Contextual Teaching and Learning Based on Ethnoscience in Natural and Social Sciences
Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Etnosains dalam Ilmu Alam dan Ilmu Sosial
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i4.901Keywords:
Effectiveness, CTL Approach, Ethnoscience, Science Education, Student EngagementAbstract
General Background: The integration of cultural contexts into education has gained increasing attention as a means to enhance relevance and engagement in learning. Specific Background: In Indonesia, the application of ethnoscience within the Contextual Teaching and Learning (CTL) approach has shown potential for improving students’ comprehension of integrated Science and Social Studies (IPAS) by linking concepts to local wisdom. Knowledge Gap: However, empirical evidence on the effectiveness of ethnoscience-based CTL for elementary-level IPAS learning remains limited. Aim: This study investigates the effectiveness of ethnoscience-based CTL in enhancing learning outcomes, engagement, and perceptions among fifth-grade students. Results: Conducted at SD Muhammadiyah 1 Sedati with 30 participants, the experimental one-group pretest–posttest design revealed that teacher performance and student activity were both rated “good,” learning outcomes improved significantly with an N-Gain of 70% (high category), and student responses were positive. Novelty: The study uniquely combines CTL and ethnoscience in IPAS learning, demonstrating how cultural integration strengthens conceptual understanding. Implications: These findings support the adoption of culturally grounded CTL approaches to foster active participation, improve achievement, and promote meaningful connections between academic content and students’ sociocultural environment.
Highlights:
-
Combines CTL with ethnoscience for IPAS learning.
-
Achieves high N-Gain in student outcomes.
-
Enhances engagement through cultural relevance.
Keywords: Effectiveness, CTL Approach, Ethnoscience, Science Education, Student Engagement
Pendahuluan
Siswa perlu memiliki kemampuan berpikir kritis, berkreasi, berinovasi, bekerja sama, berkomunikasi, dan menyelesaikan masalah agar dapat memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap materi yang dipelajari[1]. Tentunya dalam upaya mengasah kemampuan-kemapuan tependam dari siswa perlu adanya sebuah kurikulum yang menitikberatkan pada pendekatan saintifik. Untuk memperkuat pendekatan ini, metode pembelajaran berbasis inkuiri perlu diterapkan guna mendorong siswa dalam menghasilkan karya. Pendidikan sains memiliki keterkaitan yang erat dengan pembelajaran melalui pengalaman langsung, yang umumnya dilakukan melalui studi dan eksperimen[2].
Motivasi siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS). dipengaruhi oleh hasil belajar dimana dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam atau luar. Salah satu mata pelajaran yang relevan untuk memahami alam secara sistematis adalah IPAS. Menurut hasil studi PISA 2018 yang di publikasikan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development, dinyatakan bahwa siswa di Indonesia mendapatkan hasil belajar IPAS yang rendah[3]. Keberhasilan suatu proses pembelajaran juga ditentukan oleh kemampuan guru. Hal ini disebabkan karena guru merupakan komponen penting dalam mengelola pembelajaran di kelas.
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran memiliki peranan yang amat penting dalam keberhasilan suatau pembelajaran, kompentensi yang harus ada pada setiap guru adalah kompentensi menghadirkan pembelajran yang inovatif [4]. Guru dituntut untuk berperan aktif dalam membimbing siswa dalam proses belajar, memahami karakteristik masing-masing siswa, serta menciptakan lingkungan pembelajaran yang edukatif, interaktif, dan menyenangkan. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran salah satunya ditentukan oleh penerapan strategi pembelajaran yang menarik. Strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru memiliki peran penting dalam mendukung pencapaian tujuan pembelajaran dan dalam menyampaikan materi secara efektif kepada siswa[5].
Salah satu upaya dalam mengahadirkan pembelajaran yang inovaitif adalah menggunakan sebuah pendekatan yang dikenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak diterapkan untuk meningkatkan pencapaian tujuan belajar siswa dengan mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata yang mereka jalani di rumah, lingkungan sekitar, dan sekolah. Pendekatan ini bertujuan membantu siswa memahami relevansi materi pembelajaran dengan kehidupan mereka sehari-hari. Berdasarkan hasil observasi awal, diketahui bahwa hasil belajar IPAS di kelas 5 masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Dari total 30 siswa, sebanyak 19 siswa atau 56% memperoleh nilai di bawah KKM, sementara hanya 11 siswa atau 44% yang berhasil mencapai KKM yang menyebabkan pembelajaran ini tidak efektif.
Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang lebih memfokuskan pada siswa agar memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta dapat memberikan hasil belajar yang bermanfaat bagi siswa.Pembelajaran efektif merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang dirancang lebih mudah dimana lebih mengutamakan siswa agar lebih aktif dari segi kognitif, pengetahuan, interaksi, tingkah laku, dan psikomotorik[6]. Pembelajaran bisa dikatakan efekti jika memunuhi beberapa kriteria antara lain: Pengelolaan Pelakasanaan kegiatan belajar mengajar (KBM), Tercapainya tujuan pembelajaran, pembelajaran yang interaktif, Pengelolaan kelas interaktif [7].
Pengelolaan kelas dilaksanakan secara interkatif, dimana proses pembelajaran kelas bukan hanya sekedar menyampaikan pengetahuan dari pendidik ke siswa. Guru harus memperhatikan bagiamana materi pembelajaran di sampaikan dengan baik, melalui proses interaksi meningkatkan perkembangan intelektual siswa. Pembelajaran komunikatif adalah suatu sistem pembelajaran yang lebih mengutamakan makna yang sebenarnya, komunikasi,ospek interaksi, kemampuan kebahasaan serta keterampilan berbahasa. Pembelajaran komunikatif bertujuan agar pembelajaran Bahasa dapat dikaitkan dengan komunikasi di kehidupan sehari – hari[8].
Respon siswa pada proses pembelajaran adalah dimana guru menyampaikan suatu materi mata pelajaran yang menarik serta pengkondisian pembelajaran yang baik agar menciptakan respon reaksi dan tanggapan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan adanya kegiatan tersebut dapat menjadi pijakan untuk siswa memiliki rasa keingintahuan yang lebih besar dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan antusias siswa dalam bertanya atau menyampaikan pendapat yang ingin di sampaikan. Aktivitas belajar merupakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh pengajar dan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dalam proses pembelajaran pengajar mengupayakan aktivitas belajar yang menyenangkan dengan cara menata ruangan menjadi menarik serta mengelola pembelajaran yang bervariasi dalam aktifitas belajar[9]. Dalam aktifitas belajar guru juga menyampaikan beberapa motivasi kepada siswa supaya siswa tidak mudah merasa bosan dan malas. Dengan adanya motivasi kepada di harapakan dapat meningkatkan hasil belajar secara bersekala.
Hasil belajar merupakan kemampuan kognitif, efektif dan psikomotor yang dimiliki siswa serta menjadikan tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana siswa dalam menguasai dan memahami setelah mengikuti proses belajar. Ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor internal dan eksternal, pengajar dalam hal ini berperan penting terhadap hasil belajar siswa karena pengajar merupakan fasilitator dalam pembelajaran. Salah satu cara dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa adalah pembelajaran berbasis etnosains.
Di dunia ini Pendidikan ada trobosan baru yaitu pembelajaran etnosains. Pembelajaran etnosains ini merupakan pembelajaran yang menggabungkan antar budaya dengan karifan lokal untuk di jadikan sebagai objek pembelajaran agar lebih bermakna. Pembelajaran berbasis etnosains dalam Pendidikan dapat mendorong guru untuk mengajarkan sains dengan berlandasan kebudayaan dan kearifan lokal sebagai suatu gagasan serta perkembangan suatu pengetahuan, sehingga siswa dapat mengamplikasikan dengan memahami pelajaran di dalam kelas untuk menjadikan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari[10].
Pada hakikatnya pembelajaran etnosains dapat membantu guru mengajarkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan budaya, kearifan lokal, dan fenomena sosial. Hal ini memungkinkan siswa menerapkan hasil belajar IPA untuk memecahkan masalah di lingkungan, sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Pendidikan etnosains tidak hanya disesuaikan dengan kurikulum dan perkembangan masa kini, namun dapat dijadikan sebagai peluang untuk menumbuhkan sikap cinta terhadap masyarakat dan budaya, mempertajam kemampuan berpikir dan memberikan pemahaman kepada siswa mengenai budaya lokal yang terdapat di lingkungan sekitar. Selain itu, sangat tepat untuk mengintegrasikan pembelajaran etnosains ke dalam setiap pembelajaran sekolah dasar, karena anak usia sekolah dasar masih dalam tahap kegiatan konkrit, dimana pembelajaran dimulai dari pengalaman dan kehidupan siswa.
Pembelajaran berbasis etnosains merupakan salah satu cara mengenalkan siswa terhadap budaya dan kearifan lokal daerahnya. Pemanfaatan budaya lokal dalam etnosains dapat memungkinkan siswa melakukan observasi langsung dan mengeksplorasi sendiri berbagai konsep yang telah dieksplorasi secara menyeluruh, aktif, autentik, dan bermakna. Pembelajaran IPA berbasis etnosains ini bertujuan untuk membantu siswa mengkonstruksi dan menemukan pengetahuannya sendiri[11]. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 12 Tahun 2024 tentang Standar Isi juga menyebutkan bahwa kajian ilmu pengetahuan alam bertujuan untuk melaksanakan penelitian ilmiah. Pembelajaran IPAS berbasis etnosains menjadikan siswa lebih antusias, tertarik dan merasa senang dalam pembelajaran positif. Selain itu juga dapat mengembangkan karakter siswa khususnya sikap peduli lingkungan dan tanggung jawab.
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar adalah karena guru masih menerapkan metode ceramah, yang menyebabkan minimnya interaksi antara guru dan siswa serta membuat siswa kurang aktif selama proses pembelajaran[12]. Selain itu, guru belum menggunakan strategi pembelajaran yang menarik, sehingga siswa cenderung cepat merasa bosan dan kurang tertarik pada materi yang disampaikan. Solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menggunakan pembelajaran IPAS terpadu yang diintegrasikan dengan unsur etnosains.
Pendekatan etnosains yang terintegrasi dengan CTL bersifat logis dan memungkinkan pengembangan nilai-nilai budaya lokal guna meningkatkan literasi sains siswa. Integrasi etnosains bertujuan mengaitkan budaya lokal dengan konsep-konsep fisika dalam mata pelajaran IPAS, sejalan dengan tujuan dari pendekatan CTL yang berupaya menciptakan lingkungan belajar yang kontekstual. Pendekatan CTL dalam etnosains mendorong siswa untuk terlibat secara langsung dengan budaya setempat dan mengeksplorasi informasi dari lingkungan masyarakat mereka[13].
Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Rusniati, ditemukan bahwa mayoritas siswa dan guru memiliki pandangan positif terhadap penerapan metode CTL. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode CTL efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa, terbukti dari peningkatan nilai rata-rata siswa dari 68,51 pada siklus 1 menjadi 75,37 pada siklus 2[14]. Temuan ini sejalan dengan penelitian Damayanti (2017), yang menyatakan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran IPAS terpadu berbasis etnosains mampu meningkatkan hasil belajar serta kemampuan berpikir kreatif siswa. Pendekatan CTL yang menggabungkan unsur etnosains memudahkan siswa dalam memahami pengetahuan ilmiah dan mendorong siswa untuk menerapkannya dalam menyelesaikan permasalahan sehari – hari[15]. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa siswa dapat memperoleh pemahaman ilmiah dari fenomena di sekitar mereka dan menggunakannya untuk menghadapu tantangan di masa depan.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti bertujuan untuk melakukan penelitian eksperimen guna mengetahui efektivitas pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) berbasis etnosains terhadap hasil belajar siswa kelas 5 pada mata pelajaran IPAS di SD Muhammadiyah 1 Sedati.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen. Menurut Sugiyono, penelitian eksperimen adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan percobaan yang merupakan metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui pengaruh dari variabel independen (treatment/perlakuan) terhadap variabel dependen (hasil) dalam kondisi yang terkendalikan[16].
Penelitian eksperimen ini menggunakan model penelitian pre-eksperimental design, dengan menggunakan design one grup pretest – posttest design. Menurut Sugiyono design one grup pretest – posttest design dimana desain ini membandingkan hasil dari pretest dengan hasil posttest. Dalam penelitian ini kelompok eksperimen dipilih secara random.
Design one grup pretest – posttest design ini terdapat pretest yang dilakukan sebelum adanya perlakuan yang dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan keadaan sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Berikut gambar design penelitian one grup pretest – posttest design :
O1 X O2 |
Keterangan :
O1 : Test awal (pretest), sebelum diberi perlakuan
O2: Test akhir (posttest), hasil kelompok eksperimen / treatmen yang diberikan
X : Perlakuan dengan menerapkan pendekatan ctl berbasis etnosains
Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah 1 Sedati dimana objek penelitian yaitu seluruh siswa kelas 5 pada semester ganjil tahun ajaran 2024 – 2025 yang berjumlah 30 siswa. Dalam pengaplikasian peneliti membagi menjadi 2 variabel yakni variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning), dan variabel dependennya adalah hasil belajar siswa kelas 5 pada mata pelajaran IPA di SD Muhammadiyah 1 Sedati.
Teknik pengambilan data yang peneliti kembangkan adalah nonprobability sampling. Dengan Teknik yang peneliti pilih adalah sampling purposive. Menurut sugiyono, Teknik sampling purposive adalah Teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dan tidak ditentukan (secara random). Pada penelitian ini telah dipilih satu dari 2 rombongan belajar yang ada dikelas 5, sedangkan keseluruhan siswa kelas 5 dijadikan kelas eksperimen di SD Muhammadiyah 1 Sedati.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data angket persepsi siswa terhadap kemampuan guru dalam mengelola kelas, data angket aktivitas siswa, data tes hasil belajar, dan data angket respon siswa. Angket persepsi siswa terhadap kemampuan guru digunakan untuk menilai kemampuan guru dalam mengelola kelas. Angket aktivitas siswa bertujuan untuk menilai aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Tes hasil belajar dengan pendekatan CTL berbasis etnosains dilakukan untuk mengukur keberhasilan pemahaman siswa terhadap penilaian pengetahuan dalam mata pelaajaran IPA materi ekosistem dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh hasil belajar siswa setelah adanya perlakuan atau treatment yang digunakan. Siswa diberikan lembar pretest dan posttest digunakan sebagai alat pengumpulan data. Sedangkan, angket respon siswa digunakan untuk menilai efektivitas hasil belajar dengan menggunakan pendekatan CTL berbasis etnosains sesuai dengan respon siswa terhadap tes yang digunakan.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji kevalidan dalam instrumen penelitian agar mendapatkan data yang valid, tim validator menyatakan bahwasanya instrumen penelitian yang telah dirumuskan dengan presentase 44% dengan kata lain instrumen mendapatkan penilaian dapat digunakan tanpa revisi.
Analisis penilaian terhadap kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran di kelas dilakukan melalui perhitungan rata-rata skor yang diperoleh dari lembar observasi. Skor tersebut kemudian dikonversi ke dalam bentuk persentase dan diklasifikasikan berdasarkan kategori yang telah ditetapkan dalam Tabel 1 sebagai berikut.
Interval Persentase | Kategori |
---|---|
P > 95% | Sangat Baik |
85% ≤ p < 95 % | Baik |
75% ≤ p < 85 % | Cukup |
P < 75% | Kurang |
Data observasi yang diperoleh melalui lembar observasi siswa digunakan untuk menganalisis tingkat keterlibatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, mulai dari awal hingga akhir sesi. Selanjutnya, hasil observasi tersebut dihitung dan diklasifikasikan berdasarkan kategori yang tercantum pada Tabel 2.
Interval Persentase | Kategori |
---|---|
P > 95% | Sangat Baik |
85% ≤ P < 95 % | Baik |
75% ≤ P < 85 % | Cukup |
P < 75% | Kurang |
Analisis terhadap hasil belajar siswa, yang diklasifikasikan berdasarkan kategori pada Tabel 3, memberikan gambaran tentang sejauh mana pendekatan CTL berbasis etnosains berperan dalam meningkatkan pencapaian hasil belajar. Evaluasi dilakukan menggunakan perhitungan skor N-Gain, yang merefleksikan efektivitas pendekatan tersebut dalam mendukung proses pembelajaran dan pemahaman konsep oleh siswa.
Nilai N-gain | Kategori |
---|---|
g > 0,7 | Tinggi |
0,3 < g < 0,7 | Sedang |
g < 0,3 | Rendah |
Data terkait penggunaan pendekatan CTL berbasis etnosains yang diberikan kepada siswa diperoleh melalui analisis tanggapan siswa terhadap survei yang telah disebarkan. Dalam survei tersebut, responden diminta menjawab sejumlah pertanyaan dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang dianggap paling sesuai. Hasil pilihan responden kemudian diklasifikasikan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.
Interval Presentase | Kategori |
---|---|
80% - 100% | Sangat Baik |
50% - 79,99% | Baik |
20% - 49,99% | Cukup |
0% - 19,99% | Kurang Baik |
Pembelajaran IPAS pada rantai makanan dengan menggunakan pendekatan CTL berbasis etnosains dinyatakan efektif apabila memenuhi beberapa kriteria, yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berada minimal pada kategori baik, aktivitas belajar siswa termasuk dalam kategori baik, peningkatan hasil belajar mencapai minimal kategori sedang, serta respon siswa terhadap pembelajaran berada setidaknya pada kategori baik[17].
Hasil dan Pembahasan
Pada bagian ini, peneliti menegaskan hasil penelitian yang dikaji berdasarkan empat komponen utama, yaitu kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, aktivitas siswa selama proses belajar, respon siswa terhadap pembelajaran, serta hasil tes belajar. Penelitian mengenai efektivitas pendekatan CTL berbasis etnosains pada materi rantai makanan ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah 1 Sedati. Adapun hasil yang diperoleh dari masing-masing komponen dianalisis dan disajikan sebagai berikut.
Penilaian terhadap kemampuan guru dalam mengelola kelas dilakukan berdasarkan indikator yang tercantum dalam modul ajar yang dirancang sesuai dengan pendekatan CTLberbasis etnosains. Observasi terhadap keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran dilakukan oleh satu orang pengamat selama dua kali pertemuan. Instrumen yang digunakan berupa lembar pengamatan pengelolahan pembelajaran yang telah dikembangkan oleh peneliti. Hasil pengamatan tersebut disajikan pada Tabel 5.
Indikator | Pertemuan 1 | Pertemuan 2 | Rata-rata | Kategori |
---|---|---|---|---|
Pendahuluan | 91,76 | 91,76 | 91,76 | Baik |
Kegiatan Inti (Penyampaian materi) | 83,33 | 83,33 | 83,33 | Baik |
Penutup | 87,50 | 87,50 | 87,50 | Baik |
Evaluasi terhadap kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran di kelas dilakukan dengan meninjau setiap sintaks pembelajaran. Hasil observasi menunjukkan bahwa pada tahap pendahuluan, guru memperoleh skor 91,76 yang termasuk dalam kategori baik, pada tahap inti memperoleh skor 83,33 mencapai dengan kategori baik dan pada tahap penutup memperoleh skor sebesar 87,50 yang juga termasuk kategori baik. Rata-rata dari ketiga indikator tersebut adalah 87,50 yang secara keseluruhan dikategorikan baik. Temuan ini menegaskan bahwa keberhasilan proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengelola kelas. Guru memiliki peran sentral dalam menciptakan pembelajaran yang efektif. Perencanaan yang matang sebelum pelaksanaan menjadi faktor penting dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Hal ini sejalan dengan temuan yang menunjukkan bahwa kompetensi professional guru dalam perencanaan dan pengelolaan pembelajaran sangat berpengaruh terhadap efektivitas proses belajar mengajar[18].
Guru memegang peran sentral dalam menciptakan pembelajaran yang efektif. Kreativitas guru menjadi kunci utama dalam menghadirkan proses pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa. Dengan perencanaan yang matang dan inovatif, guru dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa, yang pada akhirnya berdampak positif pada hasil belajar mereka[19]. Pembelajaran yang menyenangkan tidak terjadi begitu saja, melainkan membutuhkan perencanaan dan pengelolaan yang teliti oleh guru. Guru perlu memilih serta menggunakan media pembelajaran yang tepat agar dapat meningkatkan kemampuan dan kompetensi siswa secara efektif. Penyajian materi yang kreatif dan beragam akan memudahkan siswa dalam memahami materi sekaligus mencegah rasa bosan selama proses pembelajaran berlangsung[20].
Selama proses pembelajaran di kelas, kegiatan siswa menjadi fokus utama karena aktivitas tersebut sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar. Aktivitas siswa diukur berdasarkan indikator yang tercantum dalam modul ajar yang disesuaikan dengan sintaks pembelajaran. Pengamatan terhadap aktivitas siswa dilakukan sebanyak dua kali pertemuan dengan melibatkan satu pengamat, dimana pengamat mengamati kelompok belajar secara terpisah. Data hasil observasi ini kemudian digunakan untuk menilai aktivitas siswa pada materi rantai makanan dengan pendekatan CTL berbasis Etnosains. Rincian hasil pengamatan tersebut disajikan pada Tabel 6 berikut ini:
Indikator | Pertemuan 1 | Pertemuan 2 | Rata-rata | Kategori |
---|---|---|---|---|
Pendahuluan | 68,67 | 70,28 | 69,48 | Baik |
Kegiatan Inti (Penyampaian materi) | 73,69 | 74,23 | 73,91 | Baik |
Penutup | 66,94 | 67,79 | 67,24 | Baik |
Hasil observasi menunjukkan bahwa pada tahap pendahuluan, guru memperoleh skor 69,48 yang termasuk dalam kategori baik, pada tahap inti memperoleh skor 73,91 termasuk kategori baik dan pada tahap penutup skor sebesar 67,79 yang juga termasuk kategori baik. Rata-rata dari ketiga indikator tersebut adalah 70,21 yang secara keseluruhan dikategorikan baik. Dari hasil observasi tersebut, aktivitas siswa yang paling terlihat menonjol adalah saat mereka secara kolaboratif dalam kelompok untuk menyelesaikan LKPD, serta terlibat aktif dalam diskusi kelompok guna menjawab pertanyaan yang terdapat pada LKPD. Peningkatan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran secara langsung berdampak positif pada hasil belajar yang mereka capai[21].
Tingkat keterlibatan siswa selama proses pembelajaran memiliki kontribusi besar terhadap pencapaian hasil belajar. Aktivitas siswa yang menonjol dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL berbasis etnosains adalah keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran yang mengaitkan materi dengan konteks budaya dan lingkungan sekitar mereka[22]. Siswa belajar secara kelompok dan berdiskusi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang relevan dengan pengalaman sehari-hari, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan kontekstual[23]. Aktivitas siswa yang meningkat dalam proses pembelajaran ini, baik secara mandiri maupun kelompok, menunjukkan partisipasi yang tinggi yang merupakan ciri khas dari pendekatan CTL untuk menciptakan proses belajar yang efektif. Dengan memadukan pengetahuan ilmiah dan kearifan lokal, pembelajaran berbasis etnosains mampu mendorong aktivitas siswa yang optimal dan meningkatkan hasil belajar[24].
Untuk mengukur kemampuan kognitif siswa setelah mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan CTL berbasis etnosains, dilakukan tes hasil belajar. Evaluasi ini dilakukan melalui pemberian pretest dan posttest guna mengetahui hasil belajar siswa. Instrumen tes berupa 20 soal pilihan ganda yang telah disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa. Data hasil tes tersebut disajikan pada Tabel 7 berikut ini :
Kategori N-Gain | Persentase (%) |
---|---|
Rendah | 0% |
Sedang | 30% |
Tinggi | 70% |
Hasil belajar merupakan bentuk evaluasi yang dilakukan setelah kegiatan pembelajaran berakhir, yang bertujuan untuk menilai pencapaian siswa dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan melalui indikator perubahan perilaku[25]. Pada penelitian ini hasil belajar siswa diukur menggunakan pretest dan posttest, dan data dihitung menggunakan perhitungan N-Gain score. Total siswa yang mendapatkan nilai N-Gain rendah dengan rincian sebanyak 0 siswa mendapatkan persentase sebesar 0%, terdapat 9 siswa yang mendapatkan kategori sedang dengan persentase sebesar 30%, dan 21 siswa memperoleh kategori tinggi dengan perolehan persentase 70%. Hasil penelitian hasil belajar siswa kelas 5 memperoleh kategori tinggi.
Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup berbagai aspek seperti kesehatan, minat, bakat, dan motivasi. Faktor eksternal di sisi lain, meliputi elemen-elemen seperti faktor keluarga, sekolah, atau bahkan faktor masyarakat [26] dengan demikian guru harus lebih bijaksana untuk menetapkan sebuah model pembelajaran demi membuat kondisi kelas yang kondusif dan siswa semakin aktif lagi saat pembelajaran[27].
Respon siswa dalam pembelajaran berbasis CTL dan etnosains merupakan indikator keterlibatan aktif siswa yang muncul sebagai reaksi terhadap pengalaman belajar yang dikaitkan dengan konteks nyata dan budaya lokal. Respon ini mencerminkan sejauh mana siswa merasa pembelajaran tersebut relevan dengan kehidupan mereka, serta bagaimana mereka memaknai pengetahuan melalui nilai-nilai budaya yang mereka kenali. Respon positif siswa, seperti meningkatnya motivasi, rasa ingin tahu, dan partisipasi aktif, menjadi cerminan bahwa pendekatan ini efektif dalam membangun pemahaman yang bermakna. Pendekatan etnosains yang memadukan sains dan kearifan lokal terbukti mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Dengan menjadikan budaya sebagai jembatan, siswa lebih mudah memahami konsep ilmiah dan membangun sikap positif terhadap sains karena mereka merasa pembelajaran relevan dengan kehidupan sehari-hari[28].
Angket respon siswa mencakup 10 pertanyaan positif untuk setiap indikator yang ada. Respon ini dapat mencakup respon negatif maupun respon positif terhadap pendekatan yang digunakan. Berikut tabel 8. Data Hasil respon siswa:
Indikator | Rata-rata | Kategori |
---|---|---|
Tampilan | 68,13 | Baik |
Penggunaan | 66,25 | Baik |
Ketertarikan Siswa | 70 | Baik |
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil respon siswa, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL berbasis etnosains mendapat tanggapan positif dengan kategori baik. Secara nyata, hal ini terlihat dari setiap indikator respon siswa yang menunjukkan hasil yang baik. Pendekatan CTL berbasis etnosains memberikan ruang bagi siswa untuk belajar secara aktif dengan mengaitkan materi IPA dengan budaya dan lingkungan sekitar siswa.
Pembelajaran berbasis konteks ini mempermudah siswa memahami konsep karena dikaitkan langsung dengan pengalaman mereka sehari-hari, baik melalui kegiatan observasi lokal maupun diskusi berbasis budaya. Pada indikator tampilan diperoleh rata – rata sebesar 68,13 termasuk kategori baik. Pendekatan ini dapat memberikan manfaat sebagai alternatif sumber belajar yang tidak hanya mengandalkan buku teks, tetapi juga memanfaatkan kearifan lokal sebagai media penguat konsep sains. Hal ini ditunjukkan oleh perolehan nilai rata-rata 66,25 pada indikator pemanfaatan sumber belajar kontekstual, yang juga masuk kategori baik. Kategori ketertarikan siswa dalam memahami materi diperoleh rata-rata sebesar 70 termasuk dalam kategori baik.
Berdasarkan hasil respon siswa, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL berbasis etnosains menarik minat belajar, karena siswa merasa pembelajaran lebih relevan dan dekat dengan kehidupan mereka. Secara keseluruhan, lima indikator dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan ini memperoleh nilai rata-rata 68,13, menunjukkan bahwa pendekatan ini efektif dan layak dijadikan strategi pembelajaran IPA yang kontekstual dan bermakna[29].
Berdasarkan hasil penelitian terhadap ke-empat aspek tersebut, pendekatan CTL berbasis etnosains dikatakan efektif sebagai pendekatan pembelajaran IPAS. Hal tersebut dikarenakan empat aspek seperti pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan CTL berbasis etnosains menunjukkan hasil yang baik. Guru mampu merancang pembelajaran dengan mengintegrasikan unsur-unsur budaya lokal ke dalam materi IPAS. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mencerminkan prinsip-prinsip CTL seperti konstruktivisme, inkuiri, dan belajar bermakna, yang dilengkapi dengan konteks kearifan lokal. Kegiatan belajar mengajar berlangsung secara terstruktur dan relevan dengan kehidupan siswa. Hal ini menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan. Keberhasilan ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata indikator pengelolaan pembelajaran sebesar 87,50 yang termasuk dalam kategori baik.
Aktivitas siswa dalam pembelajaran menunjukkan keterlibatan yang tinggi. Siswa terlibat dalam diskusi kelompok, observasi, dan eksplorasi konsep-konsep IPAS yang dikaitkan dengan budaya setempat, seperti proses pembuatan ikan bandeng asap. Pendekatan ini mendorong siswa untuk aktif berpikir, mengajukan pertanyaan, serta menyampaikan ide. Kegiatan yang kontekstual membuat siswa merasa pembelajaran lebih bermakna. Nilai rata-rata untuk indikator aktivitas siswa mencapai 70,21 juga termasuk kategori baik.
Hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan yang signifikan. Setelah penerapan pendekatan CTL berbasis etnosains, nilai siswa mengalami peningkatan dibandingkan sebelum perlakuan. Mayoritas siswa mencapai nilai di atas KKM. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan mengaitkan konsep IPAS berbasis etnosains mampu membantu siswa memahami materi secara lebih utuh. Secara keseluruhan, pendekatan ini efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di mata pelajaran IPAS.
Respon siswa terhadap penerapan pendekatan CTL berbasis etnosains tergolong sangat positif. Hasil angket menunjukkan bahwa siswa merasa tertarik, termotivasi, dan merasa lebih mudah memahami materi karena dikaitkan langsung dengan kehidupan dan budaya mereka. Sebagian besar siswa menyatakan bahwa pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Rata-rata skor dari indikator respon siswa berada pada angka 68,13 menunjukkan antusiasme dan keterlibatan yang tinggi dalam proses pembelajaran.
Hasil ini menyatakan bahwa pembelajaran berbasis etnosains memperkuat keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan pengalaman budaya siswa, sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan sikap positif terhadap sains. Pendekatan CTL yang diintegrasikan dengan konteks lokal mampu meningkatkan partisipasi siswa dan memperkaya pengalaman belajar siswa. Pembelajaran yang berbasis pada realitas sosial dan budaya siswa terbukti lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan konvensional yang bersifat abstrak dan kurang kontekstual[30].
Simpulan
Hasil analisis data yang didapatkan kesimpulan bahwa pendekatan CTL berbasis etnosains pada pembelajaran IPAS siswa kelas 5 dinyatakan efektif, hal ini dibuktikan oleh empat idnikator yang tercapai, indikator tesebut antar lain: pengematan Pengelolaan pembelajaran yang mendapt presnatase rata-rata 87,53 dan dikatergorikan baik, sementara uji N-Gain yang digunakan untuk meneliti hasil belajar siswa, perolehan hasil belajar siswa meningkat dimana 70 % siswa meningkat hasil belajarnya, indikator lain yaitu hasil aktivitas siswa degan presnatase 68,13 dengan kategori baik. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk mengembangkan penelitian dengan variasi metode dan konteks budaya yang berbeda agar hasilnya lebih komprehensif dan dapat diaplikasikan secara luas. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menerapkan pendekatan CTL berbasis etnosains pada pelajaran berbeda serta dengan budaya di daerah yang lainnya. Hal tersebut agar siswa lebih mengenal dan memahami pendekatan CTL berbasis etnosains agar dapat meningkatkan hasil belajar yang secara signifikan.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada dosen pembimbing atas segala bimbingan, saran, motivasi dan semanagat yang telah diberikan selama proses penulisan artikel ini. Setiap arahan yang diberikan sangat membantu penulis dalam menyelesaikan artikel ini dengan baik. Terima kasih juga untuk para guru dan siswa yang telah berpartisipasi sebagai responden penelitian. Ucapan terima kasih kepada ayah tercinta Alm. Bapak Dwi Handoko yang berada di surga dan mama tercinta Ibu Iswanti serta kakak dan adik penulis yang selalu memberi semangat. Seluruh rekan – rekan yang memberikan masukan dan saran yang berharga, penulis mengucapkan terima kasih.
References
[1] M. Ratna, “Pengaruh Metode CTL dan Kemampuan Berpikir Logis Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 114 Palembang,” 2019.
[2] A. Aliyah, “Analisis Unsur-Unsur Keterampilan Proses Sains dalam Buku IPA SMP,” PENSA E-Jurnal: Pendidikan Sains, 2021. [Online]. Available: https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/pensa/index
[3] E. D. Agustiani, “Guru IPA dan Calon Guru IPA Menghadapi Soal-Soal Berkarakter PISA,” Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran, pp. 67–86, 2020.
[4] S. Haryuni and M. F. A. Untari, “Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Materi Sistem Nilai Tempat pada Siswa Kelas I SD,” Malih Peddas (Majalah Ilmiah Pendidikan Dasar), vol. 2, no. 2, 2014, doi: 10.26877/malihpeddas.v2i2.506.
[5] N. Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Cet. 15. Bandung, Indonesia: Remaja Rosdakarya, 2010.
[6] B. Basuni Yusuf, “Konsep dan Indikator Pembelajaran Efektif,” Jurnal Kajian Pembelajaran dan Keilmuan, vol. 1, pp. 13–20, 2018.
[7] F. Fakhrurrazi, “Hakikat Pembelajaran yang Efektif,” At-Tafkir, vol. 11, no. 1, 2018, doi: 10.32505/at.v11i1.529.
[8] D. T. Widiyani, F. Amilia, M. Pd, and A. M. Susetyo, “Indikator Pembelajaran Efektif dalam Pembelajaran Daring pada Masa Pandemi COVID-19 di SMAN 2 Bondowoso,” 2021.
[9] M. Anwar, “Menciptakan Pembelajaran Efektif melalui Hypnoteaching,” Jurnal Pendidikan, vol. 16, no. 2, 2017.
[10] A. Nuralita, “Analisis Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Etnosains dalam Pembelajaran Tematik SD,” Jurnal Pendidikan Dasar, vol. 8, pp. 1–8, 2020.
[11] A. Alfiana and A. Fathoni, “Kesulitan Guru dalam Menerapkan Pembelajaran IPA Berbasis Etnosains di Sekolah Dasar,” Jurnal Basicedu, vol. 6, no. 4, pp. 5721–5727, May 2022, doi: 10.31004/basicedu.v6i4.3123.
[12] N. Aenon, I. Iskandar, and H. S. Rejeki, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Prestasi Belajar Pendidikan Jasmani,” Jurnal Ilmu Keolahragaan, vol. 3, no. 2, 2020, doi: 10.26418/jilo.v3i2.42965.
[13] F. H. Masfufah, E. Ellianawati, and F. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, “Peningkatan Literasi Sains Siswa melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Bermuatan Etnosains,” Unnes Physics Education Journal, vol. 9, no. 2, 2020. [Online]. Available: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej
[14] N. Wayan Rusniati, “Efektivitas Penerapan Metode Contextual Teaching and Learning terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada Materi Sifat-Sifat Cahaya,” 2019.
[15] C. Damayanti, A. Rusilowati, and S. Linuwih, “Pengembangan Model Pembelajaran IPA Terintegrasi Etnosains untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kreatif,” JISE, vol. 6, no. 1, 2017. [Online]. Available: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jise
[16] S. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 1st ed. Bandung, Indonesia: Alfabeta, 2013.
[17] B. Bistari, “Konsep dan Indikator Pembelajaran Efektif,” Jurnal Kajian Pembelajaran dan Keilmuan, Mar. 2018.
[18] Zulkarnaen, “Peran Kompetensi Profesional Guru dalam Meningkatkan Efektivitas Pembelajaran di SDN 09 Buay Runjung,” Jurnal Manajemen dan Pendidikan, vol. 3, pp. 137–144, 2024. [Online]. Available: https://journal.an-nur.ac.id/index.php/unisanjournal
[19] T. Peningkatan et al., “Hubungan Kreativitas dan Inovatif Guru dalam Mengajar di Kelas,” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, vol. 9, no. 16, pp. 345–354, 2020, doi: 10.5281/zenodo.8242365.
[20] A. Prasetyo, M. D. Santosa, S. Nurhayati, and B. Setiawan, “Pengaruh Media Pembelajaran Interaktif terhadap Motivasi Belajar Siswa,” 2019. [Online]. Available: http://centralpublisher.co.id
[21] H. Aisa and D. Z. Sailan, “Pengaruh Aktivitas Belajar dan Lingkungan Belajar Siswa terhadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Kusambi,” BAST, 2021. [Online]. Available: http://ojs.uho.ac.id/index.php/BAST
[22] J. R. Astuti Putri, “Peningkatan Aktivitas untuk Pencapaian Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry Training,” Jurnal Inovasi Pembelajaran Fisika (INPAFI), 2020. [Online]. Available: https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/inpafi
[23] H. Iswadi, “Metode Active Learning: Upaya Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa di Era Pandemi COVID-19,” 2021. [Online]. Available: https://doi.org/10.31538
[24] T. Peningkatan et al., “Hubungan Kreativitas dan Inovatif Guru dalam Mengajar di Kelas,” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, vol. 9, no. 16, pp. 345–354, 2020, doi: 10.5281/zenodo.8242365.
[25] T. Nurrita, “Pengembangan Media Pembelajaran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa,” 2018.
[26] A. Ardila and S. Hartanto, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika,” PYTHAGORAS: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, vol. 6, no. 2, pp. 175–186, 2017.
[27] T. Nabillah and A. P. Abadi, “Faktor Penyebab Rendahnya Hasil Belajar Siswa,” Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Sesiomadika, vol. 2, no. 1, p. 659, 2019.
[28] W. Y. Lestari, P. Konsep Sains Melalui Pendekatan Etnosains, S. Kualitatif, and J. Ilmu Sosial dan Pendidikan, “Pemahaman Konsep Sains melalui Pendekatan Etnosains: Studi Kualitatif pada Pembelajaran IPA di Daerah Terpencil,” Syntax Imperatif, vol. 5, no. 6, 2025, doi: 10.36418/syntax-imperatif.v5i6.578.
[29] A. D. Siregar, N. Ramadhona, I. Kerinci, K. Sungai Penuh, and P. A. U. K. Palembang, “Pendekatan Etnosains pada Pembelajaran IPA dalam Proses Pembuatan Bekasam untuk Menumbuhkan Nilai Kearifan Lokal,” 2021.
[30] I. P. E. Hermawan, I. N. Jampel, I. W. Widiana, and J. Pgsd, “Pengaruh Pembelajaran Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Berbasis Kearifan Lokal terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD,” 2019.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Vindy Aprilia, Septi Budi Sartika

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.