kemampuan berbahasa, serta gangguan kesehatan mata pada anak-anak [8].

Oleh karena itu pemerintah kemudian menekankan kewajiban untuk menginternalisasikan profil pelajar pancasila ke dalam pembelajaran yang termaktup di kurikulum merdeka. Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam dimana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi [9]. Profil pelajar Pancasila merupakan elemen-elemen penting yang dirancang dalam menghasilkan suatu kompetensi terdidik yang diingankan sistem pendidikan yang menguatkan internal diri pada pemahaman kebinekaan [10]. Sebagaimana dinyatakan dalam Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020–2024, "Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila." 6 ciri utama profil pelajar pancasila: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif” [11].

Secara umum profil pelajar Pancasila ini sebagai proyek untuk menguatkan nilai Pancasila yang diprakarsai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan target para pelajar di Indonesia. Dalam kondisi ini, kelak Profil Pelajar Pancasila akan mempunyai rumusan kompetensi yang melengkapi fokus dalam tiap-tiap pencapaian Standar Kompetensi Lulusan yang ada di setiap jenjang pendidikan, tentunya dengan keberadaan internalisasi karakter yang selaras dengan nilai Pancasila [12]. Profil pelajar pancasila diterapkan di seluruh pemblajaran. Hal itu diperkuatkan lagi dengan proyek pengutan profil pelajar pancasila (P5). Proyek penguatan profil pelajar pancasila tersebut merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa yang hasilnya berupa sebuah proyek. P5 memiliki beberapa tujuh tema yaitu gaya hidup berkelanjutan,kearifan lokal, bhineka tunggal ika, bangulah jiwa dan raganya,suara demokrasi, rekayasa dan teknologi, dan kewirausahaan [13].

Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa kunci keberhasilan dari penerapan profil pelajar pancasila dalam menanamkan karakter yaitu keikutsertaan psereta didik ke dalam proses pembelajaran, kegiatan pembelajaran tersebut disesuaikan dengan minat dan kebutuhan mereka [14]. Menurut penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pentingnya penerapan profil pelajar pancasila dalam pembentukan karakter diri pada anak. Pembentukan karakter tersebut diperlukan keterlibatan guru dan orang tua. Sebab guru dan orang tua adalah pendidikan utama bagi anak. Pendidikan tidak hanya di dapatkan dari sekolah, tetapi juga di ruang lingkup keluarga. Sehingga untuk membentuk karakter anak maka didik dari sejak dini mungkin. Maka dari itu jika lingkungan yang di tempati positif, mengarahkan anak untuk mempunyai sifat dan karakter yang mencerminkan nilai-nilai pancasila salah satu contohnya mau untuk bergotong royong di lingkungannya [15]. Hal ini diperkuat oleh teori Hurlock yaitu mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau berperilaku dalam berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat yang sesuai dengan tuntunan sosial (Hurlock,1978). Menurut anif istianah mengatakan bahwa dengan penerapan kurikulum merdeka belajar dalam konsep penerapan profil pelajar pancasila dirancang dapat menciptakan lingkungan belajar yang harmonis, mengembangkan kepribadian siswa, dan menciptakan generasi muda yang memiliki kemampuan kompetitif dan unggul, serta menekankan pentingnya integrasi nilai-nilai Pancasila [16].

Bedasarkan hal diatas peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian mengenai Implementasi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Pengembangan Kecerdasan yang berfokus ke Sosial Emosional Anak. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran P5 dan juga hasil kegiatan pembelajaran proyek penguatan profil pelajar pancasila terhadap kecerdasan sosial emosional peserta didik.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomeologi. Pendekatan fenomenologi merupakan upaya untuk menjauh dari metode ilmiah yang berpandangan bahwa manusia tidak menyadari adanya suatu realitas dalam pengalaman sehari-hari. Fenomenologi mengubah pengalaman nyata menjadi data fundamental dari realitas [17]. Definisi kedua fenomenologi merupakan pendekatan penelitian yang mencoba menggali dan menemukan pengalaman hidup manusia terhadap diri dan hidupnya [18]. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu meliputi Wawancara, Angket, dan Dokumentasi asli. Instrumen penelitian wawancara untuk guru terdiri dari 12 pertanyaan, sedangkan untuk peserta didik terdapat 10 pertanyaan yang mengenai tentang pelaksanaan pembelajaran P5 dan untuk angket terdapat 40 pertanyaan, hal ini dilakukan disekolah SDN Candi pari 1. Maka dari itu untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam peneliti, mengangkat tentang Implementasi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak di SDN Candipari 1 pada bulan Februari. Pada penelitian ini peneliti melibatkan peserta didik kelas IV dan guru kelas sebagai objek penelitiannya. Data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu di analisis menggunakan Milles and Huberman yang melalui beberapa tahapan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan juga pengambilan kesimpulan. Pengumpulan data didapat dan diperoleh melalui wawancara dengan perwakilan kelompok P5 berjumlah 4 peserta didik, kemudian menyebarkan lembar angket ke seluruh peserta didik kelas 4 yang berjumlah 10 dan dokumentasi. Mereduksi data melalui hasil data yang sudah diambil di lapangan, kemudian memilah tiap point dan dipetakkan satu-persatu sesuai dengan reponden. Penyajian data disajikan dengan bentuk teks naratif sederhana agar dapat mempermudah untuk dipahami oleh pembaca. Selanjutnya tahap terkahir yaitu membuat kesimpulan terhadap hasil data yang terkait implemetasi profil pelajar pancasila dalam pembentukan karakter sosial emosional anak sekolah dasar di SDN Candi pari 1 porong. Pengujian keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap, yakni dengan memanfaatkan waktu penelitian dengan baik, mengupayakan kecermatan dan ketelitian dalam mengumpulkan data, dan juga dengan mendiskusikan topik yang diteliti dengan orang-orang yang berkompeten.

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

Berdasarkan hasil dari analisis angket yang telah diberikan pada peserta didik dan wawancara yang telah dilakukan dengan guru kelas IV dengan disertai dokumentasi mengenai proses pelaksanaan pembelajaran P5 telah diberikan pada peserta didik dengan cukup dan sesuai. Untuk terkait pelaksanaan P5 terhadap kecerdasan sosial emosial anak di SDN Candi Pari 1. Guru telah melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sesuai apa yang disusun dalam modul ajar tersebut berisi materi pembelajaran yang akan diberikan ke peserta didik didalamnya mengajarkan nilai mandiri dan gotong royong. Sebelum memulai pembelajaran berlangsung guru telah menjelaskan materi yang akan di pelajari di hari itu ke peserta didik. Dengan tujuan agar peserta didik mengetahui dan bersiap dengan apa yang akan di pelajari pada hari tersebut.

Tema P5 yang diambil oleh guru untuk pembelajaran peserta didik kelas 4 yaitu tentang kebhinekaan keberagaman budaya. Tema tersebut sudah dipelajari di tiap minggunya termasuk mengambil tarian tradisional dari pulau indonesia. Langkah selanjutanya yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran P5 yaitu membagi kelompok sesuai kemampuan siswa, seperti guru memilih acak antara siswa yang mampu dan siswa yang belum menguasai. Setelah itu guru akan mengenalkan materi tarian tradisional melalui bentuk gambar dan vidio macam-macam tarian tradisional melalui LCD. Untuk mempermudah agar peserta didik memahami materi yang di sampaikan guru memberikan contoh gerakan tarian dari vidio youtube dan mempraktekan di depan peserta didik. Kemudian agar guru mengetahui bahwa peserta didiknya memahami apa yang di jelaskan, guru memberikan bentuk evaluasi seperti LK. Guru akan membagikan lembar kerja diberikan ke peserta didik dan peran guru mengarahkan agar peserta didik menjawab sesuai materi yang sudah pelajari. Bentuk LK yang diberikan guru yaitu seperti ada beberapa gambar tarian dari berasal pulau indonesia lalu disitu peserta didik tugasnya yaitu mengidentifikasi tarian tersebut bersal dari mana. Untuk mempersiapkan praktek tarian, guru memberikan intruksi ke peserta didik untuk menyiapkan kostum sedarhana dan musik yang akan digunakan. Selama pembelajaran guru membimbing peserta didk dengan memantau antar kelompok satu dengan yang lain. Harapan dari guru untuk pembelajaran P5 tersebut yaitu peserta didik mampu menerapkan elemen yang sudah ditentukan yaitu mandiri dan gotong royong.

Figure 1. Perangkat Mengajar Guru Pelaksanaan P5

Berdasarkan dari pembelajaran P5 yang diberikan oleh guru dikelas tersebut telah terlaksana dengan baik sesuai dengan yang telah disusun di modul ajar, dari pembelajaran yang sudah diberikan merupakan salah satu cara belajar yang mudah dipahami oleh peserta didik. Namun untuk pelaksanaan pembelajaran P5 dengan tema kebhinekaan yang sudah diterapkan oleh guru kelas IV tersebut masih belum memenuhi dengan kriteria indikator kecerdasan sosial emosional. hal itu terlihat dalam pelaksanaan pembelajaran guru hanya ingin tujuan pembelajaranya berhasil, tanpa melihat bentuk kecerdasan sosial emosional mereka. Hal ini terlihat dari temuan peneliti, menurut teori CASEL mengatakan bahwa kecerdasan sosial emosional dilihat dari 5 indikator yakni kesadaran diri (Self Awereness), pengolaan diri (Self Management), kesadaran sosial (Social Awareness), ketrampilan relasi/kemampuan membangun hubungan (Relationship Skills), Pengambilan Keputusan Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making). Berikut hasil data yang sudah direduksi oleh peneliti bedasarkan angket :

Figure 2. Hasil Reduksi Data Angket Dengan Indikator Kecerdasan Sosial-Emosional

Temuan pertama berkaitan dengan indikator pertama yaitu kesadaran diri (Self Awereness). Ditemukan bahwa pada kesadaran diri dari siswa SDN Candi pari 1 kurang. Dapat dilihat dari gambar di atas menunjukkan perbandingan peserta didik yang memiliki kesadaran diri rendah ada 6 dari 10 peserta didik. Sedangkan peserta didik memiliki kesadaran diri yang tinggi berada di 4. Hal tersebut terlihat dari hasil angket bahwa saat latihan menari yaitu sebagian dari mereka datang terlambat, bermain hp salah gerakan saat latihan. Selain itu peserta didik dalam hal percaya diri masih kurang, malu bertanya mengenai materi yang disampaikan. Peserta didik juga kurang bisa mengenali kelebihan dan kekurangannya mengenai kemampuan mereka dalam gerakan tari. Sehingga beberapa dari mereka yang yang ditanya mengenai mengajarkan temannya untuk latihan tari, mereka tidak bisa membantu karena mereka merasa tidak percaya diri untuk melakukan gerakan tarian. Akan tetapi peserta didik juga merasa bangga saat ia mendapat apresiasi berupa pujian dari guru dan teman-temanya jika bisa melakukan gerakan tarian.

Temuan kedua berkaitan dengan indikator kedua yaitu pengolaan diri (Self Management). Ditemukan bahwa pada indikator pengelolaan diri di peserta didik ditemukan hasil yang baik. Hasil tersebut berasal dari 10 responden, ada 3 peserta didik yang tergolong penggolaan dirinya rendah, sedangkan 8 peserta didik masuk tergolong pengolaan diri yang baik. Berdasarkan hasil angket, saat melakukan diskusi dan mendapati teman yang berbeda pendapat dengan dirinya, mereka dapat menerima perbedaan pendapat itu. Untuk mengelola emosi solusi yang dilakukan oleh peserta didik jika merasa gugup yaitu mereka mengajak temannya untuk mengobrol. Hal itu terlihat bahwa pada saat pembelajaran peserta didik tetap berusaha dan belajar menari meskipun ia tidak yakin untuk melakukannya. Selain itu juga peserta didik selalu berusaha untuk menyakinkan dirinya bahwa apapun hasilnya bisa atau tidak, mereka telah melakukan sesatu dengan penampilan terbaik mereka. Dilihat dari kedisiplinannya mereka untuk latihan persiapan menari dengan latihan setiap hari sampai 3 minggu merupakan bentuk untuk menghindari yang tidak di inginkan saat penampilan berlangsung.

Temuan ketiga berkaitan dengan indikator ketiga yaitu kesadaran sosial (Social Awareness). Kesadaran sosial peserta didik kelas 4 SD Candipari cukup baik. Hal itu terlihat pada jumlah peserta didiknya, terdapat ada 3 peserta didik yang masih tergolong kurang dalam hal kesadaran sosialnya. Selain itu juga terdapat 7 peserta didik yang kesadaran sosialnya baik. Bentuk empati peserta didik saat kegaitan pembelajaran berlangsung mereka akan melakukan seperti menanyakaan bersama teman-teman mereka jika ada yang kurang mengerti. Selain itu terlihat dari peserta didik berusaha melerai teman yang sedang berdebat mengenai pendapat yang berbeda dan mecarikan solusi dari permasalahan yang sedang di bahas. Sebagian peserta didik merasa senang mendapatkan kelompok yang paham dengan materi yang diajarkan oleh guru dan juga sebaliknya. Akan tetapi, ada beberapa peserta didik yang kurang dengan kesadaran sosial di sekitarnya seperti waktu mendiskusikan mengenai tugas kelompok yang diberikan guru, mereka tidak menegur teman yang sedang berbicara yang kencang. Disisi lain mereka juga mudah membentak temannya jika melakukan kesalahan dan tidak mau menangung resiko/hukuman terhadap perbuatan yang sudah dilakukan ke teman-temannya pada saat latihan maupun penampilan P5 berlangsung. Walaupun ada beberapa peserta didik merasa menyesal setelah membentak teman yang sedang latihan menari yang disebabkan teman-temannya tidak kooperatif waktu latihan. Sejatinya .

Temuan keempat berkaitan dengan indikator keempat yaitu ketrampilan relasi/kemampuan membangun hubungan (Relationship Skills). Ditemukan bahwa ketrampilan relasi peserta didik SD Candipari 1 sangat baik. Bedasarkan 10 responden, hanya 1 peserta didik yang kurang. Hal itu terlihat dari hasil angket, peserta didik senang mendengarkan kritikan dari temannya jika ia melakukan kesalahan dalam melakukan gerakan menari saat latihan. Latihan menari merupakan salah satu bentuk komunikasi yang baik, yang dimana melalui komunikasi tersebut mereka mampu memberikan penjelasan yang baik dan jelas saat bekerja kelompok maupun persentasi. Selain itu juga mereka mampu bekerja sama dan menggabungkan ide gerakan tarian dari beberapa teman sekelompoknya dan berunding dan membuat kesepakatan bersama dengan teman-teman yang lain untuk menciptakan gerakan tarian. Kemudian jika tidak ada yang memahami materi dan gerakan tariannya mereka mau untuk meminta tolong kepada guru maupu temannya untuk menjelaskan serta. Disini mereka juga menawarkan bantuan, jika ada teman mereka yang sedang membutuhkan pertolongan waktu kesulitan dalam melakukan gerakan tarian salah satu contohnya yaitu mereka mengajari, mengingatkan, mencotohkan dan menesehati tema yang salah gerakan.

Figure 3. P elaksanaan P embelajaran P5

Temuan kelima yaitu berkaitan dengan indikator Pengambilan Keputusan Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making). Terlihat bedasarkan gambar data angket, dari 10 peserta didik ditemukan hasil yang sangat baik. Sebagaimana pada saat melakukan wawancara ke peserta didik mengenai pelaksaan pembelajaran p5 berlangsung. Disitu peserta didik mengatakan bahwa guru memberikan intruksi ke peserta didik untuk membentuk kelompok. Waktu pembentukan kelompok tersebut, peserta didik berdiskusi dengan pilihan masing-masing, dan mereka akhirnya memutuskan 2 kelompok tersebut dibagi menjadi dua bagian, ada yang memilih tarian rek ayo rek dan bungong jeumpa. Keputusan tarian tersebut digunakan untuk penampilan mereka untuk P5 kedepannya. Saat melakukan berdiskusi peserta didik selalu berkata sopan dan santun kepada lawan bicaranya serta tidak memotong pembicaraan orang lain saat memberikan pendapat/solusi. Saat latihan menari berlangsung peserta didik selalu mengambil saran dari beberapa teman sekelompok untuk mendiskusikan pembuatan gerakan tarian. Jika ada teman tidak bisa melakukan gerakan menari, maka mereka akan mengajarinya dengan step by step yang benar dan akan menghargai perbedaan pendapat teman pada saat mengambil keputusan yang berbeda di kelompok. Selain itu mereka peduli mendengarkan masukkan dari teman jika salah dalam melakukan gerakan tarian. Setelah itu mengucapkan terima kasih dengan orang yang mengajari menari. Pada saat penampilan akan berlangsung, peserta didik juga menyiapkan alat bahan untuk digunakan menari contohnya selendang, make up, sewek, dan lagu. Dari bentuk persiapan tersebut menandakan bahwa rasa tangung jawab anak-anak terhadap apa yang akan ditampilan.

B.Pembahasan

Hasil analisis penelitian mengenai implementasi P5 terhadap kecerdasan sosial emosional di peserta didik sekolah dasar SDN Candi Pari 1 telah dilaksanakan dengan baik serta sesuai dengan modul ajar yang dibuat oleh guru. Namun untuk pembelajaran P5 dengan tema kebhinekaan yang sudah diterapkan oleh guru kelas IV tersebut masih belum memenuhi dengan kriteria indikator kecerdasan sosial emosional. hal itu terlihat dalam pelaksanaan pembelajaran guru hanya fokus pada tujuan pembelajaran yang berhasil, tanpa melihat bentuk kecerdasan sosial emosional peserta didik. Berdasarkan hasil analisis kesadaran diri (Self Awereness) yang ditemukan pada peserta didik kelas IV dalam pelaksnaan pembelajaran yaitu mereka kurang percaya diri, malu bertanya mengenai materi yang disampaikan. Kesadaran diri merupakan kemampuan manusia dalam memahami emosi dan pikiran, mengevaluasi diri, memahami kelebihan, kekurangan, motivasi, serta memahami nilai-nilai yang ada pada diri sendiri dan orang lain [19]. Menurut Esmiati faktor penghambat dari kurangnya kesadaran diri peserta didik diatas yaitu adanya faktor lingkungan yang ke ranah negatif [20]. Faktor internal adalah faktor yang ada dan mempengaruhi siswa itu sendiri, seperti: Motivasi, kecerdasan emosional, kepercayaan diri, kemandirian, sikap dan banyak lagi. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa.pendeknya, seperti itu: lingkungan rumah dan masyarakat. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan pemecahan masalah siswa, namun faktor internal cenderung jauh lebih dominan [21]. Sependapat oleh Gabriel yakni sesorang yang memiliki kesadaran diri rendah adalah orang yang cenderung tidak dapat mengenali perasaan dan perilaku diri, mengevaluasi diri, mengenali kelebihan dan kekurangan, sikap yang mandiri, mengutarakan pikiran, perasaan, dan keyakinan, membuat keputusan dengan tepat [22]. Hal ini perkuat oleh teori behavioristik seseorang yang mengalami proses perubahan tingkah laku teramati yang relatif berlangsung lama sebagai hasil dari pengalaman dengan lingkungan [23]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seseoramg mengalami perubahan dalam bentuk perilaku atau sifat bisa disebabkan oleh faktor lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat mereka. Untuk faktor lingkungan sekolah seperti teman sekelas, kakak atau adek kelas dan guru sedangakan untuk lingkungan rumah yaitu keluarga dan terakhir di lingkungan masyrakat, seperti tetangaa atau saudara. Dengan faktor-faktor yang disebutkan tersebut bisa mengubah peserta didik menjadi tidak percaya diri, susah mengenali emosi dan lain-lain.

Manajemen diri atau (Self-Management) adalah penggunaan keterampilan yang dimiliki individu untuk mengelola keberadaan dirinya secara keseluruhan (secara fisik, emosional, mental atau spiritual, mental atau spiritual) dan realitas kehidupan seseorang yang merupakan kemampuan yang dimilikinya kendali penuh atas [24]. Peserta didik yang memiliki manajemen diri yang baik yaitu yang bisa mengatur dirinya menjadi disiplin dengan apa yang mereka akan lakukan. Seperti saat latihan persiapan menari peserta didik kelas IV dengan latihan setiap hari sampai 3 minggu merupakan bentuk untuk menghindari yang tidak di inginkan saat penampilan berlangsung. Sejalan dengan penelitian Annisa oleh Peserta didik dilatih agar terbiasa dengan terbiasa peserta didik datang sesuai waktu yang sudah ditetapkan. Hal itu dapat melatih untuk selalu disiplin [25]. Aspek penting pada indikator manajemen diri yaitu dimana harus memposisikan dirinya pada saat di depan teman temannya. Mampu mengelola rasa cemas, minder maupun emosional negative yang lain [26]. Untuk indikator kesadaran sosial (Social Awareness) peserta didik SD Candipari masuk dalam kategori cukup sebab, sebagian peserta didik masuk kriteria dalam indikator baik dan sebagian juga peserta didik kurang kesadaran dirinya. Kesadaran sosial diartikan sebagai kemampuan siswa dalam mengenali orang lain, atau rasa kasih sayang, serta dapat menunjukkan kemampuan berempati terhadap orang lain [27].Terlihat dalam pembelajaran berlangsung peserta didik mendiskusikan mengenai tugas kelompok yang diberikan guru, mereka tidak menegur teman yang sedang berbicara yang kencang. Hal itu bisa terjadi bisa disebabkan terbiasa dengan permainan di Hp, saat bermain hp anak anak tanpa sadar suka berteriak kencang sehingga hal tersebut bisa membawa anak menjadi tidak sadar dengan lingkungannya. cara bersosial dan pengelolahan emosional anak. Sejalan dengan hasil penelitian mengatakan bahwa penggunaan hp dengan durasi yang tidak terkontrol berpotensi menyebabkan berbagai dampak negatif seperti penurunan kemampuan interaksi sosial, masalah kontrol diri, kecanduan, gangguan kemampuan berbahasa, serta gangguan kesehatan mata pada anak-anak [8]. Akan tetapi sebagian peserta didik berusaha melerai teman yang sedang berdebat mengenai pendapat yang berbeda dan mecarikan solusi dari permasalahan yang sedang di bahas saat pembelajaran berlangsung. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zahra mengatakan bahwa salah satu indikator peningkatan kesadaran sosial siswa dapat dilihat kemampuan mereka untuk memahami perspektif orang lain, dapat melihat dunia dari sudut pandang orang lain seperti memahami perasaan, pikiran, dan motivasi mereka dan mudah menyelesaikan konflik dengan cara yang damai [28].Peran guru disekolah merupakan salah satu faktor penting dalam menanamkan kesadan sosial peserta diidk. Menanamkan kesadaran sosial ke peserta didik bisa melalui pengajaran yang menjelaskan isu-isu terkini. Isu tersebut bisa membentuk peserta didik menjadi kritis dan lebih sensitve terhadap masalah sosial saat ini. Dengan pengajaran melalui isu saat ini diharapkan peserta didik memiliki sikap terbuka, toleran dan empati dengan lingkungannya [29].

Kemampuan hubungan/ketrampilan relasi (Relationship Skills) merupakan Kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan yang sehat dan bermanfaat dengan beragam individu dan kelompok. Keterampilan tersebut antara lain berkomunikasi dengan jelas, mendengarkan secara aktif, berkolaborasi dengan orang lain, menolak perilaku yang tidak pantas, mampu menegosiasikan konflik secara konstruktif, dan mencari bantuan bila diperlukan, terkait dengan memberi [30]. Terlihat bahwa peserta didik saat pembelajaran mereka senang mendengarkan kritikan dari temannya jika ia melakukan kesalahan dalam melakukan gerakan menari saat latihan. Latihan menari merupakan salah satu bentuk komunikasi yang baik, yang dimana melalui komunikasi tersebut mereka mampu memberikan penjelasan yang baik dan jelas saat bekerja kelompok maupun persentasi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chairul mengungkapkan bahwa dengan berkomunikasi serta menjalin hubungan baik dapat mencapai tujuan bersama dengan kesepakatan atau penyelesaian yang tepat [31]. Indikator terakhir yaitu Pengambilan Keputusan Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making) untuk pengambilan keputusan peserta didik kelas IV sangat baik mereka mampu mengambil keputusan yang bijak pada saat pelaksanaan P5 berlangsung. Pengambilan keputusan adalah proses pemilihan secara sistematis pilihan terbaik dari beberapa alternatif untuk ditempuh sebagai pemecahan suatu masalah [32]. Sejalan dengan hasil penelitian mengatakan bahwa keterampilan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab memfasilitasi peserta didik untuk mengambil keputusan yang tepat, bertanggung jawab, dan efektif. Dampaknya adalah siswa mampu mengambil keputusan yang berdampak positif bagi dirinya dan orang disekitarnya [33]. Dari hasil lima temuan-temuan yang sesuai dengan indikator tersebut, dapat disimipulkan bahwa menurut Burrhus Frederic Skinner yang dikutip oleh Asfar yaitu untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara rangsangan yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut [23].

Simpulan

Berdasarkan dari pembelajaran P5 yang diberikan oleh guru dikelas tersebut telah terlaksana dengan baik sesuai dengan yang telah disusun di modul ajar, dari pembelajaran yang sudah diberikan merupakan salah satu cara belajar yang mudah dipahami oleh peserta didik. Namun dari pelaksanaan pembelajaran yang telah diberikan oleh guru sebelumya kepada peserta didik, tidak mendapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria kecerdasan sosial emosional pada pembelajaran P5 tema kebhinekaan. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang ditemukan seperti pada aspek kesadaran diri (Self Awereness) pada peserta didik SDN Candipari 1 saat pelaksanaan berlangsung masih tergolong kurang. Salah satunya yaitu kurang percaya diri, faktor penghambat dari kurangnya kesadaran diri peserta didik diatas yaitu adanya faktor lingkungan. faktor yang memengaruhi terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Aspek kedua manajemen diri (Self Management) ditemukan hasil yang baik, Dimana mereka dapat mengendalikan diri akan suatu tindakan seperti, peserta didik jika merasa gugup yaitu mereka mengajak temannya untuk mengobrol. Untuk aspek ketiga yaitu kesadaran sosial (Social Awareness) peserta didik cukup baik. Bentuk empati peserta didik dengan sesame teman mereka cukup, mampu menghargai dan menghormati berbagai sudut pandang. Temuan keempat berdasarkan indikator ketrampilan relasi/kemampuan membangun hubungan (Relationship Skills). Ditemukan bahwa ketrampilan relasi peserta didik Sd Candipari 1 sangat baik. Peserta didik disana bisa berkomunikasi yang baik, bisa bekerja sama dengan orang lain, menawarkan bantuan dnegan yang membutuhkan. Untuk yang terkahir yaitu aspek Pengambilan Keputusan Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making). Temuan kelima yaitu berkaitan dengan indikator Pengambilan Keputusan Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making). Ditemukan bahwa pengambilan keputusan bertanggung jawab peserta didik sangat baik. Berdasarkan hasil yang di temukan bahwa peserta didik SDN Candipari mampu mengindetifikasi diri, menganalisi situasi, menyelesaikan masalah, mengevaluasi, melakukan refleksi dan berani bertanggung jawab yang baik.

References

[1] A. O. Safitri and D. A. Dewi, “Universitas Muhammadiyah Enrekang,” Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 3, pp. 88–94, 2021.

[2] S. P. N. Undang-Undang RI, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” 2003.

[3] M. Kemal, M. Nur, and M. Nasir, “Pembelajaran Berdiferensiasi pada Kurikulum Merdeka yang Fleksibel,” Jurnal Edikids: Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 7, pp. 855–860, 2024.

[4] Syatriadin, “Landasan Sosiologis dalam Pendidikan,” Jurnal Pendidikan Sosiologi, vol. 1, no. 2, pp. 101–107, 2017.

[5] A. Rini and E. Fauziati, “Model Pembelajaran RADEC dalam Perspektif Filsafat Konstruktivisme Vygotsky,” Journal of Education and Learning, vol. 3, no. 2, pp. 103–111, 2021.

[6] T. W. Anggraini, “Pengaruh Media Digital Terhadap Sosial Budaya pada Anak Usia Sekolah,” Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Sosial dan Ilmu Kependidikan, vol. 2, no. 4, pp. 253–268, 2023.

[7] Badan Pusat Statistik, “Persentase Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas yang Pernah Mengakses Internet dalam 3 Bulan Terakhir Menurut Provinsi dan Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2021-2022,” Badan Pusat Statistik, 2022.

[8] L. Ulfa, Anisatulm, and Uce, “Hubungan Penggunaan Smartphone Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, vol. 8, no. 6, pp. 468–477, 2024.

[9] S. Ariga, “Implementasi Kurikulum Merdeka Pasca Pandemi Covid-19,” Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 2, no. 2, pp. 662–670, 2024.

[10] I. R. J. Umami and D. Peranan, “Peranan Guru dalam Pengimplementasian Profil Pelajar Pancasila dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia,” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar, pp. 208–216, 2022.

[11] W. N. Rusnaini, Raharjo, and Anis Suryaningsih, “Intensifikasi Profil Pelajar Pancasila dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Siswa,” Jurnal Pendidikan Karakter, vol. 27, no. 2, pp. 230–249, 2021.

[12] I. Baharuddin, “Pengembangan Pendidikan Karakter dan Profil Pelajar Pancasila Berwawasan Kearifan Lokal,” Jurnal Pendidikan Karakter dan Nilai-nilai Pancasila, vol. 12, no. 1, pp. 1–7, 2024.

[13] Kemendikbudristek, “Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila,” Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jakarta, Indonesia, 2022.

[14] S. Ummu Khairiyah, Gusmaniarti, Berda Asmara, Suryanti, and Wiryanto, “Fenomena Penerapan Kurikulum Merdeka dalam Pembentukan Karakter Profil Pelajar Pancasila Siswa Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, vol. 7, no. 2, pp. 172–178, 2023.

[15] A. Kahfi, “Implikasinya terhadap Karakter Siswa di Sekolah,” in Implementasi Profil Pelajar Pancasila, 2022, pp. 138–151.

[16] A. Istianah, B. Maftuh, and E. Malihah, “Konsep Sekolah Damai: Harmonisasi Profil Pelajar Pancasila dalam Implementasi Kurikulum Merdeka,” Jurnal Edukasi: Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 11, no. 3, pp. 333–342, 2023, doi: 10.37081/ed.v11i3.5048.

[17] S. Yeaty, L. Tumangkeng, and Maramis, “Kajian Pendekatan Fenomenologi: Literature Review,” Jurnal Keperawatan, vol. 23, no. 1, pp. 14–32, 2022.

[18] Helaluddin, “Mengenal Lebih Dekat dengan Pendekatan Fenomenologi: Sebuah Penelitian Kualitatif,” Unpublished Manuscript, pp. 1–15.

[19] F. Budiman and M. Santosa, “Hubungan Antara Self Awareness dan Disiplin Rohani pada Mahasiswa,” Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen, vol. 3, no. 1, pp. 193–197, 2024, doi: 10.56854/pak.v3i1.332.

[20] A. N. Esmiati and N. Prihartanti, “Efektivitas Pelatihan Kesadaran Diri untuk Meningkatkan Kedisiplinan,” Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling, vol. 8, no. 1, pp. 85–95, 2020.

[21] Puspitasari, “Mengembangkan Kesadaran Diri pada Siswa Untuk Mencegah Tindak Perundungan di Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, vol. 4, no. 1, pp. 16–22, 2023.

[22] G. A. Putri, “Hubungan Antara Self Awareness dengan Kecemasan pada Penderita Bipolar,” Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, vol. 2, no. 2, pp. 153–160, 2024.

[23] A. M. I. T. Asfar, “Teori Behaviorisme (Theory of Behaviorism),” ResearchGate, 2023, doi: 10.13140/RG.2.2.34507.44324.

[24] F. Sri, K. Dewi, and Y. Syukur, “Existential-Humanistic Counseling Approach to Improve Self Management in Students,” International Journal of Multidisciplinary and Educational Research, vol. 1, no. 1, pp. 47–52, 2020.

[25] A. I. Wijayanti, “Implementasi Colaborative For Academic, Sosial And Emotional Learning (Casel) Dalam Ruang Lingkup Budaya Sekolah di SMP,” Jurnal Ilmiah Pijar MIPA, vol. 9, pp. 2286–2296, 2023.

[26] W. S. Mundarto, “Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional Melalui Pembiasaan Pagi Sebelum KBM di SDN Tambakrejo 01,” Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Sosial dan Ilmu Kependidikan, vol. 4, pp. 7531–7542, 2024.

[27] E. Andayani, “Pembentukan Kemandirian Melalui Pembelajaran Kewirausahaan Sosial untuk Meningkatkan Kesadaran Sosial dan Kesadaran Ekonomi,” in Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar, pp. 22–34.

[28] M. A. Zahra, M. Alvin, N. Aziz, and A. Azzukhrof, “Mengintegrasikan Aspek Pendidikan Kewarganegaraan dalam Program Pembelajaran Emosional Mandiri untuk Meningkatkan Kesadaran Sosial Siswa di SD Negeri 2 Rantau Kijang,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, vol. 8, pp. 23734–23741, 2024.

[29] L. Wahid, “Peran Guru Agama dalam Menanamkan Kesadaran Sosial pada Siswa di Sekolah Menengah,” Jurnal Edukasi: Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 6, no. 2, pp. 605–612, 2023.

[30] M. Aldila, K. Putri, H. Nuroso, I. Purnamasari, and S. Kusniati, “Analisis Perkembangan Sosial Emosional Peserta Didik Kelas IVA SDN Karanganyar Gunung 02,” Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 5, pp. 1208–1216, 2023.

[31] C. N. Saing, N. Nasution, N. Hasibuan, and B. S. Nazara, “Lobi dan Negosiasi dalam Komunikasi Bisnis Membangun Hubungan yang Kuat Mencapai Kesepakatan Bersama,” Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 7, pp. 14035–14039, 2023.

[32] R. Septrisia et al., “Teknik Pengambilan Keputusan di SD IT Riyadhoturrohman dari Beberapa Kriteria Tertentu,” Jurnal Edukasi: Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 2, no. 4, 2024.

[33] V. Putri, H. Mahfud, and A. Surya, “Pola Penerapan Social Emotional Learning dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar,” in Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar, pp. 61–66

Published

2025-08-02

How to Cite

Maharrani, B. D., & Wachidah, K. (2025). Website-based Scratch Media Improves Cognitive Learning Outcomes in Science for Junior High School Students: Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di Sekolah Dasar. Indonesian Journal of Education Methods Development, 20(4), 0.21070/ijemd.v20i4.910. https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i4.910

Issue

Section

Elementary Education Method