Visual-Kinesthetic Strategies to Increase Sitting Duration in Early Childhood
Strategi Visual-Kinestetik Meningkatkan Durasi Duduk Anak Usia Dini
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i1.882Keywords:
Sitting Endurance, Early Childhood Education, Picture and Picture, Visual Learning, Classroom BehaviorAbstract
Sitting endurance in early childhood is a critical aspect of successful classroom learning, particularly as children transition into more structured educational environments. Previous studies have noted that many early learners struggle to remain seated for developmentally appropriate durations, hindering their ability to engage effectively in learning activities. However, limited empirical research has addressed instructional strategies tailored to improve sitting endurance in PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) students. This study aims to investigate the role of the Picture and Picture method, a visually driven and kinesthetic teaching approach, in supporting sitting endurance among early childhood learners. Utilizing a single-subject quantitative quasi-experimental design with an A-B-A framework and interrupted time series, one five-year-old male student was observed under three conditions: pre-intervention, during intervention, and post-intervention. Visual data analysis showed an increase in sitting duration from 7–10 minutes during the baseline to 20–25 minutes post-treatment. The novelty of this study lies in applying the Picture and Picture method not only for cognitive outcomes but also for behavioral endurance. These findings imply that integrating visual-kinesthetic strategies may support behavioral readiness in early learners, offering practical guidance for PAUD educators seeking to prepare children for structured learning environments.
Highlight:
-
Supports sitting behavior through visual-kinesthetic learning.
-
Uses single-subject A-B-A experimental design.
-
Offers practical insights for PAUD instructional methods
Keyword: Sitting Endurance, Early Childhood Education, Picture and Picture, Visual Learning, Classroom Behavior
Pendahuluan
Dunia pendidikan merupakan jembatan untuk mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang di dapat [1] . Pendidikan sendiri merupakan cara yang terarah demi menjadikan situasi dalam proses belajar-mengajar agar peserta didik secara antusias dalam membangun potensi dirinya yang diperlukan dalam lingkungan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dinyatakan dalam UU No 20 pada tahun 2003. Dengan adanya pendidikan yang mengarah pada perkembangan kepribadian manusia ke arah yang lebih baik, tujuan hidup pun bisa tergapai [2] . Selain itu, menurut Djamarah, jika proses belajar mengajar di ruang lingkup pendidikan tidak berlangsung, maka tujuan pendidikan tidak akan terealisasikan [3] .
Sistem pendidikan nasional telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia pada tahun 2003 yang mengungkapkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan upaya untuk pembinaan yang bertujuan memberikan rangsangan dalam program pembelajaran kepada anak dari usia 0-6 tahun agar memiliki ketersedian kemampuan untuk menduduki jenjang sekolah selanjutn ya dengan meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan siswa secara jasmani maupun rohani [4] . Dalam pengertian secara umum, PAUD memiliki tujuan program untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak secara maksimal dan menyeluruh yang berdasarkan norma serta nilai-nilai kehidupan yang diyakini [5] . Sedangkan menurut Manurung dan Simatupang , pada PAUD yang merupakan salah satu pengelolaan dalam pendidikan yang difokuskan pada penempatan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (penyelarasan motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya cipta, daya pikir, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan emosi), bahasa, komunikasi serta sosio emosional (agama, sikap, dan juga perilaku) yang sinkron dengan keunikan maupun tahap-tahap dalam perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini [6] . Adapun fungsi PAUD di antaranya: memperkenalkan tata tertib yang kemudian menanamkan nilai-nilai kedisiplinan pada anak-anak, mengembangkan kreatifitas maupun keterampilan anak, mensosialisaikan anak kepada lingkungan di sekitarnya, dan mempersiapkan anak untuk memasuki jenjang selanjutnya [7] .
Salah satu tujuan dari PAUD adalah anak-anak diajarkan duduk diam dan memperhatikan untuk menerima sistem belajar yang ada di SD yang dituntut tidak lagi ribut atau berlarian ketika pembelajaran di kelas berlangsung [8] . Namun, pemandangan anak-anak usia dini yang tidak dapat duduk diam ketika di kelas merupakan hal yang biasa karena sebagian besar aktifitas PAUD adalah bermain dan lebih banyak melibatkan gerakan fisik seperti berlari-lari di dalam kelas, asik dengan dirinya sendiri, dan terkadang mengganggu temannya ketika sedang belajar [9] . Meskipun begitu, dalam proses belajar di kelas terdapat peraturan yang harus ditaati, yaitu sikap peserta didik ketika proses pembelajaran berlangsung. Sikap ini dapat terlihat dari kepatuhan peserta didik dalam hal memandang, memperhatikan, mengajukan pertanyaan, dan mengerjakan apa yang menjadi pembelajaran atau materi di hari itu. Bentuk perilaku tersebut yang kita bisa lihat pertama kali adalah ketahanan duduk anak tersebut [10] .
Menurut penelitian terdahulu, sebuah artikel mengatakan ketahanan duduk pada anak-anak di Eropa ini sangat bervariasi yang didasarkan pada masing-masing usia dan kondisinya. Anak-anak pra-sekolah ini hanya bisa duduk diam selama beberapa menit dan kemampuan tersebut akan berkembang ketika bertambah usianya [11]. Cardon, dkk menemukan bahwa di sekolah tradisional Flanders, Belgia, siswa menghabiskan sekitar 92% dari waktu kerja mereka untuk duduk statis, 3% duduk dinamis, 3% aktif berjalan, dan 2% dalam posisi berdiri [12]. Di Indonesia sendiri, siswa memiliki tuntutan untuk mampu berperilaku positif ketika pembelajaran seperti, duduk hening di kursi, tidak berkeliling di dalam kelas serta mampu fokus dalam mendengarkan penjelasan guru di depan. Untuk itu, agar ketika kegiatan belajar-mengajar di kelas berlangsung tenang dan damai, guru atau tenaga pendidik harus mampu mengkondisikan kelas berjalan dengan lancar [13]. Oleh karena itu, pada anak PAUD sudah diajarkan duduk diam di kelas sebagai pelatihan fokus terhadap tugas tertentu dan untuk kesiapan di jenjang selanjutnya (Sekolah Dasar) [6].
Ketahanan duduk di kelas pada anak usia dini juga terdapat rentang waktu. Berdasarkan Brain Balance Center (BBC) yang mengacu pada buku “Is This a Phase?: Child Development and Parent Strategies from Birth to Six” oleh Neville dan Williams, rentang waktu perhatian atau fokus yang normal yang diharapkan pada seorang anak adalah dua hingga tiga menit per-usianya. Jika pada anak usia dini yang berkisar usia 4-6 tahun, maka rentang waktunya sekitar 12-18 menit [14]. Hal ini merupakan periode waktu seorang anak pada umumnya untuk dapat mempertahankan konsentrasinya pada tugas yang telah diberikan [15]. Menurut Tarmansyah, ketahanan duduk seorang anak bergantung pada jenjang kelasnya, yang di mana pada anak usia PAUD berkisar 25-30 menit. Nilai tersebut hanya sebagai tolak ukur minimal yang disesuaikan dengan peruntukan waktu yang ditentukan berdasarkan tingkatan usia anak(daya tahan duduk sesuai usia) [16].
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan ada satu siswa laki-laki “X” yang bersekolah di TK Aisyiyah Busthanul Athfa (ABA) 1 Candi yang masih belum memiliki ketahanan duduk yang sesuai dengan usianya, yang di mana usia siswa tersebut adalah 5 tahun. Jika berdasarkan penelitian dari BBC, maka ketahanan duduk atau fokusnya berkisar 15 menit. Sedangkan siswa tersebut hanya mampu bertahan selama kurang lebih 10 menit saja di kursinya. Dalam waktu 30 menit pembelajaran di kelas, siswa “X” berdiri sebanyak 7 hingga 8 kali dari kursi dan seringkali tidak menuntaskan tugas yang diberikan oleh gurunya. Siswa “X” sendiri pun masih sering tidak fokus dan mengabaikan gurunya ketika sedang menjelaskan. Seringkali, subjek terdistrak dengan keadaan ketika melihat teman-temannya bermain sehingga meninggalkan tugas yang belum selesai atau terkadang memilih bermain sendiri dan mengabaikan gurunya. Hal ini didukung dari hasil skrinning yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo, subjek didiagnosa kebimbangan pola asuh yang berdampak pada konsentrasinya sehingga diharapkan pemberian stimulus yang konsisten untuk meningkatkan kemampuannya. Meski begitu, subjek memiliki kelebihan dalam belajar secara visual motorik yang diartikan sebagai kemampuan menirukan hal sederhana yang dicontohkan.
Tantangan yang harus dihadapi oleh guru dan tenaga pendidik adalah bagaimana agar ketahanan duduk siswa memadai karena untuk anak usia dini hal tersebut merupakan modalitas yang penting. Rendahnya ketahanan duduk pada anak usia dini dapat berdampak luas pada berbagai aspek perkembangan mereka, di antaranya adalah terkait kemampuan belajar yang rendah [17]. Kemampuan belajar yang rendah ini juga saling berkaitan dengan kemampuan konsentrasi pada anak [18]. Ketika pembelajaran, anak tersebut akan cenderung mengalami kesulitan dalam mempertahankan fokusnya, sehingga dapat memengaruhi daya serap informasi dan pemahaman terhadap pelajaran yang disampaikan [19]. Rendahnya ketahanan duduk juga dapat menciptakan perilaku anak yang tidak nyaman. Misalnya, anak mungkin sulit menunggu giliran atau enggan mengerjakan tugas. Hal ini dapat berdampak negatif pada interaksi sosial mereka di lingkungan sekolah maupun di rumah [20]. Selanjutnya, ketahanan duduk pada anak juga terkait dengan kemampuan diri yang tidak optimal, sehingga anak tersebut mengalami kesulitan dalam pengendalian diri [21]. Hal ini terjadi pada beberapa anak-anak yang berkarakteristik suka bermain dan untuk membutuhkan cara yang menyenangkan untuk melatih konsentrasinya [22].
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ketahanan duduk anak yang rendah, yaitu: 1) penataan posisi tempat duduk di kelas dapat memengaruhi kenyamanan dan fokus peserta didik dalam proses pembelajaran [20] , 2) selain itu, penggunaan media pembelajaran yang tidak menarik dapat memberikan kontribusi negatif dalam mempertahankan duduk anak [17] , 3) Kesalahan pola asuh yang tidak konsisten, terlalu keras atau terkadang tidak memberikan dukungan yang mempengaruhi emosi serta mental juga menjadi faktor yang menganggu kemampuan konsentrasi pada anak [23] , 4) Gaya belajar yang tidak sesuai dengan siswa dapat menjadi salah satu faktor yang membuat fokus anak pecah [24] , dan 5) faktor internal dan eksternal juga memiliki peran penting dalam memengaruhi ketahanan duduk anak, seperti: gangguan di sekitar anak, kondisi fisik seperti lapar atau lelah serta minat dan kepentingan anak terhadap kegiatan belajar [21] .
Kemampuan konsentrasi yang baik juga selaras dalam hal daya tahan terutama ketahanan duduk [25] . Apabila anak dapat berkonsentrasi dengan baik, mereka akan dapat lebih mudah dalam menyelesaikan tugas tanpa merasakan lelah atau frustasi. Hal ini didukung dengan daya tahan yang baik pula sehingga selama anak berkonsentrasi dalam belajar dan bermain, mereka tidak akan gampang terdisktrak [26] . Kedua hal tersebut menjadi hal pendukung yang diperlukan selama proses belajar-mengajar di dalam kelas supaya siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan guru dengan lebih efisien [27] . Namun, metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan gaya belajar anak dapat menjadi penyebab konsentrasi pada anak menurun dan ketahanan duduknya tidak bertahan lama [28] .
Berdasarkan faktor di atas, diketahui kalau kebutuhan gaya belajar yang tidak sesuai membuat kondisi belajar siswa kurang baik sehingga berpengaruh terhadap konsentrasinya [29] . Gaya belajar dibagi dalam tiga tipe yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Setiap gaya belajar tersebut memiliki karakteristik masing-masing dalam mengikuti pembelajaran yang berlangsung di kelas, seperti: 1. Untuk gaya belajar secara visual, mereka lebih menggunakan kemampuan dalam melihat, 2. Gaya belajar yang dominan melibatkan indra pendengaran adalah gaya belajar secara auditorial, dan 3. Gaya belajar kinestetik lebih sering melakukan gerakan, bekerja atau dengan menyentuh [30] . Setiap siswa memiliki semua gaya belajar di atas, namun ada salah satu yang cenderung dominan atau lebih sering digunakan [24] . Jika mengacu kepada kemampuan belajar yang dimiliki subjek “X” yaitu visual motorik, maka kemampuan belajar ini dominan melibatkan kemampuan penglihatan yang melibatkan kemampuan motoriknya atau secara kinestetik.
Gaya belajar visual motorik atau visual dan kinestetik ini melibatkan kemampuan untuk memproses segala informasi dengan melihat dan mengkoordinasikan gerakan fisik. Hal ini termasuk keterampilan seperti menulis, menggambar, atau melakukan aktivitas yang memperlukan koordinasi tangan-mata [31] . Ada beberapa cara yang disarankan untuk mengembangkan gaya belajar ini, diantaranya: menggunakan visualisasi, latihan motorik halus, menggunakan video dan animasi serta praktik secara langsung dengan materi yang dipelajari [32] . Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan kalau subjek “X” memperlukan metode pembelajaran yang melibatkan visual dan kinestetik secara bersamaan.
Pada penelitian terdahulu, beberapa peneliti menggunakan beberapa metode untuk meningkatkan ketahanan duduk pada anak, di antaranya: Pengunaan media boneka tangan [33], Media Maze [10], dan tebak isi gelas [34]. Beberapa penelitian di atas melibatkan kemampuan visual dan kinestetik yang selaras dengan gaya belajar subjek. Namun, beberapa penelitian tersebut, masih terdapat kekurangan salah satunya adalah perlunya peningkatan performa pada alat media yang digunakan agar bisa lebih dikembangkan dan dapat lebih spesifik sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk menggunakan media “Picture and Picture” sebagai media pembelajaran yang lebih menarik untuk anak. Karena sudah banyak penelitian terdahulu yang membuktikan metode ini mampu meningkatkan konsentrasi pada siswa dan metode ini melibatkan kemampuan melihat serta fisik.
Metode Picture And Picture merupakan media pembelajaran yang menggunakan gambar-gambar sebagai bentuk penyampaian pembelajaran. Gambar-gambar tersebut kemudian dipasangkan ataupun diurutkan menjadi urutan yang sesuai. Dari hal tersebut, metode ini dapat mengajarkan pelajar dalam berpikir terusun serta terstruktur [35]. Penggunaan media ini seharusnya disesuaikan dengan kematangan siswa. Gambar yang disajikan kepada siswa harus yang digemari dan menarik perhatian, seperti gambar yang berwarna, menggambarkan situasi yang nyata, dan jarak maupun ukuran besar kecil gambar harus jelas [36]. Jika dikaitkan dengan gaya belajar visual, metode ini melibatkan kemampuan koordinasi dan mengidentikasi kartu yang sesuai untuk melatih penegasan informasi secara visual. Sedangkan pada gaya belajar kinestetik, mengambil dan membalikkan kartu untuk menemukan pasangan yang cocok merupakan kegiatan yang melibatkan fisiknya [37]. Hal ini didukung dengan beberapa penelitian terdahulu, di antaranya penelitian berjudul “Peningkatan Konsentrasi Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Picture And Picture Di SDN Wanasari 01” [38] dan “Penerapan Media Gambar Sebagai Upaya Meningkatkan Konsentrasi Belajar Anak Usia Dini” [39].
Berdasarkan pemaparan di atas, tujuan daripada penelitian ini adalah mencari pengaruh metode Picture and Picture terhadap ketahanan duduk siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk menawarkan metode pembelajaran ini kepada guru-guru PAUD yang siswanya mengalami permasalahan dalam ketahanan duduk.
Metode
Dari pemaparan di atas, adapun variabel dalam penelitian ini adalah ketahanan duduk pada siswa PAUD sebagai variabel dependent dan pengaruh metode Picture and Picture sebagai variabel independent. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif kuasi eksperimen subjek tunggal (single subject eksperimen) dengan desain interrupted time series design. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk melihat perubahan perilaku subjek setelah diberikan perlakuan (treatment) [40].
Adapun bentuk eksperimen yang digunakan penelitian ini menggunakan metode A-B-A, yang di mana A1 merupakan fase baseline sebelum diberikan intervensi, B merupakan fase treatment, dan A2 merupakan fase setelah diberikan treatment. Fase baseline A1 adalah suatu kondisi variabel diukur secara periodik sebelum diberikan intervensi. Fase treatment (B) merupakan fase dalam mengukur variabel subjek selama diberikan metode yang telah ditentukan. Sedangkan, pada fase baseline A2 yang adalah fase pengukuran perilaku subjeks setelah intervensi diberhentikan . Menurut Sunanto, kondisi pada baseline adalah keadaan di mana pengukuran terhadap perilaku sasaran dilakukan dalam keadaan natural sebelum diberikan treatment apapun dan keadaan di mana setelah diberikan treatment. Adapun kondisi fase treatment adalah kondisi ketika suatu treatment telah diberikan dan perilaku sasaran diukur di bawah kondisi tersebut [41].
Pemilihan subjek penelitian ini menggunakanteknik purposive sampling dengan kriteria, yaitu: 1. berjenis kelamin laki-laki, 2. berumur 5 tahun, 3. bersekolah di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 4. memiliki kesulitan duduk di kursi dalam jangka waktu di bawah 15 menit, dan 5. belum mampu menyelesaikan tugas secara tuntas. Hal ini dikuatkan dengan hasil tes di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo bahwa subjek mengalami kebingungan dalam hal pola asuh yang mengakibatkan kurangnya konsentrasi selama pembelajaran dalam kelas. Hal ini selaras dengan penelitian berjudul “Influence and Implications of Parenting Styles on Young Children's Concentration” yang menyatakan gaya pengasuhan lalai atau tidak konsisten dapat berdampak pada konsentrasi anak [23]. Selain itu, kondisi subjek juga berdasarkan observasi pendahuluan oleh peneliti dan wawancara dengan guru kelas serta orang tua.
Peneliti menggunakan observasi secara langsung dan checklist selama pembelajaran di kelas sebagai bentuk menghimpun data penelitian. Cara menghimpun data penelitian dilakukan dengan pencatatan penelitian ini dalam bentuk menghitung durasi siswa tersebut dapat bertahan duduk selama proses belajar di kelas ketika sebelum diberikan intervensi, ketika diberikan intervensi maupun sesudah siswa tersebut diberikan intervnsi. Instrumen penelitian yang digunakan di antaranya: pewaktu (stopwatch/ jam), pulpen, dan form penilaian seperti tabel 1 yang mengacu pada jurnal penelitian “Efektivitas Token Economy Dalam Meningkatkan Ketahanan Duduk Pada Anak ADHD” [42].
No | Hari Pengamatan | Durasi Ketahanan Duduk Anak (Menit) |
---|---|---|
1 | Hari Ke-1 | ... |
2 | Hari Ke-2 | ... |
3 | Hari Ke-3 | ... |
4 | Hari Ke-4 | ... |
5 | Hari Ke-5 | ... |
Setelah dilakukan pengamatan dan observasi, data kemudian dianalisis dalam bentuk visual grafik. Analisis data tersebut akan menggunakan 2 hasil, yaitu, analisis data dalam kondisi dan analisis data antar kondisi. Dari hasil analisis tersebut akan menghasilkan data yang komparatif dari durasi ketahanan duduk anak dalam setiap tahapannya.
Hasil dan Pembahasan
A.Hasil
Dari hasil penelitian eskperimen yang telah dilakukan, telah didapatkan data ketahanan duduk siswa seperti tabel 2 untuk fase baseline A1, tabel 3 untuk fase treatment (B), dan tabel 4 untuk fase baseline A2.
No | Hari Observasi | Durasi Ketahanan Duduk Anak (Menit) |
---|---|---|
1 | Senin, 30 Oktober 2023 | 9 |
2 | Selasa, 31 Oktober 2023 | 5 |
3 | Rabu, 1 November 2023 | 10 |
4 | Kamis, 2 November 2023 | 10 |
5 | Senin, 6 November 2023 | 7 |
No | Hari Observasi | Durasi Ketahanan Duduk Anak (Menit) |
---|---|---|
1 | Senin, 27 November 2023 | 8 |
2 | Selasa, 28 November 2023 | 10 |
3 | Rabu, 29 November 2023 | 20 |
4 | Kamis, 30 November 2023 | 5 |
5 | Jumat, 1 Desember 2023 | 15 |
6 | Senin, 4 Desember 2023 | 10 |
7 | Rabu, 6 Desember 2023 | 7 |
8 | Kamis, 7 Desember 2023 | 25 |
No | Hari Observasi | Durasi Ketahanan Duduk Anak (Menit) |
---|---|---|
1 | Jumat, 8 Desember 2023 | 25 |
2 | Senin, 11 Desember 2023 | 12 |
3 | Rabu, 13 Desember 2023 | 10 |
4 | Jumat, 15 Desember 2023 | 22 |
5 | Senin, 18 Desember 2023 | 20 |
Peneliti melakukan pengamatan dalam tiga kondisi, yaitu fase baseline A1 sebelum diberikan treatment yang diadakan sebanyak 5 kali pertemuan dengan hasil 9, 5, 10, 10, dan 7 dalam menit. Lalu, fase treatment ketika diberikan metode Picture and Picture dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan dengan hasil 8, 10, 20, 5, 15, 10, 7, dan 10 dalam menit. Sedangkan, pada fase baseline A2 dilakukan pengamatan subjek setelah diberikan treatment sebanyak 5 kali pertemuan dengan hasil 25, 12, 10, 22, dan 20 dalam menit.
1. Analisis Dalam Kondisi
Kondisi yang akan dianalisis berdasarkan hasil data pada tabel di atas pada kondisi baseline A1, kondisi treatment atau intervensi, dan kondisi baseline A2 pada ketahanan duduk siswa. Bagian yang dianalisa dalam kondisi ini dapat tergambarkan pada grafik diagram di bawah ini:
Figure 1. Ketahanan Duduk Siswa Berdasarkan Estimasi Kecenderungan Arah
Keterangan:

Figure 2.
Figure 3. Kecenderungan Stabilitas Lamanya Waktu Ketahanan Duduk Siswa
Keterangan:
Figure 4.
Dari gambar diagram di atas, ditemukan bahwa pada kondisi baseline A1 panjang kondisinya adalah berdasarkan jumlah pengamatan yang dilakukan sebanyak 5 kali. Untuk keadaan estimasi kecenderungan arahnya menggunakan metode split middle dengan hasil menaik. Kecenderungan stabilitas pada kondisi ini memiliki rentang stabilitas 0,8 dengan mean level 8,2, batas atas 9,2, dan batas bawah 7,2. Sedangkan presentase stabilitasnya adalah 0%. Jejak data pada kondisi ini naik dengan level stabilitas dan rentang -2 (minus dua).
Kondisi ketika diberikan metode Picture and Picture ini meliputi panjang kondisi 8 kali pengamatan dengan kecenderungan stabilitas pada kondisi ini memiliki rentang stabilitas 3. Untuk mean level 11,3, batas atas 12,8 dan batas bawah 9,8 dengan presentase stabilitas sebesar 0%. Jejak data pada kondisi ini menurun dengan level stabilitas variabel dan rentang sebesar 25-8 yang memiliki level perubahan sebesar 17 menit. Pemberian intervensi ini diberhentikan karena adanya kenaikan durasi ketahanan duduk.
Berdasarkan kondisi baseline A2 atau setelah diberikan treatment, perilaku subjek kembali diukur selama panjang kondisi yang merupakan jumlah pengamatan yang dilakukan sebanyak 5 kali. Hasil dari kecenderungan stabilitas pada kondisi baseline A2 memiliki rentang stabilitas 3,8, dengan mean level 17,8, batas atas 19,8, dan batas bawah 16,8 dengan presentase stabilitas 0%. Jejak data pada kondisi ini menaik dengan level stabilitas menaik da, rentang pada data yang memiliki perubahan perilaku meninggalkan tempat duduk setelah 20-25 menit. Level perubahannya sendiri sebesar -5 (minus lima). Hal ini dapat dilihat pula pada tabel berikut ini:
Figure 5. Hasil Analisa Dalam Kondisi
2. Analisis Antar Kondisi
Dari hasil analisis data antar kondisi, perubahan kecenderungan arah antar kondisi baseline A1 dengan kondisi treatment menaik ke mendatar. Hal ini berarti kondisi bisa menjadi lebih stabil setelah dilakukan treatment. Pada kondisi treatment dengan baseline A2 kecenderungan arahnya stabil ke arah menaik yang berarti setelah diberikan treatment ketahanan duduk siswa lebih lama daripada sebelumnya.
Pada perubahan kecenderungan stabilitas antar kondisi baseline A1 dengan treatment yakni tidak stabil ke stabil. Sementara, pada kondisi treatment ke baseline A2 tidak stabil ke tidak stabil. Hal tersebut akan terjadi disebabkan pada kondisi baseline dengan metode Picture and Picture, kemampuan subjek memperoleh durasi yang beragam.
Perubahan level antara kondisi baseline A1 dengan kondisi treatment naik atau membaik (+) sebanyak 1 menit. Sedangkan antara kondisi treatment dengan baseline A2, tidak ada kenaikan perubahan karena berada di kondisi yang sama. Data yang tumpang tindih antara kondisi baseline A1 dengan treatment adalah 0%, sedangkan antara kondisi treatment dengan baseline A2 0%. Pemberian intervensi tetap berpengaruh terhadap siswa yaitu ketahanan duduk yang meningkat seperti yang terlihat di Diagram 1. Untuk itu, semakin kecil persentase overlap, maka semakin baik pengaruh treatment terhadap perilaku subjek yang diteliti. Di bawah ini merupakan tabel hasil untuk analisa antar kondisi:
Figure 6. Hasil analisis antar kondisi
B.Pembahasan
Dalam pendidikan, memiliki ketahanan duduk yang baik ketika pembelajaran berlangsung merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh seluruh siswa. Karena setiap tenaga pengajar mengharapkan siswa-siswanya dapat duduk tenang agar pembelajaran dapat dipahami dengan maksimal. Dalam penelitian pada buku “Is This a Phase?: Child Development and Parent Strategies from Birth to Six” oleh Neville dan Williams, konsentrasi anak diukur berdasarkan usianya kemudian dikalikan 3 (tiga) menit. Pada usia anak-anak yang duduk di bangku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang berkisar 4-6 tahun, maka durasi ketahanan duduknya adalah 12-18 menit [15].
Menurut Tarmansyah, ketahanan duduk semestinya diukur berdasarkan jenjang kelas yang diduduki sekarang. Adapun pembagiannya sebagai berikut: 1. Anak TK durasi duduknya selama 25-30 menit, 2. Anak SD kelas I-III durasinya selama 30-35 menit, dan 3. Anak SD kelas IV-VI berlangsung selama 40-45 menit [16] . Pendapat tersebut didukung dengan para ahli lain seperti Rochyadi yang menyatakan bahwa duduk tenang dalam durasi tertentu merupakan ketahanan duduk yang baik [43] . Jika disimpulkan dari pernyataan di atas, ketahanan duduk dapat diartikan sebagai kondisi atau perilaku siswa yang dapat duduk tenang dan memiliki konsentrasi yang konsisten selama durasi tertentu sesuai dengan standar usia sekolah siswa tersebut.
Kemampuan konsentrasi yang baik juga selaras dalam hal daya tahan terutama ketahanan duduk [25] . Apabila anak dapat berkonsentrasi dengan baik, mereka akan dapat lebih mudah dalam menyelesaikan tugas tanpa merasakan lelah atau frustasi. Hal ini didukung dengan daya tahan yang baik pula sehingga selama anak berkonsentrasi dalam belajar dan bermain, mereka tidak akan gampang terdisktrak [26] . Kedua hal tersebut menjadi hal pendukung yang diperlukan selama proses belajar-mengajar di dalam kelas supaya siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan guru dengan lebih efisien [27] . Namun, metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan gaya belajar anak dapat menjadi penyebab konsentrasi pada anak menurun dan ketahanan duduknya tidak bertahan lama [28] .
Berdasarkan faktor di atas, diketahui kalau kebutuhan gaya belajar yang tidak sesuai membuat kondisi belajar siswa kurang baik sehingga berpengaruh terhadap konsentrasinya [29] . Gaya belajar dibagi dalam tiga tipe yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Setiap gaya belajar tersebut memiliki karakteristik masing-masing dalam mengikuti pembelajaran yang berlangsung di kelas, seperti: 1. Untuk gaya belajar secara visual, mereka lebih menggunakan kemampuan dalam melihat, 2. Gaya belajar yang dominan melibatkan indra pendengaran adalah gaya belajar secara auditorial, dan 3. Gaya belajar kinestetik lebih sering melakukan gerakan, bekerja atau dengan menyentuh [30] . Setiap siswa memiliki semua gaya belajar di atas, namun ada salah satu yang cenderung dominan atau lebih sering digunakan [24] . Jika mengacu kepada kemampuan belajar yang dimiliki subjek “X” yaitu visual motorik, maka kemampuan belajar ini dominan melibatkan kemampuan penglihatan yang melibatkan kemampuan motoriknya atau secara kinestetik.
Jika didasarkan dengan gaya belajar oleh De Porter dan Huckman yang mengandalkan visual, auditorial, dan kinestetik metode ini melibatkan visual dan kinestetik. Gaya belajar visual motorik atau visual dan kinestetik ini melibatkan kemampuan untuk memproses segala informasi dengan melihat dan mengkoordinasikan gerakan fisik. Hal ini termasuk keterampilan seperti menulis, menggambar, atau melakukan aktivitas yang memperlukan koordinasi tangan-mata [26]. Jika dikaitkan dengan gaya belajar visual, metode ini melibatkan kemampuan koordinasi dan mengidentikasi kartu yang sesuai untuk melatih penegasan informasi secara visual. Sedangkan pada gaya belajar kinestetik, mengambil dan membalikkan kartu untuk menemukan pasangan yang cocok merupakan kegiatan yang melibatkan fisiknya [32]. Dari gaya belajar yang dimiliki oleh subjek, peneliti memutuskan untuk memilih metode Picture and Picture yang melibatkan koordinasi antara visual dan kinestetik. Metode ini melibatkan kemampuan koordinasi dan mengidentikasi kartu yang sesuai untuk melatih penegasan informasi secara visual. Sedangkan pada gaya belajar kinestetik, mengambil dan membalikkan kartu untuk menemukan pasangan yang cocok merupakan kegiatan yang melibatkan fisiknya [37]
Dalam penelitian kali ini, peneliti ingin mengetahui, apakah adanya pengaruh metode Picture and Picture dengan ketahanan duduk siswa pendidikan anak usia dini (PAUD). Selain daripada itu, metode ini diharapkan dapat membantu guru-guru PAUD sebagai metode pembelajaran alternatif yang dapat membantu ketahanan duduk pada siswanya.
Penelitian ini dilakukan dalam tiga fase yang berbeda, di antaranya, fase baseline A1 sebelum diberikan treatment, fase treatment ketika diberikan perlakuan, dan fase baseline A2 setelah diberikan treatment. Setelah dilakukan analisis data, dapat terlihat bahwa sebelum metode Picture and Picture diberikan, durasi ketahanan duduk siswa masih kurang. Tetapi, setelah adanya pemberian treatment dengan metode Picture and Picture , durasi ketahanan duduk mulai adanya peningkatan. Setelah treatment tersebut tidak diberikan lagi, durasi ketahanan duduk siswa tersebut meningkat kemudian menurun dan akhirnya meningkat lagi.
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, ditemukan bahwa sebelum adanya treatment Picture and Picture ketahanan duduk siswa “X” durasi ketahanan duduk siswa masih berada di bawah standar usianya, yaitu 7-10 menit yang berada dalam kondisi kecederungan arah menaik dan tidak stabil. Akan tetapi, setelah diberikan treatment, durasi ketahanan duduk siswa mengalami kenaikan dari 5-25 menit dengan kondisi kecenderungan arah menurun dan tidak stabil . Setelah pemberhentian treatment, kondisi ketahanan duduk siswa mengalami kenaikan, meski ada penurunan selama 2 (dua) hari. Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan berpengaruh terhadap ketahanan duduk siswa.
Sedangkan, dari hasil analisis antar kondisi dengan menggunakan grafik kecenderungan stabilitas ditemukan bahwa kecenderungan arah pada fase baseline A1 ke fase treatment mengalami penurunan. Rentang data yang diperoleh adalah 7-8 dengan perubahan level bertambah 1 menit. Untuk data overlap yang didapat sebesar 0%. Sedangkan pada fase treatment ke fase baseline A2 mengalami perubahan dari turun ke arah naik. Rentang data yang diperoleh adalah 25-25 dengan perubahan level 0 menit. Untuk data overlap sebesar 0%. Dari hasil data overlap tersebut artinya semakin kecil presentase overlap, maka semakin baik pengaruh treatment terhadap perilaku subjek yang diukur. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa metode Picture and Picture dapat meningkatkan ketahanan duduk siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Penerapan metode Picture and Picture telah dibuktikan dalam penelitian Asna dengan judul penelitian “Peningkatan Konsentrasi Siswa Dengan Metode Picture To Picture Pada Pembelajaran Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan Di Kelas VII SMP Negeri 7 Muara Bungo” [44] . Penelitian tersebut menyatakan bahwa efisien meningkatkan konsentrasi siswa dengan metode Picture and Picture . Meskipun belum adanya penelitian secara langsung bahwa metode ini bisa mempertahankan duduk siswa selama pembelajaran, jika didasarkan teori konsentrasi perilaku ketahanan duduk merupakan salah satu faktor terpenting yang harus dimiliki siswa karena berpengaruh terhadap kemampuan belajar. Salah satu hal yang dapat meningkatkan konsentrasi dengan ketahanan duduk tersebut melalui media pembelajaran yang menarik. Dengan media pembelajaran seperti Picture and Picture yang berbasis visual atau media gambar, siswa akan merasa antusias dan tertarik karena media yang diberikan menarik minat siswa tersebut selama proses diberikan treatment.
Kelemahan dalam penelitian ini adalah rentang waktu penelitian yang kurang lama dan media gambar yang diberikan juga kurang menarik bagi anak sehingga terkadang anak bosan dan tidak antusias ketika treatment berlangsung.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada siswa TK Aisyiyah Busthanul Athfa 1 Candi adalah bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode Picture and Picture sebagai salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan duduk saat proses pembelajaran di dalam kelas berlangsung sebagai penawaran metode pembelajaran alternatif untuk guru PAUD.
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yang berbeda beradasarkan metode A-B-A. Dari hasil penelitian, pada tahapan fase baseline A1 ditemukan bahwa perilaku ketahanan duduk subjek masih rendah dengan hasil rentang waktu di bawah 15 menit, yaitu 7-9 menit. Kemudian, setelah diberikan treatment Picture and Picture, perilaku subjek mengalami kenaikan sebesar 8-25 menit ketika duduk selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan saat fase baseline A2, treatment diberhentikan karena terdapat peningkatan durasi dalam perilaku ketahanan duduk subjek hingga 20-25 menit. Ini dibuktikan dengan data overlap antar kondisi yang menunjukkan 0% yang di mana hal tersebut menyatakan bahwa adanya pengaruh metode Picture and Picture terhadap ketahanan duduk pada siswa PAUD.
Sebagai saran agar siswa memiliki ketahanan duduk yang memadai, guru dan pendidik PAUD mempertimbangkan penggunaan metode Picture and Picture dalam pembelajaran untuk meningkatkan ketahanan duduk anak usia dini. Karena dengan metode yang menarik, siswa akan mempertahanakan duduk di kursinya selama proses belajar-mengajar berlangsunng. Selain itu, pendampingan selama pembelajaran juga memberikan pengaruh besar untuk meningkatkan ketahanan duduk siswa. Adapun, pentingnya melibatkan orang tua dalam mendukung pembelajaran anak di rumah untuk mencapai konsistensi antara pembelajaran di sekolah dan di rumah. Evaluasi berkala terhadap metode pembelajaran yang digunakan untuk memastikan keberlanjutan peningkatan ketahanan duduk anak usia dini juga sangat diperlukan. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan dengan melibatkan sampel yang lebih besar dan variasi metode pembelajaran lain yang lebih untuk memperluas generalisasi hasil. Diharapkan pula dapat menemukan media gambar yang beragam dan lebih menarik supaya subjek dapat menikmati ketika treatment diberikan dan rentang waktu penelitian yang lebih lama agar hasil penelitian lebih maksimal.
Ucapan Terima Kasih
Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak sekolah KB/TK Aisyiyah Busthanul Athfa 1 Candi atas kesempatan yang telah diberikan untuk menjadikan siswa-nya sebagai subjek dalam penelitian kali ini.
References
[1] S. F. N. Fitri, "Problematika Kualitas Pendidikan di Indonesia," Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 5, no. 1, pp. 1617–1620, May 2021. .Available: https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/1148
[2] A. Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, 2018.
[3] S. B. Djamarah, Psikologi Belajar, 2002.
[4] Nurlaili, Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan Anak Usia Dini, 2020.
[5] H. S. Rahman, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. PGTKI Press, 2002.
[6] M. P. Manurung and D. Simatupang, "Meningkatkan Konsentrasi Anak Usia 5–6 Tahun Melalui Penggunaan Metode Bercerita di TK ST Theresia Binjai," Jurnal Usia Dini, vol. 5, no. 1, pp. 58–75, 2019.
[7] H. Baharun, "Pengembangan Media Pembelajaran PAI Berbasis Lingkungan Melalui Model ASSURE," Cendekia: Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, vol. 14, no. 2, Art. no. 2, Dec. 2016, doi: 10.21154/cendekia.v14i2.610.
[8] S. H. Khotimah, T. Sunaryati, and S. Suhartini, "Penerapan Media Gambar sebagai Upaya dalam Peningkatan Konsentrasi Belajar Anak Usia Dini," Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, vol. 5, no. 1, Art. no. 1, Aug. 2020, doi: 10.31004/obsesi.v5i1.683.
[9] Miftahillah, Relasi Pendidikan Orang Tua dengan Perkembangan Fisik Motorik Anak Usia 5–6 Tahun di RA Kabupaten Pasuruan, 2022.
[10]P. P. Sari, Meningkatkan Ketahanan Duduk dalam Proses Pembelajaran pada Anak Tunagrahita Ringan melalui Media Maze (Single Subject Research), 2020.
[11]T. Drinks, When Do Kids Start Sitting Still?, 2021.
[12] G. Cardon, D. De Clercq, I. De Bourdeaudhuij, and D. Breithecker, "Sitting Habits in Elementary Schoolchildren: A Traditional Versus a ‘Moving School’," Patient Education and Counseling, vol. 54, no. 2, pp. 133–142, Aug. 2004, doi: 10.1016/S0738-3991(03)00215-5.
[13] N. Suseno and R. Riswanto, "Sistem Pengelolaan Laboratorium Fisika untuk Mewujudkan Pelaksanaan Praktikum yang Efisien," Jurnal Pendidikan Fisika, vol. 5, no. 1, Art. no. 1, Mar. 2017, doi: 10.24127/jpf.v5i1.743.
[14] H. F. Neville and J. Williams, Is This a Phase?: Child Development and Parent Strategies from Birth to Six. Parenting PR Inc., 2007.
[15] A. Shafitri, Efektivitas Layanan Konseling Kelompok Islami Menggunakan Brain Gym untuk Meningkatkan Konsentrasi Belajar Peserta Didik Kelas VII MTs NU Al-Falah Tanjungrejo Kudus, 2022.
[16] Tarmansyah, Terapi Okupasional. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2010.
[17] N. A. Humaira and M. Mawardah, "Efektivitas Media Maze untuk Meningkatkan Ketahanan Duduk Anak Autisme Kelas VI di Sekolah Khusus Pelita Bunda Samarinda," Community Development Journal: Jurnal Pengabdian Masyarakat, vol. 5, no. 1, Art. no. 1, Jan. 2024, doi: 10.31004/cdj.v5i1.24067.
[18] C. Cecep, D. T. Waskita, and N. Sabilah, Upaya Meningkatkan Konsentrasi Belajar Anak Usia Dini Melalui Metode Demonstrasi, 2023.
[19]R. Riinawati, Hubungan Konsentrasi Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik pada Masa Pandemi Covid-19 di Sekolah Dasar, 2022.
[20] S. Safaruddin, A. Mardiyah, R. Dewi, and A. Almanawara, "Pengaruh Penataan Posisi Tempat Duduk Terhadap Ketahanan Duduk Peserta Didik Dalam Proses Pembelajaran," EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, vol. 12, pp. 125–130, Jul. 2020, doi: 10.17509/eh.v12i2.17345.
[21] Khadijah, M. Sit, Rustam, H. Purba, and F. Nasution, Perkembangan Kemampuan Anak Usia Dini, 2021.
[22] A. Ratnayanti, S. Syafdaningsih, and S. Sumarni, "Peningkatan Konsentrasi Belajar Anak Melalui Bermain Lempar Tangkap Bola pada Anak Kelompok B TK Negeri Pembina Gelumbang," Undergraduate Thesis, Sriwijaya University, 2018. Available: https://repository.unsri.ac.id/12246/
[23] J. Chen, "Influence and Implications of Parenting Styles on Young Children’s Concentration," J. Educ. Humanit. Soc. Sci., vol. 22, pp. 257–263, Nov. 2023, doi: 10.54097/ehss.v22i.12432.
[24] M. S. Rambe and N. Yarni, "Pengaruh Gaya Belajar Visual, Auditorial, dan Kinestetik terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Dian Andalas Padang," J. Review Pendidikan dan Pengajaran JRPP, vol. 2, no. 2, pp. 291–296, Dec. 2019, doi: 10.31004/jrpp.v2i2.486.
[25] A. S. Arini, "Pengaruh Musik terhadap Daya Tahan Konsentrasi Belajar Anak Autis di SLB River Kids," Diploma Thesis, Universitas Negeri Malang, 2022. Available: https://repository.um.ac.id/267167/
[26] H. Hasnawati and M. Brantasari, Meningkatkan Konsentrasi Anak dengan Kegiatan Menganyam Kain Perca pada Anak Usia 5–6 Tahun di TK Tunas Muda Kersik Kec. Mararangkayu Kab. Kutai Kartanegara, 2020.
[27] S. Pratiwi and Y. N. Asi’ah, "Meningkatkan Konsentrasi Belajar Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Menjahit," J. Pendidikan Islam Anak Usia Dini Anaking, vol. 1, no. 1, pp. 114–122, Aug. 2022. Available: https://journal.stai-musaddadiyah.ac.id/index.php/ja/article/view/194
[28] D. N. Pratiwi, "Hubungan Gaya Belajar dan Konsentrasi Belajar dengan Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Kelas V SD Negeri Gugus IV Gadingrejo Kabupaten Pringsewu Tahun Pelajaran 2018/2019," 2019.
[29] R. Rustianingsih and A. F. Nisa, Penerapan Metode Pembelajaran Visualization Auditory Kinesthetic (VAK) pada Pembelajaran IPA untuk Mengakomodasi Kesiapan dan Gaya Belajar Siswa Kelas V, 2023.
[30] B. DePorter and M. Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. PT Mizan Publika, 2007.
[31] B. Carsone, K. Green, W. Torrence, and B. Henry, "Systematic Review of Visual Motor Integration in Children with Developmental Disabilities," Occup. Ther. Int., vol. 2021, p. 1801196, Jul. 2021, doi: 10.1155/2021/1801196.
[32] M. F. Westerveld, S. A. Malone, S. Clendon, R. Bowen, G. Hayley, and J. Paynter, "The Home Literacy Environment of School-Age Autistic Children with High Support Needs," J. Appl. Res. Intellect. Disabil., vol. 37, no. 5, p. e13284, 2024, doi: 10.1111/jar.13284.
[33]S. Wardani, Damri, and Zulmiyetri, Meningkatkan Ketahanan Duduk Bagi Anak Tunagrahita Ringan Kelas I Melalui Planned Humor Menggunakan Boneka Tangan, 2021.
[34] N. I. Putri, "Efektivitas Bermain Tebak Isi Gelas untuk Meningkatkan Ketahanan Duduk Anak Hiperaktif di Kelas Persiapan SLB Fan Redha Padang (Single Subject Research)," J. Penelitian Pendidikan Khusus, vol. 4, no. 3, Mar. 2017, doi: 10.24036/jupe70650.64.
[35] Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, Cet. 4. Bandung: Pustaka Setia, 2011.
[36] D. E. Gusmita, "Penggunaan Media Gambar Berwarna dalam Meningkatkan Kemampuan Mengenal Warna di PAUD Witri 1 Kota Bengkulu," IAIN Bengkulu, 2018.Available: http://repository.iainbengkulu.ac.id/2851/
[37] P. S. Beach, G. Reid, and D. H. Collier, Motor Learning and Development, 2019.
[38] D. A. Herzamzam, N. Diniarti, and M. Lasminingsih, "Peningkatan Konsentrasi Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Picture and Picture di SDN Wanasari 01," Griya Jurnal Pendidikan Matematika dan Aplikasinya, vol. 2, no. 4, pp. 1157–1167, Jan. 2023, doi: 10.29303/griya.v2i4.276.
[39] S. Salingkat, T. Bidjai, and F. Yalumani, "Penerapan Media Gambar sebagai Upaya Meningkatkan Konsentrasi Belajar Anak Usia Dini," Damhil Education Journal, vol. 2, no. 2, p. 96, Nov. 2022, doi: 10.37905/dej.v2i2.1590.
[40] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2018.
[41] J. J. Sunanto, Pengantar Penelitian dengan Subyek Tunggal, 2005.
[42] E. Syukria and R. Rahmahtrisilvia, "Efektivitas Token Economy dalam Meningkatkan Ketahanan Duduk pada Anak ADHD," MSI Transactions on Education, vol. 3, no. 1, Mar. 2022, doi: 10.46574/mted.v3i1.75.
[43] E. Rochyadi, Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Depdiknas (Dit. PPTK & KPT), 2005.
[44] A. Asna, "Peningkatan Konsentrasi Siswa dengan Metode Picture to Picture pada Pembelajaran Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan di Kelas VII SMP Negeri 7 Muara Bungo," Jurnal Muara Pendidikan, vol. 4, no. 1, pp. 268–275, Jun. 2019, doi: 10.52060/mp.v4i1.129.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Sekar Alphiani Cahyaningrum, Ghozali Rusyid Affandi

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.