Abstract

This study examines the impact of a STEM-based Project-Based Learning (PjBL) model on Class VIII students' ecoliteracy abilities at SMP Negeri 1 Tanggulangin using a quantitative pre-experimental approach. The research design employs a One Group Pretest-Posttest Design with non-probability purposive sampling. Results from administering valid ecoliteracy tests and analyzing data with the N-Gain Test and One Way ANOVA reveal a significant increase in ecoliteracy abilities after implementing the STEM-based PjBL model, indicating its effectiveness in enhancing students' environmental literacy. These findings have implications for incorporating innovative teaching methods to improve environmental education in schools.

 

Highlight: 

  1. Evaluates STEM-based PjBL for ecoliteracy in students.
  2. Uses purposive sampling for targeted research.
  3. Shows significant increase in ecoliteracy skills post-implementation.
 

Keyword: STEM-based PjBL, Ecoliteracy, Quantitative Approach, Pre-experimental Methods, Environmental Education

Pendahuluan

Lingkungan merupakan suatu kesatuan tempat makhluk hidup (biotik) dan makhluk tak hidup (abiotik) yang di dalamnya terjadi suatu interaksi [1]. Manusia sebagai subjek dalam suatu interaksi memberikan pengaruh dominan terhadap lingkungan. Dalam suatu interaksi, apabila manusia dapat memahami posisi dan perannya di dalam ekosistem untuk menjaga keseimbangan lingkungan serta mengelola lingkungan secara baik, maka lingkungan akan memberikan kontribusi positif bagi kehidupan manusia [2]. Salah satu kontribusi positif lingkungan akibat perilaku baik manusia terhadap lingkungan adalah terwujudnya lingkungan berkelanjutan dimana keanekaragaman hayati dan sumber daya alam tetap terjaga kelestariannya sehingga segala kekayaan alam di dalamnya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk memenuhi kelangsungan hidup generasi yang akan datang tanpa merusak ekosistem [3]. Di sisi lain, apabila manusia melakukan tindakan yang dapat merusak ekosistem dengan tujuan untuk menguasai seluruh potensi alam demi memenuhi kebutuhannya namun tidak diimbangi dengan tindakan preventif dan represif, maka akan menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya [4]. Permasalahan lingkungan terjadi karena kurangnya kesadaran manusia untuk bertanggungjawab dalam memanfaatkan dan mengelola lingkungan dengan baik [5]. Ketidaksadaran manusia terhadap lingkungan dapat mengakibatkan berbagai masalah yang berkepanjangan seperti menimbulkan berbagai bencana alam, berkurangnya keanekaragaman hayati, habitat satwa menjadi punah, berkurangnya kesuburan tanah, rusaknya siklus hidrologi, serta mengganggu kesehatan manusia.

Kurangnya pemahaman ekologis pada individu dalam suatu wilayah menyebabkan kurangnya rasa peka terhadap tanda-tanda kerusakan lingkungan [6]. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan adanya aktivitas negatif yang dilakukan manusia terhadap lingkungan. Salah satu aktivitas negatif manusia seperti membuang sampah sembarangan. Aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari masalah sampah, baik sampah organik, sampah anorganik, maupun sampah jenis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Sampah merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas lingkungan karena tidak hanya berpotensi mencemari lingkungan, melainkan dapat pula berdampak buruk bagi kesehatan manusia [7]. Pengolahan sampah yang kurang baik dapat menyebabkan sampah menjadi sumber penyakit, tempat perkembangbiakan hewan pembawa penyakit seperti lalat, tikus, kecoa, nyamuk serta perkembangbiakan jamur, bakteri, virus, dan parasit. Bakteri, virus, jamur, maupun parasit dapat menginfeksi tubuh manusia karena kebiasaan diri yang masih kurang menjaga kebersihan, seperti menyebabkan gangguan pada ginjal dan peradangan pada hati atau disebut penyakit hepatitis. Salah satu studi analitik terkait penyakit hepatitis, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan dalam mengonsumsi makanan yang belum terjamin kebersihannya, kurangnya kebiasaan untuk mencuci tangan sebelum makan dan sesudah melakukan aktivitas yang memicu kontaminasi dengan vektor lain, serta kurangnya pemahaman terkait penyakit hepatitis A[8]. Penumpukan sampah dapat pula memicu penyakit dermatitis kontak, dimana terjadi peradangan pada kulit karena mengalami kontak langsung dengan bahan yang terbuat dari senyawa yang menyebabkan alergi (alergen) dan zat yang memicu peradangan atau iritasi pada tubuh (iritan) [9]. Bau menyengat akibat proses pembusukan sampah yang menghasilkan komponen gas beracun seperti gas hidrogen sulfida dan amonia dapat mengganggu organ paru-paru manusia [10]. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan.

Upaya dalam mengatasi permasalahan lingkungan yaitu dengan membangun kesadaran manusia dalam mengelola dan memanfaatkan lingkungan. Kesadaran manusia akan mendorong rasa kepedulian seseorang terhadap lingkungan. Rasa kepedulian terhadap lingkungan akan muncul ketika seseorang telah memahami arti penting lingkungan bagi keberlanjutan kehidupan [11]. Pemahaman tentang lingkungan atau disebut ekoliterasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang telah memahami prinsip-prinsip ekologi, kehidupan, menggambarkan kesadaran dan kepekaan seseorang untuk menjaga, mengelola, dan memanfaatkan alam termasuk bumi dan ekosistem melalui keterampilan yang dimilikinya [12]. Ekoliterasi bertujuan untuk menciptakan rasa peka dan empati individu terhadap lingkungan sekitar untuk mengurangi permasalahan lingkungan [13]. Ekoliterasi menjadi suatu tolak ukur bagi seseorang dalam memahami dan memaknai kesehatan dari sistem lingkungan agar dapat menentukan tindakan yang tepat untuk melindungi, memulihkan, serta meningkatkan kesehatan sistem lingkungan [6]. Terdapat empat indikator ekoliterasi yaitu: (1) Mengetahui permasalahan lingkungan, (2) Memiliki strategi tindakan untuk mengatasi permasalahan lingkungan, (3) Melakukan tindakan lebih lanjut untuk mengatasi permasalahan lingkungan, dan (4) Mengaitkan cara menyikapi permasalahan lingkungan dengan sikap personal yang dimiliki individu [14].

Implementasi ekoliterasi pada diri seseorang tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba dan penuh paksaan. Pengenalan ekoliterasi harus dilakukan sejak dini melalui pembelajaran yang ada di dalam pendidikan agar anak memiliki kesadaran tinggi, peka terhadap lingkungan, tanggungjawab, melek lingkungan, dan memiliki kemauan tinggi untuk menjaga kelestarian lingkungan [15]. Serupa dengan yang disampaikan oleh Normalita et al. [6] yang menyatakan bahwa di dalam proses pembelajaran terdapat beberapa sudut pandang yang dapat diajarkan kecerdasan ekologinya untuk mencapai tujuan pendidikan. Ekoliterasi di dalam pendidikan menjadi aspek penting bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuan, wawasan, serta melakukan perubahan dalam mewujudkan kehidupan berkelanjutan [13]. Penelitian yang dilakukan oleh Wolff et al. [16] menunjukkan bahwa siswa yang memiliki pemahaman ekologi yang lebih tinggi akan cenderung dapat memahami konsep dasar ekologi dan pengelolaan lingkungan untuk keberlanjutan manusia. Sejalan dengan hal tersebut, Prastiwi et al. [17] menyatakan bahwa pemahaman lingkungan yang dimiliki oleh siswa dapat mendorong siswa untuk dapat menemukan solusi yang efektif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan lingkungan yang ditemuinya.

Pemerintah telah melakukan upaya untuk mengimplementasikan ekoliterasi melalui tindakan nyata. Salah satunya melalui gerakan peduli dan berbudaya lingkungan hidup di sekolah, sebagaimana Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.52/MENLHK/SETJEN/KUM.1/9/2019 tentang Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah. Upaya tersebut dilakukan pula melalui pendidikan berbasis ekoliterasi yang bertujuan agar siswa mampu menggunakan sumber daya alam sebaik-baiknya dengan tetap menjaga prinsip-prinsip ekologi dan fungsi lingkungan agar tetap seimbang [18]. Penerapan ekoliterasi yang diupayakan oleh pemerintah dalam proses pembelajaran tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Menurut Setyaningrum [12], masih banyak menjumpai lingkungan sekolah yang kotor, penggunaan kantong plastik dan sedotan plastik di kantin sekolah masih dalam kategori tinggi setiap harinya, siswa masih membuang sampah sembarangan dan acuh terhadap lingkungan sekitarnya. Serupa dengan hal tersebut, Muharam et al. [19] menyatakan bahwa siswa masih belum bisa memilah sampah organik dan anorganik, serta belum terbiasa untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan karena pola pikir siswa yang beranggapan bahwa kebersihan sekolah bukanlah tanggungjawab dirinya, melainkan tanggungjawab penjaga dan perawat sekolah, sedangkan menjaga kebersihan lingkungan sekolah merupakan tanggungjawab seluruh warga sekolah.

Permasalahan tersebut juga ditemui pada salah satu sekolah di Kabupaten Sidoarjo, yaitu di SMP Negeri 1 Tanggulangin. Peneliti melakukan observasi awal dengan melihat kemampuan ekoliterasi pada siswa berdasarkan empat indikator ekoliterasi. Observasi dilakukan pada 106 siswa yang terdiri dari kelas 7 sebanyak 55 siswa dan kelas 8 sebanyak 51 siswa. Berdasarkan hasil observasi awal kemampuan ekoliterasi pada siswa kelas 7 menunjukkan bahwa pada indikator pertama dapat dikategorikan baik dengan nilai presentase siswa yang mampu menyelesaikan indikator tersebut sebesar 57,57%. Pada indikator kedua hingga indikator keempat dikategorikan kurang. Nilai presentase pada indikator kedua sebesar 11,51%, indikator ketiga sebesar 18,78%, dan indikator keempat sebesar 16,96%. Sedangkan hasil tes kognitif ekoliterasi siswa kelas 8 menunjukkan bahwa pada indikator pertama dikategorikan baik dengan nilai presentase siswa yang mampu menyelesaikan indikator tersebut sebesar 62,74%. Pada indikator kedua hingga indikator keempat dikategorikan kurang. Nilai presentase pada indikator kedua sebesar 29,41%, indikator ketiga sebesar 37,91%, dan keempat sebesar 30,67%. Berdasarkan hasil presentase tes kognitif tersebut dapat diketahui bahwa ekoliterasis siswa di SMP Negeri 1 Tanggulangin dikategorikan rendah karena siswa kelas 7 dan kelas 8 hanya menguasai satu dari empat indikator ekoliterasi yaitu pada indikator memahami permasalahan lingkungan, namun kelas 7 menunjukkan hasil presentase yang lebih rendah dibandingkan kelas 8. Rendahnya capaian indikator ekoliterasi menunjukkan bahwa siswa belum memahami konsep ekologi secara penuh, belum memiliki kesadaran tentang pentingnya lingkungan bagi kehidupan, serta pemahaman terkait manfaat menjaga lingkungan masih tergolong rendah. Rendahnya pemahaman lingkungan pada siswa tidak boleh dipandang remeh karena dapat berdampak bagi keberlangsungan kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang.

Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti adalah dengan mengkombinasikan antara teori dengan praktik pembelajaran secara langsung. Menurut Setyaningrum [12] pembelajaran ekoliterasi tidak dapat dilakukan hanya melalui teori, melainkan harus ada kombinasi antara teori dan praktik pembelajaran secara langsung agar dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa untuk menerapkan konsep ekoliterasi dalam kehidupan sehari-hari sehingga nantinya dapat memulihkan kondisi lingkungan yang lebih baik bagi generasi sekarang dan masa yang akan datang. Salah satunya melalui penggunaan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL). Model PjBL merupakan suatu model pembelajaran yang inovatif dengan didasarkan pada pengalaman nyata atau kontekstual yang dapat memberikan kebebasan bagi siswa untuk bereksplorasi dalam merencanakan kegiatan belajar, berkolaboratif untuk melaksanakan proyek, serta menghasilkan produk yang bernilai dan realistik sebagai bentuk penyelesaian masalah [20]. Sejalan dengan yang disampaikan oleh Pandikar [21] menyatakan bahwa model PjBL dapat dijadikan sebagai model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan ekoliterasi siswa karena integrasi dari berbagai jenis pemecahan masalah yang diperoleh dari pengalaman belajar secara nyata yang dapat memberikan pengetahuan baru bagi siswa serta dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan model PjBL dapat mengembangkan sikap peserta didik (attitude), pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), menambah wawasan (insight), tingkah laku (behavior), kebiasaan (habit), dan keterampilan bersosialisasi berdasarkan pengalaman belajar yang diperolehnya serta belajar melalui aktivitas kerja secara nyata (real-life work) [22]. Serupa dengan hasil penelitian Mufidah et al. [23] yang menyatakan bahwa penerapan model PjBL selama proses pembelajaran berpengaruh signifikan terhadap literasi ekologi siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Suciani et al. [24] menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran dengan model PjBL menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan saat mengumpulkan informasi terkait upaya untuk menyelesaikan permasalahan pada topik pembelajaran yang diberikan oleh guru. Serupa yang disampaikan oleh Sakilah et al. [25] menyatakan bahwa model PjBL hanya fokus pada satu bidang ilmu sesuai topik yang akan dipelajari, sehingga guru perlu melatih dan memfasilitasi siswa dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, serta perbedaan topik pembelajaran yang diberikan kepada masing-masing kelompok dapat mengakibatkan siswa kurang memahami topik pembelajaran secara keseluruhan. Model PjBL perlu dikolaborasikan dengan pendekatan pembelajaran. Pendekatan yang tepat adalah pendekatan STEM (Science Technology Engineering and Mathematic). STEM merupakan sebuah pendekatan pembelajaran interdisipliner yang mengintegrasikan empat bidang ilmu menjadi satu kesatuan yang meliputi perpaduan ilmu sains (kajian tentang fenomena alam yang berisi kegiatan observasi dan pengukuran), teknologi (inovasi pembuatan produk untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui proses modifikasi), rekayasa (proses mendesain produk untuk mengatasi suatu permasalahan), matematika (analisis, argumentasi, perumusan, pemecahan, penafsiran solusi melalui matematika) [26]. STEM dapat melatih individu dalam mengimplementasikan pengetahuannya untuk membuat desain dengan mengembangkan dan memanfaatkan teknologi sebagai bentuk penyelesaian masalah terkait lingkungan [27]. Pendekatan STEM dalam proses pembelajaran dapat mendorong siswa untuk mengeksplorasi pengetahuannya secara terbuka, menyelidiki permasalahan secara langsung, terlibat dalam proses pembelajaran yang lebih mendalam, serta mengembangkan pola pikir siswa [28]. Pengembangan pola pikir siswa akan mendorong siswa untuk mengubah tindakan dan perilakunya dalam mengatasi permasalahan lingkungan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Afriana et al. [29] menunjukkan bahwa model PjBL berbasis STEM dapat mendorong siswa untuk tertarik dan termotivasi dalam pembelajaran, materi pembelajaran lebih mudah dipahami, menumbuhkan kreativitas siswa, serta menumbuhkan kesadaran siswa mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan [26]. Serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhana et al. [30] pada materi lingkungan menunjukkan bahwa penerapan model PjBL berbasis STEAM efektif untuk meningkatkan literasi lingkungan, meningkatkan wawasan siswa tentang lingkungan beserta sumber daya alam di dalamnya, serta meningkatkan rasa peka siswa terhadap berbagai masalah lingkungan yang diimplementasikan melalui tindakan nyata berupa pembuatan produk ramah lingkungan. Penelitian tentang penerapan model pembelajaran PjBL dengan pendekatan STEM terhadap kemampuan ekoliterasi siswa masih jarang dilakukan, dimana beberapa penelitian terdahulu menerapkan model PjBL dan pendekatan STEM secara terpisah. Alasan tersebut yang melandasi peneliti untuk melakukan penelitian terkait peningkatan ekoliterasi siswa dalam mengelola dan memanfaatkan lingkungan di sekitarnya untuk mengatasi masalah pada kesehatan manusia dengan menerapkan model Project Based Learning (PjBL) berbasis STEM, serta indikator ekoliterasi yang tidak hanya berfokus pada pemahaman tentang permasalahan lingkungan, melainkan dapat pula menentukan strategi, tindakan leih lanjut, dan cara menyikapi permasalahan lingkungan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peningkatan kemampuan ekoliterasi siswa dan pengaruh model PjBL berbasis STEM terhadap kemampuan ekoliterasi siswa.

Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode pre-eksperimen. Rancangan penelitian ini menggunakan One Group Pretest-Posttest Design. Pemberian pretest dan posttest dimaksudkan untuk membandingkan kemampuan ekoliterasi siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan berupa penerapan model PjBL berbasis STEM pada satu kelas eksperimen dan dua kelas replikasi. Penggunaan kelas replikasi bertujuan agar mendapatkan data hasil penelitian yang lebih teliti, kuat, dan akurat [31]. Rancangan desain penelitian One Group Pretest-Posttest Design dengan satu kelas eksperimen dan dua kelas replikasi yang diadaptasi dari Creswell [32] disajikan pada Tabel 1.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 1 Tanggulangin tahun ajaran 2022/2023 yang berjumlah 324 siswa. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non-probability sampling dengan jenis purposive sampling. Teknik purposive sampling dipilih karena seluruh kelas dalam populasi tersebut heterogen, tidak ada perbedaan keunggulan, dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-4 yang berjumlah 34 siswa sebagai kelas eksperimen, siswa kelas VIII-5 yang berjumlah 34 siswa sebagai kelas replikasi 1, dan siswa kelas VIII-6 yang berjumlah 34 siswa sebagai kelas replikasi 2.

Keterangan Sampel Pretest Perlakuan Posttest
Kelas Eksperimen Kelas VIII-4 O1 X O2
Kelas Replikasi 1 Kelas VIII-5 O1 X O2
Kelas Replikasi 2 Kelas VIII-6 O1 X O2
Table 1.Rancangan Penelitian

Keterangan:

X= Perlakuan (penerapan model PjBL berbasis STEM di semua kelas)

O1= Pretest (sebelum diberikan perlakuan)

O2= Posttest (sesudah diberikan perlakuan)

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui pemberian tes dengan instrumen penelitian berupa soal ekoliterasi yang telah valid dan reliabel. Teknik analisis data menggunakan Uji N-Gain untuk mengukur peningkatan kemampuan ekoliterasi siswa sebelum dan sesudah diberikan perlakuan berupa penerapan model pembelajaran PjBL berbasis STEM. Gain merupakan hasil selisih antara nilai posttest dan pretest [31]. Penggunaan Uji N-Gain dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan gain yang diperoleh masing-masing siswa [29]. Uji N-Gain dihitung dengan persamaan:

Keterangan:

Normalized Gain (g)= Nilai normalitas gain

Posttest Score= Skor pretest (skor sebelum diberikan perlakuan)

Pretest Score= Skor posttest (skor sesudah diberikan perlakuan)

Hasil perolehan nilai N-Gain dikategorikan menggunakan interpretasi nilai indeks Gainternormalisasi (g) dapat dilihat pada tabel berikut

Nilai N - Gain Kategori
g 0.3 Rendah
0.3 g 0.7 Sedang
g 0.7 Tinggi
Table 2.Interpretasi Indeks N-Gain [29].

Selanjutnya dilakukan uji statistik menggunakan uji ANOVA dengan jenis uji One way ANOVA untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh signifikan dari implementasi model PjBL berbasis STEM terhadap kemampuan ekoliterasi siswa pada masing-masing kelompok dengan taraf signifikan sebesar 0.05. Uji ANOVA dapat dilakukan apabila memenuhi uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varians. Uji statistik dilakukan menggunakan IBM SPSS 26.

Hasil dan Pembahasan

Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan hasil pretest yang dilakukan sebelum diberikan perlakuan dan posttest setelah dilakukan implementasi model PjBL berbasis STEM. Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan ekoliterasi siswa berupa soal uraian ekoliterasi yang berjumlah 16 butir soal yang mencakup empat indikator ekoliterasi. Gambaran dari semua data hasil penelitian tentang pengaruh model PjBL berbasis STEM terhadap kemampuan ekoliterasi siswa di SMP Negeri 1 Tanggulangin yang telah diperoleh akan dideskripsikan secara keseluruhan dan rinci pada masing-masing indikator yang mendasari kemampuan ekoliterasi siswa, berikut penjelasannya.

Peningkatan kemampuan ekoliterasi siswa dilakukan dengan menghitung nilai N-Gain dari masing-masing siswa pada ketiga kelas dan dilihat rata-rata nilainya. Nilai rata-rata pretest, posttest, dan N-Gain pada kelas eksperimen, replikasi 1, dan replikasi 2 yang telah mencakup keempat indikator ekoliterasi disajikan dalam tabel berikut.

No Kelas nilai Rata-rata Nilai N-Gain Kategori
Pretest Posttest
1. Kelas Eksperimen 29.6 83.4 0.8 Tinggi
2. Kelas Replikasi 1 26.3 82.0 0.8 Tinggi
3. Kelas Replikasi 2 31.6 82.5 0.7 Tinggi
Rata-rata 29.2 82.6 0.8 Tinggi
Table 3.Rata-rata Nilai N-Gain Kemampuan Ekoliterasi Siswa pada Ketiga Kelas

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata kemampuan ekoliterasi siswa antara kelas eksperimen, replikasi 1, dan replikasi 2. Capaian rata-rata tertinggi dari nilai pretest didapatkan oleh kelas replikasi 2 sebesar 31.6 poin, sedangkan capain nilai posttest tertinggi didapatkan oleh kelas eksperimen sebesar 83.4 poin. Terdapat kenaikan nilai rata-rata pretest dan posttest pada ketiga kelas sebanyak 53.4 poin. Rata-rata nilai N-Gain pada kelas eksperimen, kelas replikasi 1, dan kelas replikasi 2 masing-masing adalah 0.8; 0.8; dan 0.7 dengan kategori tinggi. Secara keseluruhan, rata-rata nilai N-Gain pada ketiga kelas adalah 0.8 dengan kategori tinggi. Berdasarkan kriteria interpretasi skor N-Gain menurut Hake, penerapan model PjBL berbasis STEM dikatakan efektif apabila hasil nilai kemampuan ekoliterasi siswa memperoleh nilai N-Gain 0.3 dengan kriteria sedang atau tinggi [33]. Dari hasil perolehan nilai N-Gain dengan kategori tinggi pada ketiga kelas berarti model PjBL berbasis STEM dapat meningkatkan kemampuan ekoliterasi siswa, dimana siswa telah memenuhi keempat indikator ekoliterasi dengan kategori tinggi.

Analisis peningkatan ekoliterasi siswa juga dilakukan dengan menghitung nilai N-Gain dari masing-masing indikator ekoliterasi pada ketiga kelas dan membandingkan ketercapaian setiap indikator ekoliterasi melalui pengelompokan soal berdasarkan keempat indikator ekoliterasi yang digunakan dalam penelitian ini. Perbandingan nilai N-Gain pada keempat indikator ekoliterasi siswa dari kelas eksperimen, kelas replikasi 1, dan kelas replikasi 2 secara terperinci disajikan dalam diagram berikut.

Figure 1.Diagram Perbandingan Nilai N-Gain Tiap Indikator Ekoliterasi dari Ketiga Kelas

Berdasarkan gambar 1, nilai N-Gain pada indikator ekoliterasi yang pertama “Mengetahui permasalahan lingkungan” menunjukkan bahwa kelas eksperimen dan replikasi 1 memperoleh nilai yang paling tinggi sebesar 0.8 dengan kategori tinggi, sedangkan pada kelas replikasi 2 sebesar 0.7 yang berarti kelas tersebut berada pada kategori tinggi pula. Perolehan nilai tersebut menunjukkan bahwa ketiga kelas mampu menuntaskan indikator pertama dengan adanya peningkatan nilai dengan kategori tinggi pada ketiga kelas. Ketiga kelas pada penelitian ini memiliki ketelitian yang sangat baik dalam menganalisis penyebab permasalahan lingkungan dengan menjelaskannya secara rinci dan lengkap. Indikator pertama mampu dituntaskan dengan baik karena penyebab terjadinya suatu permasalahan lingkungan telah tertera pada teks soal, sehingga siswa yang teliti dan dapat menganalisis isi teks dengan baik akan mudah menuntaskan indikator pertama. Peningkatan nilai pada indikator pertama juga menandakan bahwa siswa pada ketiga kelas telah memahami permasalahan lingkungan di sekitarnya. Rata-rata nilai N-Gain pada indikator pertama dari ketiga kelas yaitu sebesar 0.8 dengan kategori tinggi. Penguasaan indikator ekoliterasi yang pertama dengan taraf ekoliterasi yang tinggi dinilai sangat baik karena salah satu dasar dari kecerdasan ekologis seseorang untuk menyelamatkan rusaknya lingkungan hidup adalah mengetahui permasalahan lingkungan [21]. Sejalan yang disampaikan oleh Munawar et al. [34] menyatakan bahwa siswa yang memiliki tingkat pengetahuan lingkungan yang tinggi dapat mendorong seseorang memahami permasalahan lingkungan di sekitarnya dengan lebih memperhatikan dan berempati terhadap konsekuensi akibat perilaku yang dilakukan pada lingkungan.

Pada indikator ekoliterasi yang kedua “Memiliki strategi tindakan untuk mengatasi permasalahan lingkungan”, kelas replikasi 1 dan kelas replikasi 2 memperoleh nilai N-Gain yang sama yaitu sebesar 0.9, sedangkan kelas eksperimen memperoleh nilai sebesar 0.8, jika dirata-rata menghasilkan nilai sebesar 0.9 dengan kategori tinggi. Perolehan nilai tersebut menunjukkan bahwa ketiga kelas mampu menuntaskan indikator kedua dengan adanya peningkatan nilai dengan kategori tinggi. Indikator kedua mampu dituntaskan dengan baik karena proses pembelajaran berorientasi pada lingkungan, dimana siswa diarahkan untuk menemukan solusi penyelesaian masalah lingkungan dengan memanfaatkan tumbuhan gulma di lingkungan sekitarnya. Peningkatan pada indikator kedua menandakan bahwa siswa telah memiliki gambaran solusi permasalahan lingkungan melalui penyusunan strategi atau rencana penyelesaian masalah lingkungan [35]. Sejalan dengan pendapat menurut Gusti et al. [36], menyatakan bahwa kemampuan seseorang dalam menyusun strategi dengan kategori tinggi berarti strategi ramah lingkungan yang diterapkan sebagai solusi permasalahan lingkungan berpegangan pada prinsip etika lingkungan yang dapat mendorong manusia untuk selalu berupaya menyelamatkan lingkungan hidup. Dalam hal ini, strategi ramah lingkungan dirancang untuk meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan yang dapat menjadi salah satu upaya dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan.

Nilai N-Gain pada indikator ekoliterasi yang ketiga “Melakukan tindakan lebih lanjut untuk mengatasi permasalahan lingkungan” dari ketiga kelas tersebut memperoleh nilai yang berbeda. Kelas eksperimen dan kelas replikasi 1 memperoleh nilai yang sama yaitu sebesar 0.8, sedangkan kelas replikasi 2 memperoleh nilai sebesar 0.7 dengan kategori tinggi pada ketiga kelas. Perolehan nilai tersebut menunjukkan bahwa ketiga kelas mampu menuntaskan indikator ketiga dengan adanya peningkatan nilai dengan kategori tinggi. Dari ketiga kelas tersebut, kelas eksperimen dan kelas replikasi 1 lebih lengkap dan rinci dalam menggambarkan serta menjelaskan tindakan atau langkah-langkah pelaksanaan dari strategi yang telah ditentukan. Rata-rata nilai N-Gain pada indikator ketiga dari ketiga kelas tersebut yaitu 0.8 yang berarti ketiga kelas memiliki kemampuan ekoliterasi yang tergolong tinggi. Indikator ketiga dapat dituntaskan dengan baik karena siswa telah memiliki gambaran dari strategi ramah lingkungan yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian diimplementasikan melalui langkah-langkah nyata dari pelaksanaan strategi untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan. Implementasi langkah-langkah nyata dalam menyelesaikan masalah lingkungan dapat berdampak pada pola pikir siswa menjadi lebih kritis dan terbiasa ketika menghadapi berbagai permasalahan lingkungan [35]. Pada dasarnya, tindakan atau langkah-langkah nyata menjadi hal penting dalam menghadapi setiap permasalahan lingkungan. Sejalan yang disampaikan oleh Fitri & Hardiyanto [37], menyatakan bahwa tindakan merupakan faktor utama yang memiliki efek nyata dalam mendorong adanya perubahan lingkungan ke arah yang lebih baik.

Pada indikator ekoliterasi yang keempat “Mengaitkan cara menyikapi permasalahan lingkungan dengan sikap personal yang dimiliki individu”, kelas eksperimen memperoleh nilai yang lebih tinggi dibandingkan kelas replikasi 1 dan replikasi 2 yaitu sebesar 0.7 dengan kategori tinggi. Kelas replikasi 1 dan replikasi 2 memperoleh nilai N-Gain yang sama yaitu sebesar 0.6 dengan kategori sedang. Rata-rata nilai N-Gain dari ketiga yaitu 0.6 dengan kategori sedang. Perolehan nilai N-Gain pada indikator keempat dengan kategori sedang dapat dikatakan baik karena siswa telah berada pada tahap memiliki kesadaran menjaga kelestarian lingkungan dan memahami pentingnya perilaku ramah lingkungan, dimana siswa mampu menentukan cara menyikapi permasalahan lingkungan dengan memaparkan sikap buruk yang dilakukan oleh manusia dan sikap yang seharusnya dilakukan manusia dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Siswa yang mampu menuntaskan indikator ekoliterasi yang pertama hingga indikator ketiga akan dapat menuntaskan indikator keempat karena indikator pertama sampai indikator keempat saling berhubungan dan berpengaruh satu sama lain. Serupa yang disampaikan oleh Nabila et al. [38] menyatakan bahwa ketika siswa mengetahui penyebab permasalahan lingkungan, kemudian membuat strategi penyelesaian masalah dan melakukan tindakan positif untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan, maka pada proses tersebut dapat merangsang cara berpikir dan pengambilan sikap siswa secara kontekstual, sehingga siswa juga dapat belajar secara langsung terkait dampak yang ditimbulkan akibat tindakan yang dilakukannya.

Untuk mengetahui pengaruh model PjBL berbasis STEM terhadap kemampuan ekoliterasi siswa dilakukan dengan uji statistik ANOVA (One way ANOVA) dari hasil nilai N-Gain berdasarkan nilai pretest dan posttest pada masing-masing siswa dengan taraf signifikan 0.05. Terdapat uji prasyarat sebelum melakukan uji ANOVA yang meliputi uji normaitas yang dilakukan melalui uji kolmogrov-smirnov dengan pertimbangan jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah antara 50-200 data yaitu sebesar 102 data sampel penelitian, serta uji homogenitas yang dilakukan melalui uji lavene (lavene’s test). Uji ANOVA. Hasil uji normalitas dari ketiga kelas disajikan pada tabel berikut.

Tests of Normality
kelas Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Kemampuan Ekoliterasi Kelas Eksperimen Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kelas Replikasi 1 .103 34 .200* .972 34 .519
Kelas Replikasi 2 .066 34 .200* .982 34 .821
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Table 4.Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas dari nilai N-Gain tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi kelas eksperimen dan replikasi 1 sebesar 0.200, sedangkan kelas replikasi 2 sebesar 0.061 yang berarti nilai signifikansi dari ketiga kelas lebih besar dari taraf signifikansi (0.05), sehingga dapat disimpulkan data dalam penelitian ini berdistribusi normal. Pengujian selanjutnya yaitu uji homogenitas data disajikan pada tabel berikut.

Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Kemampuan Ekoliterasi Based on Mean .581 2 99 .561
Based on Median .615 2 99 .543
Based on Median and with adjusted df .615 2 98.353 .543
Based on trimmed mean .601 2 99 .550
Table 5.Hasil Uji Homogenitas

Berdasarkan hasil uji homogenitas pada nilai Lavene Statistics menunjukkan probabilitas atau nilai signifikansi yang dihasilkan sebesar 0.581 yang berarti lebih besar dari taraf signifikansi (0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga kelompok sampel pada penelitian ini mempunyai varian yang sama (homogen).

Dari hasil uji normalitas dan homogenitas, maka data hasil penelitian ini telah memenuhi syarat untuk melakukan uji ANOVA. Adapun hipotesis yang diuji pada penelitian ini, yaitu:

H0 : 1 2 3, maka tidak terdapat perbedaan nilai N-Gain pada ketiga kelas

H1 : 1 2 3, maka terdapat perbedaan nilai N-Gain pada ketiga kelas

Interpretasi data yang digunakan untuk mengambil keputusan pada penelitian ini, yaitu:

Jika nilai sig. 0.05 (signifikan) maka H0ditolak

Jika nilai sig. 0.05 (tidak signifikan) maka H0diterima

Nilai taraf signifikan yang digunakan 0.05

Hasil uji ANOVA dari ketiga kelas disajikan pada tabel berikut.

ANOVA
Kemampuan Ekoliterasi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .009 2 .005 .606 .547
Within Groups .755 99 .008
Total .764 101
Table 6.Hasil Uji ANOVA

Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui bahwa Between Groups menunjukkan nilai signifikansi 0.547 0.05 maka H0 diterima, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai N-Gain yang signifikan dari kelas eksperimen, replikasi 1, dan replikasi 2. Dari hasil uji ANOVA tersebut bermakna bahwa hasil peningkatan nilai kemampuan ekoliterasi siswa berdasarkan nilai N-Gain masing-masing siswa dipengaruhi oleh model PjBL berbasis STEM yang telah diimplementasikan pada ketiga kelas dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain, sehingga tidak ada perbedaan nilai kemampuan ekoliterasi siswa yang signifikan dari ketiga kelas tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afriana et al. [29] dan Kusnadi et al. [39] menyatakan bahwa penerapan model PjBL terintegrasi STEM dapat membantu siswa dalam memahami permasalahan lingkungan salah satunya pada topik pencemaran lingkungan, membentuk sikap kreatif, meningkatkan literasi lingkungan dengan tingkat keefektifan yang baik, serta mendorong rasa kesadaran siswa terhadap pentingnya menjaga lingkungan.

Implementasi model PjBL berbasis STEM mampu mendorong perubahan pada pola pikir siswa untuk lebih memahami pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya. Perubahan pola pikir siswa tercermin pada kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menemukan solusi permasalahan terkait pola hidup negatif manusia yang berdampak bagi kesehatan organ tubuh manusia melalui pembuatan produk ramah lingkungan dengan memanfaatkan tumbuhan gulma. Siswa melakukan investigasi yang mendalam terhadap topik permasalahan yang akan diselesaikan, lalu menentukan strategi penyelesaian masalah melalui eksplorasi tentang kandungan beserta manfaat tumbuhan gulma bagi kesehatan manusia. Kemudian melakukan tindakan lebih lanjut dengan cara mengembangkan dan mempraktekkan hasil eksplorasinya dalam bentuk produk pengobatan tradisional dari tumbuhan gulma. Berdasarkan kegiatan tersebut, siswa dapat memaknai bahwa tumbuhan gulma yang dianggap liar dan kurang diperhatikan oleh manusia ternyata dapat memberikan manfaat yang baik bagi kesehatan manusia, terlebih jika manusia menjaga tumbuhan tersebut dengan baik tentunya akan memberikan dampak yang baik pula bagi kehidupan. Sama halnya jika manusia melakukan tindakan positif bagi lingkungan dengan cara menjaga keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di dalamnya, tentunya lingkungan juga akan memberikan manfaat bagi kehidupan berkelanjutan. Dengan demikian, perubahan pola pikir siswa dapat menumbuhkan rasa peka dan empati terhadap berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi di sekitarnya melalui tindakan nyata. Sejalan yang disampaikan oleh Ramadhana et al. [30] bahwa implementasi model pembelajaran PjBL berbasis STEM tidak hanya meningkatkan literasi lingkungan, tetapi dapat pula meningkatkan wawasan siswa tentang lingkungan beserta sumber daya alam di dalamnya, serta meningkatkan rasa peka siswa terhadap berbagai masalah lingkungan yang diimplementasikan melalui tindakan nyata berupa pembuatan produk ramah lingkungan.

Adapun kelemahan dari implementasi model PjBL berbasis STEM pada penelitian ini yaitu proses pembelajaran lebih banyak dilakukan di rumah karena banyak peralatan yang harus disediakan dan tidak memungkinkan siswa mengerjakan pembuatan produk di sekolah, sehingga kegiatan monitoring siswa lebih banyak dilakukan melalui grup whatsapp dan zoom meeting untuk mengetahui kemajuan dan kendala yang dialami siswa selama proses pembuatan produk di rumah. Kendala lainnya yang dihadapi di dalam penelitian ini yaitu kurangnya minat siswa untuk membaca materi ajar yang telah disediakan sehingga diperlukan dorongan dan motivasi yang tinggi pada siswa agar membaca dan memahami keseluruhan materi ajar.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh model PjBL berbasis STEM terhadap kemampuan ekoliterasi siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Tanggulangin beserta analisisnya, dapat disimpulkan bahwa model PjBL berbasis STEM memberikan pengaruh terhadap kemampuan ekoliterasi siswa. Penggunaan model PjBL berbasis STEM efektif dalam meningkatkan kemampuan ekoliterasi siswa karena tidak ada perbedaan nilai N-Gain yang signifikan dari ketiga kelas, serta dibuktikan oleh hasil rata-rata nilai N-Gain yang diperoleh siswa dari kelas eksperimen, replikasi 1, dan berada pada kategori tinggi.

References

  1. D. Darmawan and S. Fadjarajani, “Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Pelestarian Lingkungan dengan Perilaku Wisatawan dalam Menjaga Kebersihan Lingkungan,” J. Geogr., vol. 4, no. 1, pp. 37–49, 2016.
  2. D. Susilowati, Ngatma’in, and A. N. Affandy, “Interaksi Manusia dan Lingkungan dalam Novel Bilangan Fu Karya Ayu Utami (Kajian Ekokritik Greg Garrard),” Stilistika J. Pendidik. Bhs. dan Sastra, vol. 15, no. 1, pp. 77–90, 2022.
  3. K. C. S. Wibawa, “Mengembangkan Partisipasi Masyarakat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Pembangunan Berkelanjutan,” Adminitrative Law Gov. J., vol. 2, no. 1, pp. 79–92, 2019.
  4. Y. Megalina, “Pengaruh Pencemaran Udara di Daerah Terminal Amplas bagi Kehidupan Masyarakat,” J. Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 21, no. 79, pp. 94–101, 2015.
  5. G. Diana Ayu and A. Sugiarto, “Kesadaran dan Perilaku Ramah Lingkungan Mahasiswa di Kampus,” J. Ilmu Sos. dan Hum., vol. 9, no. 2, pp. 260–275, 2020.
  6. A. Normalita, D. Kurniasih, R. Imma Aryanti, S. Firmanid Isna, and M. Viqi Rifai, “Eksplorasi Nilai-nilai Ekoliterasi dalam Buku Pelajaran Tematik Sekolah Dasar Kelas Tinggi,” J. Bhs. dan Sastra, vol. 13, no. 1, pp. 29–40, 2022.
  7. K. Sari Chanif and S. Anggoro, “Edukasi Dampak Pengelolaan Sampah sebagai Upaya Peningkatan Pemahaman Siswa tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat,” J. Peduli Masy., vol. 2, no. 2, pp. 41–48, 2020.
  8. S. Miranda and R. Pratama Adiwinoto, “Tinjauan Sistematik: Epidemologi Hepatitis A pada Anak di Indonesia,” PMJ Prominentia Med. J., vol. 3, no. 1, pp. 40–55, 2022.
  9. T. Yuniarti and T. Anggraeni, “Dampak Tempat Pembuangan Akhir Sampah Putri Cempo Surakarta terhadap Penyakit Kulit pada Masyarakat Mojongso,” J. Ilm. Rekam Medis dan Inform. Kesehat., vol. 8, no. 1, pp. 26–29, 2018.
  10. F. Hidayatullah, A. Mulasari Surahma, and L. Handayani, “Risiko Paparan Gas (H2S) dan (NH3) pada Masyarakat di TPA Piyungan,” J. Kesehat. Lingkung., vol. 18, no. 2, pp. 155–162, 2021.
  11. N. Nurfajriani, E. Putri Azrai, and S. Diana Vivanti, “Hubungan Ecoliteracy dengan Perilaku Pro-Lingkungan Peserta Didik SMP,” J. Biol. dan Pembelajarannya, vol. 5, no. 2, pp. 63–69, 2018.
  12. T. W. Setyaningrum and G. Gunansyah, “Praktik Pembelajaran Ekoliterasi Berorientasi Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Sekolah Dasar Negeri Kota Surabaya Bagian Barat,” J. Penelit. Pendidik. Guru Sekol. Dasar, vol. 8, no. 2, pp. 375–384, 2020.
  13. D. Putri Pratiwi and A. Muharam, “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap Ecoliteracy Siswa Sekolah Dasar,” J. Penelit. Pendidik., vol. 9, no. 1, pp. 82–93, 2022.
  14. D. Mustafida and F. Eka Wulandari, “Profil Ekoliterasi Kelas 1 Sekolah Dasar,” Acad. Open, vol. 4, no. 2, pp. 1–10, 2021.
  15. F. Yumanhadi Aripin and S. Sari Sunaryo Putri, “Peningkatan Ecoliteracy Siswa dalam Pemanfaatan Sampah dengan Menggunakan Model Project Based Learning pada Pembelajaran IPS,” J. Pendidik. Sekol. Dasar, vol. 2, no. 1, pp. 1–15, 2021.
  16. L. A. Wolff, P. Sjöblom, M. Hofman-Bergholm, and I. Palmberg, “High Performance Education Fails in Sustainability? —A Reflection on Finnish Primary Teacher Education,” Educ. Sci., vol. 7, no. 32, pp. 1–22, 2017.
  17. L. Prastiwi, D. Vivanti Sigit, and R. Hendi Ristanto, “Ecological Literacy, Environmental Awareness, Academic Ability and Environmental Problem-Solving Skill at Adiwiyata School,” Indones. J. Sci. Educ., vol. 3, no. 2, pp. 82–92, 2019.
  18. A. Salam, G. Hamdu, and L. Nur, “Penerapan Education for Sustainable Development (ESD) dalam Media Pembelajaran Elektronik di Kelas V Sekolah Dasar : Perspektif Guru,” J. Ilm. Pendidik. Guru Sekol. Dasar, vol. 9, no. 1, pp. 242–253, 2022.
  19. A. Muharam, W. Mustikaati, M. Rosafina, N. Septiani, and Rofatannuroh, “Implementasi Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan Siswa Kelas V di SDN Sidangkasih 01,” J. Pendidik. dan Konseling, vol. 4, no. 6, pp. 10417–10426, 2022.
  20. Y. Sukmawijaya, Suhendar, and A. Juhanda, “Pengaruh Model Pembelajaran STEM-PJBL Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Materi Pencemaran Lingkungan,” J. Progr. Stud. Pendidik. Biol., vol. 9, no. 9, pp. 28–43, 2019.
  21. E. Pandikar, “Pembelajaran Ips Meningkatkan Kemampuan Ekoliterasi Peserta Didik,” J. Sandhyakala, vol. 1, no. 2, pp. 71–82, 2020.
  22. S. AS and C. Zaudah Arum Dalu, “Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Kemampuan Ekoliterasi Mahasiswa Arsitektur,” J. Taman Vokasi, vol. 8, no. 2, pp. 9–16, 2020.
  23. Z. R Mufidah, P. D Iswara, and F. Yogie Hermanto, “Mengembangkan Ekoliterasi dan Ekopreneurship Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Tematik Berbasis Model Project Based Learning (PjBL),” J. Pendidik. Guru Madrasah Ibtidaiyah, vol. 5, no. 1, pp. 75–88, 2021.
  24. T. Suciani, E. Lasmanawati, and Y. Rahmawati, “Pemahaman Model Pembelajaran Sebagai Kesiapan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Tata Boga,” Media Pendidikan, Gizi, dan Kuliner, vol. 7, no. 1, pp. 76–81, 2018.
  25. Sakilah et al., “Pengaruh Project Based Learning Terhadap Motivasi Belajar Sekolah Dasar Negeri 167 Pekanbaru,” J. Madrasah Ibtidaiyah Educ., vol. 4, no. 1, pp. 127–142, 2020.
  26. J. Afriana, A. Permanasari, and A. Fitriani, “Project Based Learning Integrated to STEM to Enhance Elementary School’s Students Scientific Literacy,” J. Pendidik. IPA Indones., vol. 5, no. 2, pp. 261–267, 2016.
  27. Y. Anita, M. Nur, and M. Nasir, “Problem Based Learning Terintegrasi Pembelajaran Science, Technology, Engineering, and Mathematics (Stem) Terhadap Literasi Lingkungan Mahasiswa,” J. Pendidik. Biol., vol. 11, no. 2, pp. 105–111, 2020.
  28. N. Rizky Fitrian Kanza, A. Djoko Lesmono, and H. Mulyo Widodo, “Analisis Keaktifan Belajar Siswa Menggunakan Model Project Based Learning dengan Pendekatan STEM pada Pembelajaran Fisika Materi Elastisitas di Kelas XI MIPA 5 SMA Negeri 2 Jember,” J. Pembelajaran Fis., vol. 9, no. 2, pp. 71–77, 2020.
  29. J. Afriana, A. Permanasari, and A. Fitriani, “Penerapan Project Based Learning Terintegrasi STEM untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa Ditinjau dari Gender,” J. Inov. Pendidik. IPA, vol. 2, no. 2, pp. 202–212, 2016.
  30. S. Delfia Ramadhana, B. Ihda Norra, and N. Rasyida, “Keefektifan Perangkat Pembelajaran Daring dengan Model PjBL-STEAM pada Materi Lingkungan untuk Meningkatkan Literasi Lingkungan,” J. Pendidik., vol. 6, no. 2, pp. 75–81, 2022.
  31. Y. Puji Astuti, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Group Investigation dengan Advance Organizer untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Pemecahan Masalah pada Siswa SMP,” J. Inov. Penelit., vol. 1, no. 2, pp. 83–90, 2020.
  32. J. Ward Creswell, "Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches," 4th ed. Washington DC: SAGE Publications Inc, 2014.
  33. A. Warda and E. Sudibyo, “Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam Implementasi Model Discovery Learning pada Sub Materi Pemanasan Global,” E-Journal Pensa, vol. 6, no. 2, pp. 238–242, 2018, [Online]. Available: https://pensa-journal.org/article/view/547
  34. S. Munawar, E. Heryanti, and M. Miarsyah, “Hubungan Pengetahuan Lingkungan Hidup dengan Kesadaran Lingkungan pada Siswa Sekolah Adiwiyata,” J. Pendidik. IPA, vol. 9, no. 1, pp. 22–29, 2019.
  35. N. Santi, A. Soendjoto, and A. Winarti, “Critical Thinking Ability of Biology Education Students through Solving Environmental Problems,” BIOEDUKASI J. Pendidik. Biol., vol. 11, no. 1, pp. 35–39, 2018.
  36. W. Gusti, N. Noviana, R. Sartika, L. Anggraini, A. Pradipta, and H. Johan, “Studi Pencemaran Tanah Sebagai Bahan Pengayaan Topik Teknologi Ramah Lingkungan untuk Siswa SMP,” J. Pendidik. Mipa, vol. 12, no. 4, pp. 1252–1258, 2022.
  37. R. A. Fitri and H. Hadiyanto, “Kepedulian Lingkungan melalui Literasi Lingkungan pada Anak Usia Dini,” J. Obs. J. Pendidik. Anak Usia Dini, vol. 6, no. 6, pp. 6690–6700, 2022.
  38. S. U. Nabila, G. D. Lestari, and W. Yulianingsih, “Pembiasaan Nilai-Nilai Kepedulian Lingkungan pada Anak Usia Dini melalui Prinsip Pembelajaran,” J. Obs. J. Pendidik. Anak Usia Dini, vol. 7, no. 1, pp. 1105–1118, 2023.
  39. I. H. Kusnadi, A. A. Hizraini, D. Aswita, H. Munandar, and A. Fathurohman, “The Analysis of Online Learning Devices Development Using The PjBL- Steam Model to Improve Student Environmental Literacy,” J. Educ., vol. 6, no. 1, pp. 2334–2338, 2023.