Forming Religious Character Through Congregational Dhuha Prayers in Elementary School
Pembentukan Karakter Religi Melalui Shalat Dhuha Bersama di Sekolah Dasar
DOI:
https://doi.org/10.21070/ijemd.v20i1.880Keywords:
Religious Character, Dhuha Prayer, Islamic Education, Elementary Students, Spiritual DevelopmentAbstract
General Background: Religious character education at the elementary level plays a vital role in shaping students' moral and spiritual foundations. Specific Background: In the context of Islamic education, congregational Dhuha prayer has the potential to foster religious awareness and discipline among young learners. Knowledge Gap: However, empirical studies focusing on the implementation and impact of Dhuha prayer in elementary schools remain limited. Aims: This study aims to examine the effectiveness of congregational Dhuha prayers as a strategy to improve the religious character of elementary school students. Results: Using a qualitative descriptive approach through non-systematic observation and interviews, the findings reveal that students who regularly participate in Dhuha prayer demonstrate enhanced devotion to worship, increased spiritual awareness, improved discipline, greater responsibility, and growing confidence in religious practices. Novelty: This research highlights the practical application of routine Dhuha prayer as a character-building tool within Islamic education, particularly by empowering students to lead as prayer imams. Implications: The study underscores the importance of integrating structured religious practices into daily school routines and positions religious education teachers as pivotal facilitators in nurturing students’ religiosity and moral development from an early age.
Highlights:
-
Highlights Dhuha prayer as a strategy for building student religiosity.
-
Shows improvement in discipline, responsibility, and worship habits.
-
Emphasizes the teacher's role in shaping moral-spiritual character.
Keywords: Religious Character, Dhuha Prayer, Islamic Education, Elementary Students, Spiritual Development
Pendahuluan
Pendidikan karakter di sekolah dasar memiliki peran yang signifikan dalam upaya menunjang sistem pendidikan nasional serta memiliki tanggung jawab yang sama terhadap pencapaian tujuan pendidikan nasional. Dalam konteks globalisasi dan modernisasi, pendidikan karakter menjadi semakin penting untuk memperkuat identitas keagamaan dan moralitas individu terutama dalam aspek-aspek sikap dan nilai seperti akhlak, keagamaan, dan sosial di masyarakat [1].Seperti halnya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki budi pekerti luhur, pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, serta kepribadian yang baik adalah harapan setiap orang tua terhadap pendidikan di sekolah[2] .
Tantangan modernisasi dan pengaruh globalisasi telah memperkuat kebutuhan akan pendidikan karakter religius yang kuat di kalangan generasi muda. Berbagai isu sosial seperti moralitas, integritas, dan ketaqwaan, menjadi perhatian utama dalam upaya menciptakan masyarakat yang berbudaya dan bermoral, maka peran penting guru kali ini tidak hanya sebagai sumber informasi dalam mengajarkan keilmuannya, tetapi juga sebagai contoh yang baik dalam kehidupan sehari – hari untuk siswanya dalam membentuk karakter mereka[3] . Guru pendidikan agama Islam terus berupaya membangun kecerdasan emosional dan spiritual siswa, dengan tujuan meningkatkan karakter religius dan pengetahuan siswa dalam mengembangkan kemampuan nilai-nilai emosional dan spiritual dalam diri mereka. Hal ini bertujuan agar dunia pendidikan karakter religius dapat berdiri tegap untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia[4].
Mengacu pada peraturan pemerintah No. 55 Tahun 2007, guru adalah pendidik yang memberikan pengetahuan dengan membentuk kepribadian, sikap, serta keterampilan siswa dalam kehidupannya[5]. Sehingga guru pendidikan agama Islam hadir untuk mengatur hubungan manusia dengan tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, sehingga menjamin keselarasan, keseimbangan, dan keserasian dalam hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai kebahagiaan lahiriah dan batiniah sehingga siswa dapat memiliki karakter yang diharapkan dalam rangkaian religiusitas mereka.
Berlandasan dengan Kemendiknas telah mengidentifikasi 18 nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada siswa yang bersumber dari Agama, Pancasila, Budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional di antaranya 1.religius 2. Disiplin 3. Tanggung jawab sehingga siswa melalui pendidikan karakter yang di ajarkan oleh guru bisa untuk mencapai minimal 3 dari 18 karakter tersebut[6]. Karakter sendiri merupakan cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas seorang individu untuk hidup, bekerjasama, baik dengan keluarga, guru, maupun teman di sekolah, bahkan juga kepada masyarakat lingkungannya. Sehingga individu yang memiliki karakter yang baik akan memiliki pengetahuan yang luas tentang potensi dalam dirinya, seperti percaya diri, logis, kreatif, jujur, dan bertanggung jawab[7]. Melemahnya karakter religius siswa sekolah dasar juga menjadi penghambat dalam proses belajarnya, pengaruh utama terhadap aspek religi seperti sopan santun, kedisiplinan di lingkungan sekolah, kurangnya semangat dalam mencari ilmu, baik ketika sekolah formal maupun non formal. Seiring perkembangan zaman yang kian hari terus meningkat terutama di bidang digitalisasi dan teknologi moderen siswa semakin terpengaruh budaya – budaya luar yang sering di lihat baik itu melalui handphone maupun media televisi, pengaruhnya sangat luar biasa dalam menubuhkan karakter siswa tersebut.
Perkembangan teknologi konten ataupun video yang ada pada hp tidak hanya berupa hal-hal positif saja tetapi banyak juga hal-hal negatif yang ada pada handpone, televisi dan itu dipertontonkan di pakai media pembelajaran seharusnya bisa menciptakan lingkungan belajar yang begitu amat menarik, menyenangkan, dan interaktif [8].Menjadi kajian ulang oleh guru pendidikan agama Islam sebagai alat untuk memudahkan pembentukan karakter siswa itu sendiri dalam penyampaian materinya, terbentuknya karakter baik itu secara sadar maupun secara tidak sadar adalah apa yang sering siswa lihat atau sering di dengar Artinya karakter religius siswa tidak dapat diabaikan dengan begitu saja, maka guru hari ini di tuntut dan mempunyai tanggung jawab tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga bijak dalam mengambil media belajar untuk membimbing siswa terutama praktik keagamaan sehari-hari serta penanaman kebiasaan positif dalam kehidupan. Sehingga penanaman nilai karakter ini terus dilakukan melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah.
Nilai religius yang diharapkan dalam pendidikan karakter ini adalah kepatuhan siswa sebagai seorang muslim dan sebagai siswa sehingga harus disiplin, berani, toleransi antar umat beragama, dan selalu berusaha berbuat kebaikan di setiap tindakan, dan ucapannya. Dalam keseharian siswa selalu bertemu dengan teman sejawatnya yang kemudian banyak persoalan ketika siswa melakukan interaksi antar teman satu kelas ataupun dalam satu sekolah yang terkadang saling mengejek dengan sebutan nama orang tua dan sebagainya. Sehingga karakter religius siswa dalam pendidikan akhlak dan budi pekerti, sebagai salah satu aspek pendidikan karakter yang baik dan harus mendapat perhatian serius untu ikut membentengi siswa dari karakter yang kurang baik[9]. Maka sebagai guru hari ini mulai di benturkan dengan arus digitalisasi dan modernsasi yang tidak bisa di bendung, dan guru di tuntut untuk menjadikan siswa agar berkarakter sopan dan santun serta memiliki karakter yang baik. Sebagaimana dikatakan Scerenco bahwa “pendidikan karakter merupakan sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara menanamkan ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong dan diberdayakan melalui keteladanan”[10].
Dalam konteks pendidikan agama Islam peningkatan karakter religius siswa menjadi suatu perhatian yang mendesak, meskipun pendidikan agama Islam telah menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional di banyak negara termasuk Indonesia. Tantangan besar tetap ada dalam memastikan efektivitasnya dalam upaya meningkatkan karakter religius siswa, menurunnya kualitas moral siswa kesenjangan sosial yang semakin meningkat kehilangan kebudayaan lokal dan munculnya tradisi serba instan dan cepat, menjadi tantangan baru bagi guru pendidikan agama Islam dalam upaya penguatan religiusitas siswa [11]. Oleh karena itu, menjadi hal yang penting untuk membentengi diri sejak dini dengan mengacu kepada kesiapan karakter siswa, antara lain karakter yang baik dan mengetahui kebaikan, mencintai atau menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan [12].Selama ini aspek pendidikan dirasa hanya terfokus pada kecerdasan intelektual, sehingga terjadi ketidak seimbangan perkembangan psikis siswa dalam sisi emosional dan spiritualnya[13].
Tantangan utama dalam upaya meningkatan karakter religius siswa terdapat di bagaimana cara mengintegrasikan pembelajaran agama dengan kehidupan sehari-hari agar menjadi efektif. Upaya ini akan menjadi relevan dengan kehidupan siswa dan memberikan pemahaman yang kuat tentang bagaimana prinsip-prinsip agama dapat diterapkan dalam konteks nyata. Contoh yang di harapkan dari karakter tersebut yakni siswa dapat memiliki sikap bertanggung jawab dan percaya diri, berkata yang baik tidak saling menggunjing antara temannya selalu siap jika di perintah guru ketika diberi tugas. Di kembangkan dengan pengaplikasian ibadah sholat sunnah dapat dilakukan sebagai evaluasi diri dalam upaya menanamkan karakter religius siswa, yang bisa guru pendidikan agama Islam bisa lakukan salah satunya melalui badah sholat Dhuha berjama’ah di sekolah. Sehingga memunculkan karakter religius siswa yang bersinggungan secara langsung dengan adanya sholat dhuha berjam’ah yakni kedisiplinan baik itu waktu pelaksanaan sholat dhuha maupun sholat wajib yang memiliki syarat,rukun ,waktu yang tepat saat mengerjakannya[14]. begitu juga karakter religius lainya adalah kesopanan dan tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban dari siswa, salat dhuha berjama’ah yang sudah terjadwal akan membranding fikiran dan diri siswa secara sadar maupun tidak sadar. Mereka seakan merasakan kebiasaan yang sudah terjadwal akan otomatis mudah mengingatnya.
Sholat dhuha berjama’ah yang dilaksanakan secara rutin dan terjadwal juga menjadi pembelajaran tentang kedisiplinan siswa dalam proses untuk menjadi insan yang religius [15]. Apalagi sholat dhuha merupakan salah satu sholat sunnah yang dianjurkan nabi Muhammad, jika sudah mengetahui keutamaan sunnahnya, maka akan bermanfaat bagi semua yang melaksanakan sunnah tersebut [16]. Sunnah nabi ini akan sempurna apabila tidak hanya guru saja yang mengamalkanya tetapi siswa juga dapat mengamalkan setiap hari, kebermanfaatan akan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari ketika kita mengimaninya [17]. Adapun siswa diajak untuk membiasakan melaksanakan sholat dhuha berjama’ah dan juga kegiatan kerohanian lainnya seperti kultum bercerita sejarah nabi dan tartil al-qur’an sebagai bentuk aktualisasi mendekatkan diri kepada Allah untuk upaya peningkatan religiusitasnya. Siswa di sekolah dasar harus didoktrin sedini mungkin agar menjadi hamba yang berkarakter religius dan bertaqwa terhadap Allah. Sehingga terwujudnya sholat dhuha berjamaah juga menggambarkan salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam upaya pembentukan karakter siswa dalam aspek percaya diri ketika ditugaskan untuk menjadi seorang imam sholat. Tekun beribadah baik sunnah maupun wajib dan toleransi sesama siswa, tidak saling mengejek, serta selalu berbuat sopan santun terhadap guru.
Penelitian tentang praktik keagamaan seperti halnya sholat dhuha berjama'ah, menjadi relevan untuk memahami kontribusinya terhadap upaya pembentukan karakter religius siswa untuk menggali lebih dalam tentang dampak spesifik dari manfaat praktik sholat dhuha berjama'ah yang di laksanakan di sekolah. Banyak peneliti yang menggunakan tema karakter di penelitiannya salah satunya tentang penelitan budaya mengintegrasikan karakter religi di kegiatan sekolah juga berbicara tentang karakter, sehingga banyak cara untuk membentuk sebuah karakter kepada siswa salah satunya kegiatan keagamaan seperti sholat dhuha berjamaah dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan karakter religius siswa, tetapi masih ada tantangan dalam mendorong partisipasi siswa dalam kegiatan tersebut. Faktor-faktor seperti kurangnya kesadaran akan pentingnya kegiatan keagamaan atau kurangnya dorongan dari lingkungan sekolah dan keluarga dapat menjadi hambatan bagi partisipasi siswa dalam kegiatan keagamaan. oleh karena itu siswa akan belajar bagaimana caranya menghargai sesama temannya dan juga mempererat rasa kebersamaan bersama teman, terbiasa mengucapkan perkataan yang baik dan tentunya percaya diri dan disiplin dalam melaksanakan ibadah fardlu.
Pembahasan tentang perilaku siswa berkiatan dengan karakter siswa sehari-hari yang menggambarkan tentang upaya pembentukan karater disiplin dan religius siswanya, dengan menggunakan pembiasaan sholat dhuha berjamaah, ini menjadi menarik untuk di teliti yakni berkaitan karakter religi siswa di sekolah dasar, upaya pembentukan karater religus ini menjadikan bahasan yang tidak akan pernah habis untuk di teliti karena setiap wilayah atau sekolah bahkan siswa yang di hadapi juga berbeda – beda dengan peneliti terdahulu tentu cara dan penanganan berbeda pula. Sebelum adanya pelaksanaan sholat dhuha berjama’ah yang di lakukan di SD Negeri Tarokan 1 yang awalnya liar bahkan sering berkata kotor dan suka saling mengejek sesama teman, kurang disiplin, kurang tertib dalam beribadah kususnya sholat fardlu kini dengan berjalanya waktu adanya sholat dhuha berjama’ah dengan konsep menggunakan imam sholat dhuha adalah siswa itu sendiri menjadi langkah awal yang baik untuk pembentukan karakter religi siswa, disertakan juga setelah pelaksanaan sholat dilakukan kultum dengan pembahasan yang mudah dan menarik bahkan pembahasan yang kadang tidak sesuai dengan materi sekolah misalnya membahas tentang game Pubgi atau yang lainya. Ini bermaksud bagaimana siswa bertanggung jawab akan tugas yang di berikan, untuk berani dan percaya diri serta disiplin waktu ketika sudah jadwalnya kultum mereka akan melaksanakannya juga. Jadi penelitian yang di lakukan berada di SD NEGERI TAROKAN 1 Kabupaten Kediri dimana masalahnya hampir sama dengan penelitian yang lain akan tetapi titik fokus penelitian yang diteliti oleh penulis sebagai rumusan masalahnya adalah bagaimana kemudian siswa dapat memiliki karakter religi 1. Religiusitasnya 2. Disiplin dengan ibadahnya baik sunnah maupun wajib 3. Bertanggung jawab 4. Berani dan percaya diri menjadi Imam sholat dhuha berjama’ah dengan teman – temannya mengambil tiga poin dari tentang pendidikan karakter yang tertera di Kemendiknas, yang telah diidentifikasi 18 nilai karakter yang pertama religius yang ke dua disiplin yang ke tiga tanggung jawab.
Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena lebih sesuai untuk memahami fenomena kompleks dalam konteks nyata. Terutama berkaitan dengan pola dan tingkah laku manusia (behavior) dan apa yang dibalik tingkah laku tersebut yang biasanya sulit untuk diukur dengan angka-angka[18], seperti pengalaman dan persepsi siswa terhadap praktik ibadah sholat dhuha berjama'ah di sekolah dalam upaya pembentukan karakter religi bagi siswa. Pendekatan kualitatif juga memungkinkan peneliti untuk mendapatkan wawasan yang mendalam tentang bagaimana pelaksanaan sholat dhuha berjama'ah dapat memengaruhi menigkatnya karakter religius siswa. Data didapatkan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara non sistematis dan juga dokumentasi. Teknik analisa data penelitian dilakukan dengan cara pengamatan sedalam-dalamnya tentang fokus penelitian tanpa ada batasan kisi-kisi instrumen dari observasi. Dari pengamatan yang di lakukan kemudian peneliti berhak memberikan tambahan-tambahan fakta berdasarkan subyektifitasnya sendiri[19]. pendekatan yang di lakukan bersifat deskriptif yang memudahkan peneliti untuk meneliti suatu kelompok manusia sebagai suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran di satu peristiwa pada masa sekarang melalui observasi terhadap tingkah laku siswa di setiap aktivitasnya baik sebelum dan sesudah terlaksananya sholat dhuha berjama’ah. Juga melalui wawancara dilakukan kepada informan baik, guru, kepala sekolah, staf karyawan, juga siswanya yang digunakan untuk mengetahui bagaimana pembentukan karakter itu tercapai dengan baik.
Adapun tujuan dari penelitian ini hasilnya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang terjadi di lapangan saat peniliti melakukan penelitiannya[20]. Dalam upaya pembentukan karakter religi siswa sekolah dasar melalui sholat dhuha berjama’ah akan tercapai dengan banyaknya elemen pendukung dalam penggalian data untuk menentukan cara yang efektif tercapainya karakter religi yang dimiliki siswa tersebut, tidak hanya itu peneliti juga akan membuat wawancara terhadap guru wali kelas dan siswa serta dokumentasi sebagai sebuah proses penggalian data yang dilakukan langsung oleh peneliti sendiri bukan oleh asisten peneliti atau orang lain dan dengan melalui pengamatan mendetail terhadap manusia sebagai subjek observasi dan lingkungan sekolah dalam menggali jawaban dari rumusan masalah 1. Religiusitas 2. Kedisiplinan 3. Tanggung jawab untuk mencapai hasil riset [21]
Hasil dan Pembahasan
A. Penanaman Karakter Religius siswa SD Negeri Tarokan 1 Kediri
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa guru menunjukkan bahwa pentingnya karakter religiusitas siswa harus di tanamkan sejak dini, sehingga ketika siswa mulai beranjak dewasa akan mudah untuk di kontrol. Karena saat ini di era modern karakter siswa sangat menurun baik itu karakter religi maupun karakter kebaikan lainnya, karena itu guru harus siap untuk bekerja dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab serta menjadi tauladan yang baik bagi siswanya agar kembali lagi ghirah perjuangan pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa bisa tercapai. Dari hasil observasi penghambat anak untuk rajin beribadah adalah faktor lingkungan dan keluarga itu sendiri, ketika guru mencoba mendalami alasan kenapa siswa ketika di tanya kenapa tidak sholat atau bahkan bertindak yang jahat, itu karena siswa terpengaruh dari lingkungan dan kususnya keluarga itu sendiri yang kurang perhatian terhadap anak sehingga anak lebih liar dan sangat susah untuk di kendalikan maka disinalah guru berperan, sehingga semakin banyak siswa yang melakukan kebaikan melalui pembiasaan dan tauladan yang baik pula maka tercapailah penanaman karakter yang di ajarkan oleh guru tersebut.
Guru pendidikan agama Islam memiliki peran yang penting dalam pembentukan karakter siswa, pembentukan tersebut haruslah dengan kolaborasi dari berbagai pihak diantarannya, orang tua, guru, kepala sekolah hingga masyakarat bahkan antar sesama teman sebaya atau teman dalam satu sekolah. Pendidikan agama Islam bersifat fungsional dipakai sepanjang hayat manusia semakin bertambah umur seseorang, semakin dirasakan olehnya kebutuhan dan keperluan akan agama bukan hanya membahas tentang kehidupan dunia akan tetapi juga akhirat, Peran guru pendidikan agama Islam dalam hal ini memiliki peranan sangat penting dalam memfasilitasi proses terlaksananya pendidikan agama Islam pelaksanaan sholat dhuha berjama'ah salah satu dari upaya dalam meningkatkan karakter religius siswa. Sedangkan guru dalam hal ini sebagai pendidik yang menjadi tokoh panutan dan identifikasi bagi para siswa dan lingkunganya. Oleh karena itu guru harus memiliki standar kualitas yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin akan tetapi sebagai guru juga dapat di ibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran proses pendidikan agama Islam tersebut[22].
Berjalannya waktu proses pembelajaran guru dengan siswanya akan menjadi imbang ketika semua berjalan semestinya, apalagi dengan perubahan globalisasi yang begitu cepat perlunya benteng akan diri siswa yang semakin melemah karena tergerusnya arus zaman yang belum tentu bisa di bendung akan tetapi bisa untuk berupaya mengantisipasinya melalui peningkatkan karakter religius siswa. Kemudian melalui pendidikan karakter salah satu upaya sadar yang dilakukan oleh pendidik (guru) untuk menginternalisasikan nilai-nilai karakter pada siswa sebagai pencerahan agar mengetahui, berpikir, dan bertindak secara bermoral dalam menghadapi setiap situasi[23]. Meningkatakan karakter religius siswa tanpa perencanaan yang baik maka hasilnya tidak akan baik pula, maka kualitas perencanaan pendidikan karakter yang diaplikasikan di setiap sekolah sangat menentukan kesuksesan penerapan pendidikan karakter dan untuk mencapai keberhasilan segala sesuatunya harus direncanakan dengan baik terlebih dahulu untuk mencapai hasil maksimal tanpa perencanaan yang baik. Kualitas perencanaan pendidikan karakter yang diaplikasikan di setiap sekolah sangat menentukan kesuksesan penerapan pendidikan karakter, dan untuk mencapai keberhasilan segala sesuatunya harus direncanakan terlebih dahulu[24]
Seperti ungkapan Marzuki, pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Pendidikan Karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan karakter religius dapat diartikan sebagai sikap dan perilaku yang taat dalam melaksanakan ajaran agama yang merupakan pokok pangkal terwujudnya kehidupan yang damai .Dengan demikian proses penanaman karakter religius ataupun pendidikan akhlak sudah tentu harus dipandang sebagai usaha sadar dan terencana bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Sedangkan pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa yang dalam pelaksanaannya melibatkan semua pihak sekolah, seperti peseta didik, kepala sekolah, guru, staff tata usaha, dan penjaga sekolah bahkan lingkungan sekolah[25]. Menjadikan sebuah kesatuan yang harus di penuhi dari semua aspek yang ada agar upaya meningkatkan karakter siswa ini terwujud dengan baik karena karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama[26].
Fokus pembahasan karakter religi yang di upayakan adalah meningkatnya religiusitas siswa dan kedisiplinan serta kesadaran siswa tentang pentingnya ibadah sholat lima waktu, juga mempunyai rasa tanggung jawab, memiliki keberanian untuk memimpin dengan pembiasaan bergantian menjadi imam sholat dhuha berjama’ah, dan selalu berupaya menjaga lisannya agar terucap perkataan yang baik yang keluar dari mulut siswa. Langkah pembiasaan disiplin di sekolah menjadi landasan bagi pembentukan karakter yang menciptakan pola pikir teratur dan sikap bertanggung jawab selain siswa di upayakan terus agar mempunyai kedisiplinan dan juga tanggung jawab akan dirinya, juga di arahkan sebagai bentuk tanggung jawab akan hubungan dengan Allah sebagai bentuk ketaqwaan siswa akan tugasnya sebagai hamba dengan disiplin dalam beribadah kepada Allah[27].
Upaya pembentukan karakter religius di SD Negeri Tarokan 1 Kediri bukan hanya melalui praktik sholat dhuha akan tetapi juga ada kebiasaan yang sudah berjalan adalah pembiasaan membaca asmaul husna setiap hari selasa sebelum siswa masuk kelasnya masing – masing, yang kemudian perubahan sikap yang di rasakan sangatlah signifikan selain bisa mudah menghafal asmul husna juga dalam proses pembentukan karakter siswa, seperti ini dapat diimplementasikan dengan menggunakan metode dan strategi yang berbeda-beda.akan tetapi setiap sekolah memiliki cara masing-masing dalam mengimplementasikan pendidikan karakter religius yang disesuaikan dengan kebijakan sekolahnya sendiri[28].
B. Ibadah Sholat Dhuha Berjama’ah SD Negeri Tarokan 1 Kediri
Sholat dhuha di SD Negeri Tarokan 1 Kediri sudah dilaksanakan selama dua bulan terakhir. Pembiasaan sholat dhuha merupakan hasil rapat yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru kelas guru mapel yang merasa khawatir terhadap kemerosotan karakter siswa-siswi nya. Banyak siswa yang memiliki catatan kasus yang tidak baik, seperti melakukan pembulian , suka mengejek teman dengan sebutan nama orang tua, suka mengucapkan perkataan yang kotor, kurang percaya diri, kurang disiplin dalam beribadah kususnya ibadah sholat lima waktu. sebagai upaya guru pendidikan agama Islam dalam mendidik siswanya ke hal yang lebih baik terus di upayakan, walaupun hanya Allah lah dengan kuasanya berkenan memberikan hidayah pada hambanya, maka sebagai makhluk yang mengikuti fitrah penghambaannya pada Allah ia akan benar - benar mengerjakan amal-ibadahnya [29]. Hal ini yang mendasari kepala sekolah dan guru kelas maupun guru mapel pendidikan agama Islam SD Negeri Tarokan 1 kediri untuk membuat suatu kebiasaan baik yang diharapkan dapat memperbaiki karakter siswanya.
Berdasarkan hasil observasi kurangnya karakter religius siswa dalam aspek ibadah dikarenakan seringkali siswa meninggalkan sholat lima waktu karena tidak terbiasa dari kecil untuk tertib melakukan ibadah sholat atau kurangnya pengajaran dari orang tua itu sendiri. Dalam melaksanakan kegiatan pembiasaan sholat dhuha ini ada harapan untuk upaya meningkatkan karakter religius siswa karena seringkali meninggalkan sholat akibat tidak terbiasa dari kecil atau kurangnya pengajaran dari orang tua, seperti kurang perhatian, nasihat, bimbingan, dan pembiasaan sholat, dan pemahaman manfaat, pahala, dan dosa yang akan diterima berkaitan dengan sholat[30]. Pendukung lain sarana dan prasarana di SD Negeri Tarokan 1 kediri untuk peningkatan karakter religi masih terbatas maka sekolah bekerjasama dengan masyarakat sekitar sekolah dengan memanfaatkan mushola milik masyarakat setempat yang ada di samping sekolah untuk kegiatan sholat dhuha berjama’ah. Sehingga dalam melaksanakan pembiasaan sholat dhuha SD Negeri Tarokan 1 kediri bisa terlaksana dengan baik.
Untuk membiasakan siswa melaksanakan sholat dhuha, SD Negeri Tarokan 1 kediri melaksanakan sholat dhuha tiga kali dalam satu minggu, yaitu hari Senin, Selasa, Rabu prakti sholat dhuha ini terfokus hanya di siswa kelas atas yakni kelas 4,5,6 saja, dan untuk siswa kelas bawah membiasakan menghafal surat – surat pendek setiap mata pelajaran Agama Islam. Pelaksanaan sholat dhuha diwajibkan untuk siswa kelas 4,5,6 SD Negeri Tarokan 1 Kediri. Dalam praktiknya masing-masing siswa dianjurkan untuk membawa perlengkapan sholat dari rumah, pelaksanaan sholat dhuha dimulai sebelum jam pembelajaran berlangsung, yaitu pukul 07.30 WIB. Sembari melaksanakan sholat dhuha setelah dzikir dan do.a guru memberikan ceramah keagamaan yang sering di sampaikan adalah tentang pentingnya sholat, dimana siswa kelas atas masih banyak yang kurang lengkap sholat lima waktunya atau kurang disiplin untuk ibadahnya, maka guru selalu memberikan motivasi agar siswa bisa tertib dalam beribadah.sholat lima waktu dan juga memberikan pembelajaran tentang keberanian untuk menjadi imam serta harus mempunya tanggung jawab akan tugas yang di berikan oleh gurunya.
Faktor lain yang menjadi penghambat pelaksanaan sholat dhuha berjama’ah yaitu terkadang siswa lupa tidak membawa perlengkapan sholat sehingga tidak ikut sholat dhuha. Yang menjadikan persoalan juga ketika mata pelajaran pendidian agama Islam ini hanya diberikan kesempatan 1 kali dalam satu pekan untuk pembelajarannya bisa menjadi masalah untuk mengontrol siswa dalam aspek religuisnya di dalam kelas. Disinilah pentingnya peran guru dalam pembiasaan sholat dhuha berjama’ah dalam mengontrol sikap siswa yang juga akan mengarah kepada karakter siswa tersebut. Guru harus berupaya supaya siswa dapat semangat dalam mengikuti pembiasaan sholat dhuha, upaya yang dilakukan guru untuk membiasakan siswa sholat dhuha yaitu guru memberikan motivasi, dukungan dan dorongan serta pendampingan secara terus menerus kepada siswa menanamkan nilai karakter disiplin dan religius pada siswa melalui pembiasaan sholat dhuha berjama’ah, guru selalu kroscek keikutsertaan siswa dalam melaksanakan sholat dhuha. Jika ada siswa yang tidak mengikuti sholat dhuha maka tugas guru agama Islam adalah memberikan motivasi dukungan dan dorongan serta pendampingan kepada siswa tersebut agar mau mengikuti sholat dhuha. Namun jika sampai tiga kali siswa tersebut tidak mengikuti sholat dhuha maka guru agama Islam akan memberikan tindakan yang bersifat mendidik contohnya adalah membaca ayat kursi sebanyak 10 kali untuk pelanggaran pertama begitu selanjutnya berlaku kelipatannya yang di ucapkan di bawah bendera merah putih.
Pelaksanaan sholat dhuha di SD Negeri Tarokan 1 kediri sudah baik. Sebagian besar siswa di SD Negeri Tarokan 1 kediri selalu mengiuti sholat dhuha berjama’ah yang dilaksanakan di hari Selasa, Rabu, Kamis. Sebagian besar siswa juga membawa perlengkapan sholat dari rumah masing-masing, walaupun ada sebagian siswa yang tidak membawa terutama siswa laki-laki setelah adanya punishment berlaku siswa sudah membaik rajin membawa perlengkapan sholat. Walaupun dalam pelaksanaan sholat dhuha masih ada beberapa siswa yang tidak khusuk dalam sholat guru selalu berupaya agar siswa sholat dengan khusuk dan ini juga sebagai penilaian siswa itu sendiri jika ketika sholat dhuha berjama’ah belum bisa melaksanakannya dengan khusuk maka sudah di pastikan siswa tersebut belum melasanakan sholat lima waktu ketika di rumah. Jadi momentum pelaksanaan sholat dhuha berjama’ah, siswa terus untuk di dorong agar bisa mengerjakan sholat lima waktu dalam sehari ketika di rumah. Walaupun diwaktu sholat dhuha, ada sebagian kecil siswa yang berbicara sendiri sehingga tidak fokus dalam melasanakan sholat dhuha berjama’ah. Seiring berjalannya waktu kurang lebih 2 bulan realisasi dalam upaya meningkatan karakter siswa di SD Negeri Tarokan 1 kediri sekarang sudah lebih baik. Berdasarkan hasil observasi siswa di SD Negeri Tarokan 1 kediri telah menanamkan nilai karakter religius juga disiplin bertanggung jawab dan sikap berani pada dirinya untu menjadi pemimpin. Hal ini dapat dibuktikan dengan siswa berangkat tepat waktu, memakai seragam sesuai dengan ketentuan ketika waktunya jadwal sholat dhuha berjama’ah siswa secara otomatis langsung menuju ke mushola untuk pelaksanaan sholat dhuha berjama’ah, mematuhi peraturan sekolah , tertib dalam beribadah sudah mulai di upayakan tentunya dengan perlahan dan selalu berucap kata yang baik pula, berani ketika diberikan tugas menjadi imam sholat dhuha berjama’ah, sesuai jadwal yang sudah di tentukan serta selalu bertanggung jawab akan tindakan atau perkataan yang di ucapkan, jika berkata kotor segera membaca istighfar sebanyak 10 kali sesuai dengan kesepakatan siswa dan gurunya.
Simpulan
Pelaksanaan sholat dhuha berjama’ah membawa perubahan yang signifikan, dalam upayanya meningkatkan karater yang di identifikasi oleh Kemendiknas sejumlah 18 jenis nilai karakter siswa. Di antaranya 3 karakter dalam pembahasannya penillitian ini 1. Religiusitas 2. Kedisiplinan, 3. Tanggung jawab 4. Keberanian. Meningkatnya karakter religi di SD Negeri Tarokan 1 Kediri terutama di bidang ibadah sholat lima waktunya sudah membaik di sertai kedisiplinan yang di maksudkan adalah bagaimana kemudian siswa mampu mengerjakan ibadah sholat lima waktu dengan disiplin dan tertib, dari hasil penelitian upaya pembentukan karakter religius siswa melalui sholat dhuha berjama’ah selama kurang lebih dua bulan pelaksanaan penelitian ini menjadikan siswa dalam praktiknnya pelaksanaan sholat lima waktu yang di kerjakan oleh siswa bisa secara disiplin, sudah banyak yang melaksanakan sholat lima waktu bagi siswa SD Negeri Tarokan 1 Kediri, dan terus di pantauan Guru pendidikan agama islam dalam proses pelaksanaan sholat lima waktu melalui buku catatan keseharian siswa.
Sedangkan hasil dari siswa mempunyai karakter yang terletak di aspek tanggung jawab artinya bahwa siswa sudah mempunyai akan jiwa tanggung jawab akibat perbuatannya yang di lakukan sehari – hari di lingkungan sekolah utamanya di ucapannya, tingkah lakunya, dan tanggung jawab terkait tugas yang di berikan oleh gurunya di kerjakan dengan penuh tanggung jawab, ketika mempunyai kesalahan yang disitu melanggar aturan sekolah siswa dengan penuh tanggung jawab mengakui salah dan dengan suka hati menerima hukuman yang telah di sepakati bersama dengan seluruh siswa SD Negeri Tarokan 1 Kediri.
Selaras dengan sikap tanggung jawab tersebut siswa juga sanggup menubuhkan keberaniannya dalam mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut, terlebih lagi dalam upaya guru pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan karakter religius siswa melalui sholat dhuha berjama’ah, siswa mampu memberanikan diri untuk menjadi seorang imam sholat yang makmumnya adalah teman – teman siswa sendiri, siswa menjadi imam sholat sesuai dengan jadwal yang sudah di tentukan oleh gurunya, sehingga siswa bisa mempersiapkan diri jauh – jauh hari sebelum dia menjadi imam sholat di sekolah. Karater religius siswa SD Negeri Tarokan 1 sudah membaik dari tahun – tahun sebelumnya sehingga karakter seperti ini tinggal menjaga dan merawatnya agar karakter religius siswa SD Negeri Tarokan 1 Kediri bisa menjadi contoh kepada sekolah – sekolah lainya dan ke unggulan dari pengaruh besar kebiasaan melaksanakan sholat dhuha berjama’ah bisa di rasakan baik lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga, siswa menjadi patuh terhadap gurunya dan juga orang tuanya, rajin belajar, disiplin dengan sekolahnya dan disiplin dengan ibadah sholat lima waktunya.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih di sampaikan kepada kepala sekolah dan bapak ibu guru SD Negeri Tarokan 1 Kediri, dan juga staf penjaga sekolah dan juga seluruh pihak dari luar sekolah yang telah membantu terlaksananya kegiatan penelitian ini. Terutama wali murid dan wali kelas yang selalu mensuport akan kegiatan sholat dhuha berjama’ah sehingga siswa sangat rajin dan disiplin untuk mengerjakannya dan juga teman – teman seperjuangan yang telah memberikan motivasi agar terselesaikannya penelitian ini, sekali lagi kami ucapkan banyak – banyak terima kasih kepada semuanya.
References
[1] E. Kuswanto, “Peranan Guru PAI dalam Pendidikan Akhlak di Sekolah,” Mudarrisa: Journal of Islamic Education, vol. 6, no. 2, p. 194, 2015.
[2] B. Haryanto, “Perbandingan Pendidikan Islam di Indonesia dan Malaysia,” Adab: Jurnal Pendidikan Islam, vol. 1, no. 1, p. 81, 2015.
[3] I. F. Putri and A. P. Astutik, “Implementasi Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM) di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo,” Asatiza: Jurnal Pendidikan, vol. 4, no. 2, pp. 125–136, 2023.
[4] A. Mustofa and A. Ghofur, “Konsepsi Pembiasaan Sholat Dhuha dan Membaca Al-Qur’an dalam Peningkatan Akhlak,” Tasyri': Jurnal Tarbiyah, Syari'ah, dan Islamiyah, vol. 29, no. 1, pp. 1–10, 2022.
[5] T. A. Astriana, I. A. Q. Ikhwan, and R. M. Hayati, “Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Karakter Religius Peserta Didik Sekolah Dasar,” Bustanul Ulum: Journal of Islamic Education, vol. 1, no. 1, pp. 1–15, 2023.
[6] H. Supranoto, “Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa dalam Pembelajaran SMA,” Promosi: Jurnal Pendidikan Ekonomi, vol. 3, no. 1, pp. 36–49, 2015.
[7] M. T. Nugroho and Nurdin, “Peranan Pembelajaran Agama Islam dalam Pembentukan Karakter Religius dan Toleransi Siswa Sekolah Dasar,” Journal of Evaluation in Education, vol. 1, no. 3, pp. 91–95, 2021.
[8] L. Miranda, “Pentingnya Penguatan Pendidikan Karakter pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital,” Atmosfera: Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni, Budaya, dan Sosial Humaniora, vol. 2, no. 2, pp. 228–234, 2024.
[9] A. Wicaksana, “Sholat Dhuha dalam Peningkatan Akhlak di MI Al-Urwatul Wutsqo Jombang (Studi Analisis Pemuliaan Akhlak Dampak Pandemi),” Tasyri': Jurnal Tarbiyah, Syari'ah, dan Islamiyah, vol. 29, no. 2, pp. 86–95, 2016.
[10] S. Siswanto, I. Nurmal, and S. Budin, “Penanaman Karakter Religius Melalui Metode Pembiasaan,” Ar-Riayah: Jurnal Pendidikan Dasar, vol. 5, no. 1, p. 1, 2021.
[11] Y. Setyawati, Q. Septiani, R. A. Ningrum, and R. Hidayah, “Imbas Negatif Globalisasi terhadap Pendidikan di Indonesia,” Jurnal Kewarganegaraan, vol. 5, no. 2, pp. 306–315, 2021.
[12] D. P. Oktari and A. Kosasih, “Pendidikan Karakter Religius dan Mandiri di Pesantren,” Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, vol. 28, no. 1, p. 42, 2019.
[13] A. P. Astutik, “Implementasi Pembelajaran Kecerdasan Spiritual untuk Mengaktualisasikan Nilai-Nilai Islam,” Halaqa: Islamic Education Journal, vol. 1, no. 1, pp. 9–16, 2017.
[14] R. S. Zahroh, “Internasionalisasi Nilai Karakter Religius Melalui Sholat Dhuha bagi Anak Usia Dini di TKIT 1 Qurrota A’yun Ponorogo,” Kindergarten: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia, vol. 1, no. 2, pp. 40–54, 2022.
[15] H. Abdillah, “Peranan Orangtua dan Guru sebagai Pendidik dalam Membentuk Karakter Anak,” Mumtaz: Journal of Qur’anic Studies and Islamic Education, vol. 3, no. 2, pp. 219–250, 2019.
[16] M. N. Aulia, Upaya Pengembangan Nilai Agama dan Moral Melalui Sholat Dhuha pada Kelompok A Cluring Banyuwangi, Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, 2022.
[17] N. A. Oktavia, Implementasi Nilai-Nilai Religius dalam Kegiatan Ibadah di Sekolah Dasar, Universitas Islam Negeri, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, 2021.
[18] N. Harahap, “Penelitian Kualitatif,” in Editor Ilmu Sosial, [n.p.], [n.d.].
[19] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2022.
[20] Nurul Qamar et al., “Metode Penelitian,” Metodologi Penelitian Kualitatif, no. 17, p. 43, 2018.
[21] H. Hasanah, “Teknik-Teknik Observasi (Sebuah Alternatif Metode Pengumpulan Data Kualitatif Ilmu-Ilmu Sosial),” At-Taqaddum, vol. 8, no. 1, p. 21, 2017.
[22] J. F. Alamsyah and S. Nuralan, “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membina Akhlak Siswa di SD Negeri 23 Tolitoli,” Ilmu Pendidikan, vol. 1, no. 1, pp. 20–26, 2020.
[23] W. Nugroho, “Kesadaran Siswa terhadap Nilai-Nilai Karakter dalam Pembelajaran Virtual Trigonometri,” Jurnal Pendidikan Karakter, vol. 12, no. 2, pp. 221–236, 2021.
[24] S. Narimo, “Budaya Mengintegrasikan Karakter Religius dalam Kegiatan Sekolah Dasar,” Jurnal Varidika, vol. 32, no. 2, pp. 13–27, 2020.
[25] M. F. Hapsari, “Penanaman Nilai Karakter Disiplin dan Religius Melalui Pembiasaan Shalat Dhuha di SD Negeri 4 Kancilan Jepara,” Jurnal Kualitas Pendidikan, vol. 4, no. 1, pp. 8–15, 2023.
[26] M. S. Solihah, E. M. Syamsul, and S. Nahriyah, “Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Karakter Religius Siswa di SMP IT Tazkia Insani,” Edupedia: Journal of Islamic Education and Pedagogy Studies, vol. 7, no. 2, pp. 153–162, 2023.
[27] N. M. S. Mujamil and R. A. Suryadi, “Upaya Guru Kelas dalam Membentuk Karakter Religius dan Disiplin pada Siswa Kelas VI B SDS Karakter Al-Adzkiya Cianjur,” Edukasi Islam: Jurnal Pendidikan Islam, vol. 12, no. 1, pp. 727–740, 2023.
[28] M. W. Kurniawan, “Penguatan Karakter Religius Berbasis Budaya Sekolah di SD Muhammadiyah 4 Batu,” Elementary School Journal: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Ke-SD-an, vol. 8, no. 2, pp. 295–302, 2021.
[29] Lara, “Pengembangan Nilai Agama dan Moral Melalui Pembiasaan Sholat Dhuha Sejak Usia Dini Kelompok B di RA Al-Hidayah UIN Walisongo Semarang,” [n.p.], pp. 2003–2005, 2022.
[30] M. Daulay, “Penanaman Nilai Karakter Religius Peserta Didik di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Silau Laut,” Lentera: Jurnal Kajian Bidang Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 2, no. 2, pp. 66–70, 2022.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Moh. Misbakhul Anam, Eni Fariyatul Fahyuni

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.