Abstract
In the context of the ongoing pandemic, where traditional in-person learning has shifted to online platforms, this quantitative correlation study investigates the relationship between self-regulation in learning and academic stress among students. The research involved a population of 380 students, with a sample size of 192 from SMAN 1 Wonoayu, selected through simple random sampling. The research hypothesis postulated a negative relationship between self-regulation in learning and academic stress. Analysis using Pearson's Product Moment correlation revealed a significant coefficient of r = -0.439 (p < 0.05), underscoring the inverse connection. The study found that self-regulation variables contributed significantly, accounting for 19.2% of academic stress variance. This study sheds light on the crucial role of self-regulation in mitigating academic stress during the transition to online education, thereby guiding educators and policymakers in enhancing students' learning experiences.
Highlights:
- The pandemic-driven shift to online education has led to increased academic stress among students.
- This study establishes a negative correlation between self-regulation in learning and academic stress.
- Self-regulation contributes significantly (19.2%) to mitigating academic stress, emphasizing its vital role in online learning environments.
Keywords: Online education, Self-regulation, Academic stress, Pandemic, Learning experiences
PENDAHULUAN
Proses belajar dengan metode pembelajaran tatap muka-terbatas (PTM-terbatas) telah direkomendasikan untuk dilakukan mulai bulan Januari 2022 [1]. Hal ini untuk memulai proses adaptasi baru dalam lingkup pendidikan [2], mengingat situasi pandemi yang mulai terkendali. Hal lain yang membuat pembelajaran tatap muka-terbatas segera dianjurkan adalah banyak dampak negatif dari Pemberlajaran Jarak Jauh (PJJ). Seperti tidak adanya fasilitas untuk mengakses jaringan internet, dan siswa yang belum siap untuk mengikuti kelas daring karena sudah terbiasa dengan pola belajar di kelas yang tatap muka [3]. Siswa juga dituntut memiliki media yang digunakan untuk daring berupa handphone, laptop, kuota internet untuk mengakses materi yang disediakan, sedangkan tidak semua siswa memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut karena perbedaan ekonomi dimasing-masing keluarga siswa dan perlu adanya adaptasi secara bertahap untuk siswa dapat menggunakan teknologi semacam itu. Menurut temuan KPAI, mereka mendapati 51 laporan dari orang tua dari berbagai daerah yang mengeluhkan anak mereka mendapat tugas yang berlebihan saat PJJ [4]. Menurut data KPAI, siswa yang melakukan belajar daring mengalami stres dan lelah [5]. Meskipun menurut KPAI guru dan siswa sudah berinteraksi melalui pesan pendek (87, 2%), zoom meeting (20,2%), video call (7,6%), dan lewat telepon (5,2%) (KPAI, 2021). Kesulitan interaksi ini menyebabkan 77 persen siswa mengalami ketertinggalan untuk mengerjakan tugas yang membuat tugas mereka menumpuk [5].
Fenomena ini ditemukan KPAI dalam bentuk perilaku anak yang mudah marah, mudah bosan, dan ingin segera masuk ke sekolah untuk bersosialisasi dan berkegiatan seperti sebelum masa Pandemi Covid – [6]. Stres akademik adalah sebuah krisis dalam proses perkembangan siswa [7]. Krisis ini terjadi saat siswa dalam fase belajar. Siswa megalami stres akademik karena berusaha memenuhi tuntutan standar hasil belajar. Perilaku yang muncul ketika siswa stres terhadap akademik dengan sistem daring adanya bentuk perilaku anak yang mudah marah, mudah bosan, dan ingin segera masuk ke sekolah untuk bersosialisasi dan berkegiatan seperti sebelum masa Pandemi Covid – 19 [6]. Ciri-ciri stres akademik adalah pola makan yang tidak wajar, rasa cemas berlebihan, perilaku menunda-nunda, tidak bersemangat, dan mudah berpikir negatif [8]. Hal ini terjadi pada siswa karena siswa mendapat tuntutan target belajar tanpa melalui proses pengenalan cara memenuhinya serta karena siswa tidak mampu beradaptasi dengan tuntutan belajar tersebut [9]. Stres akademik dapat dikurangi dengan fokus pada penyelesaian masalah [10], regulasi diri dalam belajar [11], manajemen stres [12]. Regulasi diri dalam belajar adalah proses membentuk prilaku pada diri sendiri untuk memonitor, meregulasi, dan mengkontrol pikiran serta perilaku untuk mampu mencapai target belajar yang telah ditetapkan oleh diri sendiri [13]. Regulasi diri dalam belajar juga berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menyelesaikan tugas secara daring [14].
Regulasi diri dalam belajar merupakan sebuah perilaku belajar siswa yang mampu menentukan secara mandiri tujuan belajar, menentukan sikap dalam mengahadapi tantangan belajar, menentukan strategi belajar, menentukan cara melakukan evaluasi belajar, dan mampu secara mandiri sebagai insiator untuk belajar secara mandiri [3]. Sehingga dalam performa akademik siswa-siswa tersebut mampu fokus dengan target akademik mereka, memonitor perkembangan pencapaian terhadap target akademik, dan berinisiatif untuk bertanya saat ada tantangan yang tidak mereka ketahui cara menyelesaikannya. Beberapa faktor regulasi diri dalam belajar menurut [15] yang dapat mempengaruhi stres akademik diantaranya help seeking, self efficacy for larning and performance, elaboration, organization, time and study environtment management, metacognitive self regulation, management effort regulation. Dari faktor tersebut diharapkan siswa melakukan proses belajar tanpa ada dorongan eksternal dan tetap termotivasi tanpa adanya sistem hukuman dan imbalan. Proses belajar yang dilakukan oleh siswa yang memiliki regulasi diri dalam belajar mampu secara mandiri mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkannya untuk mendukung siswa tersebut belajar. Fokus dari regulasi diri dalam belajar adalah kemampuan siswa untuk melakukan kontrol pada proses belajar dan mampu melakukan evaluasi dari proses belajar tersebut [16]. Bentuk kontrol saat belajar ini adalah kemampuan untuk beradaptasi menghadapi tantangan baru pada materi yang dipelajari oleh siswa. Proses adaptasi memunculkan motivasi diri untuk belajar dengan meregulasi perasaan, perilaku, dan pemikirian diri siswa sendiri.
Berkaitan penelitian terdahulu, terdapat penelitian yang menemukan hubungan negatif antara stres akademik dengan regulasi diri dalam belajar [17], [18] kedua peneliti tersebut menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat stres akademik maka semakin rendah tingkat regulasi diri dalam belajarnya. Begitu pula sebaliknya jika stres akademik rendah, maka tingkat kemampuan regulasi diri dalam belajar siswa semakin tinggi. Kontrol terhadap regulasi diri dalam belajar oleh siswa yang sedang menjalani pembelajaran tatap muka-terbatas sangat dibutuhkan agar siswa dapat menjalani aktivitas belajar dengan maksimal. Regulasi diri dalam belajar juga membuat siswa mampu melakukan refleksi terhadap proses akademik mereka [19]. Bentuk refleksi para siswa tersebut adalah dengan melakukan evaluasi proses dan melakukan penyesuaian strategi untuk mememuhi target akademik mereka. Refleksi diri ini membuat siswa mampu menyesuaikan diri dengan hasil belajar mereka dan target akademik yang harus mereka penuhi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh [17] menunjukan selama pandemi 93 siswa dari 120 siswa mengalai stres akademik. Serta 66 siswa dari 120 siswa yang menjadi yang mampu melakukan regulasi diri dalam belajar. Sedangkan pada penelitian Kirana & Juliartiko [18] dengan melibatkan 81 responden siswa laki-laki dan 151 responden perempuan dengan total keseluruhan responden 232 siswa.
Stres yang dialami oleh siswa harus diatasi sesegera mungkin agar siswa dapat mengatasi kesulitan selama proses belajar. Kondisi ini yang harus diperhatikan oleh banyak kalangan khususnya akademisi sehingga membuat peneliti ingin mengetahui sejauh apa kondisi belajar siswa khusus di SMAN 1 Wonoayu kelas XI. Saat wawancara dengan salah satu guru BK di SMAN 1 Wonoayu, guru sebagai pengajar mengakui mendapat curhatan dari orangtua wali murid tentang kecemasan terhadap anaknya yang akan mengikuti ujian nasional. Rumusan masalah yang diangkat oleh peneliti adalah apakah regulasi diri dalam belajar pada siswa kelas XI SMAN 1 Wonoayu berhubungan dengan stres akademik saat proses pembelajaran tatap muka-terbatas (ptm-terbatas). Hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah terdapat hubungan negatif antara regulasi diri dalam belajar dengan stres akademik siswa saat pembelajaran tatap muka- terbatas pada kelas XI di SMAN 1 Wonoayu.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif korelasional. Penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka atau statistik yang dikumpulkan melalui prosedur pengukuran dan diolah dengan metode analisis statistika [20]. Sehingga data yang dikumpulkan oleh peneliti nantinya dapat diukur dengan objektif, terukur dan rasional serta dapat dibuktikan secara ilmiah. Penelitian dengan metode korelasional diperlukan minimal dua variabel, variabel bebas (X) pada penelitian variabel bebas adalah regulasi diri dalam belajar dan variabel tergantung (Y) adalah variabel stres akademik. Desain penelitian ini adalah korelasional dengan maksud untuk mengetahui hubungan antar variabel yang ada berhubungan secara positif ataupun negatif. Pengukuran yang dilakukan peneliti pada variabel regulasi diri dalam belajar menggunakan alat ukur yang di adaptasi dari alat ukur Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ). Alat ukur MSLQ adalah alat ukur yang mengukur variabel regulasi diri dalam belajar. Alat ukur ini memiliki empat faktor penyusun yang tersebar dalam empat puluh satu butir pernyataan [15]. Dengan faktor-faktor sebagai berikut self efficacy for larning and performance, elaboration, organization, metacognitive self regulation, time and study environtment management, management effort regulation, help seeking. Sedangkan pada variabel stres akademik menggunakan alat ukur Student-Life Stress Inventory (SSI) oleh Gadzella untuk mengukur tingkat stres akademik siswa. Alat ukur ini memilii dua aspek penyusun, yakni aspek stresor akademik dan aspek reaksi stresor akademik [15]
Penelitian ini melakukan uji validitas dan reliabilitas untuk menjaga kebenaran variabel yang diteliti serta menjaga objektifitas dalam proses penelitian. Penelitian ini menggunakan metode validitas item melalui tingkat korelasi item Setelah dilaksanakan uji coba skala regulasi diri dalam belajar kepada 45 siswa dengan berjumlah 45 aitem. Hasil dari uji coba tersebut memperlihatkan bahwa terdapat 17 dinyatakan valid sedangkan 11 aitem lainnya dinyatakan gugur. Hasil validitas dari skala regulasi diri dalam belajar bergerak dari 0.033-0.471. Berikut penjabaran aitem valid dan aitem gugur.
Uji coba skala stress akademik dengan berjumlah 28 aitem. Hasil dari uji coba tersebut memperlihatkan bahwa terdapat 17 dinyatakan valid sedangkan 11 aitem lainnya dinyatakan gugur. Hasil validitas dari skala regulasi diri dalam belajar bergerak dari 0.033-0.471. Berikut penjabaran aitem valid dan aitem gugur.
Peneliti melakukan uji reabilitas terjadap kedua skala yang telah dinyatakan valid dengan bantuan SPSS beserta menggunakan metode alpha cronbach diperoleh hasil koefisien reabilitas skala stress akademik sebesar 0.916 dan skala regulasi diri dalam belajar sebesar 0.803 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua skala tersebut dinyatakan reliabel. Berikut tabel reabilitas kedua skala:
No. | Kelas | Jumlah |
1. 2. | IPA – 1-8IPS – 1-3 | 273107 |
Total | 380 |
Subjek penelitian pada penelitian kali ini adalah siswa-siswi kelas XI IPS dan IPA SMAN 1 Wonoayu dengan jumlah total populasi sebesar 380 murid. Sampel yang digunakan dengan toleransi kesalahan 5% memiliki tingkat akurasi sebesar 95% berjumlah 192 responden. Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah probabilty sampling dengan metode simple random sampling. Pengertian simple random sampling adalah proses pengambilan subjek dari populasi secara sederhana dengan tetap memberikan kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel dalam penelitian [21].
Setelah dilaksanakan uji coba skala regulasi diri dalam belajar kepada 45 siswa dengan berjumlah 45 aitem. Hasil dari uji coba tersebut memperlihatkan bahwa terdapat 17 dinyatakan valid sedangkan 11 aitem lainnya dinyatakan gugur. Hasil validitas dari skala regulasi diri dalam belajar bergerak dari 0.033-0.471. Selanjutnya uji coba skala stress akademik dengan berjumlah 28 aitem. Hasil dari uji coba tersebut memperlihatkan bahwa terdapat 17 dinyatakan valid sedangkan 11 aitem lainnya dinyatakan gugur. Hasil validitas dari skala regulasi diri dalam belajar bergerak dari 0.033-0.471. Peneliti juga melakukan uji reabilitas menggunakan bantuan SPSS dengan metode statistik alpha cronbach diperoleh hasil koefisien reabilitas skala regulasi diri dalam belajar sebesar 0.803 dan skala stres akademik sebesar 0.916. Sehingga kedua instrumen tersebut dinyatakan reliabel dikarenakan r hitung > r tabel.
Prosedur yang digunakan guna analisis informasi dalam riset ini yakni metode statistik menggunakan korelasi product-moment. Korelasi product moment digunakan guna mencari keterkaitan serta membuktikan hipotesis hubungan antar 2 variabel apabila informasi buat kedua variabel tersebut berbentuk interval serta rasio serta sumber informasinya merupakan dua variabel ataupun lebih [22]. Proses analisa ini menggunakan perhitungan statistic computer dengan software SPSS 26.0 for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Sangat Rendah | 10 | 5.2 | 5.2 | 5.2 |
Rendah | 40 | 20.8 | 20.8 | 26.0 | |
Sedang | 83 | 43.2 | 43.2 | 69.3 | |
Tinggi | 45 | 23.4 | 23.4 | 92.7 | |
Sangat Tinggi | 14 | 7.3 | 7.3 | 100.0 | |
Total | 192 | 100.0 | 100.0 |
Berdasarkan kategori skor tabel diatas subjek dari variabel regulasi diri dalam belajar dapat disimpulkan dari 192 siswa terdapat 10 siswa memiliki skor sangat rendah, 40 siswa memiliki skor rendah, 83 siswa memiliki skor sedang, 45 siswa memiliki skor tinggi dan 14 siswa lainnya memiliki skor sangat tinggi. Selain itu, regulasi diri dalam belajar yang tinggi didominasi oleh perempuan sebanyak 32 murid dan laki-laki sebanyak 27 murid. Pada kategorisasi sedang juga perempuan lebih banyak sebesar 48 dan laki-laki sebesar 35 siswa. Pada kategori rendah perempuan sebesar 32 dan laki-laki sebesar 18.
Frequency | Percent | Valid Percent | Cumulative Percent | ||
Valid | Sangat Rendah | 7 | 3.6 | 3.6 | 3.6 |
Rendah | 37 | 19.3 | 19.3 | 22.9 | |
Sedang | 101 | 52.6 | 52.6 | 75.5 | |
Tinggi | 30 | 15.6 | 15.6 | 91.1 | |
Sangat Tinggi | 17 | 8.9 | 8.9 | 100.0 | |
Total | 192 | 100.0 | 100.0 |
Kategorisasi selanjutnya pada variabel stres akademik dapat diketahui bahwa dari 192 siswa, 7 siswa memiliki skor sangat rendah. 37 siswa dengan skor rendah, 101 siswa memiliki skor sedang, 30 siswa dengan skor tinggi dan 17 siswa dengan skor sangat tinggi. kategorisasi variabel stres akademik berdasarkan jenis kelamin berdasarkan nilai kategori tinggi sebanyak 30 siswa perempuan dan 17 siswa laki-laki. Kategori nilai sedang lebih banyak dibandingkan dari kategori lain sebanyak 57 siswa perempuan dan 43 siswa laki-laki. Terahir pada kategori rendah 24 siswa perempuan dan 20 siswa laki-laki. Dari data diatas terdapat perbedaan hasil yang ditunjukan antara siswa perempuan dengan siswa laki-laki. Liu melalui penelitiannya bahwa siswi perempuan lebih rajin dalam beberapa hal termasuk akademis dibandingkan laki-laki sehingga menyebabkan tingkat stres lebih tinggi [23]. Menurut Agolla & Ongori, laki-laki dapat dengan mudah menanggulangi stres terkait akademik menggunakan mekanisme koping yang menekankan kepada ego, sehingga laki-laki akan lebih santai dalam menghadapi masalah atau stresor yang ada [24]. Inilah yang menjadikan dasar bahwa hasil data perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada kedua variabel.
Hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS 26.0 for windows. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0.200 > 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa data dari kedua variabel terdistribusi normal. Setelah didapatkan uji normalitas terdistribusi normal peneliti dapat melanjutkan untuk uji selanjutnya yaitu uji linieritas dengan hasil nilai signifikasi sebesar 0.319 > 0.05, maka ada hubungan linier antar variabel. Terahir peneliti ingin mengetahui korelasi antar variabel dengan menggunakan uji korelasi. Hasil tersebut ada pada tabel dibawah ini :
Regulasi Diri Dalam Belajar | Stress Akademik | ||
---|---|---|---|
Regulasi Diri Dalam Belajar | Pearson Correlation | 1 | -.439** |
Sig. (2-Tailed) | .000 | ||
N | 192 | 192 | |
Stress Akademik | Pearson Correlation | -.439** | 1 |
Sig. (2-Tailed) | .000 | ||
N | 192 | 192 |
Berdasarkan dari tabel 4 di atas, menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar -0.439 dengan Sig (2-tailed) 0.000 < 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara regulasi diri dalam belajar dengan stres akademik, sehingga hipotesis penelitian diterima. Hal tersebut menunjukan jika semakin negatif regulasi diri dalam belajar maka semakin tinggi stres akademik, dan sebaliknya jika semakin positif regulasi diri dalam belajar maka semakin rendah stres akademik siswa-siswi SMA. Sumbangan efektif yang diberikan regulasi diri dalam belajar sebesar 19.2% yang didapat dari sumbangan variabel X yakni regulasi diri dalam belajar terhadap variabel Y yakni stres akademik adalah sebesar R square = 0.192. Diubah menjadi persentase dengan perhitungan 0.192 x 100% = 19.2% sehingga diketahui bahwa pengaruh variabel regulasi diri dalam belajar terhadap stres akademik sebesar19.2%.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat diketahui bahwa hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar -0.439 dengan taraf signifikansi 0.000. Hipotesis yang diajukan oleh peneliti dapat diterima yakni terdapat hubungan negatif antara regulasi diri dalam belajar dengan stres akademik. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin rendah regulasi diri dalam belajar maka semakin tinggi stres akademik, dan sebaliknya jika semakin tinggi regulasi diri dalam belajar maka semakin rendah stres akademik siswa-siswi SMA. Hasil penelitian ini sama seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [15], yang juga memiliki hubungan negatif antara regulasi diri dalam belajar dengan stres akademik. Dengan memiliki nilai koefisien signifikansi p = 0.036 (p < 0.05) serta nilai koefisien r = -0.173. Ketika siswa dapat meregulasi kemampuan belajarnya dengan baik akan lebih mudah untuk dirinya mengatasi rasa stres terhadap pembelajaran. Berbeda jika siswa mudah menyerah dalam belajar, tidak bertanggung jawab atas pr yang diberikan dan semacamnya, maka siswa akan lebih mudah stres selama kegiatan pembelajaran.
Penting bagi peserta didik secara umum untuk memiliki regulasi diri dalam belajar, khususnya pada siswa SMA. Karena hal tersebut dapat membantu siswa dalam mengatasi permasalahan yang ada pada pembelajaran maupun yang ada pada dirinya sendiri. Hal ini dikemukaan oleh Rachmah [6] regulasi diri dalam belajar yang baik akan membantu seseorang dalam memenuhi berbagai tuntutan yang dihadapi. Regulasi diri dalam belajar juga memiliki peran dalam meregulasi emosi yang ada pada siswa agar dapat menghindarkan siswa dari stres yang diberikan pada kegiatan pembelajaran tersebut. Ketika kondisi stres dapat dikendalikan oleh para siswa maka pembelajaran dengan metode pembelajaran tatap muka-terbatas mampu teratasi. Sedangkan pada siswa SMA 1 Wonoayu rata-rata memiliki regulasi diri dalam belajar dan stres akademik yang sedang. Serta hasil kategori menurut jenis kelamin diketahui bahwa perempuan memiliki frekuensi yang lebih banyak dibandingkan laki-laki pada kedua variabel.
Limitasi atau batasan dalam penelitian ini terdapat pada pengambilan data dan responden penelitain. Peneliti menyadari dalam penelitian terdapat kendala, salah satu kendala dalam penelitian ini adalah saat pengambilan data dan responden penelitian. Dikarenakan saat penelitian siswa dalam proses pembelajaran tatap muka-terbatas, yang dimana setengah siswa dari setiap kelas melakukan pembelajaran dari rumah. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi pengisian kuisioner, karena siswa yang sedang melakukan pembelajaran dirumah ada yang tidak mengisi kuisioner yang sudah dibagian melalui grup kelas.
SIMPULAN
Penelitian ini berujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel regulasi diri dalam belajar dengan stres akademik siswa SMAN 1 Wonoayu saat mengikuti kelas pembelajaran tatap muka-terbatas. Berdasarkan hasil dari pembahasan diatas menunjukkan bahwa terdapat korelasi hubungan yang negatif antara regulasi diri dalam belajar dengan stres akademik siswa kelas XI SMAN 1 Wonoayu saat kelas pembelajaran tatap muka-terbatas. Siswa yang memiliki regulasi diri dalam belajar yang tinggi maka stres akademik yang dimiliki siswa akan rendah, sebaliknya jika siswa memiliki regulasi diri dalam belajar yang rendah maka tingkat strs akademik yang dimiliki siswa akan tinggi.
Implikasi pada penelitian ini mencari hubungan yang signifikan antara regulasi diri dalam belajar dengan stres akademik siswa. Sehingga peneliti berharap siswa dapat lebih mampu untuk meregulasi diri dalam belajar. Dengan cara para siswa mengetahui bagaimana cara belajar yang efektif untuk diterapkan saat kelas pembelajaran tatap muka-terbatas, memiliki kemampuan untuk mengatur waktu dan tempat belajar, serta dapat melakukan diskusi rutin dengan teman kelas mengenai materi yang tidak dikuasai. Bagi sekolah memberikan dukungan motivasi dan memberikan program kegiatan yang menunjang proses kegiatan belajar siswa yang menarik dan tidak memberikan tekanan kepada siswa-siswi, sehingga diharapkan siswa dapat belajar dengan rasa semangat yang bertahan hingga pelajaran selesai. Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan saat pengambilan data. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan pengambilan data saat siswa sedang aktif melakukan aktivitas pembelajaran. Serta diharapkan untuk peneliti selanjutnya yang akan melanjutkan penelitian ini untuk mengembangkan variabel lain untuk melihat hubungan yang mempengaruhi regulasi diri dalam belajar pada siswa SMA.
References
- N. F. Shalihah, "Sekolah Tatap Muka, Ini Ketentuan Lengkap PTM Terbatas Januari 2022," Kompas.com, 2021. [Online]. Available: https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/27/060500665/sekolah-tatap-muka-ini-ketentuan-lengkap-ptm-terbatas-januari-2022?page=all. [Accessed: April 7, 2022].
- A. R. Sitoresmi, "Berlaku Mulai Januari 2022, Simak Aturan Terbaru PTM Terbatas Bagi Seluruh Sekolah," Liputan 6, 2021. [Online]. Available: https://hot.liputan6.com/read/4839695/berlaku-mulai-januari-2022-simak-aturan-terbaru-ptm-terbatas-bagi-seluruh-sekolah. [Accessed: April 7, 2022].
- T. T. Wijaya, Z. Ying, and L. Suan, "Gender and Self Regulated Learning During COVID-19 Pandemic in Indonesia," Jurnal Basicedu, vol. 4, no. 3, pp. 725–732, 2020, doi: 10.31004/basicedu.v4i3.422.
- M. D. Pancawati, "Suka Duka Belajar di Rumah," Kompas.id, 2020. [Online]. Available: https://www.kompas.id/baca/riset/2020/03/26/suka-duka-belajar-di-rumah/. [Accessed: March 26, 2022].
- F. H. Harsono, "Survei KPAI: Belajar di Rumah Selama COVID-19 Bikin Anak Stres dan Lelah," Liputan 6, 2020. [Online]. Available: https://www.liputan6.com/health/read/4251622/survei-kpai-belajar-di-rumah-selama-covid-19-bikin-anak-stres-dan-lelah. [Accessed: May 13, 2022].
- Rachmawati, "Cerita Lia Hampir Setahun Belajar Jarak Jauh karena Pandemi, Mengaku Sedih, Kesepian, dan Putus Asa," Kompas.com, 2021. [Online]. Available: https://regional.kompas.com/read/2021/02/19/06560031/cerita-lia-hampir-setahun-belajar-jarak-jauh-karena-pandemi-mengaku-sedih?page=all. Accessed on Feb. 19, 2022.
- K. J. Reddy, K. R. Menon, and A. Thattil, "Academic stress and its sources among university students," Biomedical and Pharmacology Journal, vol. 11, no. 1, pp. 531–537, 2018. DOI: 10.13005/bpj/1404.
- F. O. Wildani Khoiri, F. Rahmah, W. Hastin, and Feliana, "Faktor-faktor yang mempengaruhi stres akademik," in Prosiding Seminar Nasional Magister Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, 2019, pp. 142–149.
- L. Qian and Z. Fuqiang, "Academic Stress, Academic Procrastination and Academic Performance: a Moderated Dual-Mediation Model," Journal on Innovation and Sustainability. RISUS ISSN 2179-3565, vol. 9, no. 2, pp. 38, 2018. DOI: 10.24212/2179-3565.2018v9i2p38-46.
- N. E. Mujahidah, B. Astuti, and L. N. A. Nhung, "Decreasing academic stress through problem-focused coping strategy for junior high school students," Psychology, Evaluation, and Technology in Educational Research, vol. 2, no. 1, pp. 1, 2019. DOI: 10.33292/petier.v2i1.25.
- D. Wulandari, "Hubungan Antara Regulasi Diri Dalam Belajar Dan Stres Akademik Pada Mahasiswa Kedokteran," Skripsi Universitas Islam Yogyakarta, pp. 51, 2018.
- M. Manjula, "Academic stress management: An intervention in pre-university college youth," Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, vol. 42, no. 1, pp. 105–113, 2016.
- M. C. Fuentes, R. García-Ros, F. Pérez-González, and D. Sancerni, "Effects of parenting styles on self-regulated learning and academic stress in Spanish adolescents," Int J Environ Res Public Health, vol. 16, no. 15, 2019. DOI: 10.3390/ijerph16152778.
- R. S. Jansen, A. van Leeuwen, J. Janssen, R. Conijn, and L. Kester, "Supporting learners’ self-regulated learning in Massive Open Online Courses," Comput Educ, vol. 146, no. February 2019, 2020. DOI: 10.1016/j.compedu.2019.103771.
- R. Rahmawati, "Regulasi diri dalam belajar dan stres akademik pada mahasiswa," Skripsi dipublikasikan Universitas Islam Indonesia, pp. 23, 2020.
- S. F. E. Rovers, G. Clarebout, H. H. C. M. Savelberg, A. B. H. de Bruin, and J. J. G. van Merriënboer, "Granularity matters: comparing different ways of measuring self-regulated learning," Metacogn Learn, vol. 14, no. 1, pp. 1–19, 2019. DOI: 10.1007/s11409-019-09188-6.
- D. I. Fajriyah, "Hubungan Self Regulated Learning Dengan Stres Akdemik Pada Siswa SMA Negri 1 Paciran Selama Pembelajaran Daring Di Masa Pandemi Covid-19," no. 1996, pp. 6, 2021.
- A. Kirana and W. Juliartiko, "Self-Regulated Learning Dan Stres Akademik Saat Pembelajaran Daring Di Masa Pandemi Covid-19 Pada Mahasiswa Universitas X Di Jakarta Barat," Jurnal Psikologi, vol. 14, no. 1, pp. 52–61, 2021. DOI: 10.35760/psi.2021.v14i1.3566.
- C. C. Chang, C. Liang, P. N. Chou, and Y. M. Liao, "Using e-portfolio for learning goal setting to facilitate self-regulated learning of high school students," Behaviour and Information Technology, vol. 37, no. 12, pp. 1237–1251, 2018. DOI: 10.1080/0144929X.2018.1496275.
- S. Azwar, Metodologi Penelitian Psikologi, 2nd ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.
- D. C. Sabrina, Khofifah Nur; Syakarofath, Nandy Agustin; Karmiyati, Diah; Widyasari, "Loneliness dan Internalizing Problems Remaja," Psychopolytan, pp. 142–149, 2022.
- Sugiyono, Metode Penelitian & Pengembangan : Research and Development. Bandung: ALFABETA, 2019.
- Taufik, Ifdil, and Z. Ardi, "Kondisi Stres Akademik Siswa SMA Negeri di Kota Padang IICE-Multikarya Kons (Padang-Indonesia) dan IKI-Ikatan Konselor Indonesia-All Rights Reserved Indonesian Institute for Counseling and Education (IICE) Multikarya Kons," Jurnal Konseling dan Pendidikan, vol. 1, no. 2, pp. 143–150, 2013.
- N. Hafifah, E. Widiani, and W. H. Rahayu, "Perbedaan Stres Akademik pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan berdasarkan Jenis Kelamin di Fakultas Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang," Nurs News, vol. 2, no. 3, pp. 220–229, 2017.