Abstract
This correlational quantitative study investigates the relationship between self-concept and self-regulation in learning among middle school students. With a sample of 270 respondents from SMPN 2 Taman Sidoarjo, employing proportional stratified random sampling, the research utilizes the Pearson correlation test for analysis. The study reveals a positive association between students' self-concept and self-regulation in learning (r = 0.357; p > 0.05). The independent variable contributes 12.7% to the dependent variable, implying that 87.3% of variance is attributed to other factors. These findings emphasize the significance of nurturing a positive self-concept alongside promoting self-regulation strategies to enhance students' cognitive development and long-term learning success.
Highlights:
- Positive Self-Concept and Learning Success: This study explores the positive relationship between self-concept and self-regulation in learning among adolescents, highlighting the impact of a positive self-concept on students' overall learning outcomes.
- Quantitative Correlation Analysis: Utilizing a correlational quantitative approach, the research investigates the interplay between self-concept and self-regulation, offering insights into the strength of their association within the context of student learning.
- Promoting Lifelong Learning Skills: The findings underscore the need to foster a positive self-concept and provide effective self-regulation strategies to adolescents, as these factors contribute significantly to cognitive development and long-term learning success.
Keywords: Self-concept, Self-regulation, Learning outcomes, Adolescents, Correlational research.
PENDAHULUAN
Pendidikan formal merupakan jenjang pendidikan yang diawali dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi. Pemerintah di Indonesia baik pusat maupun daerah telah memberikan aturan wajib belajar demi menjaga pendidikan yang merata kepada warganya. Sekolah menengah pertama atau SMP, merupakan pendidikan minimal/formal yang harus ditempuh di Indonesia untuk dapat menlanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu sekolah menengah atas (SMA) ataupun sekolah menengah kejuruan (SMK). Pada umunya sekolah menengah pertama ditempuh selama 3 tahun, dan siswa-siswi memiliki rata umur berkisar dari 13-15 tahun [1]. Penyelenggara sekolah menengah pertama dikelola baik pihak swasta dan juga pemerintah, serta pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai penanggung jawab pelaksanaan kegiatan sekolah. Desmita [2] menjelaskan aset penting dari seorang anak adalah dapat memaksimalkan perkembangan kognitif dengan menekankan pada pikiran-pikiran sadar anak. Sebagaimana fungsi dari sekolah merupakan sarana pendidikan formal yang memprioritaskan aspek kemampuan siswa, salah satunya regulasi diri serta mendukung bentuk edukasi sepanjang masa atau life-long learning [3]. Zimmerman [4] menjelaskan regulasi diri yaitu keterampilan dalam mengembangkan pikiran, perasaan dan tindakan, merencanakan dan mengerjakannya demi mencapai tujuan secara berkelanjutan. Regulasi diri memberikan dukungan kepeda seorang siswa agar mampu menyelesaikan permasalahan, menghadapi rintangan, dan tidak mudah putus asa. Kondisi tersebut dibutuhkan bagi siswa selama proses pembelajaran di sekolah. Regulasi diri dalam lingkup aktvitas belajar mengajar disebut dengan regulasi diri dalam belajar. Regulasi diri dalam belajar dapat didefinisikan sebagai kemampuan dalam melakukan perencangan yang berhubungan dengan meregulasi metakognisi, motivasi dan perilaku [5]. Selain itu menurut Pintrich [6] regulasi diri dalam belajar adalah proses pendukung dalam menetapkan tujuan belajar dengan memantau, mengkoordinasikan, dan mengendalikan diri untuk bertahan lama dalam belajar, serta beradaptasi dengan situasi dan kondisi belajar. Zimmerman & Pons menjelaskan dalam teorinya bahwa ada 3 aspek pada regulasi diri dalam belajar, pertama ada metakognisi yaitu suatu bentuk pemikiran seseorang dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi, kedua motivasional adalah rasa semangat yang penuh dengan energi untuk menjalani keseharian dan dapat bertahan lama, dan yang terahir perilaku yaitu suatu respon seseorang terhadap lingkungan yang ada disekitarnya.
Regulasi diri dalam belajar menjadi sebuah unsur atau faktor kunci yang perlu diamati dalam meraih hasil akhir belajar yang maksimal, dan para murid harus mampu memanajemen waktu belajarnya serta memilih dan mengklasifikasikan kegiatan penunjang yang dapat memaksimalkan prestasi belajar, dan mengharuskan dirinya sendiri menyusun strategi dalam belajar. Latipah menjelaskan tujuan utama dalam pembelajaran adalah untuk membentuk karakter mandiri siswa dan menghilangkan ketergantungannya kepada guru atau orang lain, sehingga siswa dapat secara sadar bertanggung jawab kepada dirinya serta berkeinginan untuk belajar dengan teratur sehingga siswa dapat menguasai regulasi diri dalam belajar [7]. Regulasi diri dalam belajar merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam memberikan edukasi kepada siswa karena dapat membantu siswa menumbuhkan keinginan dalam belajar secara mandiri. Dari dua pernyataan tersebut menggambarkan bahwa wajib bagi siswa dapat bertanggung jawab dengan mandiri atas segala hal di sekolah. Memiliki inisiatif untuk mencari informasi, mengikuti kegiatan yang menunjang motivasi dalam belajar, dan melakukan berbagai hal-hal lain yang positif.
Selanjutnya temuan dari penelitian yang dilakukan oleh Farah mengenai konsep diri dengan regulasi diri dalam belajar pada siswa SMA Hang Tuah Surakarta dengan total subjek sebanyak 178 subjek siswa didapatkan hasil 95 atau 53,4% ditemukan adanya regulasi diri dalam belajar tinggi dan 83 atau 46,6% lainnya berkategori rendah. Pada penelitian lain oleh Adenia [8] dengan judul “Dukungan Teman Sebaya Dan Regulasi Diri Dalam Belajar Pada Siswa Sma Yang Berasrama Di Yogyakarta” dari pengambilan sampel terhadap 120 siswa pondok pesantren menunjukan hasil bahwa 16 (13.3%) responden berkategori tinggi, 85 (70.8%) berkategori sedang, dan 19 (15.8%) berkategori rendah. Paparan data tersebut memberikan kesimpulan bahwa masih ditemukannya para perserta didik yang memiliki regulasi diri yang rendah sehingga aktivitas belajar mereka dalam lingkungan sekolah ataupun di luar sekolah belum mampu memberikan hasil yang maksimal. Pembeda diantara penelitian sebelumnya yaitu siswa sekolah menengah pertama menjadi subjek pembahasan serta penelitian selain itu juga jumlah populasi dan sampel yang lebih banyak memberikan informasi masih yang lebih banyak serta menggunakan sampel yang diambil dari setiap tingkatan kelas.
Regulasi diri dalam belajar merupakan suatu perilaku yang harus dimiliki oleh siswa-siswi untuk menunjang kegiatan pembelajarannya. Diharapkan siswa memiliki regulasi diri yang tinggi dalam belajar, dimana siswa dapat mengatur waktu belajarnya, menentukan target dalam belajar, berinisiatif untuk bertanya terkait pembelajaran yang tidak dipahami dan memiliki orientasi untuk menetapkan rencana masa depan [9], [10]. Pada kenyataannya dilapangan tidak seluruh siswa memiliki regulasi diri dalam belajar yang tinggi.. Hasil wawancara dengan salah satu staff guru BK sekolah di SMPN 2 Taman Sidoarjo menunjukkan bahwa masih terdapat siswa ketika diberikan tugas rumah lebih memilih menyalin jawaban teman sekelas ataupun meminta bantuan dari pihak luar seperti keluarga, pasif selama ada kegiatan tanya jawab. Selain itu survey awal pada 10 siswa SMPN 2 Taman, menunjukan bahwa 3 dari 10 tidak meluangkan waktu belajar kembali setelah di rumah dan membutuhkan bantuan dalam mengerjakan tugas, 5 dari 10 siswa belum menentukan target untuk pendidikan lanjutan (SMA/SMK/Pesantren), serta 2 dari 10 juga belum memiliki jadwal belajar secara mandiri di rumah serta kegiatan yang mendukung pembelajaran di kelas. Indikasi perilaku yang ditunjukan oleh siswa tersebut tersebut kepada kegiatan belajar, mengindikasikan murid memiliki regulasi diri dalam belajar yang rendah. Fenomena-fenomena yang peneliti temukan sesuai dengan teori dijelaskan oleh Zimmerman dan Pons bahwa kondisi tersebut termasuk dalam 3 aspek pendukung diantaranya metakognisi meliputi merencakan jadwal belajar dan mengevaluasinya, motivasi meliputi menilai belajar sebagai kebutuhan siswa dan tetap bertahan dalam kesulitan, serta perilaku memanfaatkan orang lain dalam hal positif dan mengatur lingkungan sekitar.
Perspektif sosial-kognitif yang dikemukakan oleh Thoresen dan Mahoney [11] menjelaskan bahwa regulasi diri dalam belajar dipengaruhi oleh 3 aspek yakni aspek individu, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Dalam faktor individu menjelaskan bahwa persepsi siswa terhadap pemahaman diri untuk meraih tujuan. Pemahaman diri yang dimiliki oleh siswa itu yang akan membentuk karakter siswa juga disebut dengan istilah konsep diri. Menurut Rakhmat konsep diri adalah pemahaman dan anggapan yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri yang bersifat psikologis, sosial maupun kondisi fisik [12]. Krause [13] menjelaskan juga bahwa konsep diri merujuk pada sekumpulan pengetahuan, gagasan, sikap yang terbentuk dari diri sendiri maupun interaksi dari lingkungan sekitarnya. Menurut Ybrandt [14], [15], konsep diri positif adalah faktor perlindungan bagi diri individu dari perilaku masalah, sedangkan konsep diri negatif merupakan suatu kondisi terhadap masalah dalam diri seseorang seperti depresi, kecemasan, dan penarikan diri. Siswa yang memiliki konsep diri positif mereka akan lebih berani dalam bertanggung jawab secara individu, yakin akan tingkat kesuksesan ataupun kegagalan kembali lagi pada usaha terbaik yang telah dia berikan, serta orientasi siswa terhadap masa depan lebih terarah. Sedangkan bagi siswa yang memiliki konsep diri negatif, mengarah kepada takut merasakan kegagalan, merasa ragu dalam memutuskan pilihan, tidak berani ambil resiko, dan tidak memiliki cita-cita yang jelas.
Banyak penelitian dengan mengangkat tema konsep diri sebagai variabel yang digunakan. Pada penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa kualitas hidup seseorang juga ditentukan sebaik apa konsep diri dalam dirinya. Dengan adanya konsep diri yang positif dapat mempengaruhi dalam motivasi ketika menghadapi berbagai tugas, pola pikirnya dalam menangani permasalahan, dan kemampuannya dalam melakukan manajemen waktu yang efektif. Ada 4 aspek konsep diri yang mendasari pada penelitian pertama ada diri fisik yaitu penilaian terhadap penampilan fisik individu, kedua diri sosial adalah bagaimana individu memainkan peran sosial dilingkungannya, ketiga diri moral yaitu didapatkan dari kesan yang dimiliki individu, keempat diri psikis pandangan yang dibuat seseorang tentang dirinya sesuai dengan kepribadian yang dimiliki.
Tujuan dari penelitian ini terdapat fokus utama dalam pendidikan yang tidak hanya menggolongkan bahwa siswa yang pintar dikarenakan nilai pelajaran yang diatas rata-rata. Melainkan proses pendukung pembelajaran dapat memberikan kesempatan bagi semua siswa untuk dapat berkompetisi sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Pembeda penelitian dengan peneliti sebelumnya subjek penelitian dilakukan pada siswa sekolah menengah pertama dengan subjek populasi meliputi seluruh siswa yang ada. Dari penjabaran tersebut peneliti mengangkat suatu tema permasalahan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan regulasi diri dalam belajar pada siswa SMPN 2 Taman. Hipotesis yang peneliti angkat adalah ada hubungan positif antara konsep diri dengan regulasi diri dalam belajar pada siswa SMPN 2 Taman.
METODE
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu kuantitatif korelasional. Penelitian menggunakan metode korelasional untuk mengetahui kekuatan arah hubungan yang terjalin antara variabelnya [16]. Pada penelitian kuantitatif dapat memenuhi kriteria ilmiah yaitu sesuai dengan fakta, mampu dibuktikan, akurat, dan sistematis Variabel penelitian yang digunakan oleh peneliti meliputi variabel konsep diri dan variabel regulasi diri dalam belajar. Variabel konsep diri peneliti menggunakan skala konsep diri yang diadaptasi dari Farah bersumber pada 4 aspek konsep diri berlandaskan teori dari Berzonsky ialah: aspek raga, aspek sosial, aspek moral serta aspek psikis. Variabel regulasi diri dalam belajar dalam riset ini diukur dengan memakai skala A Manual for the Use of the Motivated Strategies for Learning Questionnaire yang diadopsi oleh Farah.
Skala MSLQ ini berlandaskan teori dari Zimmerman serta Pons dengan 3 aspek ialah: aspek metakognisi, aspek motivasi, serta aspek sikap. Subjek penelitian adalah siswa-siswi SMPN 2 Taman dengan jumlah populasi sebesar 1119 murid. Peneliti menggunakan toleransi kesalahan sebesar 5%, yang berarti memiliki tingkat akurasi sebesar 95%. Dari perhitungan tersebut telah ditentukan bahwa sampel yang digunakan berjumlah 270 responden. Serta peneliti juga memilih salah satu jenis penelitian dalam probability sampling yakni menggunakan propotional stratified random sampling. Menurut pengumpulan data sampel dengan menggunakan teknik proportional stratified random sampling dapat diimplementasikan apabila populasi yang ada memiliki unsur dalam anggotanya yang tidak homogen dan berstrata/bertingkat secara proposional atau dengan rasio yang sama. Peneliti menggunakan teknik ini dikarenakan jumlah populasi di SMPN 2 Taman telah sesuai dengan kriteria teknik tersebut. Berikut tabel distribusi sampel penelitian:
Subkelompok/Strata Kelas | Nkelas/Npopulasi | Dikalikan Jumlah sampel | Sampel |
---|---|---|---|
Kelas VII | 392/1119 | *270 | 95 |
Kelas VII | 376/1119 | *270 | 91 |
Kelas VII | 351/1119 | *270 | 85 |
Jumlah | n = 271 |
Pada riset ini, peneliti memastikan metode pengumpulan informasi memakai skala psikologi serta penyusunannya memakai model skala Likert ataupun diucap skala perilaku yang dirancang buat memastikan perilaku sokongan serta penolakan, penegasan serta penolakan, ataupun persetujuan serta penolakan objek sosial . Skala Likert berbentuk statment yang menunjang variabel (favorable) serta statment yang menolak (unfavorable) serta mempunyai 4 alternatif jawaban ialah, Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Skala Likert ini ialah skala likert yang telah dimodifikasi dengan cuma memakai 4 opsi statment serta skor nilai dengan interval 1- 4.
Setelah diberlangsungkan uji coba terhadap skala konsep diri berjumlah 25 aitem. Terdapat 18 aitem valid sedangkan 7 diantaranya tidak valid atau dinyatakan gugur. Hasil validitas skala konsep diri bergerak dari -0.008 – 0.766. Selain itu hasil uji coba terhadap skala regulasi diri dalam belajar berjumlah 25 aitem. Ditemukan 21 aitem dinyatakan valid dan 4 aitem lainnya tidak valid atau gugur. Hasil validitas dari aitem skala regulasi diri dalam belajar bergerak dari 0.106 – 0.697. Peneliti juga melakukan uji reabilitas menggunakan bantuan SPSS dengan metode statistik alpha cronbach diperoleh hasil koefisien reabilitas skala konsep diri sebesar 0.881 dan skala regulasi diri dalam belajar sebesar 0.893. Sehingga kedua instrumen tersebut dinyatakan reliabel dikarenakan r hitung > r tabel.
Prosedur yang digunakan guna analisis data dalam studi ini ialah tata cara statistik memakai korelasi product- moment. Korelasi product moment digunakan guna mencari keterkaitan dan meyakinkan hipotesis ikatan antar 2 variabel apabila data buat kedua variabel tersebut berupa interval dan rasio dan sumber datanya ialah 2 variabel maupun lebih [17]. Proses analisa ini memakai perhitungan dengan aplikasi SPSS 26. 0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Frequency | Percent | ||
Valid | Sangat Rendah | 16 | 5.9% |
Rendah | 52 | 19.3% | |
Sedang | 119 | 44.1% | |
Tinggi | 63 | 23.3% | |
Sangat Tinggi | 20 | 7.4% | |
Total | 270 | 100.0 |
Dari tabel 2 subjek penelitian SMPN 2 Taman dari kelas 7, 8, & 9 dengan total sampel berjumlah 270 responden pada skala konsep diri menunjukan bahwa 17 responden memiliki skor 6.3% dengan keterangan sangat rendah. 63 responden lainnya dengan skor 19.3% dengan keterangan rendah. 119 responden dengan skor 44.1% berketerangan sedang. Selanjutnya 63 responden dengan skor 23.3% memiliki keterangan tinggi. Terahir 20 responden memiliki skor 7.4% dengan keterangan sangat tinggi. Dari kategorisasi konsep diri tersebut pada skala konsep diri rata-rata subjek memiliki aktivitas sedang. Dapat dilihat juga data diatas mengacu bahwa siswa yang memiliki kategori tinggi hingga sangat tinggi menunjukan bahwa mereka memiliki kemampuan dalam memahami dirinya dengan baik, ingin bekerja keras dan bertanggung jawab atas kegiatan yang dijalani. Siswa dengan kategori rendah hingga sangat rendah akan menunjukan perilaku kurang bertanggung jawab, memiliki rasa irrasional dan mudah menyerah. Terahir bagi siswa dengan kategori sedang mereka akan menunjukan perilaku keduanya tergantung pada kondisi baik fisik ataupun perasaan.
Frequency | Percent | ||
Valid | Sangat Rendah | 17 | 6.3% |
Rendah | 63 | 23.3% | |
Sedang | 95 | 35.2% | |
Tinggi | 79 | 29.3% | |
Sangat Tinggi | 16 | 5.9% | |
Total | 270 | 100.0 |
Kategorisasi skala regulasi diri dalam belajar dengan subjek yang sama 17 responden dengan persentase 6.3% berketerangan sangat rendah. 63 responden memiliki skor 23.3% dengan keterangan rendah. 95 responden memiliki skor 35.2% dengan keterangan sedang. 79 responden memiliki skor 29.3% dengan keterangan tinggi. Dan terahir 16 responden memiliki skor 5.9% dengan keterangan sangat tinggi. Maka dari itu responden pada skala regulasi diri dalam belajar memiliki rata-rata dengan aktivitas sedang. Peneliti juga dapat melihat kepada siswa yang memiliki kategori tinggi hingga sangat tinggi mereka akan sadar pentingnya belajar, mencari kegiatan penunjang belajar dan terus mengembangkan diri sebagai pelajar yang baik. Sebaliknya bagi siswa dengan kategori rendah hingga sangat rendah mereka tidak peduli terhadap pembelajaran yang ada dan memilih pasif dalam pembelajaran. Siswa dengan kategori sedang akan sangat bisa mereka sangat aktif dalam belajar atau sebaliknya malas untuk belajar dan sekedar mencari informasi yang berkaitan tentang pelajaran.
Hasil uji normalitas menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0.200 yang berarti kedua variabel terdistribusi dengan normal. Selanjutnya pada uji linieritas sebagai syarat selanjutnya sebelum melakukan uji korelasi diketahui nilai linieritas sebesar 0.587 > 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linier antara variabel konsep diri (X) dengan variabel regulasi diri dalam belajar (Y).
Konsep Diri | Regulasi Diri Dalam Belajar | ||
---|---|---|---|
Konsep Diri | Pearson Correlation | 1 | .357** |
Sig. (2-tailed) | .000 | ||
N | 270 | 270 | |
Regulasi Diri Dalam Belajar | Pearson Correlation | .357** | 1 |
Sig. (2-tailed) | .000 | ||
N | 270 | 270 |
Dari tabel 4 didapat koefisien korelasi antara kedua variabel yaitu 0.357. Dasar pengambilan keputusan dalam analisa product moment salahnya satunya yakni jika nilai Sig. (2-tailed) < 0.05 maka terdapat korelasi antar vairabel yang terhubung. Sebaliknya jika nilai Sig. (2-tailed) > 0.05 maka tidak terdapat korelasi. Dari tabel tersebut menujukan bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0.000 < 0.05 yang berarti ada hubungan signifikan antara variabel konsep diri dengan variabel regulasi diri dalam belajar. Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Serta perhitungan sumbangan efektif yang diberikan variabel konsep diri sebesar 12,7% dan 87,3% dipengaruhi oleh faktor lain.
Pembahasan
Berdasarkan analisa dari penelitian di atas, dapat diketahui bahwa nilai korelasi koefisien dengan metode product moment yang dihitung menggunakan spss for windows 26.0 sebesar 0.357 dengan nilai Sig. (2-tailed) 0.000 < 0.05. Dapat disimpulkan bahwa ada korelasi positif antara konsep diri dengan regulasi diri dalam belajar, sehingga hipotesis peneliti diterima, jadi semakin positif konsep diri maka semakin tinggi pula regulasi diri dalam belajar. Sedangkan semakin negatif konsep diri maka semakin rendah pula regulasi diri dalam belajar.
Penelitian ini didukung peneliti sebelumnya oleh , ada hubungan positif antara konsep diri dengan regulasi diri dalam belajar. Dengan nilai korelasi pearson sebesar 0.331 dan Sig (2-tailed) 0.000 < 0.05. Menurut Montana seseorang dengan konsep diri yang tinggi akan memiliki sudut pandang positif terhadap keterampilan dalam yang dimiliki, memiliki impian dimasa mendatang, dan yakin akan usaha sekecil apapun merupakan bagian dari kesuksesan. Suatu keharusan bagi siswa untuk bekerja keras dan semangat dalam mengikuti aktivitas belajar dengan semestinya serta rajin, tidak mudah mengeluh terhadap permasalahan kecil sehingga dapat membentuk regulasi diri dalam belajar siswa serta kesadaran, keinginan dan tekad untuk menunjang aktivitas belajarnya. Ketika siswa paham terhadap kemampuan yang ada pada dirinya baik dari segi kelebihan ataupun kelemahan diri. Membuat siswa dengan mudah mengembangkan potensi dan mengatasi sisi lemah dalam dirinya. Pemahaman siswa terhadap kemampuannya membuat seseorang dapat mengembangkan potensinya dan memahami sisi lain dari kelemahan yang dimiliki, membuat siswa dapat meningkatkan potensi diri siswa dan mengatasi kelemahannya tersebut. Pengaruh yang diberikan oleh variabel konsep diri terhadap variabel regulasi diri dalam belajar masih termasuk pada kategori rendah diketahui bahwa sumbangan efektif sebesar 12,7%, dari hasil itu terdapat 87,3% pengaruh lain yang dapat diberikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan positif antara konsep diri dengan regulasi diri dalam belajar pada siswa SMPN 2 Taman Sidoarjo. Siswa memiliki konsep diri yang sangat positif, maka regulasi diri dalam belajar siswa akan sangat tinggi begitu sebaliknya, jika siswa memiliki konsep diri yang negatif, maka akan mempengaruhi regulasi diri dalam belajar akan menjadi rendah.
Implikasi dari penelitian ini bisa dilakukan oleh siswa dengan cara aktif bertanya ketika tidak memahami materi yang diberikan oleh guru, mencoba metode-metode belajar yang lain untuk mempermudah proses belajar, menyadari akan kelemahan dan mempersiapkan strategi yang matang untuk mengatasinya, dan berani mencoba hal-hal baru untuk memperbanyak pengalaman yang berguna di masa mendatang. Bagi guru yang terkait selalu melakukan evalusi dan pembaruan dalam proses belajar siswa agar tidak tertinggal oleh perubahan zaman. Guru yang mengajar juga terus melakukan pendekatan secara personal kepada siswa agar dapat mengetahui secara pasti hal-hal yang menjadi kesulitan para siswa selama proses pembelajaran. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang lebih luas dengan mempertimbangan untuk melibatkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi regulasi diri dalam belajar, seperti dukungan teman sebaya, peran orang tua dan juga pengaruh efikasi diri.
Limitasi penelitian Limitasi atau keterbatasan dalam penelitian ini terdapat pada responden penelitian. Peneliti menyadari dalam suatu penelitian memiliki banyak kendala, salah satu faktor yang menjadi kendala dalam penelitian ini adalah responden penelitian. Dikarenakan siswa yang masih duduk dibangku SMP mereka memiliki keterbatasan pengetahuan terhadap beberapa istilah yang ada di kuisoner penelitian, sehingga mempengaruhi pengisian kuisoner.
References
- J. W. Santrock, "Psikologi Pendidikan, Kedua." Jakarta: Kencana, 2017.
- Z. Idayanti and M. S. Kurniawati, "Perkembangan Kognitif Anak Usia 10 Tahun Keatas Menurut Pandangan Piaget," Jurnal Psikologi Perkembangan, 2019.
- M. Farah, Y. Suharsono, and S. Prasetyaningrum, "Konsep Diri dengan Regulasi Diri dalam Belajar pada Siswa SMA," Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, vol. 7, no. 2, pp. 171–183, 2019. doi: 10.22219/jipt.v7i2.8243.
- A. N. Husna, F. N. R. Hidayati, and J. Ariati, "Regulasi Diri Mahasiswa Berprestasi," Jurnal Psikologi Undip, vol. 13, no. 1, pp. 50–63, 2014. doi: 10.14710/jpu.13.1.50-63.
- B. Versie et al., "Student Differences in Self-Regulated Learning: Relating Grade, Sex, and Giftedness to Self-Efficacy and Strategy Use," Early Child Educ J, vol. 36, no. 1, pp. 403–406, 1995.
- M. Nafila, "Hubungan Regulasi Diri dalam Belajar dengan Resiliensi Akademik pada Siswa Kelas XII Program Akselerasi Malang, Sekolah Menengah Atas Negeri 9," Univeritas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2021.
- C. A. R. Putrie, "Pengaruh Regulasi Diri Siswa Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas Viii pada Mata Pelajaran Ips," Research and Development Journal of Education, vol. 7, no. 1, p. 136, 2021. doi: 10.30998/rdje.v7i1.8105.
- T. F. Adenia, "Dukungan Teman Sebaya dan Regulasi Diri dalam Belajar pada Siswa Sma Yang Berasrama di Yogyakarta," pp. 23–71, 2019. [Online]. Available: https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/16229/05.2 bab 2.pdf?sequence=6&isAllowed=y.
- G. Monalisa, "Hubungan antara Regulasi Diri dalam Belajar dan Efikasi Diri Pengambilan Keputusan Karir pada Mahasiswa," Comput Ind Eng, vol. 2, no. January, p. 6, 2018.
- T. Kristiyani, "Self Regulated Learning Konsep, Implikasi, dan Tantangannya bagi Siswa di Indonesia," 2016.
- P. Z. W. Jannah, "Hubungan Self-Regulated Learning dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas Xi di SMK Informatika Bandung," Jurnal Psikologi, 2015. [Online]. Available: http://repository.unisba.ac.id/handle/123456789/4237?show=full.
- C. I. Oktaviani, "Konsep Diri Remaja dari Keluarga Broken Home," Jurnal Psikologi, pp. 8–44, 2014.
- F. Suralaga, "Psikologi Pendidikan." Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2021.
- N. D. Rahmaningsih and W. Martani, "Dinamika Konsep Diri pada Remaja Perempuan Pembaca Teenlit," Jurnal Psikologi, vol. 41, no. 2, p. 179, 2014. doi: 10.22146/jpsi.6948.
- F. V. Amseke, M. A. Daik, and D. A. L. Liu, "Dukungan Sosial Orang Tua, Konsep Diri dan Motivasi Berprestasi Mahasiswa di Masa Pandemi Covid 19," Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, vol. 5, no. 1, p. 241, 2021. doi: 10.24912/jmishumsen.v5i1.9957.2021.
- S. Azwar, "Metodologi Penelitian Psikologi, 2 ed." Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.
- Sugiyono, "Metode Penelitian & Pengembangan : Research and Development." Bandung: Alfabet, 2019.