Abstract

This study explores students' attitudes towards STEM and the relationship between STEM dimensions in Muhammadiyah Sidoarjo Junior High School, which implements STEM-based science learning. Through a survey of 85 students, it was found that students' attitudes were most dominant in the integrated STEM dimension and lowest in mathematics. However, the correlation between STEM dimensions varied, with technology and engineering showing no correlation with mathematics. These findings suggest that educators can leverage students' positive attitudes towards integrated STEM activities to improve engagement and learning outcomes. Furthermore, understanding the lack of correlation between certain STEM dimensions can inform curriculum adjustments for more effective integration of these disciplines in junior high school education.

Hightligh:

  1. Strong preference for integrated STEM.
  2. Varied correlation between STEM dimensions.
  3. Informs curriculum adjustments for effective integration.

Keywords: STEM education, attitudes, Muhammadiyah Sidoarjo Junior High School, correlation, curriculum development

Pendahuluan

Pendidikan yang mampu memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini harus dimodifikasi dan dikembangkan lebih cepat mengingat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada, salah satunya melalui pendekatan pembelajaran STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics). Pendekatan STEM merupakan salah satu inovasi terbaru dalam pendidikan yang bertujuan mengubah pembelajaran dengan menggabungkan mata pelajaran yang berbeda, seperti sains (biologi, fisika, dan kimia), teknologi, teknik, dan matematika [1]. Masing-masing dari empat bidang STEM memiliki definisi dan peran dalam pendidikan STEM. Empat prinsip dijelaskan menurut definisi NRC (National Research Council), yaitu: (1) Sains adalah Seluruh tubuh pengetahuan yang berasal dari percobaan ilmiah dari waktu ke waktu. Proses desain teknik diinformasikan oleh pengetahuan ilmiah. (2) Teknologi adalah Seluruh sistem orang dan organisasi, pengetahuan, proses, dan peralatan yang diciptakan dan mengoperasikan teknologi. Manusia membuat inovasi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka. Sains dan teknik adalah sumber utama teknologi saat ini. (3) Teknik adalah seni dan ilmu membuat sesuatu dari awal dan menemukan solusi untuk masalah. Merancang tujuan ide logis, matematika, dan instrumen mekanik. (4) Studi tentang pola dan hubungan antara bilangan, ruang, dan angka disebut matematika. Sains, teknologi, dan teknik semuanya menggunakan matematika [2].

Melalui integrasi keempat komponen STEM tersebut, pendekatan pembelajaran STEM mampu mengembangkan kegiatan berpikir bagi siswa yang membantu dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis mereka [3]. Menurut penelitian lain, penerapan pembelajaran berbasis STEM meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kreatif dan berdampak pada kinerja mereka [4]. Hal ini di karenakan pendidikan STEM memungkinkan siswa untuk bekerja sama, disiplin, dan membantu satu sama lain dalam menggabungkan berbagai pengalaman ke dalam studi kehidupan mereka, penerapannya tidak hanya menekankan pada perkembangan kognitif, tetapi juga pada domain afektif. sehingga pendidikan STEM sesuai untuk pembentukan dan pengembangan aspek pengetahuan dan keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotorik [1]. Penelitian yang dilakukan oleh Twiningsih dan Sayekti [5] menemukan bahwa penerapan pembelajaran berbasis STEM dapat berdampak pada hasil belajar dan meningkatkan keterampilan siswa. Menurut beberapa penelitian, penerapan pendekatan STEM berdampak positif secara akademis, emosional, dan psikomotorik dalam Matematika [6], hal ini sejalan dengan tujuan awal pendekatan STEM yaitu mengintegrasikan berbagai komponen untuk memfasilitasi pemahaman siswa terhadap pelajaran dan memberikan pengalaman belajar yang bermakna [7]. Aspek positif ini sejalan dengan teori objektif berbagai model dan metode pembelajaran, yaitu untuk menunjang siswa dalam menguasai materi dan mencapai kesuksesan yang lebih besar [8]. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ketika pendekatan STEM digunakan, hal itu berdampak positif pada prestasi siswa dalam matematika [9].

Mengenai pentingnya pembelajaran berbasis STEM, maka siswa perlu dirangsang agar mempunyai sikap positif tentang STEM. Hal ini dikarenakan, sikap siswa terhadap STEM memiliki hubungan yang signifikan terhadap hasil pembelajaran [10]. Aspek sikap merupakan salah satu aspek penting yang perlu diukur dalam pencapaian kemampuan siswa. Sejalan dengan Pujiastutik [11], bahwa indikator sikap adalah salah satu aspek yang diukur dalam kemampuan literasi sains siswa. Sikap dapat dipahami sebagai tanggapan seseorang terhadap rangsangan, pada dasarnya adalah kecenderungan perilaku [12]. Sikap terbagi menjadi sikap positif atau menerima dan sikap negatif atau menolak. Sikap positif siswa terhadap sains dapat dipengaruhi oleh dampak sosial siswa yang berhasil. Sebaliknya, pengaruh siswa yang cenderung lemah dalam sains mempengaruhi sikap negatif [13]. Sikap terhadap sains dipandang penting karena dapat mempengaruhi kinerja dan prestasi belajar siswa [14]. Nursa’adah [15] mengatakan bahwa siswa yang memiliki sikap positif terhadap sains akan senang dan ingin belajar lebih banyak tentang ilmu sains, sedangkan siswa yang memiliki sikap negatif akan malas dan bosan ketika mempelajari ilmu sains. Sikap siswa terhadap teknologi berkaitan dengan daya cipta dan kemajuan [16], keinginan untuk mengembangkan teknologi baru yang dapat meningkatkan kehidupan manusia dan perasaan senang ketika menggunakan teknologi [6]. Sikap siswa terhadap teknik menurut Popa & Ciascai [16], Perasaan positif yang dimiliki siswa tentang kemampuan teknis mereka dalam membangun dan memperbaiki sesuatu mencerminkan sikap mereka terhadap teknik. Sikap siswa terhadap matematika menurut Awofala [17], siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika cenderung memiliki kemampuan matematika yang lebih baik daripada siswa yang memiliki sikap negatif dan kurang berusaha untuk meningkatkan kemampuan matematikanya. Menurut Novriani dan Surya [18], siswa dengan kemampuan rendah menggambarkan matematika sebagai pelajaran yang membosankan dan sulit untuk dipecahkan, sedangkan siswa dengan kemampuan tinggi menggambarkan matematika sebagai mata pelajaran yang menarik.

Penelitian tentang sikap siswa terhadap STEM sebagian besar dilakukan di AS, Eropa, Taiwan, Turki, dan lainnya, seperti penelitian Kong Suik Fern [19] menunjukkan bahwa penerapan STEM berada pada tahap tinggi dan sikap siswa laki-laki dan perempuan terhadap penerapan STEM berbeda secara signifikan, dengan siswa laki-laki lebih optimis daripada siswa perempuan. Di Indonesia hanya ada sedikit penelitian yang membahas tentang sikap siswa terhadap STEM seperti penelitian oleh Suprapto [6]. Penelitian yang dilakukan di Indonesia tidak mengkaji secara terpadu, melainkan sikap siswa terhadap bidang-bidang tertentu seperti sains dan matematika seperti penelitian oleh Kurniawan [13] yang menyatakan bahwa sikap siswa SMP terhadap sains memiliki sikap positif karena indikator yang diukur memiliki kategori baik. Penelitian lain oleh Hartati [20] yang menerangkan, jika siswa yang mempunyai sifat positif terhadap matematika lebih besar daripada siswa yang mempunyai sifat negatif.

Proses pembelajaran STEM di Sidoarjo sudah mulai diterapkan, namun masih sedikit penelitian mengenai sikap siswa terhadap STEM itu sendiri, khususnya di sekolah Muhammadiyah. Muhammadiyah merupakan organisasi yang perwujudan gerakannya paling dikenal dan mengakar kuat di bidang pendidikan [21]. Implementasi pembelajaran STEM di sekolah Muhammadiyah pernah dilakukan oleh Suwarma [22], bahwa dilaksanakannya pendidikan berbasis STEM dengan memakai balloon powered car serta merancang suatu mobil bertenaga angin dengan memakai bahan simpel semacam stik es krim, balon, selotip, serta tutup botol bekas air mineral selaku wujud integrasi STEM dalam pembelajaran di SMP Muhammadiyah 8 Bandung. Penelitian oleh N. Nurwidodo [23], bahwa dilaksanakannya pembelajaran berbasis STEM dengan menggunakan Vertical Garden selaku realisasi ketahanan pangan dengan menciptakan vertical garden sebagai salah satu solusinya di SMP Muhammadiyah 2 Batu. Penelitian lain oleh Sartika [24] dimana pembelajaran yang diterapkan berbasis etno-STEM di 5 sekolah Muhammadiyah yaitu SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, SMP Muhammadiyah 3 Waru, SMP Muhammadiyah 4 Porong, SMP Muhammadiyah 6 Krian, SMP Muhammadiyah 10 Sidoarjo, yaitu dengan memadukan kearifan lokal dengan STEM. Penelitian yang dilakukan oleh Sartika [24] tersebut hanya mengkaji mengenai implementasi pembelajaran STEM, sedangkan penelitian tentang sikap siswa terhadap STEM masih belum ada, oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Menggali derajat sikap terhadap STEM di SMP Muhammadiyah Sidoarjo dan (2) Menguji keterkaitan antar dimensi STEM di SMP Muhammadiyah Sidoarjo.

Metode

Penelitian yang dilakukan di SMP Muhammadiyah di Sidoarjo yang telah menerapkan pembelajaran IPA berbasis STEM yaitu SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, SMP Muhammadiyah 4 Porong, SMP Muhammadiyah 5 Tulangan, SMP Muhammadiyah 6 Krian dan MTs Muhammadiyah 1 Taman. Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survei. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 326 siswa SMP Muhammadiyah di Sidoarjo, Jawa Timur yang telah menerapkan pembelajaan IPA berbasis STEM. Teknik pengumpulan sampel dalam penelitian ini digunakan random sampling. Menurut Arikunto [25] peneliti dapat menentukan jumlah sampel kurang lebih 25% – 30% dari jumlah populasi. Sehingga sampel dalam penelitian ini berjumlah 85 siswa yang di jabarkan dalam tabel berikut :

No Nama Sekolah Populasi Sampel
1 SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo 100 Siswa 20 Siswa
2 SMP Muhammadiyah 4 Porong 10 Siswa 10 Siswa
3 SMP Muhammadiyah 5 Tulangan 46 Siswa 18 Siswa
4 SMP Muhammadiyah 6 Krian 128 Siswa 20 Siswa
5 MTs Muhammadiyah 1 Taman 42 Siswa 17 Siswa
Total 326 Siswa 85 Siswa
Table 1.Populasi dan Sampel dalam Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner (angket). Kuesioner ini mempunyai 40 butir pernyataan sikap, yang dibagi menjadi pernyataan tentang Science (S), Technology (T), Engineering (E), Mathematics (M) dan STEM, dimana pada setiap dimensi memiliki 8 butir pernyataan. Kuesioner ini merupakan bagian dari adaptasi penelitian oleh Suprapto [6] yang menggukur sikap siswa terhadap STEM yang menggunakan bahasa Inggris kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan dikembangkan kembali. Sikap siswa terhadap STEM dalam penelitian diukur dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert yang digunakan terdiri atas lima pilihan, mulai dari 1 (sangat tidak setuju (STS)), 2 (tidak setuju (ST)), 3 (netral (N)), 4 (setuju (S)), 5 (sangat setuju (SS)). Sebelum diujikan kepada siswa, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian validitas dilakukan dengan mengujikan kuesioner kepada 26 siswa yang bukan merupakan sampel penelitian. Hasil dari uji validitas pada kuesioner kemudian dihitung menggunakan rumus product moment dengan bantuan SPSS didapatkan 39 item pernyataan dinyatakan valid dengan signifikasi 5%. Terdapat 1 item tidak valid karena r hitung lebih kecil dari r tabel (0.388), sehingga item tersebut dihapus seperti pada T6 : Saya memandang teknologi sebagai suatu cara untuk menangani masalah yang ada di bumi. Siswa beranggapan bahwa teknologi penting bagi kehidupan sehari-hari namun teknologi tidak serta merta dapat menangani masalah yang ada di bumi. Sedangkan item lainnya r hitung pada masing-masing item lebih besar daripada r tabel (0.388) sehingga dinyatakan valid. Selanjutnya, hasil dari uji reliabilitas pada kuesioner dihitung menggunakan rumus alfa crombach dengan bantuan SPSS didapatkan nilai 0.905. Hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan, dinyatakan bahwa kuesioner (angket) dalam penelitian ini mempunyai reliabilitas yang sangat tinggi, karena 0.800-1.000.

Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan survei cetak atau angket kepada subjek penelitian dengan permintaan tatap muka kepada guru IPA yang mengampu. Pada survei awal, para siswa diberitahu tentang tujuan dari kuesioner tersebut dan mengingatkan kembali tentang proses belajar mengajar dengan mengintegrasikan STEM sebagai landasan. Kemudian siswa diminta untuk memberikan penilaian sikap terhadap kelima aspek (Science (S), Technology (T), Engineering (E), Mathematics (M) dan STEM) pada kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dianalisis melalui SPSS menggunakan mean dan standar deviasi untuk menggali derajat sikap terhadap STEM, serta korelasi person product moment untuk mengukur korelasi antar dimensi STEM.

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi Sikap Siswa terhadap STEM.

Analisis sikap siswa terhadap STEM menunjukkan derajat sikap terhadap Science (S), Technology (T), Engineering (E), Mathematics (M) serta STEM secara terpadu. Hasil mewakili proporsi masing-masing dimensi dan preferensi dominan di kalangan siswa yang ditunjukkan pada Tabel 2.

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Science 85 8 40 26.12 4.774
Technology 85 18 35 27.32 3.513
Engineering 85 19 40 28.31 3.922
Mathematics 85 8 39 22.56 6.076
STEM 85 17 40 29.60 4.291
Valid N (listwise) 85
Table 2.Derajat sikap terhadap STEM

Berdasarkan tabel 2, dimensi STEM menempati urutan pertama dengan nilai mean (29,60) dan standar deviasi (4,291). Pada urutan kedua diikuti oleh engineering dengan nilai mean (28,31) dan standar deviasi (3,922). Pada urutan ketiga ditempati oleh technology dengan nilai mean (27,32) dan standar deviasi (3,513). Pada urutan ke-empat ditempati oleh science dengan nilai mean (26,12) dan standar deviasi (4,774), sedangkan mathematics menempati urutan terakhir dengan nilai mean (22,56) dan standar deviasi (6,076). Hasil ini menunjukkan bahwa STEM menjadi preferensi dominan di kalangan siswa diikuti oleh engineering, technology, science dan yang terakhir adalah mathematics. Siswa menyakini bahwa STEM secara terpadu berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari dan membuat hidup serta masa depan yang lebih baik. Siswa menggunakan ke-empat dimensi tersebut secara terpadu untuk menemukan inovasi atau hal-hal yang bermanfaat. Adapun faktor tertentu yang mempengaruhi rendahnya mathematics seperti siswa beranggapan bahwa matematika sebagai pelajaran yang membosankan dan sulit untuk dipecahkan. Penelitian yang dilakukan oleh Pambayun dkk [10] menjelaskan bahwa faktor rendahnya mathematics dapat juga dipengaruhi oleh kecemasan pada mathematics sehingga mempengaruhi motivasi belajar mathematics. Penelitian yang dilakukan oleh Ardilla [26] mengatakan bahwa terdapat 4 faktor yang mempengaruhi rendahnya mathematics yaitu kurangnya minat belajar siswa, kurangnya konsentrasi siswa selama proses pembelajaran, rendahnya pemahaman konsep siswa dan kurannya kedisiplinan siswa. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nabillah [27] yang menyatakan bahwa faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa terhadap mathematics dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal yaitu faktor dari dalam diri siswa, seperti kurangnya minat dan motivasi siswa saat pembelajaran mathematics dan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti metode guru yang tidak menarik bagi siswa.

Deskripsi Keterkaitan Antar Dimensi STEM

Keterkaitan antar dimensi STEM dan STEM itu sendiri menyajikan hasil yang bervariasi. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa koefisien korelasi berkisar antara 0,166 hingga 0,576 dengan nilai signifikasi < 0,05 pada keterkaitan seluruh dimensi, kecuali pada technology dengan mathematics, serta engineering dengan mathematics yang memiliki taraf signifikasi > 0,05.

Correlations
Sciene Technology Engineering Mathematics STEM
Scine Pearson Correlation 1 .303** .359** .576** .576**
Sig. (2-tailed) .005 .001 .000 .000
N 85 85 85 85 85
Technology Pearson Correlation .303** 1 .446** .166 .295**
Sig. (2-tailed) .005 .000 .129 .006
N 85 85 85 85 85
Mathematics Pearson Correlation .359** .446** 1 .196 .357**
Sig. (2-tailed) .001 .000 .071 .001
N 85 85 85 85 85
STEM Pearson Correlation .521** .295** .357** .559** 1
Sig. (2-tailed) .000 .006 .001 .000
N 85 85 85 85 85
Table 3.Keterkaitan antar Dimensi STEM

Berdasarkan pada Tabel 3, antar dimensi STEM dan STEM itu sendiri tidak seluruhnya berkorelasi, seperti pada dimensi technology dan engineering tidak berkorelasi dengan dimensi mathematics. Hal ini dikarenakan kurang adanya pengetahuan siswa bahwa teknologi dan engineering juga melibatkan mathematics di dalam pengimplementasiannya. Siswa beranggapan bahwa technology adalah suatu proses penggunaan suatu alat tanpa melibatkan mathematics di dalamnya sedangkan engineering adalah suatu profesi pengembangan dan memproduksi suatu technology tanpa adanya mathematics dalam suatu produksi tersebut.

Mengacu pada Tabel 3, nilai R yang diperoleh pada dimensi science dan technology sebesar 0,303. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara science dan technology merupakan korelasi lemah. Science memberikan kontribusi 30,3% dalam penerapan technology, sedangkan 69,7% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diantaranya faktor teknik, inovasi, serta kebutuhan manusia yang terus bertambah. Kelley [28] berpendapat bahwa technology tidak hanya memanfaatkan science saja, namun dalam penerapannya juga menggunakan beberapa bidang studi lainnya seperti engineering, mathematics, dan lain sebagainya. Mitcham [29] mengidentifikasi bahwa technology adalah suatu objek, pengetahuan, kegiatan dan kemauan. Mitcham berpendapat bahwa technology terdiri dari spesifik dan pengetahuan yang berbeda dan karena itu adalah disiplin. Mitcham juga mengatakan bahwa technology sebagai kemauan adalah konsep bahwa technology itu ada didorong oleh kehendak manusia.

Pada dimensi science dan engineering, nilai R yang diperoleh sebesar 0,359. Hal ini juga menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara science dan engineering merupakan korelasi lemah. Science memberikan kontribusi 35,9% dalam penerapan engineering, sedangkan 64,1% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diantaranya mathematics, technology, desain, memproduksi, pengembangan dan bidang pengetahuan lainnya. Menurut pendapat Barak [30] menyatakan bahwa engineering tidak hanya menggunakan science di dalam penerapannya tetapi harus menggabungkan pengetahuan dan keterampilan mathematics, dan juga technology yang penting dan sesuai perkembangan. Konsep science tertentu dan metode inkuiri ilmiah serta konsep mathematics serta metode komputasi dapat mendukung engineering terutama yang berkaitan dengan analisis dan pemodelan [30]. Barak juga menyatakan bahwa pengajaran engineering pada siswa seperti sekolah menenngah pertama, merupakan tugas yang menantang karena fokusnya di tempatkan pada pengembangan kemampuan tingkat tinggi siswa seperti pemikiran sistem, pemecahan masalah dan kreativitas dalam konteks ilmiah technology interdisipliner.

Pada dimensi science dan mathematics, nilai R yang diperoleh sebesar 0,576. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara science dan mathematics merupakan korelasi sedang atau cukup. Science memberikan kontribusi 57,6% dalam penerapan mathematics, sedangkan 42,4% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diantaranya faktor minat, kemampuan serta motivasi belajar. Mathematics menjadi bagian dari ilmu-ilmu lain, seperti fisika, biologi, kimia, astronomi, ekonomi, teknik serta farmasi [31]. Mathematics dan science memiliki keterkaitan seperti halnya pada pelajaran fisika, dimana pada permasalahan dalam fisika dapat diselesaikan dengan cara matematis. Mathematics memiliki peran yang sangat penting dalam penyelesaian masalah fisika dari yang sederhana sampai yang rumit [32]. Penelitian yang dilakukan oleh Trihono [32] juga menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara kemampuan mathematics dengan pemahaman konsep science. Penelitian lain juga menyatakan bahwa komponen satu sama lain memiliki hubungan, mathematics memiliki korelasi dengan science. Terdapat materi yang berhubungan dengan angka di dalam pembelajaran science terutama pada fisika dan kimia [33].

Pada dimensi science dan STEM terpadu, nilai R yang diperoleh sebesar 0,521. Hal ini juga menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara science dan STEM terpadu merupakan korelasi sedang atau cukup. Science memberikan kontribusi 52,1% dalam penerapan STEM terpadu, sedangkan 47,9% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diantaranya faktor technology, engineering, dan mathematics. STEM terpadu merupakan pembelajaran yang memadukan antara konsep science, technology, engineering dan mathematics yang titik fokusnya pada proses pembelajaran berbasis masalah dalam kehidupan nyata, dimana sains merupakan kajian tentang fenomena alam yang melibatkan observasi dan pengukuran [34]. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paramita [35] yang menyatakan bahwa science yang bergabung dengan STEM terpadu merupakan pengajaran pendekatan dengan konsep inti dan sisanya merupakan komponen minor.

Berdasarkan pada Tabel 3, nilai R yang diperoleh pada dimensi technology dan engineering sebesar 0,446. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antar technology dan engineering merupakan korelasi sedang atau cukup. Technology memberikan konstribusi 44,6 % dalam penerapan engineering, sedangkan 55,4% (sisanya) dijelaskan oleh variabel lain diantaranya desain, memproduksi, science, dan bidang pengetahuan lainnya. Engineering hanya terdiri dari profesi mengembangkan dan memproduksi technology, sedangkan technology berkaitan dengan penggunaan dimensi, berurusan dengan kebutuhan manusia serta ekonomi, sosial, aspek budaya atau lingkungan dari pemecahan masalah dan pengembangan produk baru [28], sehingga engineering dan technology saling berkaitan. Penelitian yang dilakukan oleh Barak [30] mengatakan bahwa technology dan engineering memiliki keterkaitan antar dimensinya sehingga diajarkan serempak dalam pendidikan teknologi dan menyarankan untuk mengajarkan sebagai satu mata pelajaran sekolah yang disebut Teknik Pendidikan Teknologi (ETE), Barak [30] juga mengatakan bahwa technology dan engineering merupakan unsur yang penting dalam pempraktekkan STEM.

Pada dimensi technology dan mathematics, nilai R yang diperoleh 0,166. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara technology dan mathematics sangat lemah. Technology memberikan kontribusi 16,6 % dalam penerapan mathematics, sedangkan 83,4 % (sisanya) dijelaskan oleh variabel lain diantaranya engineering, science, desain dan pengetahuan lainnya. Siswa beranggapan bahwa technology hanya sebatas suatu alat yang digunakan untuk membantu pekerjaan mereka dan tidak berhubungan dengan mathematics. Hal ini sejalan dengan pendapat Barak [30] bahwa technology mencakup penggunaan bahan, alat, teknik, dan sumber tenaga untuk membuat hidup lebih mudah atau lebih menyenangkan dan bekerja lebih produktif. Secara ringkas Permanasari [36] juga mengatakan bahwa technology merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia.

Pada dimensi technology dan STEM terpadu, nilai R yang diperoleh 0,295. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi lemah. Technology memberikan kontribusi 29,5 % dalam penerapan STEM terpadu, sedangkan 70,5 % sisanya dijelaskan oleh variabel lain diantaranya science, engineering, sumber daya manusia yang berkualitas dan bidang studi lainnya. Penerapan technology di dalam STEM terpadu hanya berbatas menggunakan mesin pencari internet saja [35]. Penelitian yang dilakukan oleh Kelley [28] menyatakan bahwa technology perlu mendapatkan perhatian khusus di dalam penerapan STEM karena masih banyak yang menganggap bahwa technology hanya sebuah artefak atau objek, pada masa mendatang pandangan technology yang terbatas ini mungkin kritis untuk mengajar STEM secara terpadu.

Berdasarkan pada tabel 3, nilai R yang diperoleh pada dimensi engineering dan mathematics sebesar 0,196. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antar engineering dan mathematics merupakan korelasi sangat lemah. Engineering memberikan konstribusi 19,6% dalam penerapan mathematics, sedangkan 80,4 % (sisanya) dijelaskan oleh variabel lain diantaranya science, technology, desain, dan pengetahuan lainnya. Siswa beranggapan bahwa engineering hanya sebatas pengembangan dan memproduksi suatu technology tanpa melibatkan suatu perhitungan didalamnya dan mereka hanya mengetahui bahwa memproduksi suatu technology hanya sebatas melalui alat ataupun mesin. Hal ini sejalan dengan Barak [30] yang menyatakan bahwa engineering adalah suatu profesi pengembangan dan memproduksi suatu technology.

Pada dimensi engineering dan STEM terpadu, nilai R yang diperoleh 0,357. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi lemah. Engineering memberikan konstribusi 35,7% dalam penerapan STEM terpadu, sedangkan 64,3% (sisanya) dijelaskan oleh variabel lain diantaranya science, technology, dan mathematics. Integrasi engineering dalam STEM merupakan yang paling sulit di terapkan dalam pengintegrasian oleh guru, tidak ada penjelasan yang jelas bagaimana pengintegrasian engineering dalam pembelajaran meskipun dikatakan bahwa hasil akhir yang diharapkan adalah menciptakan suatu produk [35]. Penelitian yang dilakukan oleh Srikoom [37] menyatakan bahwa engineering paling sulit diterapkan dalam STEM dan mendapat sorotan dari penerapan keempat aspek STEM. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh martin-paez [38] menyatakan bahwa aspek engineering adalah yang paling dianggap penting dalam penerapan STEM karena aspek engineering sulit untuk diterapkan di dalam STEM.

Berdasarkan pada tabel 3, nilai R yang diperoleh pada dimensi mathematics dan STEM terpadu sebesar 0,559. Hal ini menujukkan bahwa korelasi yang terjadi antara mathematics dan STEM terpadu merupakan korelasi sedang atau cukup. Mathematics memberikan kontribusi 55,9% dalam penerapan STEM terpadu, sedangkan 44,1% sisanya dijelaskan oleh variabel lain diantaranya science, technology, dan engineering. STEM terpadu dapat memfasilitasi siswa untuk melakukan pemecahan dan penalaran mathematics, argumentasi mathematics, komunikasi mathematics, pemodelan, dan penggunaan alat-alat mathematics yang merupakan indikator dari kemampuan literasi siswa [39]. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati [40] menyatakan bahwa pendekatan STEM terpadu terhadap mathematics dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan berfikir kreatif dan berpikir kritis matematis. Penelitian lain juga menyatakan bahwa penerapan model problem based elerning (PBL) bernuansa STEM kedalam pembelajaran mathematics dapat berpengaruh terhadap penalaran mathematics dan kemampuan memecahan masalah dalam kehidupan nyata [39].

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sikap siswa terhadap STEM paling dominan pada dimensi STEM terpadu yaitu menempati urutan pertama, kemudian diikuti oleh engineering. Pada urutan ketiga ditempati oleh technology. Pada urutan ke-empat ditempati oleh science. Dimensi mathematics menempati urutan terakhir. Pada keterkaitan antar dimensi STEM dan STEM itu sendiri tidak seluruhnya berkorelasi, seperti pada dimensi technology dan engineering tidak berkorelasi dengan dimensi mathematics. Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pada penelitian selanjutnya dimana pada penelitian ini hanya dilakukan pada sekolah SMP Muhammadiyah di Sidoarjo yang telah menerapkan STEM dan dapat dilakukan penelitian yang lebih luas pada sekolah umum lainnya yang sudah menerapkan STEM.

References

  1. D. Sartika, “Pentingnya Pendidikan Berbasis STEM dalam Kurikulum 2013,” Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, vol. 03, pp. 89-93, 2019.
  2. M. Honey, G. Pearson, and H. Schweingruber, STEM Integration in K-12 Education: Status, Prospects, and an Agenda for Research. Washington, D.C.: National Academies Press, 2014.
  3. E. I. N. Davidi, E. Sennen, and K. Supardi, “Integrasi Pendekatan STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematic) Untuk Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, vol. 11, no. 1, pp. 11-22, 2021.
  4. I. Octaviyani, Y. S. Kusumah, and A. Hasanah, “Peningkatan Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Melalui Model Project-Based Learning Dengan Pendekatan STEM,” Journal on Mathematics Education Research, vol. 1, no. 1, pp. 10-14, 2020.
  5. A. Twiningsih, “Peningkatan Keterampilan Berhitung Siswa Melalui Media Kotak Ajaib Berbasis STEM Pada Materi Konsep Penjumlahan,” Jurnal Pendidikan Dasar, pp. 10-19, 2020.
  6. N. Suprapto, “Students’ Attitudes towards STEM Education: Voices from Indonesian Junior High Schools,” Journal of Turkish Science Education, no. 13, pp. 75-87, 2016.
  7. H. EL-Deghaidy, N. Mansour, M. Alzaghibi, and K. Alhammad, “Context of STEM Integration in Schools: Views from In-service Science Teachers,” Journal of Mathematics Science and Technology Education, vol. 13, no. 6, pp. 2459-2484, 2017.
  8. R. Coe, C. Aloisi, S. Higgins, and L. E. Major, What makes great teaching? Review of the underpinning research. London: Durham Research Online, 2014.
  9. A. Bicer, B. Navruz, R. M. Capraro, M. M. Capraro, T. Oner, and P. Boedeker, “Stem Schools Vs. Non-Stem Schools: Comparing Students’ Mathematics Growth Rate On High-Stakes Test Performance,” Journal on New Trends in Education and Their Implications, vol. 6, no. 1, pp. 138-150, 2015.
  10. P. P. Pambayun and N. Shofiyah, "Sikap Siswa terhadap STEM: Hubungannya dengan Hasil Belajar Kognitif dalam Pembelajaran IPA," Jurnal Paedagogy, vol. 10, no. 2, pp. 512-524, 2023.
  11. H. Pujiastutik, "Peningkatan Sikap Literasi Sains Mahasiswa melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Mata Kuliah Parasitologi," Biogenesis, vol. 14, no. 2, pp. 61-66, 2018.
  12. A. Riwahyudin, “Pengaruh Sikap Siswa dan Minat Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Sekolah Dasar Di Kabupaten Lamandau,” Jurnal Pendidikan Dasar, vol. 6, pp. 11-23, 2015.
  13. D. A. Kurniawan, Astalini, and N. Kurniawan, “Analisis Sikap Siswa SMP terhadap Mata Pelajaran IPA,” Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, vol. 22, no. 2, pp. 323-334, 2019.
  14. D. A. Kurniawan, Astalini, and L. Anggraini, “Evaluasi Sikap Siswa SMP Terhadap IPA di Kabupaten Muaro Jambi,” Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, vol. 19, no. 1, pp. 124-139, 2018.
  15. F. P. Nursa'adah, "Pengaruh Metode Pembelajaran dan Sikap Siswa pada Pelajaran IPA terhadap Hasil Belajar IPA," Jurnal Formatif, vol. 4, no. 2, pp. 112-123, 2014.
  16. R. A. Popa and L. Ciascai, "Students' Attitude Towards Stem Education," Acta Didactica Napocensia, vol. 10, no. 4, pp. 55-62, 2017.
  17. A. O. Awofala, "Examining Personalisation of Instruction, Attitudes toward and Achievement in Mathematics Word Problems among Nigerian Senior Secondary School Students," International Journal of Education in Mathematics, Science and Technology, vol. 2, no. 4, pp. 273-288, 2014.
  18. M. R. Novriania and E. Surya, "Analysis of Student Difficulties in Mathematics Problem Solving Ability at MTs SWASTA IRA Medan," International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR), vol. 33, no. 3, pp. 63-75, 2017.
  19. K. S. Fern, M. Effendi, and E. M. Matore, “Sikap Pelajar Terhadap Implementasi Sains, Teknologi, Kejuruteraan dan Matematik (STEM) dalam Pembelajaran,” Jurnal Dunia Pendidikan, vol. 2, no. 3, pp. 72-81, 2020.
  20. L. Hartati, “Pengaruh Gaya Belajar dan Sikap Siswa pada Pelajaran Matematika terhadap Hasil Belajar Matematika,” Jurnal Formatif, vol. 3, no. 3, pp. 224-235, 2013.
  21. M. Ali, “Membedah Tujuan Pendidikan Muhammadiyah,” Jurnal Studi Islam, vol. 17, no. 1, pp. 43-56, 2016.
  22. I. R. Suwarma, P. Astuti, and E. N. Endah, ““Balloon Powered Car” Sebagai Media Pembelajaran IPA Berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics),” dalam Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2015 (SNIPS 2015), Bandung, Indonesia, 2015.
  23. N. Nurwidodo, S. W. Romdaniyah, S. Sudarmanto, and H. Husamah, “Pembinaan Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran STEM dengan Kemampuan Berfikir Kreatif dan Keterampilan Kolaboratif pada Siswa SMP,” Jurnal Abdimas (Journal of Community Service), vol. 4, no. 1, pp. 1-12, 2022.
  24. S. B. Sartika, F. E. Wulandari, L. I. Rocmah, and N. Efendi, “Training of Natural Science Learning based Ethno-STEM for Teacher of Muhammadiyah Secondary School in Sidoarjo,” Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, vol. 5, no. 1, pp. 2022.
  25. S. Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2013.
  26. A. Ardilla and S. Hartanto, "Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Hasil Belajar Matematika Siswa MTs Iskandar Muda Batam," Pythagoras, vol. 6, no. 2, pp. 175-186, 2017.
  27. T. Nabillah and A. P. Abadi, "Faktor Penyebab Rendahnya Hasil Belajar Siswa," in Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Karawang, Indonesia, 2019.
  28. T. R. Kelley and J. G. Knowles, “A Conceptual Framework for Integrated STEM Education,” International Journal of STEM Education, vol. 3, no. 11, pp. 2-11, 2016.
  29. C. Mitcham, Thinking through Technology: The Path between Engineering. Chicago: University of Chicago Press, 2022.
  30. M. Barak, “Teaching Engineering and Technology: Cognitive, Knowledge, and Problem-Solving Taxonomies,” Journal of Engineering, Design and Technology, vol. 11, no. 3, pp. 316-333, 2013.
  31. Y. Rahmawati, M., and S. Subanti, "Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) dengan Pendekatan Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) pada Materi Pokok Peluang Kelas IX SMP Tahun Pelajaran 2013/2014," Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika, vol. 2, no. 4, pp. 379-388, 2014.
  32. Trihono, "Hubungan antara Keterampilan Proses Sains dan Keterampilan Matematika dengan Pemahaman Konsep Sains dalam Pembelajaran Penemuan Terbimbing," Jurnal Pendidikan MIPA, vol. 12, no. 3, pp. 747-753, 2022.
  33. J. Periantolo, F., and N. E. Saputra, "Konstruksi Skala Sikap terhadap Pelajaran Matematika dan Sains," Jurnal Edu-Sains, vol. 3, no. 2, pp. 36-45, 2014.
  34. S. E. Supriyatun, "Implementasi Pembelajaran Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika (STEM) pada Materi Fungsi Kuadrat," Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan, vol. 5, no. 1, pp. 80-87, 2019.
  35. A. K. Paramita, I. W. Dasna, and Y., "Kajian Pustaka: Integrasi STEM untuk Keterampilan Argumentasi dalam Pembelajaran Sains," Jurnal Pembelajaran Kimia, vol. 4, no. 2, pp. 92-99, 2019.
  36. A. Permanasari, "STEM Education: Inovasi dalam Pembelajaran Sains," in Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS), Surakarta, Indonesia, 2016.
  37. W. Srikoom, D. L. Hanuscin, and C. Faikhamta, "Perceptions of in Service Teachers Toward Teaching STEM in Thailand," Asia-Pacific Forum on Science Learning and Teaching, vol. 18, no. 2, 2017.
  38. T. Martin-Paez, D. Aguilera, F. J. Perales-Palacios, and J. M. Vilchez-Gonzalez, "What are We Talking about When We Talk about STEM education? A Review of Literature," Wiley Science Education, pp. 799-822, 2018.
  39. H. Siswandari, Y. L. Setyani, D. Nurdianti, M. Asikin, and A. S. Ardiansyah, "Telaah Model Problem Based Learning Bernuansa STEM terhadap Kemampuan Literasi Matematika Menuju PISA 2022," in Prosiding Seminar Nasional Tadris Matematika (SANTIKA), Semarang, Indonesia, 2021.
  40. L. Rahmawati, J. Dadang, and N. Elah, "Implementasi STEM dalam Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif Matematis," Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, vol. 11, no. 3, pp. 2002-2014, 2022.