Abstract

This study investigates junior high school students' attitudes towards science and their misconceptions regarding temperature changes, aiming to understand the relationship between these two factors. Conducted at SMP Muhammadiyah 6 Krian with 93 seventh-grade students, the research utilizes non-experimental quantitative methods, including questionnaires and statistical analyses. Findings reveal that while students exhibit generally positive attitudes towards scientific investigation, misconceptions about temperature changes are low. However, the correlation between students' attitudes towards science and their misconceptions is observed to be low. These results underscore the importance of addressing both attitudes and misconceptions in science education to optimize learning outcomes.
Highlight:

  1. Investigates student attitudes and misconceptions about temperature changes in science.
  2. Positive attitudes but low misconceptions found in junior high students.
  3. Correlation between attitudes and misconceptions in science education explored.

Keywoard: Attitudes Towards Science, Misconceptions, Temperature Changes, Junior High School Students, Science Education

PENDAHULUAN

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah bentuk pembelajaran yang mencakup beberapa ruang lingkupyang lebih membahas ke alam sekitar dan lingkungannya. Pembelajaran IPA ini merupakan suatu mata pelajaran yang wajib diampu dan dikembangkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). IPA secara keseluruhan telah memprakarsai dan meningkatkan pendidikan serta prestasi siswa tentang pengetahuan alam secara menyeluruh. IPA merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik, sehingga pembelajaran IPA sendiri dapat meningkatkan suatu penguasaan tentang pengetahuan serta pengalaman yang akan didapat berupa pemahaman yang terdiri berupa fakta, konsep atau prinsip saja, akan tetapi merupakan suatu proses pemahaman dalam mempelajari IPA.

Proses memperoleh suatu pemahaman belajar ini akan berfokus pada kemampuan berpikir dari setiap individu siswa yang berbeda. Melalui proses ini memperoleh beberapa tindakan serta pemahaman konsep yang dimiliki setiap siswa sehingga dapat menyelesaikan suatu masalah dengan mudah dan mencapai hasil yang diinginkan [1].

Dalam melaksanakan suatu pembelajaran IPA, diharapkan seorang siswa mendapatkan sikap yang percaya diri dan memiliki sikap positif untuk merasakan keberhasilan dalam melaksanakan suatu pembelajaran IPA yang baik. Sikap merupakan penilaian secara keseluruhan terhadap suatu objek atau perilaku, baik perasaan positif, netral, atau negative, menyenangkan atau tidak menyenangkan, maupun baik atau buruk terhadap suatu hal. [2] Siswa yang memiliki sikap positif terhadap IPA akan terlihat lebih aktif karena mempunyai ketertarikan terhadap pembelajaran IPA dan akan merasa senang dan berkeinginan untuk mempelajari lebih jauh terkait konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu sains, begitupun sebaliknya siswa yang memiliki sikap negatif akan merasa malas dan jenuh ketika mempelajari ilmu sains [3], sedangkan sikap siswa terhadap IPA menurut Ajisuksmo dan Saputri [4] merupakan emosional baik asosiasi positif maupun negatif, seperti perasaan senang atau malas ketika sedang belajar IPA, kepercayaan diri dalam berhasil mempelajari dan menghadapi masalah IPA, serta mendapatkan nilai yang memuaskandalam IPA. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dikembangkan dari Test of Science Related Attitude (TOSRA) yaitu instrumen terkait penilaian sikap siswa terhadap mata pelajaran IPA yang dirancang untuk mengukur tujuh sikap terkait IPA. Terdapat tujuh sikap yang memiliki indikator diantaranya: Sikap Terhadap Penyelidikan Ilmiah dalam IPA, Adopsi Sikap Ilmiah, Kenikmatan dalam Belajar IPA, Kesenangan dalam Belajar IPA, Implikasi Sosial IPA, Normalitas Ilmuwan, dan Minat Karir dalam IPA [5] Sikap siswa terhadap IPA dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yang dimiliki oleh siswa. Hal ini sejalan dengan Ajisukmo dan Saputri [6] mengatakan bahwa sikap siswa dapat mempengaruhi aktivitas koginitif siswa dan berdampak pada prestasi belajar siswa. Siswa yang mempunyai sikap positif terhadap pembelajaran IPA akan memiliki perkembangan pengetahuan yang lebih baik daripada siswa yang bersikap negatif. Agar memperoleh hasil belajar yang baik, maka setiap konsep dalam IPA memang harus dikuasai dengan benar sebelum mempelajari konseplainnya. Hal ini juga bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami konsep yang dapat memungkinkan terjadinya miskonsepsi.

Miskonsepsi merupakan pengertian dari suatu konsep yang dimiliki oleh seseorang yang dinilai kurang tepat dan tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang diakui oleh para ahli [7].

Miskonsepsi adalah suatu bentuk penyimpangan terhadap hal yang benar, yang memiliki beberapa sifat sistematis, konsisten, maupun insidental yang terdapat di suatukeadaan dan sulit untuk diubah sehingga akan berpengaruh pada proses pembelajaran [8]. Seseorang dapat dikatakan mengalami miskonsepsi apabila gagasan atau suatu pemahaman dari suatu konsep yang berbeda sehingga pengalamantersebut tidak relevan dan secara umum diterima oleh masyarakat tertentu [9]. Miskonsepsi pada dasarnya sering dimiliki oleh siswa yang mulanya datang dari pikiran dan sikap yang dimunculkan dari siswa sendiri dan memiliki hubungan tentang pemahaman yang dimiliki siswa sejak awal sehingga menimbulkan anggapan yang tidak sesuai menyebabkan kesalahan. Menurut Susanto dan Sofyan [10] menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila dapat memberikan penjelasan atau member uraian lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Tahap pemahaman sifatnya lebih kompleks dari pada tahap pengetahuan.

Untuk dapat mencapai tahap pemahaman terhadap suatu konsep dari pembelajaran IPA harus mempunyai pengetahuan terhadap konsep tersebut. Beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi diantaranya adalah seorang guru saat menyampaikan suatu pembelajaran, bahkan pada bahan ajar yang akan digunakan juga akan menjadi suatu faktor penyebab adanya miskonsepsi yang terjadi [11]. Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA dapat muncul dari penerapannya dalam kehidupan sehari-hari karena IPA erat kaitannya pada kehidupan dan tidak lepas dari kejadian maupun dari hukum ilmiah. Apabila ada seorang guru yang menyampaikan suatu pembelajaran IPA dikelas dan tanpa diketahui bahwa didalam kelas tersebut ada yang telah mengalami miskonsepsi, maka usaha guru tersebut tidak akan membuahkan hasil dan masih belum bisa menyajikan konsep materi IPA yang benar, sehingga dapat diketahui sebagai tenaga pendidik perlu adanya cara untuk mengantisipasi terjadinya miskonsepsi sejak dini dengan melakukan pembenahan pembelajaran mulai dari analisis kesalahan konsep yang akan diberikan kepada siswa sampai pada mencari solusi untuk meningkatkan pembelajaran dikelas agar tidak mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran IPA dapat diatasi salah satunya dengan menghubungkan konsep IPA dengan topik yang sedang berkembang dan menarik dalam kehidupan sehari-hari. Dari metode tersebut, peserta didik diharapkan memiliki sikap yang aktif dalam pembelajaran agar menumbuhkan sikap positif siswa terhadap IPA dengan menggunakan topik yang baru dan menarik dalam kehidupan nyata [12].

Pengembangan konsep ini terdapat dalam pembelajaran IPA yang memang tidak bisa dipisahkan antara sikap siswa terhadap IPA dengan hasil belajar siswa [13]. Sebab hasil belajar ini dapat dipengaruhi karena siswa tersebut mengalami miskonsepsi. Faktor yang menjadi peranan penting yang mempengaruhi tingkat pemahaman konsep siswa rendah salah satunya adalah sikap siswa terhadap IPA dan terdapat faktor lain terjadinya miskonsepsi siswa adalah dari sikap siswa, salah satunya gaya belajar siswa dan minat belajar siswa yang mempengaruhi proses belajar yang pada akhirnya menyebabkan miskonsepsi. Kemunculan adanya miskonsepsi siswa diakibatkan oleh cara berpikir dari gaya belajar siswa yangdigunakan yakni pola pikir intuitif atau akal sehat dan pola berpikir ilmiah tidak siswa gunakan ketika menanggapi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Adanya minat belajar sangat berpengaruh terhadap penguasaan konsep agar tidak terjadinya miskonsepsi, semakin berminat seseorang dalam mempelajari IPA, maka semakin rendah tingkat miskonsepsinya. Sebaliknya, jika semakin rendah minat belajar siswa, maka semakin tinggi miskonsepsi yang dialami siswa tersebut. Hal tersebut dikarenakan sikap mempengaruhi motivasi, yang pada gilirannya mempengaruhi pembelajaran, dan pada akhirnya perilaku [14]. Adapun terjadinya miskonsepsi yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa diduga mempunyai hubungan dengan sikap siswa terhadap IPA. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Mendeskripsikan sikap siswa terhadap IPA (2) Mendeskripsikan miskonsepsi siswa pada materi suhu dan perubahannya (3) dan Mengetahui hubungan antara sikap siswa terhadap IPA dengan miskonsepsi siswa dalam pembelajaran IPA.

METODE

Penelitian ini merupakan suatu jenis penelitian kuantitatif non eksperimen dengan menggunakan suatu metode yaitu metode korelasional. Metode korelasional adalah metode yang melibatkan suatu tindakan, mulai dari tindakan pengumpulan data dan pengumpulan data yang digunakan untuk menentukan adanya hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih [15]. Jumlah populasi dalam kegiatan penelitian ini berjumlah 93 siswa dari kelas VII SMP Muhammadiyah 6 Krian. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengambilan sample menggunakan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dengan memperhatikan karakteristik data agar didapatkan data yang relevan sehingga didapatkan jumlah sample sama dengan 93 siswa dari kelas VII. Terdiri dari 3 Kelas yaitu VII A, VII B, dan VII ICO dengan komposisi jumlah murid kelas VII A berjumlahkan murid laki-laki sebanyak 44 siswa, kelas VII B berjumlahkan murid perempuan sebanyak 34 siswa, dan kelas VII ICO berjumlahkan campuran antara murid laki-laki dan perempuan sebanyak 15 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini menggunakan kuesioner (Angket) mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran IPA dan Soal miskonsepsi dari mata pelajaran IPA. Kuesioner disusun untuk mengukur sikap siswa terhadap IPA dan dikembangkan dari jurnal TOSRA oleh (Fraser.BJ) yang menggunakan versi bahasa Inggris kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kuesioner diperiksa oleh dua ahli dan validator peneliti. Kuesioner berjumlah 70 pernyataan yang didistribusikan ke dalam 7 indikator kuisioner dari TOSRA, termasuk diantaranya: Sikap Terhadap Penyelidikan Ilmiah dalam IPA, Adopsi Sikap Ilmiah, Kenikmatan dalam Belajar IPA, Kesenangan dalam Belajar IPA, Implikasi Sosial IPA, Normalitas Ilmuwan, dan Minat Karir dalam IPA. Skala sikap yang digunakan merupakan model skala Likert, yang terdiri dari lima pilihan yang disediakan, mulai dari 1 (Sangat Tidak Setuju (STS)), 2 (Tidak Setuju (TS)), 3 (Netral (N)), 4 (Setuju(S)), 5 (Sangat Setuju (SS)). Sedangkan pada Soal miskonsepsi yang disajikan dalam bentuk two-tier test bertujuan untuk mencari tahu tingkatan dari pemahaman konsep siswa dengan masing- masing butir Soal miskonsepsi tersebut memiliki dua tingkatan, pada tingkatan pertama adalah bentuk pilihan ganda dan tingkatan yang kedua berupa alasan jawaban dari tingkat pertama. Untuk penilaian, siswa hanya akan dianggap memahami konsep jika memilih jawaban benar dan alasan benar, siswa dianggap Error jika memilih jawaban salah dan alasan benar, dan siswa dianggap miskonsepsi jika memilih jawaban salah dan alasan salah.

Dengan menggunakan 20 butir Soal miskonsepsi digunakan untuk mengetahui tingkat miskonsepsi siswa pada materi IPA kelas VII. Materi yang digunakan oleh peneliti adalah materi Suhu dan Perubahannya, karena dalam materi ini mampu memberikan fenomena yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari dan mendekatkan siswa dalam permasalahan yang nyata. Sebelum diujikan kepada siswa, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas. Pada uji validitas kuesioner ini diperiksa oleh dua ahli dan didapatkan skor rata- rata 3,72 yang artinya kuisioner dapat digunakan tanpa revisi terhadap beberapa item pernyataan. Pada analisis uji reliabilitas kuesioner didapatkan nilai persentase sebesar 100% yang artinya kuesioner dalam penelitian ini bersifat reliabel karena percentage of agreement (R) di atas 75%. Sedangkan pada Soal miskonsepsi disusun berdasarkan kisi- kisi dan indikator soal miskonsepsi pada materi Suhu dan Perubahannya. Sebelum digunakan, Soal miskonsepsi juga divalidasi oleh dua ahli. Hasil uji validasi menunjukkan bahwa Soal miskonsepsi bertujuan untuk mengetahui tingkat miskonsepsi siswa pada materi IPA Kelas VII mendapatkan skor rata- rata 5,36 yang artinya Soal miskonsepsi dapat digunakan dengan sedikit revisi terhadap beberapa item pernyataan. Sedangkan pada uji reliabilitas instrument penilaian kognitif didapatkan nilai presentase sebesar 100% yang artinya kuesioner dalam penelitian ini bersifat reliabel karena percentage of agreement (R) di atas 75%.

Kegiatan penelitian tersebut dilakukan dengan memberikan Kuesioner (Angket) mengenai sikap siswa terhadap IPA yang bertujuan untuk mengukur sikap siswa terhadap IPA. Kemudian memberikan tes kepada siswa berupa soal miskonsepsi dengan materi Suhu dan Perubahannya yang bertujuan untuk mencari tahu tingkatan dari pemahaman konsep siswa. Adapun data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan uji Statistik Deskriptif untuk mendeskripsikan sikap siswa terhadap IPA, serta uji linearitas untuk mengetahui apakah kedua variable yang digunakan mempunyai hubungan secara signifikan atau tidak, setelah itu dilakukan uji korelasi person product moment yang dimana untuk mengukur hubungan antara kedua variable, yaitu sikap siswa terhadap IPA dengan miskonsepsi siswa dalam pembelajaran IPA. Kemudian data yang diperoleh berupa soal miskonsepsi ditentukan dari hasil persentase yang telah diperoleh dilakukan interpretasi skor berdasarkan tabel interval berikut ini.

Tabel 1. Kriteria Interprestasi Skor

Persentase Kriteria Penilaian
0% - 20% Sangat Lemah
21% - 40% Lemah
41% - 60% Cukup/ Netral
61% - 80% Kuat
81% - 100% Sangat Kuat
Table 1.Kriteria Interprestasi Skor

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mendeskripsikan Sikap Siswa

Analisis sikap siswa terhadap IPA disusun untuk menunjukkan sikap siswa yang dikembangkan dari jurnal TOSRA oleh (Fraser. BJ) [16]. Berdasarkan tujuh item indikator pernyataan, diantaranya: Sikap Terhadap Penyelidikan Ilmiah dalam IPA, Adopsi Sikap Ilmiah, Kenikmatan dalam Belajar IPA, Kesenangan dalam Belajar IPA, Implikasi Sosial IPA, Normalitas Ilmuwan, dan Minat Karir dalam IPA. Pengukuran analisis Statistik Deskriptif ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran secara umum seperti nilai rata- rata (Mean), tertinggi (Max), terendah (Min), dan Standar Deviasi dari masing- masing indicator. Hasil analisis Sikap siswa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Sikap Siswa

Indikator Sikap Siswa N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sikap terhadap Penyelidikan IPA 93 20 50 31.80 4.153
Adopsi Sikap Ilmiah 93 16 50 29.77 4.261
Kenikmatan dalam Belajar IPA 93 13 50 29.06 4.648
Kesenangan dalam Belajar IPA 93 12 50 30.56 4.806
Implikasi Sosial IPA 93 10 50 30.86 4.808
Normalitas Ilmuwan 93 22 50 31.42 4.145
Minat Karir dalam IPA 93 24 50 30.23 4.314
Valid N (listwise) 93
Table 2.Hasil Analisis Sikap Siswa Descriptive Statistics

Berdasarkan Tabel 2, Hasil distribusi data masing-masing indikator yang didapat pada indikator Sikap terhadap Penyelidikan IPA menempati urutan pertama dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu sebesar 31.80. Kemudian diikuti indikator Implikasi Sosial IPA menempati urutan kedua dengan nilai rata-rata tertinggi sebesar 30.86. Pada urutan ketiga ditempati indikator Adopsi Sikap Ilmiah dengan nilai rata-rata 29.77. Pada urutan keempat ditempati indikator Kesenangan dalam Belajar IPA dengan nilai rata-rata 30.56. Indikator Kenikmatan dalam Belajar IPA mendapatkan nilai Standar Deviasi tertinggi sebesar 4.648. Indikator Minat Karir dalam IPA mendapat nilai minimum tertinggi sebesar 24. Indikator Normalitas Ilmuwan dari data tersebut menunjukkan bahwa nilai minimum terendah sebesar 22. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa indikator Sikap terhadap Penyelidikan Ilmiah IPA, Adopsi Sikap Ilmiah, Kesenangan dalam Belajar IPA dan Implikasi Sosial IPA memiliki nilai rata- rata dan standar deviasi yang lebih tinggi dibanding hasil indikator lainnya. Siswa menggunakan ke-empat indikator ini untuk menemukan inovasi atau hal-hal yang bermanfaat kedepannya. Hal ini terdapat beberapa faktor tertentu yang mempengaruhi tingginya sikap siswa diantaranya perasaan/perilaku menerima atau menolak terhadap objek IPA tersebut, umumnya dengan ditunjukkan sikap senang atau tidak senang. Sikap menjadi peranan penting karena sikap mampu meningkatkan prestasi pendidikan siswa dan mempengaruhi kinerja pada beberapa objek IPA menurut [17]. Selain itu, indikator lainnya seperti Implikasi Sosial IPA yang dimana terdapat kemampuan inidividu siswa yang berperan penting karena mengaitkan antara sains dan dari lingkungan sosial siswa, umumnya implikasi sosial terhadap IPA pada siswa mengutamakan perilaku/kebiasaan sehari-hari siswa yang dikaitkan dengan konsep IPA [18]. Kemudian hasil indikator yang menunjukkan nilai terendah adalah indikator normalitas ilmuwan dikarenakan indikator ini mengukur bagaimana siswa memandang ilmuwan sebagai individu dari persepsi mereka masing-masing terhadap ilmuwan yang memiliki gaya hidup normal dikarenakan ada beberapa kurangnya faktor tertentu yang mempengaruhi hal tersebut sehingga para siswa belum menstimulus indikator tersebut [19].

Mendeskripsikan Hasil Miskonsepsi Siswa pada Materi Suhu dan Perubahannya

Analisis hasil miskonsepsi siswa pada materi Suhu dan Perubahannya berdasarkan pada masing-masing indikator pembelajaran. Skor tersebut dikelompokkan sesuai dengan kategori indikator yang ditetapkan. Siswa dikatakan memahami konsep apabila siswa menjawab jawaban benar dengan alasan benar, dikatakan Error apabila siswa menjawab jawaban salah dengan alasan benar dan dikatakan miskonsepsi apabila siswa menjawab dengan jawaban salah dengan alasan salah.

Persentase Siswa Menjawab Benar
Indikator materi soal Suhu dan Perubahannya Memahami Konsep Error Miskonsepsi Eror Miskonsepsi
3.4.1 Menjelaskan konsep suhu yang benar 11% 75% 14%
3.4.2 Menganalisis hubungan antara massa benda dengan kenaikan suhu yang terjadi pada suatu benda 17% 69% 14%
3.4.3 Menentukan perbedaan sifat bahan yang memiliki koefisien konduktivitas yang berbeda 20% 65% 14%
3.4.4 Menentukan hubungan kalor jenis dengan kenaikan suhu yang terjadi 7% 81% 12%
3.4.5 Menganalisis hubungan kalor dan suhu serta perubahan wujud pada benda 15% 58% 27%
3.4.6 Menunjukkan prinsip pemuaian pada kehidupan sehari- hari 6% 71% 23%
3.4.7 Menentukan besar luas benda akibat pemuaian 13% 59% 28%
3.4.8 Mengidentifikasi susunan antar partikel yang terjadi pada proses pemuaian 4% 76% 20%
3.4.9 Mengidentifikasi hubungan antara koefisien muai panjang dengan pertambahan panjang pada suatu benda 8% 71% 21%
3.4.10 Menganalisis proses pemuaian volume pada benda berbentuk bola dan lingkaran cincin 6% 76% 18%
3.4.11 Menganalisis proses pemuaian luas pada benda berbentuk lingkaran berongga 5% 80% 15%
Table 3.

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa dari indikator soal mendapatkan miskonsepsi terbesar terdapat pada indikator 3.4.7. (28%), diikuti oleh indikator 3.4.5 (27%); 3.4.6 (23%); 3.4.9 (21%); 3.4.8 (20); 3.4.10 (18%);

3.4.3 (15%); 3.4.11 (15%); 3.4.1 (14%); dan miskonsepsi terendah terjadi pada indikator 3.4.4 (12%). Pada indikator yang memiliki miskonsepsi terbesar yaitu 3.4.7 yaitu menentukan besar luas benda akibat pemuaian, siswa memahami konsep sebesar 11%, siswa yang menjawab jawaban salah dan alasan benar (Error) sebesar 59%, dan siswa yang mengalami miskonsepsi sebesar 28%. Siswa dikatakan memahami konsep apabila siswa menjawab jawaban benar dengan alasan benar, dikatakan Error apabila siswa menjawab jawaban salah dengan alasan benar dan dikatakan miskonsepsi apabila siswa menjawab dengan jawaban salah dengan alasan salah. Siswa yang mengalami miskonsepsi beranggapan bahwa ketika benda dipanaskan yang mempunyai panjang akhir sebesar (Ρ0 +ΔΡ) dan lebar akhir sebesar (L0 + ΔL) benda menjadi memuai sehingga terjadi permuaian wujud benda tersebut. Sehingga siswa menganggap bahwa suatu benda yang dipanaskan menggunakan metode pertambahan bukan perkalian. Sedangkan kebenaran konsep yang benar adalah menggunakan perkalian jika terdapat panjang benda dan luas benda sesuai dengan rumus (Ρ0 +ΔΡ) x (L0 + ΔL). Sedangkan pada miskonsepsi terendah (3.4.4) yaitu menentukan hubungan kalor jenis dengan kenaikan suhu yang terjadi, siswa memahami konsep sebesar sebesar 7%, siswa yang menjawab jawaban salah dan alasan benar (Error) sebesar 81%, dan siswa yang mengalami miskonsepsi sebesar 12%. Mereka beranggapan bahwa zat yang memiliki kalor jenis lebih besar akan membuat benda cepat panas. Sedangkan kebenaran konsep yang benar adalah semakin besar kalor jenis suatu benda, semakin besar pula energy yang harus ditambahkan pada benda tersebut agar terjadi perubahan suhu. Sehingga, semakin besar kalor jenis, semakin lama proses kenaikan suhunya. Hal ini juga sesuai dengan rumus: ∆𝑇 = 𝑄 m.C yang dimana ∆𝑇 berbanding terbalik dengan C, diperoleh dari zat yang memiliki kalor jenis yang lebih rendah akan mengalami kenaikan suhu yang lebih tinggi (lebih cepat panas) dibandingkan dengan zat yang memiliki kalor jenis lebih tinggi. Pada indikator 3.4.4 yaitu menentukan hubungan kalor jenis dengan kenaikan suhu mengalami miskonsepsi terendah yang dialami. Didapatkan siswa sudah menguasai konsep dari materi suhu dan perubahannya terutama pada bab kalor jenis sehingga miskonsepsi yang terjadi hanya sedikit dan yang menyebabkan rendahnya miskonsepsi adanya minat siswa dalam pembelajaran IPA pada bab kalor dan jenis. Selain itu factor lain yang menyebabkan tingginya tidak pemahaman konsep adalah kurang variatifnya metode yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA [20]. Maka dari itu, penyebab rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari merupakan bentuk dari ketidak sempurnaan siswa dalam mengkonstruksi konsepnya sendiri. [21]

Mengetahui Hubungan antara Sikap Siswa terhadap IPA dengan Miskonsepsi Siswa pada Materi Suhu dan Perubahannya

Adapun tujuan dilakukan uji korelasi ini yaitu untuk mengetahui keeratan hubungan antara sikap siswa terhadap IPA dengan miskonsepsi pada materi suhu dan perubahannya. Sebelum dilakukan uji korelasi person product moment, peneliti lebih dahulu melakukan uji linearitas untuk mengetahui apakah kedua variable yang diteliti mempunyai hubungan yang linear secara signifikan atau tidak. Hasil uji korelasi linear dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel.4 Uji Linearitas

Sum of Squares df Mean Squares F sig.
Miskonsepsi siswa Between (Combined) 805.578 47 17.140 .710 .876
dalam group Linearity 73.681 1 73.681 3.052 .087
pembelajaran IPA Deviation from 731.897 46 15.911 .659 .919
*Sikap siswa Within Groups Linearity 1086.250 45 24.139
terhadap IPA Total 1891.828 92
Table 4. Uji Linearitas ANOVA

Tabel 4 menujukkan bahwa nilai F hitung yang diperoleh adalah 0.919 dengan p-value 0.019 > (0,05). Angka ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear antara sikap siswa terhadap IPA dengan miksonsepsi dalam pembelajaran IPA. Setelah mengetahui hasil dari uji linearitas, selanjutnya adalah dengan mengetahui koefisien korelasi seperti yang terlihat pada Tabel 5. Tabel 5 merangkum hasil mengenai ada atau tidaknya keeratan hubungan dari sikap siswa terhadap IPA dengan miskonsepsi dalam pembelajaran IPA.

Tabel 5. Uji Korelasi

Sikap siswa terhadap IPA Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA
Sikap siswa terhadap IPA Pearson Correlation 1 -.197
Sig. (2-tailed) .058
N 93 93
Miskonsepsi siswa dalam Pearson Correlation -.197 1
pembelajaran IPA Sig. (2-tailed) .058
N 93 93
Table 5.Uji Kolerasi

Berdasarkan tabel 5, hasil uji korelasi, menunjukkan bahwa nilai R yang diperoleh sebesar 0.058 diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.058 > 0,05 yang artinya dari ke dua variable tersebut berkorelasi secara signifikan. Hal ini digambarkan pada nilai R (Person Correlation) sebesar -0.197 yang artinya adanya korelasi yang rendah sehingga diartikan hubungan dari kedua variable tersebut berlawanan, bahwa semakin tinggi sikap siswa maka semakin turun miskonsepsi siswa dalam pembelajaran IPA. Pada aspek sikap terhadap penyelidikan ilmiah IPA memiliki hubungan yang sedang dalam pencapaian miskonsepsi siswa. Hal ini sejalan dengan [22] karena sikap terhadap IPA sangat krusial yang dapat meningkatkan prestasi pendidikan siswa dan mempengaruhi kinerja mereka. Sikap juga sangat penting karena guru dapat mengetahui setiap siswa menanggapi pembelajaran IPA dengan indikasi siswa menolak atau menerima pembelajaran IPA pada diri siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian [18]. Dari hasil penyelidikan tersebut akan muncul beberapa keinginan atau minat dari siswa melalui pembelajaran IPA. Siswa dapat meningkatkan kemampuan dalam memberikan berbagai respon yang akan menunjukkan bahwa siswa tersebut memiliki rasa tidak senang terhadap IPA dengan menunjukkan bahwa siswa memiliki respon positif yang diberikan siswa pada mata pelajaran IPA, sedangkan sikap tidak suka akan menunjukkan bahawa siswa tersebut memiliki rasa tidak senang terhadap IPA. Kesenangan selama proses pembelajaran ini dapat ditunujukkan dari bagaimana cara sikap siswa tersebut bisa mengatasi pembelajaran IPA. Kaitan ini akan selalu terhubung dikarenakan sikap suka setiap siswa juga memiliki rasa tidak senang terhadap IPA akan menstimulus kinerja sikap siswa terhadap IPA. Kemudian akan muncul kesenangan untuk belajar IPA juga dapat meningkatkan rasa suka bagi siswa yang menunjukkan kesenangan siswa terhadap IPA, dan bagi siswa yang tidak suka akan menjukkan bahwa siswa tidak senang terhadap IPA [23]

Sikap terhadap IPA akan menstimulus sikap ilmiah dengan menerapkan perilaku ilmiah dalam mempelajari pembelajaran IPA. Adopsi sikap ilmiah membentuk sikap yang aktif dan memiliki pemikiran kritis, logis, dan aktif dengan contoh melakukan kegiatan eksperimen melalui langkah-langkah sebelum melakukan dan telah diwajibkan untuk mencari informasi yang lebih ilmiah. [18]. Kemudian sikap ilmiah juga dapat menarik siswa pada kesenangan belajar dengan menimbulkan rasa suka dan tidak suka siswa terhadap IPA. Dapat dikatakan siswa sudah baik dalam penyelidikan IPA dan kesenangan terhadap mata pelajaran IPA juga tinggi, maka selanjutnya akan menetap dan melanjutkan karirnya di bidang IPA [24] Karir atau ketertarikan untuk melanjutkan di bidang IPA tidak lepas dari seberapa besar terdapat setiap siswa tersebut memiliki keyakinan bahwa berkarir dibidang IPA merupakan salah satu keinginan di masa depannya. Disimpulkan bahwa tingkat hubungan antara kesenangan dalam belajar IPA memiliki hubungan yang sedang terhadap pencapaian miskonsepsi siswa mengenai kaitan implikasi sosial IPA terhadap miskonsepsi siswa dapat dilihat mengenai ketertarikan siswa terhadap IPA dengan sikapnya yang menyukai membaca IPA, menghabiskan waktu untuk mencari informasi mengenai IPA [25]. Pada pembelajaran IPA miskonsepsi pada materi suhu dan perubahannya telah tergolong rendah. Hubungan antara sikap siswa terhadap IPA berhubungan dengan miskonsepsi pada suhu dan perubahannya artinya tidak ada korelasi yang signifikan antara sikap siswa dengan miskonsepsi siswa. Didapatkan koefesien korelasinya memperoleh nilai sebesar -0,197 yang artinya derajat korelasinya sangat lemah dan arah hubungannya positif. Sesuai penelitian yang dilakukan oleh [26] bahwasanya tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap siswa dengan miskonsepsi. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa miskonsepsi diperoleh dari perlakuan siswa yang memahami akan pembelajaran IPA kemudian sikap yang akan menyebabkan kesalahpahaman yang akan mempengaruhi proses pembelajaran IPA yang menyebabkan timbulnya miskonsepsi. Selain itu, sikap sebelumnya tidak secara substansial memprediksi bahwa miskonsepsi berawal dari sikap melainkan akan pemahaman dari siswa untuk memahami apa yang disampaikan. Akibatnya dapat mempengaruhi pemahaman siswa sehingga menyebabkan siswa keliru dalam memahami konsep dan membuat siswa mengalami miskonsepsi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan 1) Mendeskripsikan keterkaitan sikap siswa terhadap IPA, didapatkan pada kuesioner indikator 1 (Sikap terhadap Penyelidikan IPA) menempati urutan pertama dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu sebesar 31.80 (2) Mendeskripsikan Miskonsepsi siswa pada materi suhu dan perubahannya mendapatkan hasil miskonsepsi siswa yang terjadi di SMP Muhammadiyah 6 Krian dalam Soal Miskonsepsi yang memiliki miskonsepsi terbesar pada indikator 3.4.7 yaitu menentukan besar luas benda akibat pemuaian , sedangkan (3) Mengetahui hubungan antara sikap siswa terhadap IPA dapat disimpulkan bahwa tingkat hubungan antara sikap siswa terhadap IPA dengan miskonsepsi memiliki hubungan namun sangat rendah.

References

  1. A. Syafi’i, T. Marfiyanto, and S. K. Rodiyah, “Studi Tentang Prestasi Belajar Siswa Dalam Berbagai Aspek Dan Faktor Yang Mempengaruhi,” J. Komun. Pendidik., vol. 2, no. 2, p. 115, 2018, doi: 10.32585/jkp.v2i2.114.
  2. S. Rijal and S. Bachtiar, “Hubungan antara Sikap, Kemandirian Belajar, dan Gaya Belajar dengan Hasil Belajar Kognitif Siswa,” J. Bioedukatika, vol. 3, no. 2, p. 15, 2015, doi: 10.26555/bioedukatika.v3i2.4149.
  3. H. Setiadi, “Pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013,” J. Penelit. dan Eval. Pendidik., vol. 20, no. 2, pp. 166–178, 2016, doi: 10.21831/pep.v20i2.7173.
  4. A. D. Kurniawan, Astalini, and L. Anggraini, “Evaluasi Sikap Siswa SMP Terhadap IPA EVALUASI SIKAP SISWA SMP TERHADAP IPA DI KABUPATEN MUARO JAMBI,” J. Ilm. Didakt., vol. 19, no. 1, p. 124, 2018.
  5. S. Sutarto, “Dampak Pengiring Pembelajaran Pendekatan Saintifik Untuk Mengembangan Sikap Spiritual Dan Sosial Siswa,” J. Cakrawala Pendidik., vol. 36, no. 1, pp. 44–56, 2017, doi: 10.21831/cp.v36i1.12792.
  6. C. R. P. Ajisuksmo and G. R. Saputri, “The Influence of Attitudes towards Mathematics, and Metacognitive Awareness on Mathematics Achievements,” Creat. Educ., vol. 08, no. 03, pp. 486–497, 2017, doi: 10.4236/ce.2017.83037.
  7. R. W. Ningrum and M. T. Budiarto, “Miskonsepsi Siswa SMP Pada Materi Bangun Datar Segiempat Dan Alternatif Mengatasinya,” MATHEdunesa J. Ilm. Pendidik. Mat., vol. 1(5), no. 1, pp. 59–66, 2016, [Online].
  8. Available: https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/mathedunesa/article/view/25554/23429
  9. N. Wafiyah, “Identifikasi Miskonsepsi Siswa dan Faktor-Faktor Penyebab pada Materi Permutasi dan Kombinasi di SMA Negeri 1 Manyar,” Gamatika, vol. II, no. 2, pp. 128–138, 2012.
  10. D. Sudirman, “Identifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pewarisan Sifat Di Kelas Ix Smp Negeri 36 Batam,” Simbiosa, vol. 3, no. 1, pp. 43–48, 2014, doi: 10.33373/sim-bio.v3i1.252.
  11. R. Susanto et al., “Pemberdayaan Kompetensi Pedagogik Berbasis Kemampuan Reflektif Untuk Peningkatan Kualitas Interaksi Pembelajaran di SDN Duri Kepa 03,” Int. J. Community Serv. Learn., vol. 4, no. 2, pp. 125–138, 2020, doi: 10.23887/ijcsl.v4i2.25657.
  12. D. Adiansyah Syahrul, W. Setyarsih Jurusan Fisika, and F. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, “Identifikasi Miskonsepsi dan Penyebab Miskonsepsi Siswa dengan Three-tier Diagnostic Test Pada Materi Dinamika Rotasi,” J. Inov. Pendidik. Fis., vol. 04, no. 03, pp. 67–70, 2015.
  13. C. D. IMANINGTYAS, P. KARYANTO, N. NURMIYATI, and L. ASRIANI, “Penerapan E-Module Berbasis Problem Based Learning untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Mengurangi Miskonsepsi pada Materi Ekologi Siswa Kelas X MIA 6 SMAN 1 Karanganom Tahun Pelajaran 2014/2015,” Bioedukasi J. Pendidik. Biol., vol. 9, no. 1, p. 4, 2016, doi: 10.20961/bioedukasi-uns.v9i1.2004.
  14. N. V. Irani, Z. Zulyusri, and R. Darussyamsu, “Miskonsepsi Materi Biologi Sma Dan Hubungannya Dengan Pemahaman Siswa,” J. Biolokus, vol. 3, no. 2, p. 348, 2020, doi: 10.30821/biolokus.v3i2.823.
  15. R. Indrianti, S. Djaja, and B. Suyadi, “Pengaruh Motivasi Dan Disiplin Belajar Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Prakarya Dan Kewirausahaan,” J. Pendidik. Ekon. J. Ilm. Ilmu Pendidikan, Ilmu Ekon. dan Ilmu Sos., vol. 11, no. 2, p. 69, 2018, doi: 10.19184/jpe.v11i2.6449
  16. E. D. Sirait, “Pengaruh Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika,” Form. J. Ilm. Pendidik. MIPA, vol. 6, no. 1, pp. 35–43, 2016, doi: 10.30998/formatif.v6i1.750.
  17. B. J. Fraser, “Test of science-related attitudes,” 1978.
  18. D. Aryani, A. Astalini, and D. A. Kurniawan, “Identifikasi Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran IPA di SMP Se Kabupaten Muaro Jambi,” J. Pijar Mipa, vol. 14, no. 3, pp. 168–175, 2019, doi: 10.29303/jpm.v14i2.1065.
  19. D. S. Putra, A. Lumbantoruan, and S. C. Samosir, “Deskripsi Sikap Siswa: Adopsi Sikap Ilmiah, Ketertarikan Memperbanyak Waktu Belajar Fisika dan Ketertarikan Berkarir di Bidang Fisika,” Tarb. J. Ilm. Kependidikan, vol. 8, no. 2, p. 91, 2019, doi: 10.18592/tarbiyah.v8i2.3339.
  20. R. Ependi, T. O. Puspitasari, and N. I. Sandi Pratiwi, “Identifikasi Sikap Implikasi Sosial dari Fisika, Normalitas Ilmuwan, dan Adopsi Sikap Ilmiah,” Attract. Innov. Educ. J., vol. 2, no. 1, p. 133, 2020, doi: 10.51278/aj.v2i1.32.
  21. E. Sutomo and Fathurrahman, “Analisis miskonsepsi calon mahasiswaprodi ipa dan biologi pada materi struktur atom sebagai persiapan pembelajaran kimia dasar di STKIP Muhammadiyah Sorong Tahun Akademik 2017/2018,” Biolearning J., vol. 6, no. 2, pp. 83–91, 2019, [Online]. Available: https://unimuda.e-journal.id/jurnalbiolearning/article/view/398
  22. F. A. Hidayat, M. Irianti, and Faturrahman, “Analisis miskonsepsi siswa dan faktor penyebabnya pada pembelajaran kimia di Kabupaten Sorong,” J. Inov. Pembelajaran IPA, vol. 1, no. 1, pp. 1–8, 2020.
  23. F. Handayani, “Deskripsi Sikap Siswa Kelas X MIPA terhadap Mata Pelajaran Fisika,” Schrödinger J. Phys. Educ., vol. 2, no. 1, pp. 20–23, 2021, doi: 10.37251/sjpe.v2i1.457.
  24. F. T. Aldila, M. M. Matondang, and L. Wicaksono, “Identifikasi Minat Belajar Siswa Terhadap Mata Pelajaran Fisika Di Sman 1 Muaro Jambi,” J. Sci. Educ. Pract., vol. 4, no. 1, pp. 22–31, 2020, doi: 10.33751/jsep.v4i1.2827.
  25. N. Sari and U. P. Dewi, “Analisis Sikap Terhadap Penyelidikan Ipa, Kesenangan Dalam Ipa Dan Ketertarikan Berkarir Bidang Ipa Di Smpn 3 Batanghari,” J. Dimens. Pendidik. dan Pembelajaran, vol. 8, no. 2, p. 72, 2020, doi: 10.24269/dpp.v8i2.1848.
  26. A. Astalini, D. A. Kurniawan, and A. D. Putri, “Identifikasi Sikap Implikasi Sosial dari IPA, Ketertarikan Menambah Waktu Belajar IPA, dan Ketertarikan Berkarir Dibidang IPA Siswa SMP Se-Kabupaten Muaro Jambi,” J. Tarb. J. Ilm. Kependidikan, vol. 7, no. 2, pp. 93–108, 2018, doi: 10.18592/tarbiyah.v7i2.2142.
  27. Z. Abidin, “Analisis Pedagogi Content Knowledge Di Dalam Konteks Pendidikan Karakter: Sebuah Study Meta-Synthesis,” Quagga J. Pendidik. dan Biol., vol. 11, no. 1, p. 36, 2019, doi: 10.25134/quagga.v11i1.1512.