Implementation of Aqidah Akhlaq Learning in the Merdeka Curriculum

Implementasi Pembelajaran Aqidah Akhlaq dalam Kurikulum Merdeka

Authors

  • Indiyani Indiyani Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
  • Ida Rindaningsih Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

DOI:

https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i3.908

Keywords:

Merdeka Curriculum, Aqidah Akhlaq, Character Education, Islamic Primary School, Phenomenology

Abstract

General Background: Character education, particularly in the context of Aqidah Akhlaq, plays a vital role in shaping students’ moral and spiritual values in Islamic primary education. Specific Background: The implementation of the Merdeka Curriculum emphasizes flexibility in learning design to accommodate students’ needs, including integrating religious values in daily practice. Knowledge Gap: Previous studies have discussed character formation in Islamic education, but limited research has described in detail how Aqidah Akhlaq learning is practically implemented within the Merdeka Curriculum in specific school contexts. Aims: This study aims to describe the implementation of Aqidah Akhlaq learning and its outcomes at MI Ma’arif Pagerwojo, Sidoarjo. Results: Using a qualitative phenomenological approach with observation, interviews, documentation, and questionnaires, the study found that Aqidah Akhlaq learning is conducted both inside and outside the classroom, supported by structured lesson plans, varied learning methods, and a school-wide 6S culture. Students became more active, understood the lessons better, and showed improved behavior. Novelty: This research provides contextual insights into integrating Aqidah Akhlaq into the Merdeka Curriculum through both formal instruction and habitual practice. Implications: The findings offer practical references for teachers and schools in developing religious-based character education aligned with national curriculum reforms.

Highlights :

  • Contextual integration of Aqidah Akhlaq in the Merdeka Curriculum

  • Combination of classroom learning and habitual practice

  • Positive behavioral changes in students

Keywords: Merdeka Curriculum, Aqidah Akhlaq, Character Education, Islamic Primary School, Phenomenology

Pendahuluan

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang begitu penting bagi peserta didik, oleh sebab itu mempelajari pendidikan tersebut ibarat membangun sebuah benteng pada diri sendiri dalam mengantisipasi hal-hal yang bersifat negative. Peningkatan moralitas peserta didik dirasa sangatlah perlu karena masa remaja saat ini dapat dianggap sebagai masa pemberontakan akibat merosotnya nilai-nilai moral. Pendidikan Karakter sangatlah erat kaitannya dengan nilai-nilai keagamaan, kejiwaan, akhlak dan budi pekerti peserta didik. Dan dari karakter pulalah yang bisa dijadikan pembeda antara diri seseorang terhadap yang lainnya karena itu perlu adanya usaha,cara dan alat dalam menunjang keberhasilan Pendidikan tersebut .

Pembelajaran Aqidah Akhlak berintikan tentang pembelajaran dalam menumbuhkan, menghayati serta mengamalkan setiap yang Allah perintahkan dan yang Allah larang. Akhlakul karimah merupakan mahkota dalam humanisme Islam sehingga bagaiman hal tersebut dapat benar-benar terlaksana dalam sifat dan tingkah laku sehari-hari sebagai pribadi yang bertauhid yang mewujudkan sifat-sifat terpuji serta menjauhi tingkah laku tercela sehingga tercipta kestabilan kepribadian manusia secara keseluruhan. Kementerian Pendidikan menyebutkan ada 18 pilar karakter yang mana harus ada dalam diri peserta didik, beberapa diantaranya: Agama, Kejujuran, Toleransi, Disiplin, Usaha, Penciptaan, Kemandirian, Demokrasi, Semangat Kebangsaan, Rasa Ingin Tahu, Apresiasi Prestasi, Cinta Tanah Air, Ramah/Komunikasi, Suka membaca, Damai, Peduli masyarakat, Tanggung jawab, dan Peduli lingkungan. Nilai-nilai tersebut sangat berkesinambungan dengan pembelajran Aqidah akhlak sehingga hal tersebut dapat menjadi penentu dalam mewujudkan generasi bangsa lebih maju dan negara yang beradab .

Dalam sekolah dasar Pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting. Faktor lingkungan dan juga tekhnologi yang berkembang pesat saat ini mengakibatkan anak senang bermain Hp bahkan tanpa control orang tua, sehingga mengakibatkan terpengaruhnya anak dalam perkembangan tren dan sosialisasi yang ada dalam media socialtersebut. Banyak berita tentang anak yang berani berbicara kasar kepada orang tua, bullying hingga sampai pada tawuran, berbohong, merosostnya rasa hormat terhadap Guru dan juga Orang bahkan ada yang menonton video porno, dan lain sebagainya

Melalui pembelajaran Aqidah Akhlak diharapkan peserta didik memiliki akhlak terpuji serta mampu menjauhkan diri dari akhlak tercela. Sebuah peneltian telah mengungkapkan bahwa bobroknya suatu negara itu didasari oleh buruknya akhlaq . Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang berketuhanan (theocentris), sehingga pembangunan dengan segala dimensinya selalu didasarkan pada nafas agama . Sebagaimana telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 BAB 1 pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang berfungsi untuk mengembangkan potensi, membentuk watak peserta didik dalam menyongsong peradaban bangsa yang bermartabat menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Esa, bertakwa, berakhlaq mulia, sehat jasmani rohani, berilmu pengetahuan yang luas, kreatif, mandiri, serta bermanafaat baik bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara .

Guru merupakan factor utama dalam proses pengembangan peserta didik, baik dari segi budi pekerti, agama hingga pengetahuan duniawi secara umum. Guru dijadikan sebagai panutan sehingga guru diharapkan bukan hanya mampu mengajar namun juga diharapkan untuk mampu mendidik siswa dalam ilmu sains, umum maupun agama . Pendidik bukan hanya berfungsi sebagai pentransfer ilmu, namun seorang pendidik juga diharapkan mampu menanamkan akhlak yang baik serta mampu memberikan keterampilan pada peserta didik baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan Masyarakat . Untuk itu sangat diperlukan adanya kerja sama antara guru dan juga orang tua dalam mendidik siswa agar terwujud kepribadian berakhlak mulia pada diri anak. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa guru merupakan pemegang peranan penting selain orang tua dalam membentuk kepribadian akhlak siswa.

Penelitian terdahulu terkait pembentukan karakter religious menghasilkan bahwa pembentukan karakter dalam pembelajaran PAI melatih pengendalian dan pengelolaan dalam suatu kurikulum yang terintegrasi Sedangkan beberapa penelitian menemukan bahwa pembentukan karakter dapat dilakukan melalui pembiasaan dalam budaya sekolah. Secara spesifik pembentukan karakter religius terdapat pada indikator bahan ajar namun lebih khusus lagi pembentukan karakter dalam pembelajaran Aqidah Aklaq lebih diutamakan karena materi ini khusus membentuk karakter anak. Penelitian terdahulu terkait karakter religius dapat dibentuk dengan metode uswah penguatan manajemen dan penghargaan

Semenjak digantikannya kurikulum K13 dengan Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) oleh Kemendikbud RI pada tahun 2019 Nadiem Makarim, kurikulum tersebut memiliki tujuan memberikan keleluasaan pada setiap lemabaga dalam meningkatkan kompetensi soft skil maupun hard skil nya . Dengan harapan peserta didik bisa menjadi lebih kreatif, inovatif dan merdeka dalam berpikir, serta terlaksananya proses pembelajaran secara menyenangkan . Untuk itu, guru diharapkan mampu menyesuaikan antara strategi pembelajaran, model, dan metode pengajaran yang sesuai berdasarkan karakteristik pembelajaran individual generasi saat ini dimana pembelajaran berpusat pada siswa bukan kepada guru seperti sebelum-sebelumnya .

Di MI Ma’arif Sidoarjo Jawa Timur telah melaksanakan kurikulum merdeka belajar. Adapaun yang telah melaksanakan pembelajaran Aqidah Akhlak dengan kurikulum merdeka belajar ada di kelas 1 dan kelas 4. Peneliti fokus pada kelas 4. Peneliti tertarik mengetahui bahan ajar yang digunakan pada maple Aqidah Akhlak serta ingin mengetahui kelebihan dan kekurangan pada materi pembelajaran Aqidah Akhlak dalam kurikulum Merdeka belajar tersebut. Dengan demikian peneliti akan mendeskripsikan penerapan pembelajaran tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Implementasi Pembelajaran Aqidah Akhlak beserta dampaknya di kurikulum Merdeka Belajar. Dengan adanya penelitian ini peneliti berharap agar guru lebih bisa meningkatkan kompetensi profesional nya dalam membentuk kepribadian siswa yang lebih baik melalui pembelajaran Aqidah Akhlak sehingga dari pembelajaran tersebut siswa mampu meningkatkan kedisiplinannya secara sadar di dalam dirinya dengan tepat.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan tipe fenomenologi. Teknik pengumpulan datanya yaitu dengan melakukan observasi, wawancara, dokumentasi dan pembagian kuisioner pada siswa. Observasi diawali dengan meminta izin kepada subjek penelitian dan dilanjutkan dengan melihat kondisi di lapangan. Wawancara yang digunakan adalah terstruktur dan tidak terstruktur. Informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru akidah akhlaq dan siswa. Ketika dokumentasi dengan mengumpulkan bukti-bukti berupa rencana pembelajaran, pedoman kurikulum, kebijakan kepala sekolah, dan arsip kegiatan.

Penelitian ini dilaksanakan di MI Ma’arif Pagerwojo Kec.Buduran Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur kelas 4 materi Aqidah Akhlaq semester satu dengan jumlah siswa sebanyak 18 anak. Teknik analisis data mengikuti model Miles dan Huberman dengan pengumpulan data lapangan, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Triangulasi sumber dilakukan agar data yang diperoleh lebih akurat.

Figure 1. Model Analisis Data dalam Penelitian Miles dan Huberman

Hasil dan Pembelajaran

A. Implementasi Pembelajaran Aqidah Akhlak Di kurikulum Merdeka Belajar.

Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan . Dalam mendukung terwujudnya pembelajaran Aqidah akhlak di sekolah Mi Ma’arif pagerwojo mengadakan pembinaan bagi guru-guru setiap satu bulan sekali. Bukan hanya pembinaan namun juga membahas permasalahan yang terjadi di sekolah tersebut, kesulitan-kesulitan guru dan banyak hal yang lainnya. Dalam hal ini Peneliti fokus malakukan penelitian terhadap penerapan pembelajaran Aqidah akhlaq yang dilaksanakan di kelas 4A dengan jumlah 18 siswa, maka aspek-asepk yang dilihat adalah: Perencanaan pembelajaran, Bahan ajar, metode pembelajaran, kesulitan yang dialami selama proses pembelajaran, dan apa kelebihan serta kekurangan dalam pembelajaran ini serta evaluasi pembelajaran.

Aqidah Akhlaq di kelas 4 ini sampai pada bab memahami kalimat Tayyibah dengan harapan anak-anak meyakini kebesaran allah SWT. Pengucapan kalimat thoyyibah merupakan salah satu akhlak mahmudah yang bersumber dari Alquran dan Sunnah . Sebelum penerapan pembelajaran, sesuai dengan kurikulum merdeka belajar guru harus membuat modul ajar sebagai perencanaan sehingga penerapan pembelajaran bisa terlaksana secara maksimal. konsep awal dalam perencanaan, sebagai intropeksi atas kelemahan dan kesalahan yang pernah terjadi agar tidak terulang kembali . Pada proses penerapan Pembelajaran Aqidah Akhlaq di kelas 4A ini memiliki alur sebagai berikut ini:

1. Pertama, guru mengawali dengan mengucap salam dan menanyakan kabar pada anak-anak hari ini. Pembelajaran tidak dimulai dengan do’a karena do’a sudah dilakukan pada awal pembelajaran di jam pertama. Kemudian guru melanjutkan dengan sedikit membahas materi yang akan dipelajarai hari ini mengenai kalimat Tayyibah seperti subhanallah, MasyaAllah, Allahu Akbar, dan pentingnya kalimat Tayyibah untuk dibiasakan dibaca saat menjumpai hal-hal yang buruk, hala-hal yang menakjubkan atas ciptaan Allah dan juga kebesaran-kebesaran Allah.

2. Kedua, guru menyuruh anak-anak menulis di buku tulis masing-masing sambil mendikte macam-macam kalimat tayyibah beserta arti kalimat tersebut dan manfaatnya. Guru mendikte secara perlahan satu persatu kalimat tersebut sambil guru memberi contoh penulisan kalimat bahasa arabnya di papan tulis sambil menjelaskan kepada anak-anak tentang manfaat dan penggunaanya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam memmberikan penjelasan guru juga menunjukkan beberapa gambar yang ada pada buku panduan yang dipakai dalam pembelajaran tersebut. Guru mengajak menulis dibuku masing-masing anak dengan harapan melatih anak-anak agar bisa mengingat tentang kalimat2 tayyibah, seperti subhanallah yang berarti mensucikan Allah dibaca ketika zikir dan menemui hal-hal yang kurang baik, mengucap masyaAllah dibaca ketik menjupai hal-hal menakjubkan takjubkan atas kebesaran-kebesaran Allah, mengucap kata takbir ketika berzikir dan banyak hal yang lainnya seperti Hamdalah, istigfar dan banyak lagi yang lainnya. Selain itu dalam hal ini guru juga berharap anak-anak bisa kondusif dalam belajar karena dengan fokus menulis anak-anak bisa tenang dalam mendengarkna penjelasan guru.

3. Ketiga, guru memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk bertanya tentang hal yang belum dipahami dari pembelajaran hari ini dan setelahnya guru mengevaluasi kepada anak-anak dengan cara memberikan beberapa pertanyaan kepada anak-anak secara langsung untuk menjawabnya sehingga guru dapat mengetahui apakah anak-anak sudah memahami tentang kalimat-kalimat Tayyibah dalam pembelajaran hari ini apa belum.

4. Keempat, guru mengajak membaca bersama-sama Kembali kalimat Tayyibah yang ditulis dan dipelajari hari ini.

5. Kelima guru melakukan evaluasi dengan melontarkan beberapa pertanyaan pada siswa tentang materi pembelajaran hari ini untuk mengukur pemahaman anak. Tidak lupa guru juga mengingatkan untuk mempelajari ulang pembelajaran hari ini dirumah agar anak-anak lebih bisa memahami dan bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

6. Dan yang terakhir guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam.

Figure 2. ( Anak Kondusif dengan Metode Dikte ) ( Anak Aktif Bertanya )

Kurikulum Merdeka belajar yang merupakan salah satu inovasi dalam sistem pendidikan di Indonesia yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan sekolah dalam mendesain kurikulum sekolah sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Maka berbagai macam strategi pembelajaranpun juga kerap dilakukan oleh guru MIPA mulai dari metode ceramah, menulis sambil menjelaskan, tanya jawab bahkan pembelajaran secara langsung dengan melibatkan obyek dan juga penayangan video kerap dilakukan. Bahan ajar yang digunakan guru berdasarkan hasil observasi adalah buku paket, buku cerita diperpustakaan dan film animasi tentang kalimat thoyibah dari youtube. Bercerita juga diambil sebagai salah satu metode pembelajaran karena bercerita merupakan salah satu metode yang menyenangkan serta membantu meningkatkan daya ingat anakDari hasil penelitian yang sudah dilakukan di Mi ma’arif Pagerwojo menunjukkan bahwa bahan ajar yang dipakai dalam pembelajaran Aqidah Akhlaq kelas 4 yang telah terimplementasikan dengan kurikulum merdeka, sehingga guru tinggal menerapkan pembelajaran tersebut terhadap siswa dan siswa pun bisa mempelajari buku tersebut dirumah dengan mudah. Tehnik pemebelajaran yang dilakukan yaitu pembelajaran didalam kelas dan diluar kelas.

Metode pembelajaran yang dipakai adalah mendikte, menjelaskan dan menanya. Menurut guru kelas 4A ini menyatakan bahwa metode pembelajaran bisa berubah sewaktu-waktu menyesuaikan materi pembelajaran pada saat itu. Metode latihan atau praktek dan pembiasaan kerap dilakukan sehari-hari sehingga anak akan terbiasa melaksankannya dengan benar dan menyadari untuk melakukan kegiatan tersebut tanpa disuruh. Metode ceramah dan latihan kerap dilakukan didalam kelas sedangkan metode pembiasaan dilakukan diluar kelas seperti pada kegiatan solat duha dan solat duhur bersama. Kegiatan solat Duha dan solat duhur bersama wajib diikuti bagi siswa kelas 3 hingga kelas 6. Hal ini biasa dilakukan sebagai bentuk pelatihan agar siswa mampu membiasakan diri melakukan solat duha bukan hanya disekolah namun juga dirumah ungkap wakil kepala sekolah Mi Pagerwojo. Evaluasi pembelajaran aqidah akhlak di MIPA meliputi pemberian pertanyaan secara lagsung ketika usai pembejaran, menjawab soal-soal di buku,menghaafal kalimat-kalimat Tayyibah dan do’a-do’a dalam solat dan juga penilaian pada kegiatan diluar kelas, apakah siswa aktif mengikuti solat duha dan duhur bersama termasuk juga evaluasi apakah siswa sudah bersikap baik terhadap guru dan kawan-kawannya.

Pendidikan tauhid terdapat dalam pembelajaran aqidah akhlaq, dimana pendidikan tersebut meliputi materi bagaimana membentuk hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, maka pengertian aqidah akhlak adalah pembentukan perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran agama Islam . Pentingnya guru memiliki modul ajar atau RPP yang didesain sesuai kebutuhan siswa di MIPA menjadikan pembelajaran aqidah akhlak tidak sekedar teori dibuku dan dibahas ke siswa namun juga terdapat praktek-praktek kebiasaan yang dibangun khususnya kalimat thoyibah. Kurikulum di susun, disiapkan dan dikembangkan untuk kepentingan pendidikan, terutama untuk mempersiapkan pelajar atau siswa supaya dapat bersosialisasi dengan baik dalam lehidupan bermasyarakat. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran . Oleh karena itu pengembangan kurikulum hendaknya mempunyai landasan yang kuat, dan berprinsip untuk menunjang tercapainya tujuan Pendidikan.

B. Dampak Pembelajaran Aqidah Akhlak di Kurikulum Merdeka Belajar

Pembelajaran Aqidah Akhlak MIPA tidak terlepas dari visi sekolah. Sebagaimana yang ibu waka sampaikan bahwa “ dari pembelajaran aqidah akhlak ini kami sangat berharap anak-anak mampu membangun nilai-nilai taqwa dalam dirinya, melaksanakan ibadah sebagai kewajibannya tanpa disuruh, dan berakhlakul karimah terhadap sesama baik orang tua, guru, teman dan semua yang dia jumpai dalam kehidupannya.” Di Mi Ma’arif pagerwojo telah menerapkan pembelajaran Aqidah Akhlaq dan juga berbagai kebiasaan untuk meningkatkan kualitas akhlaq anak seperti kebiasaan mencium tangan guru saat memasuki gerbang sekolah, Istighosah bersama, solat duha dan solat duhur bersama, serta menghafal surat-surat pendek.

MI ma’arif Pagerwojo juga menerapkan budaya 6S sebagai kebijakan kepala sekolah yang harus diterapkan oleh seluruh warga sekolah mulai dari tenaga kependidikan hingga seluruh siswa. Kepala sekolah memegang peranan penting dalam suatu lembaga termasuk dalam membangun budaya sekolah.. [Budaya 6S tersebut memiliki makna Senyum, Salam, Sapa, Salim, Sopan dan Santun Seperti yang disampaikan oleh Kepala sekolah sebagai berikut:

“ Di sekolah ini kami membiasakn diri untuk melakukan senyum, salam, sapa, salim, sopan dan santun yang kita sebut dengan budaya 6S. Semua dari kepala sekolah, guru, murid, dan seluruh tenaga kependidikan wajib mengikuti budaya ini supaya tercipta kebiasaan saling menghormati antar sesama“ .

Budaya tersebut juga mendukung capaian kalimat thoyibah, dari pernyataan kepala sekolah di atas dapat disimpulkan bahwa dengan membiasakan diri melakukan hal-hal yang positif maka akan terbentuk akhlaq yang positif pula. sekolah dan guru tidak dapat memberikan kewenangan penuh terhadap perubahan yang dialami siswanya, namun guru hanya bisa melakukan sebatas mendampingi saja. Perubahan pada anak akan terlaksana pada kesadaran dari diri siswa

tersebut.

Figure 3. Budaya 6S

Pada penelitian yang dilakukan di sekolah tersebut tampak sebuah perbandingan antara kelas kecil dan kelas besar yakni dapat disoroti Ketika siswa berada di kelas rendah yakni kelas 1 dan kelas 2 tampak sikap anak-anak yang begitu susah diatur masih suka tidak memperhatikan guru, suka ramai sendiri bahkan kerap anak-anak saling membuli sesama teman, suka menyembunyikan barang temannya bahkan sampai pada berantem hingga memukul yang mengakibatkan luka pada temannya hingga melibatkan dipanggilnya orang tua ungkap guru kelas 2. Namun beda yang terjadi pada anak kelas 4 yang dapat dilihat bahwa murid-murid begitu tertib dalam pembelajaran bahkan mereka kerap menyapa dengan sopan dan santun saat bertemu dengan guru-guru disekolah tersebut dan juga bila ada seseorang yang berkumjung di kelasnya. Hal ini menunjukkan keberhasilan dalam pembelajaran Aqidah Akhlaq yang sudah diterapkan dan hal ini juga menunjukkan bahwa pembelajaran Aqidah akhlaq memiki peranan yang yang sangat penting dalam pembentukan akhlaq siswa di sekolah tersebut. Namun tentu saja perubahan akhlaq ini bukanlah datang secara tiba-tiba ada berbagai usaha yang dilakukan oleh guru dan juga kerja sama dengan orang tua, ungkap kepala sekolah.

Pembelajaran Aqidah Akhlak tidak bisa hanya dipelajari hanya didalam kelas “ ungkap kepala sekolah MI Pagerwojo. Beliau berkata bahwa” jika pembelajaran Aqidah akhlaq hanya dilakukan di dalam kelas maka tidak akan berhasil pembelajaran tersebut karena sesungguhnya pembelajaran Aqidah akhlaq harus terbentuk dalam pembiasaan sehari-hari, bisa saling menghormati, menghargai, tolong menolong, tidak berbicara kasar itulah bentuk dari pembelajaran akhlaq yang sebenarnya, dan hal ini tidak bisa hanya dipelajari disekolah namun juga butuh peran orang tua sehingga bisa terbentuk akhlaq yang baik dimanapun berada, baik di sekolah maupun dilingkungan Masyarakat” ungkap kepala sekolah tersebut. Dan hal utama yang ditekankan pada guru yaitu guru harus memberi contoh, menjadi tauladan, menerapkan dan memberi arahan kepadaa murid-murid.

Dampak positif pada pembelajaran Aqidah akhlaq yang sudah terimplementasikan dengan kurikulum Merdeka adalah anak-anak lebih aktif dalam pembelajaran karena anak-anak cenderung lebih senang dalam pembelajaran yang tidak hanya terfokus pada buku namun juga praktik yang dilakukan secara langsung seperti solat duha dan solat duhur bersama, Istiqasah serta banyak hal yang dipelajari dalam pembelajaran ini menyangkut kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang bisa menumbuhkan rasa ketaqwaan anak-anak terhadap sang pencipta.

Berbagai kesulitan dan hambatanpun kerap dihadapi oleh guru seperti ketika anak tidak bisa kondusif saat belajar, terkadang ada anak yang berantem dengan temannya sehingga pembelajarnpun tidak bisa berjalan dengan baik sebagaimana yang diungkapkan guru kelas 4 di Mi Pagerwojo. Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran adalah kurangnya kondusif pada sikap anak-anak ketika melakukan pembelajaran, terkadang anak ramai sendiri pada saat guru memberikan penjelasan. Upaya yang dilakukan guru adalah memilih menggunakan metode praktek dan siswa menjelaskan apa yang dikerjakan. Dari pengamataan yang telah dilakukan, peneliti mendapati bahwa pembelajaran aqidah akhlaq memiliki dampak yang sangat positif terhadap perkembangan akhlaq anak, dari mulai terbentuknya keimanan dengan terwujudnya nilai-nialai ketaatan terhadap sang pencipta, orang tua dan guru serta terbentuknya rasa saling menghormati, mengahargai, peduli sesamanya dapat dipelajari dalam pembelajaran Aqidah Akhlaq. Begitupun rasa tangung jawab dan kejujuran sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh salah satu anak di kelas 4 pada saat dia menyadari bahwa dirinya telah melakukan kesalahan maka dia mampu mengambil solusi dengan meminta maaf kepada temannya.

Figure 4. Sikap Jujur Mengakui Kesalahan dan Bertanggung Jawab untuk Meminta Maaf

Sejak kurikulum Merdeka belajar ditetapkan sebagai kurikulum Pendidikan di Indonesia pada tahun 2019. Mi Ma’arif pagerwojo telah mengimplementasikan pembelajaran Aqidah akhlak dengan kurikululum Merdeka. Melalui kebijakan ini, siswa diharapkan dapat memiliki karakter profil pelajar pancasila yaitu beriman, bertaqwa, kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif . Hal ini berkaitan erat dengan pentingnya pembelajaran aqidah akhlak dengan mengucap kalimah Tayyibah sebagai tanda kita menyadari akan ke-Esa-an Allah . Hal ini menunjukkan suatu pandangan hidup bahwa keberadaan alam semesta hanya bertumpu pada Tuhan, sehingga kepercayaan hidup manusia akan bersandar pada Allah sehingga manusia akan percaya bahwa segala yang ada di alam semesta itu terjadi karena adanya Allah sebagai penggerak. Tanpa Tuhan Yang Mahakuasa, maka alam dunia dan seisinya tidak akan ada.

Simpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Aqidah akhlaq di MI Ma’arif Pagerwojo sidoarjo sudah terimplementasikan dengan kurkulum Merdeka belajar. Pembelajaran Aqidah akhlaq tersebut diterapkan bukan hanya di dalam kelas namun juga diluar kelas. Didalam kelas anak-anak belajar teori yang ada di dalam buku sedang di luar kelas adalah bentuk penerapan dari pembelajaran di dalam kelas. Dari kepala sekolah, guru, dan anak-anak semua berperan dalam pembelajaran ini . Budaya 6S ( Senyum, Salam, Sapa, Salim, Sopan dan Santun) sebagai kultur sekolah ini merupakan sebuah bentuk pengaplikasian pembelajaran Aqidah akhlaq sehingga terbetuk pembiasaan bukan hanya di lingkungan sekolah namun juga di lingkungan masyrakat. Aspek-aspek pembelajaran aqidah akhlak materi kalimat thoyibah meliputi Perencanaan pembelajaran berupa modul ajar sesuai kurikulum merdeka; Bahan ajar berupa buku paket, video animasi dan cerita anak tentang kalimat thoyibah; metode pembelajaran yang variatif seperti praktek, tnaya jawab dan meski sesekali mendikte agar anak fokus dan ingat dengan yang ditulis dan dipraktekkan, serta evaluasi pembelajaran.

Dampak dari pembelajaran ini meliputi guru lebih kreatif dalam memberikan pembelajaran kepada anak, merasa lebih mudah dalam memberikan penjelasan kepada anak dengan bantuan penayangan video dan media-media lainnya dan anak-anakpun merasa lebih senang dalam pembelajaran, lebih memahami dan mudah mempelajari ulang pembelajaran tersebut dirumah. Kompetensi guru, partisipasi aktif sekolah dan guru dalam pengembangan kurikulum, dan penyediaan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal adalah beberapa hal yang mendukung implementasi Kurikulum Merdeka.

References

[1] R. G. Prastiwi and S. Sauri, "Prosiding Konstelasi Ilmiah Mahasiswa Unissula (KIMU) 5 Penerapan Pendidikan Tauhid dalam Pembelajaran Aqidah Akhlaq," in Prosiding Konstelasi Ilmiah Mahasiswa Unissula (KIMU) 5, 2021.

[2] A. Mannan, "Transformasi Nilai-Nilai Tauhid Dalam Perkembangan Sains Dan Teknologi," in Jurnal Pendidikan Islam, 2021.

[3] E. S. Mulyani and I. Rindaningsih, "Implementation of Tahfidz Curriculum Management in Tahfidz Qur’an Elementary School," Indonesian Journal of Islamic Studies, vol. 4, no. 1, pp. 1-13, May 2021, doi: 10.21070/ijis.v4i0.1584.

[4] E. W. Suryanti and F. D. Widayanti, "Prefix-RH Seminar Nasional Hasil Riset Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Religius," in Seminar Nasional Hasil Riset Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Religius, 2018.

[5] A. Rachman, A. N. Kawakip, F. Fadhillah, N. Saputra, and Z. Zulkifli, "Building Religious Character of Students in Madrasah Through Moral Learning," Tafkir: Interdisciplinary Journal of Islamic Education, vol. 4, no. 1, pp. 78–94, Feb. 2023, doi: 10.31538/tijie.v4i1.261.

[6] M. Jannah et al., Buku Ajar Kerangka Konseptual Sekolah Mutu. 2021. Publisher: LPPPI Universitas Muhammadiyah Semarang.

[7] A. Rachman, A. N. Kawakip, F. Fadhillah, N. Saputra, and Z. Zulkifli, "Building Religious Character of Students in Madrasah Through Moral Learning," Tafkir: Interdisciplinary Journal of Islamic Education, vol. 4, no. 1, pp. 78–94, Feb. 2023, doi: 10.31538/tijie.v4i1.261.

[8] M. Rafliyanto and F. Mukhlis, "Optimization Of Teacher Pedagogical Abilities In Shaping The Adab Of Elementary School," AULADUNA: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, vol. 10, no. 1, pp. 16–34, Jun. 2023, doi: 10.24252/auladuna.v10i1a2.2023.

[9] P. L. Pakpahan and U. Habibah, "Manajemen Program Pengembangan Kurikulum PAI dan Budi Pekerti dalam Pembentukan Karakter Religius Siswa," Tafkir: Interdisciplinary Journal of Islamic Education, vol. 2, no. 1, pp. 1–20, Jan. 2021, doi: 10.31538/tijie.v2i1.19.

[10] S. R. Laili, T. Supriyatno, and A. Gafur, "Development Of Islamic Religious Education Teacher Competency And Character Through Blended Learning," Jurnal Pendidikan Islam, vol. 5, pp. 864–875, 2022, doi: 10.31538/nzh.v5i2.2359.

[11] N. A. Sabila, "Integrasi Aqidah Dan Akhlak (Telaah Atas Pemikiran Al-Ghazali)," NALAR: Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam, vol. 3, no. 2, pp. 74–83, Jan. 2020, doi: 10.23971/njppi.v3i2.1211.

[12] D. Rahmadayanti and A. Hartoyo, "Potret Kurikulum Merdeka, Wujud Merdeka Belajar di Sekolah Dasar," Jurnal Basicedu, vol. 6, no. 4, pp. 7174–7187, Jun. 2022, doi: 10.31004/basicedu.v6i4.3431.

[13] U. Latifah and I. Rindaningsih, "Implementasi Flipped Classroom dalam Mendukung Merdeka Belajar untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar," Jurnal Papeda, vol. 5, no. 2, 2023.

[14] I. Rindaningsih, B. U. B. Arifin, and I. Mustaqim, "Empowering Teachers in Indonesia: A Framework for Project-Based Flipped Learning and Merdeka Belajar," in Proceedings of the 5th International Conference on Educational Development and Quality Assurance (ICEDQA 2022), 2023, pp. 177–184, doi: 10.2991/978-2-38476-052-7_20.

[15] K. Julianti, M. Syukri, and I. Astuti, "Peningkatan Pengucapan Kalimat Thayyibah Melalui Strategi Modeling The Way Pada Anak Usia 4-5 Tahun," in Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, 2022.

[16] W. Winata, "Peningkatan Pengucapan Kalimat Thoyyibah Melalui Reality Story Book di Taman Kanak-kanak Lab School FIP UMJ," in Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2018.

[17] C. Karina and I. Rindaningsih, "Literature Review: Peran Penting Perencanaan Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Lembaga Pendidikan Islam," PERISAI: Jurnal Pendidikan dan Riset Ilmu Sains, vol. 2, no. 1, pp. 1-10, 2023.

[18] D. Sari, "Penanaman Nilai-Nilai Aqidah Anak Melalui Metode Bercerita Islami Di TK Warrahmah Bakau Hulu Labuhanhaji Aceh Selatan," Skripsi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, 2018.

[19] M. N. Mubaroh, "Pendidikan Aqidah Akhlak bagi Remaja Islam Menurut Al-Ghazali dan Relevansinya Di Era Disrupsi," Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2023.

[20] O. I. Rindaningsih, Buku Ajar Mata Kuliah Perencanaan Pembelajaran MI. UMSIDA PRESS, 2019.

[21] K. Anjarrini and I. Rindaningsih, "Peran Kepala Sekolah dalam Membangun Budaya Sekolah sebagai Unggulan Sekolah di MI Muhammadiyah 1 Jombang," MANAZHIM, vol. 4, no. 2, pp. 452–474, Aug. 2022, doi: 10.36088/manazhim.v4i2.1952.

[22] Rosmalah, Asriadi, and Mujahidah, Analisis Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Menerapkan Kurikulum Merdeka. LP2M-Universitas Negeri Makassar, 2023.

[23] S. R. Ningsih and S. Lisnawati, "Menanamkan Nilai Tauhid Melalui Kalimat Tayyibah Pada Anak Tingkat SD Di Kampung Gunung Koneng," ABDIDOS, vol. 2, no. 1, pp. 101-106, 2021.

Published

2025-08-15

How to Cite

Indiyani, I., & Rindaningsih, I. (2025). Implementation of Aqidah Akhlaq Learning in the Merdeka Curriculum: Implementasi Pembelajaran Aqidah Akhlaq dalam Kurikulum Merdeka. Indonesian Journal of Education Methods Development, 20(3), 10.21070/ijemd.v20i3.905. https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i3.908

Issue

Section

Islamic Education Method