Abstract

This study investigates the impact of Problem-Based Learning (PBL) on the ecoliteracy abilities of grade VII junior high school students compared to conventional lecture-based instruction. Conducted at SMP Muhammadiyah 6 Krian, the quasi-experimental research involved 40 students divided into experimental and control groups. Pre-test and post-test assessments using ecoliteracy indicators were conducted. Results from T-tests showed no significant difference in ecoliteracy abilities between the two groups (experimental group: p = 0.090, control group: p = 0.270), suggesting that PBL did not significantly improve ecoliteracy skills among grade VII students. These findings underscore the need for further exploration of instructional methods to enhance ecoliteracy in junior high school settings.

 

Highlight:

  1. PBL's Effect on Ecoliteracy: Assessing PBL's impact on junior high ecoliteracy.
  2. Quasi-Experimental Design: Non-equivalent control group method in research design.
  3. Call for Further Research: Identifying effective environmental education strategies.

 

Keyword: Problem-Based Learning, Ecoliteracy, Junior High School, Quasi-Experimental Research, Environmental Education

Pendahuluan

Isu lingkungan di beberapa wilayah Indonesia seperti di daerah perkotaan didominasi oleh isu lingkungan sampah, sumber daya air (meliputi kualitas dan kuantitas air) serta isu lingkungan lahan [1]. Wilayah Indonesia dengan kepadatan penduduk yang tinggi akan mengalami degradasi kualitas sungai dan air tanah [1]. Masyarakat perlu menyadari bahwa isu ini sangat penting untuk diperhatikan karena dampaknya tidak hanya terjadi sekarang namun dapat mempengaruhi generasi yang akan datang. Kesadaran masyarakat akan situasi lingkungan sangat kurang karena banyak masyarakat yang tidak memahami pentingnya menjaga lingkungan [2]. Kesadaran tersebut dapat dimulai dari membangun kepekaan terhadap masalah lingkungan sehingga timbul sikap untuk mencegah dan menanggulangi dampak perubahan lingkungan, kemampuan tersebut merupakan tujuan dari ekoliterasi [3]. Ekoliterasi secara konsep yaitu kesadaran dalam membuat keputusan dan informasi untuk melakukan tindakan dalam mengatasi masalah lingkungan [4]. Menumbuhkan kesadaran terhadap lingkungan (ekoliterasi) dapat dilakukan dengan melihat bahwa ada kesenjangan antara kondisi lingkungan yang terjadi dengan yang diharapkan [5]. Tumbuhnya kemampuan ekoliterasi dapat dilihat dari tercapainya indikator ekoliterasi meliputi pengetahuan, kesadaran dan aplikasi [6]. Integrasi indikator ekoliterasi dalam pembelajaran pada penelitian ini merujuk pada komponen ekoliterasi menurut McBride et.al [7] meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab masalah, merumuskan tindakan dalam pemecahan masalah, menindak lanjuti masalah serta merumuskan upaya pencegahan permasalahan.

Keraf [8] menyatakan bahwa ekoliterasi adalah suatu keadaan manusia memahami prinsip-prinsip ekologi dan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip ekologi tersebut sebagaimana mereka hidup dan membangun kehidupan bersama dengan umat manusia di bumi untuk menciptakan masyarakat yang berkelanjutan [8]. Pendidikan ekoliterasi dibutuhkan dalam pendidikan yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sebagai pembentuk pola pikir dengan memikirkan keadaan lingkungan sekitar baik saat ini maupun di masa depan [9]. Program Education for Sustainable Development (ESD) merupakan salah satu program dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yakni organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Program tersebut berupaya memobilisasi sumber daya pendidikan dunia untuk membantu menciptakan masa depan berkelanjutan [10]. Tujuannya untuk mengintegrasikan prinsip, nilai dan praktik pembangunan berkelanjutan ke dalam semua aspek pendidikan dan pembangunan. Langkah selanjutnya dalam menanggapi program UNDESD yang telah disepakati, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bersepakat dalam penyelenggaraan pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan dengan mengutamakan terciptanya pembangunan yang ramah lingkungan dan menguntungkan secara ekonomi serta bertanggung jawab secara sosial [11]. Salah satu sekolah yang telah menerapkan program ini ialah SMA Tumbuh yang implementasinya dalam bentuk kegiatan intrakurikuler (beberapa mata pelajaran muatan lokal) yang bertujuan untuk mendorong siswa dengan proses pembelajaran yang mendukung pembangunan berkelanjutan [12]. Setiap mata pelajarannya telah disesuaikan dengan prinsip ESD dan mengandung nilai-nilai dari keseimbangan tiga pilar ESD meliputi memberikan pemahaman peduli, melestarikan lingkungan dan merawat sumber daya alam. Melalui kegiatan sederhana yang dapat diaplikasikan sehari-hari oleh siswa, dapat memudahkan siswa dalam mengikuti pembelajaran seperti pengolahan pupuk dari pemanfaatan cacing yang dibudidayakan siswa di sekolah dan hasil pupuk diberikan pada tanaman di sekitar sekolah serta hasil panen tanaman dapat menjadi manfaat bagi seluruh warga sekolah. Perputaran siklus dalam kegiatan pembelajaran tersebut adalah prinsip berkelanjutan. Program pendidikan yang berorientasi pada kemampuan ekoliterasi siswa dapat menjadi kontribusi dalam terwujudnya pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan yang telah diusung UNESCO dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

Kerusakan lingkungan terjadi di beberapa kota karena kurangnya kontribusi terhadap perilaku sosial untuk melestarikan lingkungan, sehingga menyebabkan degradasi kualitas lingkungan [13]. Kerusakan yang terlihat di beberapa wilayah di Indonesia adalah pencemaran yang berasal dari limbah industri pabrik, limbah rumah tangga polusi kendaraan bermotor, pembakaran hutan dan penumpukan sampah [14]. Kesadaran akan lingkungan perlu dibangun untuk menyadarkan masyarakat agar dapat menjaga lingkungan sehingga terhindar dari permasalahan lingkungan. Lingkungan sekolah tak luput dari permasalahan lingkungan yang dihasilkan dari aktivitas dalam proses pembelajaran, terutama sekolah yang berada dekat dengan pemukiman masyarakat. Seperti di SMP Muhammadiyah 6 Krian yang berlokasi dekat dengan sungai tepatnya di area belakang sekolah. Sungai tersebut melintasi kawasan rumah warga, persawahan dan industri dan menjadi tempat aliran air dari seluruh aktivitas masyarakat setempat. Kondisi sungai tersebut kotor, airnya keruh, banyak sampah yang menumpuk dan berbau tidak sedap. Melihat kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa sungai tersebut tercemar, dengan kondisi sungai tersebut dapat dijadikan sebagai objek dalam pemecahan masalah oleh siswa. Respon siswa dalam melihat masalah lingkungan sekolah juga kurang, dilihat dari kurangnya kepekaan siswa terhadap limbah sampah yang ia hasilkan sendiri masih banyak yang berserakan di dalam kelas maupun di luar kelas. Siswa sebagai Agent of Change sekaligus generasi penerus yang berhak atas fasilitas lingkungan hidup yang memiliki kualitas yang bersih, sudah seharusnya dirangsang dalam pemecahan masalah yang terjadi di sekitar seperti di lingkungan sekolah.

Peran pendidik pada hal ini cukup besar dalam merangsang siswa untuk melakukan proses pemecahan masalah yang akan disajikan, terutama pada era abad 21 dimana siswa dituntut untuk memiliki 4 keterampilan yang salah satunya adalah pemecahan masalah [5]. Proses pemecahan masalah pada prinsipnya terdiri atas tiga langkah utama yaitu 1) mendeteksi keberadaan masalah, 2) menganalisis masalah untuk mengidentifikasi akar penyebab, 3) memperbaiki masalah dan mengembangkan strategi untuk mencegahnya terulang di masa depan [15]. Menurut Nuswowanti [16] problem based learning (PBL) mengutamakan kesesuaian belajar dengan hal-hal di sekitar kehidupan siswa, oleh karena itu sistem pembelajaran yang berupa model pembelajaran berbasis masalah atau dikenal dengan PBL. PBL merupakan model pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis, memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan [17]. PBL meliputi pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada ketertarikan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerja sama dan menghasilkan karya serta peragaan. PBL bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah [18]. Ekoliterasi memiliki peran penting dalam meningkatkan pemecahan masalah lingkungan, serta solusi sebagai pemecah masalah lingkungan hidup yang didasarkan pada melek lingkungan mengenai pentingnya memelihara dan menjaga lingkungan demi keberlangsungan kehidupan [8]. Masalah yang disajikan harus berdasarkan fakta atau nyata dalam kehidupan, sehingga siswa memiliki gambaran dalam menerka solusi yang tepat dalam pemecahan masalah tersebut. Selaras dengan Glazer dalam [19] menyatakan bahwa PBL merupakan strategi pengajaran yang mana siswa secara aktif terlibat masalah kompleks dalam situasi nyata. PBL memiliki karakteristik adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk siswa belajar berpikir kritis, memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan [20]. PBL dapat menjadi jawaban dari praktik keterampilan belajar serta menyikapi perubahan dinamika sosial masyarakat dan menghargai keberagaman masyarakat. Karakteristik tersebutlah yang menjadi keunggulan dengan model pembelajaran lain untuk mencapai tujuan yakni meningkatkan literasi ekologi. Hal itu disebabkan aspek pengetahuan ekologi sesuai dengan karakteristik PBL. Aspek tersebut meliputi pengetahuan (membangun pemahaman konsep ekologi), kepedulian, serta sikap [21]. Sehingga penggunaan PBL dalam pembelajaran diharapkan dapat membantu pendidik dalam meningkatkan kemampuan ekoliterasi siswa.

Model pembelajaran PBL telah banyak digunakan dalam penelitian yang berorientasi pada kemampuan ekoliterasi siswa seperti yang dilakukan oleh Nugroho, et.al. tahun 2018, dengan judul Efektifitas Model Pembelajaran PBL terhadap kemampuan Literasi Ekologi siswa kelas Sepuluh Sekolah Menengah Atas, hasil penelitian tersebut pada penggunaan model PBL lebih efektif dari model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan literasi ekologi siswa. Hal tersebut juga dilakukan oleh Butar tahun 2022 dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Prolem Based Learning dengan Teknik Probing Prompting terhadap Literasi Ekologi Peserta Didik, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pada penggunaan model PBL terhadap literasi ekologi peserta didik. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut maka peneliti menggunakan PBL sebagai model pembelajaran untuk mengetahui pengaruh terhadap kemampuan ekoliterasi siswa. Dalam penerapannya peneneliti menggunakan perangkat pembelajaran yang memuat pengetahuan pada materi pencemaran Air yang terintegrasi dengan literasi ekologi. Hal tersebut dilakukan untuk membantu siswa dan guru mencapai tujuan pembelajaran dalam meningkatkan ekolitersi siswa. Maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran PBL terhadap kemampuan ekoliterasi siswa SMP kelas VII.

Metode

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret Tahun 2022 di SMP Muhammadiyah 6 Krian yang beralamat di Jalan Raya Kemasan Mojosantren No. 26, Mojosantren, Kemasan, Kec. Krian, Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode quasy experiment, sedangkan desain yang digunakan Non-Equivalent Control Grup Desain yakni melakukan pre-test sebelum diberikan perlakuan dan melakukan post-test setelah diberikan perlakuan pada masing-masing kelompok kelas. Rancangan penelitian tersebut dapat di gambarkan di bawah ini

Figure 1.Rancangan penelitian dengan metode Non-Equivalent Control Grup Desain.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas VII sebanyak 128 siswa SMP Muhammadiyah 6 Krian, sedangkan sampel yang diambil sebanyak 40 siswa dengan tidak acak (nonrandom assigment) karena menyesuaikan jumlah siswa dalam satu kelas dengan kelas yang lain agar seimbang. Sampel terbagi dalam kelas Eksperimen menggunakan pembelajaran model PBL dan kelas Kontrol menggunakan model pembelajaran yang biasanya digunakan guru di sekolah tersebut yakni model ceramah. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif untuk mengetahui perbandingan kemampuan ekoliterasi siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Teknik pengumpulan data berupa tes yakni serangkaian pertanyaan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan bakat yang dimiliki individu atau kelompok [24]. Tes yang digunakan berupa soal uraian dengan indikator ekoliterasi untuk mengukur kemampuan ekoliterasi siswa ketika Pre-test yakni sebelum diberikannya perlakuan dan Post-test dilakukan saat sesudah diberikan perlakuan. Selain itu teknik pengumpulan data lainnya yaitu dokumentasi, yang berarti teknik pengumpulan yang sasarannya tidak pada subjek penelitian, melainkan melalui dokumen [24]. Instrumen penilaian dalam penelitian ini guna mengukur kemampuan ekoliterasi siswa dibentuk dalam soal ekoliterasi yang terintegrasi indikator ekoliterasi. Jenis soal yang diujikan berbentuk uraian terdiri dari soal-soal terintegrasi dengan indikator ekoliterasi yang berjumlah 4 butir soal, disusun untuk mengukur kemampuan ekoliterasi siswa. Instrumen yang akan diujikan pada siswa sebagai alat dalam mengukur kemampuan ekoliterasi terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitas untuk memastikan bahwa soal tersebut telah valid dan reliabel. Uji validitas menngunakan rumus yang dikemukakan oleh Pearson, memperoleh hasil pada empat butir soal r-hitung sebesar 0,771. Yang mana hasil tersebut lebih besar dari r-tabel yakni 0,456. Maka soal tersebut dapat dikatakan valid, sebagaimana yang dikatakan oleh puspasari dan puspita [25], apabila r-hitung > r-tabel, maka dapat dikatakan bahwa butir soal tersebut valid. Sedangkan nilai reliabilitas pada empat butir soal yang digunakan mendapatkan hasil koefisien reliabilitas sebesar 0,78. Hasil tersebut lebih besar dari dari 0,70 dan termasuk dalam kriteria kategori tinggi sehingga instrumen tersebut reliabel seperti yang dikemukakan oleh Fraenkel, et al [26] bahwasannya instrumen dikatakan reliabel saat nilai koefisien reliabilitas lebih dari 0,70 (r1 > 0,70). Teknik analisis data dilakukan dengan uji validitas dan uji homogenitas serta uji T untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh PBL terhadap kemampuan ekolitarasi siswa.

Hasil dan Pembahasan

Pembelajaran PBL yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pada kemampuan ekoliterasi siswa dilakukan dengan mengambil materi pencemaran air yang ada di lingkungan siswa yakni lingkungan sekolah. Pembelajran PBL dilakukan pada kelas eksperimen, berbantuan dengan bahan ajar yang memuat materi pencemaran air dapat membantu siswa dalam memahami materi. Selain itu pada pembelajaran PBL ini dilakukan kegiatan eksperimen dengan membuat alat sederhana untuk dapat menyelesaikan sebuah masalah yakni pencemaran air. Pada kegiatan ini juga dilakukan penilaian keterlaksanaan pembelajaran PBL oleh satu pengamat yang mendampingi selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil keterlaksanaan pembelajaran PBL memperoleh rata-rata 3,2 yang mana hasil ini menurut Permendikbud No. 81 A tahun 2013 mengenai peraturan tentang penilaian pada pedoman umum pembelajaran khususnya pada rentan nilai yaitu apabila skor yang didapatkan 3 < skor < 3,33 termasuk dalam kategori baik. Sehingga keterlaksanaan pembelajaran PBL yang dilakukan terlaksana dengan baik. Di samping itu, menurut Pratiwi et al. [27] pelaksanaan pembelajaran dapat dikatakan terlaksana dengan baik, dilihat dari setiap sintaks dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat terlihat lewat adanya interaksi guru dan siswa ketika pembelajaran berlangsung, sehingga waktu pelaksanaan pembelajaran berlangsung sesuai dengan target pada setiap sintaks.

Teknik analisis data yang pertama dilakukan adalah uji normalitas kedua kelas tersebut dengan tujuan untuk mengetahui data yang telah didapatkan dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak dengan menerapkan rumus lilliefors [28]. Hasil perhitungan uji normalitas ini berbantuan dengan software spss statistic 26, berdasarkan hasil uji normalitas memperoleh nilai signifikan 0,05 menunjukkan bahwa pada hasil uji normalitas pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol memperoleh hasil signifikan > 0,05 yakni 0,36 pada kelas eksperimen sedangkan pada kelas kontrol sebesar 0,63 sehingga kesimpulannya hasil uji normalitas pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. Sesuai yang dikatakan oleh Ghozali [29] apabila probabilitas signifikansi lebih besar dari 0,05 maka data yang sedang diuji terdistribusi secara normal yang artinya data yang dikumpulkan berasal dari populasi normal.

Langkah analisis selanjutnya adalah uji homogenitas untuk menunjukkan data yang dimiliki berasal dari populasi yang sama atau tidak [30]. Selain itu, tujuan dari uji homogenitas adalah untuk menunjukkan bahwasannya dua atau lebih kelompok sampel data diambil dari populasi dengan varians yang sama., sehingga didapatkan hasil dalam tabel berikut ini

Levene statistic df1 df2 Sig.
2,521 1 38 0,121
Table 1.Tabel hasil Uji Homogenitas kelas kelas eksperimen dan kelas kontrol

Berdasarkan tabel hasil uji homogenitas tersebut dengan nilai signifikan 0,05 menunjukkan bahwa pada hasil uji homogenitas pada masing-masing kelas memperoleh hasil signifikan 0,121 sehingga > 0,05. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan data penelitian kedua kelas tersebut berasal dari populasi yang sama karna nilai signifikan lebih besar dari 0,05 sehingga data dari dua kelompok kelas homogen. Seperti yang dikatakan oleh Nuryadi, et.al [31] yang artinya dua kelompok kelas berasal dari suatu populasi dan memiliki varian yang sama.

Data hasil penelitian didapatkan dari hasil pretest dan posttest pada kelompok kelas setelah diberi perlakuan model Problem Based Learning dan bahan ajar ekoliterasi dengan sampel masing – masing kelas 20 siswa kemudian data tersebut dianalisis menggunakan SPSS dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Kelas Pre-test Post-test Sig.
A (kelas eksperimen) 53,3 58,9 0,090
B (kelas kontrol) 57,5 60,9 0,270
Table 2.Hasil rata-rata kemampuan Ekoliterasi dan hasil Uji Tpada kelas Eksperimen dan kelas Kontrol

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan hasil pretest pada kelas A (kelas eksperimen) yakni sebesar 53,3, yang mana hasil tersebut lebih rendah dari pretest pada kelas B (kelas kontrol) sebesar 57,5. Hal tersebut juga terjadi pada hasil posttest kelas A lebih rendah yakni 58,9 dari kelas B yang memperoleh hasil 60,9. Pada tabel 2 juga terdapat hasil uji T yang menunjukkan bahwa pada kelas A hasil nilai p – value sebesar 0,090 sehingga > α = 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengaruh yang signifikan pada kelompok kelas ekspoerimen akibat dari perlakuan dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan bahan ajar ekoliterasi terhadap kemampuan ekoliterasi siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada peningkatan kemampuan ekoliterasi pada kelompok kelas eksperimen. Sedangkan pada kelas B menghasilkan nilai p – value > α = 0,05. Sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan pada kelas kontrol. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan yang signifikan pada kelompok kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan ekoliterasi siswa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran IPA menggunakan model PBL kurang efektif diterapkan untuk meningkatkan kemampuan ekoliterasi siswa meskipun terdapat perbedaan yang tidak signifikan dengan pembelajaran IPA dengan menggunakan model konvensional. Tidak adanya pengaruh pada penggunaan PBL dalam penelitian dapat dikarnakan dari beberapa faktor.

Faktor tersebut dapat berasal dari siswa maupun guru seperti yang dikemukakan oleh kurniasih et al. [32] terdapat kelemahan pada model Problem Based Learning antara lain a) model ini perlu dibiasakan karena dalam pelaksanaannya yang rumit dan membutuhkan konsentrasi serta kreativitas yang tinggi, b) persiapan pembelajaran membutuhkan waktu yang lama karena masalah yang ada harus diselesaikan secara tuntas agar tidak hilang maknanya, c) siswa tidak dapat benar-benar mengetahui apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan sebelumnya, d) guru merasa kesulitan untuk berperan sebagai fasilitator dan mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada mengajukan solusi. Kelemahan-kelemahan tersebut terjadi pada pelaksanaan penelitian ini yaitu siswa belum pernah melakukan pembelajaran model PBL ini sehingga tidak terbiasa dan kurangnya konsentrasi yang tinggi akibat waktu pembelajaran yang singkat karna pada saat itu masih era pandemi Covid-19, serta guru yang merasa kesulitan untuk menjadi fasilitator karena kondisi kelas yang kurang kondusif.

Selain faktor-faktor tersebut terdapat hal yang berbeda dalam pelaksanaan pre-test dan post-test pada kelas eksperimen maupun kontrol. Pada saat pre-test dengan waktu satu jam pelajaran yakni 30 menit, siswa mengerjakan soal pre-test dalam bentuk paper. Namun berbeda pada pelaksanaan post-test yakni menggunakan platform Google Forms dalam mengerjakan soal meskipun dengan waktu yang sama yakni satu jam pelajaran. Perbedaan ini dikarenakan adanya perubahan peraturan sekolah yang saat itu masih dalam pandemi Covid-19, yang mana pembelajaran tatap muka dilakukan secara bergantian antara siswa laki-laki dan perempuan. Hal ini yang dapat mempengaruhi siswa dalam menjawab soal pre-test maupun post-test, sehingga siswa tidak dapat menjawab soal dengan baik karena adanya perbedaan situasi dalam mengerjakan soal meskipun telah diberikan perlakukan pembelajaran PBL pada kelas eksperimen. Selain itu faktor kondisi kelas juga berpengaruh dalam penelitian, karena pada saat penelitian terjadi pembelajaran Moving Class atau keadaan ketika proses pembelajaran yang berpindah-pindah sesuai dengan mata pelajarannya. Keadaan ini berpengaruh pada pengkondisian kelas saat awal pembelajaran berlangsung yakni waktu lebih lama tersita dalam mengkondisikan siswa. Perbedaan penggunaan Google Form dalam pelaksanaan post-test berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh siswa, karena dalam penggunaannya terdapat kelemahan-kelemahan dalam penelitian yang dilakukan oleh Marlinda [33] diantaranya 1) belum bisa menjadi alternatif mengkur indikasi adanya kecurangan dalam penilaian, 2) terbatas oleh akses internet, 3) dapat terjadi kesenjangan dalam pembelajaran sehingga akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi mengenai pembelajaran. Faktor-faktor tersebut yang dapat mempengaruhi dalam penelitian, sehingga tidak ada pengaruh PBL pada kemampuan ekoliterasi siswa.

Hasil tersebut tidak sejalan dengan pernyataan Barros Howard dalam [5] bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan rasa ingin tahu siswa. Rasa ingin tau tersebut akan merangsang siswa untuk merancang penyelesaian dalam suatu masalah lingkungan dari dampak yang ditimbulkan atau kemampuan ekoliterasi. Faktor yang dapat mempengaruhi tidak adanya pengaruh kemampuan ekoliterasi yang menjadikan tidak efekktifnya pembelajaran PBL ini adalah pembelajaran yang tidak melepas siswa dalam menentukan permasalahan yang dihadapi. Hal ini dikarenakan pada penyelidikan yang dilakukan siswa selama pembelajaran PBL, siswa hanya mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh peneliti sebagai pengajar, maka kebebasan siswa dalam mencari tahu penyelesaian terhadap masalah akan kurang. Sehingga mempengaruhi siswa dalam menghadapi permasalahan lingkungan. Faktor lainnya dapat disebabkan karena kurangnya kesiapan peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian ini dan kurangnya pengetahuan siswa dalam melakukan pembelajaran model PBL.

Hasil ini bertentangan pada penelitian Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Lingkungan dan Ekoliterasi yang dilakukan oleh Nahiroh dan siregar [15] yang menunjukkan adanya perbedaan kemampuan ekoliterasi namun dengan hasil yang tidak signifikan. Penelitian lain yang bertentangan dengan hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh nugroho,dkk [17] yang berjudul Efektifitas Model Pembelajaran Prolem Based Learning terhadap kemampuan Literasi Ekologi Siswa Kelas X, menjukkan hasil bahwa pembelajaran model PBL lebih efektif dari model pembelajaran konvensional jika diamati dari kemampuan literasi ekologi.

Simpulan

Berdasakan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMP Muhammadiyah 6 Krian kelas VII dapat disimpulkan bahwa tiadak ada pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan ekoliterasi siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, meskipun perbedaannya tidak signifikan. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan hasil penelitian yang mampu meningkatkan kemampuan ekoliterasi siswa. Dengan demikian Problem Based Learning kurang efektif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan ekoliterasi siswa SMP kelas VII.

References

  1. L. H. Indonesia, "Lingkungan hidup indonesia 2020," Kementrian Lingkung. Hidup dan Kehutan. Republik Indones., 2020.
  2. N. Q. A. Islamiyah, N. A. Fitriah, M. A. D. Susanto, and M. Ni'amah, "Tingkat Kesadaran Masyarakat Dalam Menjaga Lingkungan Di Era Pandemi Covid – 19 Di Kelurahan Warugunung , Kota Surabaya," vol. 19, no. 1, pp. 1–12, 2022.
  3. M. Sarmiasih, "Gerakan Literasi Ekologi (Ekoliterasi) Kritis sebagai Respon Terhadap Isu Pemanasan Global," no. May, 2018.
  4. T. M. Lewinsohn et al., "Ecological literacy and beyond: Problem-based learning for future professionals," Ambio, vol. 44, no. 2, pp. 154–162, 2014, doi: 10.1007/s13280-014-0539-2.
  5. A. H. Sucia, A. Purwanto, and Sucahyanto, "Pengaruh model pembelajaran dan ekoliterasi terhadap kemampuan pemecahan masalah lingkungan peserta didik," J. EST, vol. 2, no. April, pp. 10–26, 2016.
  6. D. Wardaniah, I. D. Lestari, and E. Ramdhayani, "Ekoliterasi Siswa Melalui Kegiatan Pengelolaan Sampah Berbasis Group Investigation Di Sman 1 Moyo Utara Tahun Pelajaran 2017/2018," vol. 1, no. 2, pp. 32–37, 2019.
  7. B. B. McBride, C. A. Brewer, A. R. Berkowitz, and W. T. Borrie, "Environmental literacy, ecological literacy, ecoliteracy: What do we mean and how did we get here?," Ecosphere, vol. 4, no. 5, 2013, doi: 10.1890/ES13-00075.1.
  8. S. Keraf, Filsafat Lingkungan Hidup. 2014.
  9. A. Nasibulina, "Education for Sustainable Development and Environmental Ethics," vol. 214, no. June, pp. 1077–1082, 2015, doi: 10.1016/j.sbspro.2015.11.708.
  10. Anonymous, "UN Decade of ESD," UNESCO, 2021. [Online]. Available: https://en.unesco.org/themes/education-sustainable-development/what-is-esd/un-decade-of-esd (accessed Jul. 08, 2022).
  11. T. W. Setyaningrum, "Praktik Pembelajaran Ekoliterasi Berorientasi Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan Di Sekolah Dasar Negeri Kota Surabaya Bagian Barat," JPGSD, vol. 8, pp. 375–384, 2020.
  12. S. G. Primasti, "Implementasi Program Education for Sustainable Development Di Sma Tumbuh," Spektrum Anal. Kebijak. Pendidik., vol. 10, no. 3, pp. 80–100, 2021, doi: 10.21831/sakp.v10i3.17465.
  13. F. Arlinkasari, R. Caninsti, and P. U. Radyanti, "Akankah Masyarakat Yang Bahagia Menjaga Lingkungannya?," no. 2008, pp. 64–70, 2017.
  14. A. T. Widyawati and M. Rizal, "Upaya pemberdayaan apotik hidup di perkotaan melalui deskripsi dan manfaat tanaman obat," vol. 1, no. Gunarto 2007, pp. 1890–1895, 2015, doi: 10.13057/psnmbi/m010823.
  15. Nadiroh and S. M. Siregar, "Analisis Kemampuan Memecahkan Permasalahan Lingkungan dan Ekoliterasi Siswa," Param. J. Pendidik. Univ. Negeri Jakarta, vol. 31, no. 2, pp. 96–103, 2019, doi: 10.21009/parameter.312.03.
  16. M. Nuswowati, E. Susilaningsih, Ramlawati, and S. Kadarwati, "Implementation of problem-based learning with green chemistry vision to improve creative thinking skill and students’ creative actions," J. Pendidik. IPA Indones., vol. 6, no. 2, pp. 221–228, 2017, doi: 10.15294/jpii.v6i2.9467.
  17. L. A. Nugroho, B. A. Prayitno, and P. Karyanto, "Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap Kemampuan Literasi Ekologi Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas," J. Konseling dan Pendidik., vol. 6, no. 1, p. 1, 2018, doi: 10.29210/117900.
  18. H. Saputra, "Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)," J. Pendidik. Inov., vol. 5, no. 1, pp. 1–7, 2013, doi: 10.17605/OSF.IO/GD8EA.
  19. H. Hotimah, "Penerapan Metode Pembelajaran Problem Based Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan Bercerita Pada Siswa Sekolah Dasar," J. Edukasi, vol. 7, no. 3, p. 5, 2020, doi: 10.19184/jukasi.v7i3.21599.
  20. V. Schaefer and E. Gonzales, "Using Problem-based Learning to Teach Concepts for Ecological Restoration," no. January, 2013, doi: 10.3368/er.31.4.412.
  21. B. D. W. Orr and M. D. Anderson, "Higher education revisited: Sustainability science and teaching for sustainable food systems," no. June 1992, 1992, doi: 10.1017/S0889189300004537.
  22. M. T. Aditia and N. Muspiroh, "Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Sains, Lingkungan, Teknologi, Masyarakat dan Islam (SALINGTEMASIS) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Ekosistem Kelas X di SMA NU (Nadhatul Ulama) Lemahabang Kabupaten Cirebon," J. Sci. Educ., vol. 2, no. November, 2013.
  23. I. Inzanah, M. Ibrahim, and W. Widodo, "Pengembangan Perangkat Pembelajaran Ipa Berbasis Kurikulum 2013 Untuk Melatih Literasi Sains Siswa Smp," JPPS (Jurnal Penelit. Pendidik. Sains), vol. 4, no. 1, p. 459, 2017, doi: 10.26740/jpps.v4n1.p459-467.
  24. P. Tedi, Prosedur Penelitian Pendidikan. 2017.
  25. H. Puspasari and W. Puspita, "Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa terhadap Pemilihan Suplemen Kesehatan dalam Menghadapi Covid-19," vol. 13, pp. 65–71, 2022.
  26. J. R. Fraenkel, N. E. Wallen, and H. H. Hyun, How To Design And Evaluate Research In Education, vol. 21, no. 1. 2020. [Online]. Available: http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM/article/view/2203
  27. Y. Pratiwi, T. Redjeki, and M. Masykuri, "Pelaksanaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Pada Materi Redoks Kelas X Sma Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2013 / 2014," vol. 3, no. 3, 2014.
  28. R. Wahyuni, "Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Berbasis Science Technology Engineering And Mathematic (STEM) Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik," 2019.
  29. I. Ghozali, "Aplikasi Analisis Multivariete SPSS 25," Semarang Univ. Diponegoro, vol. 105, 2018.
  30. M. G. Isnawan, Kuasi Eksperimen. 2020.
  31. Nuryadi, T. D. Astuti, E. S. Utami, and M. Budiantara, Dasar-dasar Statistik Penelitian. 2017.
  32. I. Kurniasih and B. Sani, Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru. Jakarta: Kata Pena, 2015.
  33. N. L. P. M. Marlinda, "Studi Empirik Pemanfaatan Google Form Untuk Penilaian Harian Mata Kuliah Matematika Mahasiswa STIKI Indonesia," Media Edukasi J. Ilmu Pendidik., vol. 5, no. 1, pp. 9–14, 2021.