Team Games Tournament Method Improves Islamic Education Learning Outcomes
Metode Turnamen Permainan Tim Meningkatkan Hasil Pembelajaran Pendidikan Islam
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i4.890Keywords:
Cooperative Learning, Team Games Tour, Islamic Education, Learning Outcomes, Elementary SchoolAbstract
General Background: Education quality is strongly influenced by the teaching methods applied, as they shape students’ understanding and engagement. Specific Background: In Islamic Religious Education and Character Education at SDN Grogol 2 Kediri, conventional methods such as lectures and assignments have led to low student comprehension. Knowledge Gap: Limited studies have explored the application of the Team Games Tournament (TGT) cooperative learning model in early grade Islamic education using a classroom action research (CAR) framework. Aims: This study aimed to investigate the application of the TGT model to improve learning outcomes in grade II Islamic Religious Education. Results: Conducted over two CAR cycles involving 30 students, findings showed an increase in the average score from 69.33 (cycle I) with 40% not meeting the minimum criteria, to 77.46 (cycle II) with only 3% not meeting the criteria. Novelty: The research uniquely integrates TGT with structured digital game-based tournaments for Islamic education in early grades. Implications: These results suggest that TGT can serve as an effective and engaging pedagogical approach to improve student performance and participation in Islamic Religious Education at the elementary level.
Highlights:
-
Improved scores from cycle I to cycle II through TGT model
-
Integration of digital games in Islamic Religious Education learning
-
Active participation and reduced number of students below minimum criteria
Keywords: Cooperative Learning, Team Games Tour, Islamic Education, Learning Outcomes, Elementary School
Pendahuluan
Pembelajaran merupakan proses dari pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekumpulan manusia yang diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui pengajaran, pelatihan, dan penelitian. Pendidikan juga merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk mengembangkan segala kemungkinan guna mempersiapkan kepribadian manusia dalam menghadapi berbagai hal yang akan dihadapi dalam kehidupan. Untuk melaksanakan pendidikan ini tidak ada batasan tempat, cara mendapatkan ilmu, ruang dan waktu dalam pelaksanaannya (Imamiyah et al, 2023) [1]. Oleh karena itu, pendidikan merupakan sarana penerapan nilai-nilai kehidupan pada diri seseorang untuk membentuk karakter dan kepribadiannya menjadi lebih baik (Somad, 2021) [2].
Oleh karena itu, proses pembelajaran menjadi sangat vital pada dunia pendidikan. Tentu saja, menghasilkan pendidikan yang berkualitas memerlukan hubungan yang erat antara pendidik dan siswa itu sendiri [3]. Sebab kedua faktor ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan. Tanpa kompetensi guru yang unggul, dunia pendidikan tidak dapat memberikan hasil berkualitas yang diharapkan dari semua lembaga pendidikan (Andrian, dkk : 2020) [4]. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilakan manusia Indonesia yang berkualitas pula, sehingga dengan banyaknya rakyat Indonesia yang mengenyam pendidikan yang berkualitas akan meningkatkan secara signifikan kualitas dari bangsa Indonesia pula (Rojii et al, 2019) [5].
Belajar merupakan suatu proses usaha seseorang untuk mencapai perubahan tingkah laku baru secara utuh berdasarkan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan. Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang menetap dari kebodohan menjadi pengetahuan, dari kebodohan menjadi pengertian, dari tidak terampil menjadi terampil, dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, dan bermanfaat baik bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. (Buaton et al :2021) [6].
Untuk mengetahui kualitas suatu pendidikan adalah dengan melihat hasil akademik siswanya. Hasil belajar siswa dikatakan berhasil bila mampu mencapai tujuan pembelajarannya [7]. Iskandar mengatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan dalam belajar individu, tidak hanya dalam hal pengetahuan tetapi juga dalam pembentukan keterampilan dan apresiasi terhadap pembelajaran pribadi. Menurut Khodijah, proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa komponen utama yaitu pendidik, siswa, dan model pembelajaran. Selain ketiga komponen di atas, hasil belajar juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti minat belajar, tingkat intelektual, sarana dan prasarana fisik belajar, kurikulum dan materi belajar. (Asmedy, 2021) [8].
Menurut Istarani dan Pulungan (Buaton et al :2021) Hasil belajar merupakan pernyataan khusus yang diungkapkan melalui tingkah laku dan penampilan yang ditulis dalam bentuk tertulis untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa peristiwa yang spesifik dan terlihat. Oleh karena itu, hasil belajar merupakan ungkapan dan demonstrasi yang jelas mengenai prestasi atau keterampilan tertentu yang perlu dicapai siswa selama proses pembelajaran. Hasil pembelajaran dapat membantu merancang sistem pembelajaran. Artinya, hasil yang jelas dapat membantu guru mengidentifikasi isi mata pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, alat, media, sumber belajar serta mengidentifikasi alat penilaian untuk melihat keberhasilan akademik siswa [6].
Hasil belajar adalah kemampuan daya serap yang dimiliki siswa setelah menyelesaikan pembelajaran. Kemampuan tersebut meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat diamati melalui kegiatan penilaian untuk memperoleh bukti tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran [8]. Hasil belajar juga diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar (Nugraha, 2020). Hasil belajar adalah kemampuan atau keterampilan yang dimiliki siswa setelah proses belajar mengajar. Ini mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor (Wulandari, 2021). Mustakim (2020) mengatakan bahwa hasil belajar adalah apa yang dilakukan siswa berdasarkan penilaian tertentu yang ditetapkan oleh kurikulum sekolah mereka sebelumnya. Menurut pemahaman ini, hasil belajar adalah perubahan yang terjadi setelah fase belajar dan dapat dievaluasi..
Proses pembelajaran dapat membuat siswa merasa bosan jika guru kurang sesuai dalam menerapkan metode dan media pembelajaran dengan tidak melihat kondisi siswa dalam belajar [9]. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada tanggal 17 Maret 2024 dengan guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas II SD Negeri Grogol 2 Kecamatan Grogol Kab. Kediri yaitu Ibu Alfiana Hidayati, S.Pd, peneliti mendapatkan data bahwa pembelajaran di sekolah tersebut masih menggunakan metode konvensional (ceramah dan tugas). Hal itu mengakibatkan siswa merasa bosan dan tidak tertarik untuk belajar [10]. Keadaan tersebut menyebabkan hasil belajar siswa tidak maksimal. Pada nilai UTS masih banyak yang kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Nilai KKM PAI yaitu 70.
Usaha yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang relevan dan sesuai dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar [11]. Pembelajaran akan lebih efektif jika guru dapat menggunakan metode pembelajaran efektif yang sesuai dengan karakteristik siswa dan membuat mereka tertarik terhadap materi yang diajarkan secara perlahan sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat (Riris dkk, 2023). Metode pembelajaran yang dimaksud adalah metode pembelajaran kooperatif [12].
Metode pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan membentuk kelompok tertentu dengan tujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Belajar berkelompok akan membantu siswa lebih mudah memahami materi pembelajaran yang sulit dan dapat meningkatkan kemampuan dalam berpikir (Angga dkk, 2018) [13]. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran melalui gotong royong, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lainnya dalam tugas-tugas yang terstruktur (Isjoni, 2013). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang melibatkan kelompok yang terlibat beberapa orang siswa (Acar & Tarhan, 2007). Pembelajaran koopratif menggabungkan kemampuan siswa rendah, sedang, dan tinggi untuk bekerja sama untuk meningkatkan hasil belajar. (Kolawole, 2008). Igel & Urquhart (2012) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan kerjasama dari berbagai tingkat kognitif untuk mencapai hasil yang optimal. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode yang berusaha memperkecil kesenjangan antar siswa dalam belajar sehingga tercipta kolaborasi yang unik dalam pembelajaran (Ebrahim, 2012) [4].
Salah satu tipe metode pembelajaran kooperatif adalah tipe Teams Games Tournament (TGT). TGT mempunyai manfaat menuntut siswa bersungguh-sungguh mengikuti kegiatan pembelajaran dan mempelajari dengan cermat penjelasan dari guru, menuntut siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, melatih siswa untuk berkompetisi secara sehat, dengan kelompok, siswa dilatih kerjasama, tanggung jawab, toleransi , dan penghargaan akan meningkatkan motivasi dan semangat siswa untuk belajar. Metode pembelajaran kooperatif ala TGT menuntut siswa untuk lebih proaktif, kreatif, serta mempunyai interaksi dan kerjasama yang baik antar siswa maupun antara siswa dengan guru. Siswa yang mempunyai kemampuan lebih dan aktif akan membantu temannya dalam memecahkan masalah yang ditemuinya, sehingga siswa yang berkemampuan lebih rendah akan lebih aktif termotivasi dalam kegiatan belajar. (Komang et al, 2018) [14]. Selain itu TGT juga memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya baik secara individu maupun secara kolaboratif. Siswa dimungkinkan untuk saling belajar satu sama lain untuk mencapai hasil akademik yang baik.
TGT adalah gaya belajar yang membagi siswa menjadi kelompok belajar yang terdiri dari 5-6 orang yang berbeda kemampuan, jenis kelamin, ras, atau suku ( Isjoni, 2013). Dengan kelompok heterogen ini, siswa berdiskusi dalam kelompok, belajar bersama dan mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu, ketika ada anggota tim yang kurang memahami tugas yang diberikan, anggota tim lainnya dapat membantu menjelaskan. Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen yaitu : persentasi di kelas, Tim, Game, Tournamen, dan Rekognisi Tim (Hikmah dkk, 2018) [15]. TGT menggunakan turnamen akademik dalam menggunakan kuis-kuis. Para siswa berlomba menjadi wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang berperan sebagai akademik sebelumnya setara seperti mereka. Model Pembelajaran TGT Menurut Asma (2006) adalah suatu model pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Selain itu Model pembelajaran TGT juga diartikan turnamen permainan tim dalam sebuah model pembelajaran. TGT ini dikembangkan pertama kali oleh David de Vries dan Keith Edwards dan dicetuskan pertama di Universitas Johns Hopkins (Huda, 2015).
Pembelajaran kooperatif TGT memiliki banyak manfaat, seperti sebagai alternatif untuk menciptakan kondisi yang variatif dalam kegiatan belajar mengajar, dapat membantu guru mengatasi masalah seperti minat belajar siswa yang rendah, aktivitas proses belajar siswa yang rendah, atau hasil belajar siswa yang rendah, dan melibatkan peran siswa sebagai "tutor sebaya". Lebih lanjut Van Wyk (2011) mengemukakan bahwa penerapan TGT lebih efektif daripada metode ceramah dalam meningkatkan prestasi belajar. Lingkungan belajar seperti itu dapat membantu siswa mempertahankan pemahamannya dalam jangka waktu yang lama. Hal ini membantu siswa lebih mudah dalam memahami dan mengikuti proses kegiatan pembelajaran sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep atau materi pembelajaran (Eka dkk, 2018) [16].
Yatim Rianto (2010) mengemukakan lima prinsip dasar pembelajaran TGT atau pembelajaran kooperatif ini, yaitu: Positive independence: setiap anggota kelompok menyadari bahwa kerja sama sangat diperlukan untuk mencapai tujuan. Face to face interaction: anggota saling berinteraksi dengan berhadapan langsung. Individual accountability: anggota kelompok diharuskan aktif dalam memberi kontribusi agar tujuan bersama dalam kelompok dapat tercapai. Use of collaborative or social skill: kemampuan dalam berkerja sama dan bersosialisasi anggota kelompok sangat ditekankan sehingga siswa dapat berkolaborasi secara mandiri. Group processing: siswa harus bisa memahami cara bekerja sama secara efektif.
Tujuan utama model pembelajaran TGT adalah untuk mengajarkan siswa konsep, pemahaman, keterampilan, dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk memberikan kontribusi pada kelompoknya. Selain itu, diharapkan siswa akan menjadi anggota masyarakat yang baik untuk masa depan. Selain itu tujuan dari model pembelajaran TGT adalah untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa, meningkatkan kepercayaan diri mereka, menghargai pendapat siswa lain, memupuk kerja sama dan kemampuan untuk saling menolong, mengajarkan siswa untuk berpikir kritis tentang masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran atau tugas-tugas yang diberikan guru, dan meningkatkan keterampilan komunikasi mereka.
Model pembelajaran TGT memiliki banyak kelebihan, seperti meningkatkan jumlah waktu yang dihabiskan untuk tugas, mengutamakan penerimaan siswa terhadap perbedaan individu, meskipun ada sedikit waktu yang diberikan, penguasaan materi dapat lebih mendalam, mengajar dengan lebih aktif, mengajar siswa untuk bersosialisasi dengan orang lain, meningkatkan motivasi belajar siswa, meningkatkan hasil belajar siswa, dan meningkatkan kebaikan budi dan moral. Beberapa kekurangan model pembelajaran TGT bagi guru dan siswa adalah sebagai berikut: guru menghadapi sedikit kesulitan untuk mengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuan agar setiap kelompok memiliki anggota yang heterogen dari segi akademik, diskusi siswa sering melewati batas waktu, dan beberapa siswa dengan kemampuan lebih sulit memberikan penjelasan kepada teman mereka.
Langkah – Langkah dalam pembelajaran TGT yaitu pertama guru menjelaskan kepada siswa tentang apa yang akan dipelajari dengan tujuan agar siswa dapat memahami dan mengikuti model pembelajaran ini dengan baik. Di dalam penjelasannya guru juga memberikan materi secara singkat. Kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 – 6 orang. Guru menjelaskan cara dan aturan permainan. Setalah dipastikan semua siswa paham aturannya, guru kemudian memberikan kuis dan setiap kelompok saling berlomba untuk menjawab dan menyelesaikan kuis tersebut.
Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan terkait dengan metode pembelajaran kooperatif TGT diantaranya adalah penelitian Nurhayati dkk, (2022) yang menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT secara signifikan dapat menuntaskan hasil belajar IPA siswa kelas V MI YUPPI Wonokerto [17]. Penlitian selanjutnya adalah yang dilakukan oleh Riris dkk, (2023) juga menjelaskan bahwa model Team Games Tournament (TGT) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas VI subtema 2 Hewan Sahabatku SD Negeri 091277 Siantar Estate Tahun Ajaran 2023/2024 [12]. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Mahasin dkk, (2021) didapatkan kesimpulan berupa Model pembelajaran TGT dan STAD layak untuk diterapkan pada pelajaran IPS karena sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS, dapat meningkatkan hasil belajar IPS, dan dapat mengakomodasi keragaman gaya belajar [18]. Yania dkk, (2023) meneliti untuk siswa SMK yang hasilnya adalah terdapat pengaruh yang signifikan diantara metode pembelajaran kooperatif TGT terhadap hasil belajar instalasi penerangan listrik kelas XI jurusan TITL SMK Negeri 2 Luwuk [19]. Penelitian oleh Lakapu M, (2023) menghasilkan kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran kolaboratif model TGT memberikan pengaruh positif yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran biologi, terlihat dari antusiasme siswa, sesuai dengan minat dan minat siswa di dalamnya pembelajaran kolaboratif [20].
Dengan berdasar kepada permasalahan dan penelitian yang relevan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT. Perbedaan peneletian ini dengan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu pada penelitian ini penulis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan bantuan game digital pada turnamen dan penelitian ini diterapkan pada kelas II di SDN Grogol 2 Kediri pada pelajaran PAI yang dilakukan pada tahun 2024. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT pada materi pembelajaran PAI kelas II SDN Grogol 2 Kecamatan Grogol Kab. Kediri dan pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.
Metode
Penelitian ini menerapkan metode penelitian tindakan kelas (PTK) menurut model Kemmis dan Taggart (Ekawarna, 2011) yang berlangsung secara siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu 1) perencanaan meliputi persiapan instrument penelitian lembar observasi, evaluasi pretes dan postes, multimedia audiovisual game digital, 2) pelaksanaan yakni melakukan pembelajaran dengan media game digital, 3) observasi dengan lembar observsi dan tes dan 4) refleksi yaitu melakukan evaluasi dan perbaikan yang terhadap siklus yang sudah dilaksanakan [21].
Figure 1. Desain Penelitian Tindakan Kelas model Kemmis dan Taggart
Penelitian ini dilakukan secara langsung pada saat kegiatan pembelajaran di kelas. Subjek dalam penelitian ini yaitu 30 siswa kelas II SD Negeri Grogol 2 Kab. Kediri pada tahun ajaran 2023/2024. Pengumpulan data diambil dari tes prestasi akademik, observasi/pengamatan, catatan lapangan, dokumen, dan wawancara dengan guru dan siswa. Mulai dengan mengumpulkan, menyusun dan memilih data, kemudian data disuguhkan secara deskriptif berupa tabel dan diagram. (Miles et al., 2014). Kemudian data yang tersaji dibuktikan dengan menarik kesimpulan dari hasil yang ditemukan saat penelitian di lapangan.
Penelitian ini akan terbagi menjadi beberapa tahapan, pertama adalah merupakan tahap persiapan yang meliputi observasi di tempat penelitian dilakukan. Langkah selanjutnya adalah desain penelitian. Ketika akan melakukan penelitian, peneliti berkonsultasi dengan guru PAI SDN Grogol 2 Kediri terlebih dahulu mengenai model pembelajaran TGT. Pada tahap akhir dilaksanakan 2 siklus dan dilakukan tes di akhir setiap siklus untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Figure 2. Tahapan Penelitian Tindakan Kelas
Tes dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data, antara lain tes kuantitatif yang dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif, untuk menghitung mean (rata-rata), rentang, modus, serta nilai maksimum dan minimum melalui standar deviasi yang diperoleh siswa pada setiap pelajaran. Skor kinerja akademik kemudian diberi peringkat pada skala 5 poin berdasarkan teknik penilaian standar yang diterapkan. Kemudian untuk analisa hasil belajar dilaksanakan dengan menganalisis kemampuan perolehan melalui tuntas belajar baik secara individu maupun secara klasikal dengan rumus :
Figure 3.
Indikator keberhasilan/ketuntasan pada penelitian ini adalah peningkatan nilai hasil belajar dari siklus I dan siklus II dengan KKM yang ditetapkan di SDN Grogol 2 Kediri pada mata pelajaran PAI yakni 75, dan persentase siswa yang mencapai KKM diatas adalah 75 dari jumlah seluruh siswa kelas II B. Maka dari itu apabila indikator keberhasilan tercapai dan terpenuhi maka siklus terhenti.
Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulan data berupa dokumen, termasuk data yang dihasilkan dan dokumen pribadi seperti foto, surat, buku harian, dan dokumen lainnya yang dapat memberikan informasi berharga dalam penelitian kualitatif. Dokumen ini akan berupa kumpulan file-file berbentuk gambar yang diperlukan untuk kepentingan penelitian dan agar dapat digunakan sebagai referensi untuk melaksanakan penelitian di bidang tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperarif tipe TGT [22]. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat memperoleh data penelitian dan pembahasan tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap peningkatan hasil belajar siswa pada mata Pelajaran PAI kelas II SD Negeri Grogol 2 Kediri [23].
Adapun data hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
No | Statistik Nilai | Siklus 1 | |
---|---|---|---|
1. | Subjek | 30 | |
2. | Nilai Ideal | 100 | |
3. | Nilai Tertinggi | 80 | |
4. | Nilai Terendah | 55 | |
5. | Rentang Nilai | 25 | |
6. | Nilai Rata-rata | 69,33 |
No | Nilai | Kategori | Frekuensi | Persentase |
1 | 0 - 69 | Kurang | 12 | 40% |
3 | 70 - 79 | Cukup | 14 | 47% |
4 | 80 - 89 | Baik | 4 | 13% |
5 | 90 - 100 | Baik Sekali | 0 | 0% |
Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa hasil belajar PAI siswa berada dalam kategori kurang. Tabel 1 menunjukkan bahwa siswa memperoleh rata-rata hasil belajar berada dalam kategori kurang dengan nilai rata-rata siklus 1 sebesar 69,33, yang menunjukkan bahwa tingkat nilai tertinggi sesuai dengan subjek penelitian cukup memuaskan. Sehingga dapat disimpulkan penerapan model ini dapat mempengaruhi pembelajaran siswa.
Hasil belajar siswa setelah Siklus I berada dalam kategori cukup, karena rata-rata nilainya 69,33 berada di interval 0–69. Tabel 2 menunjukkan bahwa dua belas siswa mendapatkan nilai yang kurang (Tabel 2) karena partisipasi belajar yang rendah dan pemahaman guru tentang materi yang diajarkan. Serupa dengan apa yang dikatakan oleh Mappeasse (2010), kurang aktif belajar siswa menyebabkan hasil belajar yang dalam kategori kurang [24]. Karena metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan minat siswa dan partisipasi belajar siswa sangat berpengaruh terhadap pembelajaran (Mulyati, 2016). Karim (2011) mengatakan bahwa ketidakmampuan siswa untuk memahami konsep menyebabkan mereka tidak puas dengan materi pelajaran [25]. Menurut Kahar (2017), minat atau keinginan siswa untuk belajar sangat dipengaruhi oleh seberapa tertarik siswa untuk menerapkan model pembelajaran kelas [22].
Adapun 18 siswa yang tuntas adalah karena mereka telah memahami konsep dan materi pelajaran (Suweken, 2013). Menurutnya, tumbuhnya minat belajar siswa yang mendorong mereka untuk memahami materi pelajaran dan memahaminya [26]. Selain itu, Siagian (2015) menyatakan bahwa karena guru menggunakan proses pembelajaran yang efektif, keberhasilan siswa dalam belajar meningkat [27]. Hasil Tabel 2 menunjukkan bahwa banyaknya siswa mencapai ketuntasan belajar sebesar 70% jika dilihat berdasarkan kriteria ketuntasan minimal. Hasil belajar siswa kelas II pada Siklus I menunjukkan bahwa hanya 18 siswa, atau 60%, yang tuntas belajar setelah menerapkan model pembelajaran, dan 12 siswa, atau 40%, yang tidak tuntas belajar. Ini menunjukkan bahwa pada Siklus I masih perlu adanya perbaikan lagi karena hanya 60% siswa yang tuntas belajar setelah diterapkan metode pembelajaran TGT.
No | Statistik Nilai | Siklus 2 | |
---|---|---|---|
1. | Subjek | 30 | |
2. | Nilai Ideal | 100 | |
3. | Nilai Tertinggi | 95 | |
4. | Nilai Terendah | 65 | |
5. | Rentang Nilai | 25 | |
6. | Nilai Rata-rata | 77,46 |
No | Nilai | Kategori | Frekuensi | Persentase |
---|---|---|---|---|
1. | 0 - 69 | Kurang | 1 | 3% |
2. | 70 - 79 | Cukup | 16 | 54% |
3. | 80 - 89 | Baik | 9 | 30% |
4. | 90 - 100 | Baik Sekali | 4 | 13% |
Siklus kedua tindakan kelas menunjukkan perubahan besar. Hasil menunjukkan bahwa siswa sudah memahami instruksi guru dan mencapai ketuntasan belajar. karena nilai siswa telah mencapai target minimum dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Tabel 3 menunjukkan peningkatan nilai rata-rata menjadi 77,46, nilai tertinggi dari tes siklus II sebesar 95 dan nilai terendah sebesar 65; nilai rata-rata (mean) adalah 77,46, dan nilai rentang (range) adalah antara nilai tertinggi dan terendah sebesar 25.
Menurut tabel 4 distribusi frekuensi hasil uji siklus II, ditemukan bahwa: (a) 3% dari jumlah subjek mendapatkan nilai di interval 0-69, (b) 54% dari jumlah subjek mendapatkan nilai di interval 70-79, (c) 30% dari jumlah subjek mendapatkan nilai di interval 80-89, dan (d) 13% dari jumlah subjek mendapatkan nilai di interval 90-100..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti memiliki pengaruh terhadap hasil belajar dan pemahaman siswa. Perbandingan nilai dari hasil siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa model ini mampu menarik minat siswa dalam kegiatan dan mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif dalam proses membangun keterampilan komunikasi yang efektif (Harti dkk., 2017) [28]. Saat permainan berlangsung, siswa menunjukkan minat yang besar. Pembelajaran kooperatif tipe TGT juga dapat digunakan sebagai alternatif ruang lingkup pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa karena keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi sangat penting bagi siswa. Dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT, pendidik memberi siswa kesempatan untuk menggali potensi wawasan yang mereka pahami untuk disampaikan kepada teman sejawat (Febriani dkk., 2019) [29].
Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Team Group Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN Grogol 2 Kab Kediri dengan data sebagai berikut. Pada siklus I nilai rata-rata 69,33 dengan presentase kelulusan 60%, meningkat dalam Siklus II nilai rata-rata 77,46 dengan presentase kelulusan 97%. Dengan begitu pembelajaran kooperatif tipe team group tournament dapat menyelesaikan masalah kesulitan belajar yang dirasakan oleh siswa kelas kelas II SDN Grogol 2 Kab Kediri.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat membantu penliti yang lain dalam mengembangkan ilmu pengetahuan demi terwujudnya pembelajaran yang ramah anak.
References
[1] I. N. Imamiyah and I. Istikomah, “Manajemen Pembelajaran Pendidikan Al-Islam di SMA Muhammadiyah,” *Munaddhomah: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam*, vol. 4, no. 2, pp. 330–340, Apr. 2023, doi: 10.31538/munaddhomah.v4i2.430.
[2] M. A. Somad, “Pentingnya Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Karakter Anak,” *Qalamuna: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama*, vol. 13, no. 2, pp. 171–186, Jul. 2021, doi: 10.37680/qalamuna.v13i2.882.
[3] I. Istikomah, D. A. Romadlon, and A. B. H. Kurniawan, “Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal di Sekolah Dasar,” *Procedia of Social Sciences and Humanities*, vol. 3, pp. 678–685, 2022, doi: 10.21070/pssh.v3i.200.
[4] D. Andrian, A. Wahyuni, S. Ramadhan, F. Novilanti, and Zafrullah, “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD,” *Jurnal Inovasi Matematika (Inomatika)*, vol. 2, no. 1, pp. 1–10, 2020.
[5] M. Rojii, I. Istikomah, C. N. Aulina, and I. Fauji, “Desain Kurikulum Sekolah Islam Terpadu (Studi Kasus di SMPIT Insan Kamil Sidoarjo),” *Al-Tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam*, vol. 3, no. 2, pp. 49–60, Oct. 2019, doi: 10.33650/al-tanzim.v3i2.667.
[6] R. A. Buaton, A. Sitepu, and D. S. Tanjung, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Tematik di Sekolah Dasar,” *Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan*, vol. 3, no. 6, pp. 4066–4074, Sep. 2021, doi: 10.31004/edukatif.v3i6.1398.
[7] I. Istikomah and H. Budi, *Manajemen Kepemimpinan Islam*, 1st ed. Sidoarjo, Indonesia: Nizamia Learning Center, 2021.
[8]Asmedy, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar,” *Ainarapress Journal of Education*, 2021. [Online]. Available: [http://journal.ainarapress.org/index.php/ainj](http://journal.ainarapress.org/index.php/ainj).
[9] A. Aziz and A. P. Astutik, “Efektivitas Media Scramble dalam Meningkatkan Fokus Pembelajaran Siswa pada Mata Pelajaran PAI dan Budi Pekerti,” *Intizar*, vol. 29, no. 2, Dec. 2023, doi: 10.19109/intizar.v29i2.20765.
[10] F. Ayu and I. Istikomah, “Manajemen Pembelajaran PAI Berbasis Proyek di SMP Muhammadiyah 2,” *Ranah Research: Journal of Multidisciplinary Research and Development*, vol. 6, no. 4, pp. 1215–1227, Jun. 2024, doi: 10.38035/rrj.v6i4.926.
[11] A. F. Purwianto and E. F. Fahyuni, “Pengaruh Aplikasi Quizizz PAI dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa pada Masa Pandemi Covid-19,” *Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Islam*, vol. 10, no. 4, p. 551, Dec. 2021, doi: 10.32832/tadibuna.v10i4.5829.
[12]G. Riris, A. B. Simamora, and Y. A. Sidabutar, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VI Subtema 2 Hewan Sahabatku SD Negeri 091277 Siantar Estate,” *Pande Nami Jurnal*, 2023.
[13] I. A. Putra, N. Pujani, and P. P. Juniartina, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Pemahaman Konsep IPA Siswa,” *Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sains Indonesia*, vol. 1, no. 2, 2018.
[14] N. Komang, D. Yunita, N. Ketut, D. Tristiantari, and J. P. Dasar, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Berbasis Kearifan Lokal Tri Hita Karana terhadap Hasil Belajar,” 2018.
[15] M. Hikmah, Y. Anwar, and D. Riyanto, “Penerapan Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Dunia Hewan Kelas X di SMA Unggul Negeri 8 Palembang,” 2018.
[16]S. E. C. A. Lestari, S. Hariyani, N. Rahayu, and P. S. P. Matematika, “Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika,” 2018. [Online]. Available: [http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/pmej](http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/pmej).
[17] N. Nurhayati, A. S. Egok, and A. Aswarliansyah, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT pada Pembelajaran IPA Sekolah Dasar,” *BasicEdu*, vol. 6, 2022, doi: 10.31004/basicedu.v6i5.3430.
[18] M. Mahasin, R. Winarni, and A. Purwatiningsih, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games,” *Jurnal Pendidikan Indonesia (Japendi)*, vol. 2, 2021.
[19] H. A. G. Yania, A. Takaradase, and C. E. J. Mamahit, “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament terhadap Hasil Belajar Instalasi Penerangan Listrik Siswa SMK Negeri 2 Luwuk,” *Jurnal Ilmu Teknik*, vol. 1, no. 1, pp. 1–9, 2023.
[20]M. D. Lakapu, “Penerapan Metode Kooperatif Model TGT (Team Games Tournament) Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Materi Sistem Peredaran Darah pada Siswa Kelas XI SMAN Negeri Banat Tahun Pelajaran 2022/2023,” *Journal of Innovation Research and Knowledge*, vol. 2, 2023.
[21] A. R. Farida and A. P. Astutik, “Efektivitas Game Komunikata pada Mata Pelajaran PAIBP di SMP At-Tibyan Pasuruan,” *Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Islam*, vol. 10, no. 2, p. 255, Jun. 2021, doi: 10.32832/tadibuna.v10i2.4858.
[22] M. S. Kahar, Z. Anwar, and D. K. Murpri, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Peningkatan Hasil Belajar,” *Aksioma: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika*, vol. 9, no. 2, Jun. 2020, doi: 10.24127/ajpm.v9i2.2704.
[23] A. A. Anggraeni and I. R. Fatkhu, “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika,” *International Journal of Elementary Education*, vol. 3, no. 2, pp. 218–225, 2019.
[24] T. Nabillah and A. P. Abadi, “Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Sesiomadika,” 2019.
[25] R. Radiusman, “Studi Literasi: Pemahaman Konsep Anak pada Pembelajaran Matematika,” *Fibonacci: Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika*, vol. 6, no. 1, pp. 1–8, Jun. 2020, doi: 10.24853/fbc.6.1.1-8.
[26] P. Keaktifan et al., “Pengaruh Keaktifan dan Minat Belajar Siswa terhadap Hasil Belajar Matematika,” 2021.
[27]N. Najmi, M. H. Rofiq, M. Anas, and M. Arif, “The Effect of Cooperative Learning Model Type of Teams Games Tournament (TGT) on Student’s Learning Achievement,” *Jurnal Pendidikan Islam*, vol. 4, no. 1, pp. 246–258, 2021, doi: 10.37758/jat.v4i2.291.
[28]A. Sulistio, M. I. Pd, and N. Haryanti, *Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning Model)*. Bandung, Indonesia: CV. Eureka Media Aksara, 2020.
[29] A. Amaliyah and A. R. Attadib, “Pengembangan Potensi Diri Peserta Didik Melalui Proses Pendidikan,” *Attadib: Jurnal Pendidikan Agama Islam*, vol. 2, no. 1, pp. 15–27, 2019. [Online]. Available: [https://www.jurnalfai-uikabogor.org/attadib](https://www.jurnalfai-uikabogor.org/attadib).
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Muh. Kunta Akmalal Mutaqin, Istikomah Istikomah

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.