Higher Education Method
DOI: 10.21070/ijemd.v21i3.748

The Impact of Emotional Intelligence on Prosocial Behavior among High School Students: A Correlational Study


Dampak Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Prososial di Kalangan Siswa Sekolah Menengah Atas: Sebuah Studi Korelasional

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Emotional Intelligence Prosocial Behavior High School Students Correlation Quantitative Study

Abstract

This study aimed to examine the relationship between emotional intelligence and prosocial behavior among students at SMA Negeri 1 Taman. A quantitative correlational approach was employed, with a sample of 290 students selected using stratified random sampling from the total population of 1,118 students. Data collection involved psychological scales, and Spearman's rho was used for data analysis. The results revealed a significant correlation (p < 0.05) between emotional intelligence and prosocial behavior among the students, with a correlation coefficient of 0.951, indicating a strong positive correlation. The majority of students demonstrated high levels of both emotional intelligence (57.6%) and prosocial behavior (60.3%). These findings suggest that an increase in emotional intelligence positively influences prosocial behavior, while a decrease in emotional intelligence leads to a decline in prosocial behavior. The implications of this research provide a basis for understanding students' emotional intelligence and prosocial behavior levels, allowing for interventions to enhance emotional intelligence and maximize prosocial behavior. Future studies should consider increasing the sample size and exploring additional factors, such as mood, genetic factors, situational influences, and personality, which may impact prosocial behavior.

Highlight:

  • Significant correlation: The study establishes a significant correlation between emotional intelligence and prosocial behavior among high school students, indicating a strong positive relationship.

  • Impact of emotional intelligence: Higher levels of emotional intelligence contribute to an increase in prosocial behavior, while a decrease in emotional intelligence leads to a decline in prosocial behavior.

  • Implications for intervention: The findings provide a basis for developing interventions to enhance students' emotional intelligence and maximize their prosocial behavior. Strategies such as organizing study groups and fostering empathy towards the environment can be implemented to improve emotional intelligence.

keyword: Emotional Intelligence, Prosocial Behavior, High School Students, Correlation, Quantitative Study

Pendahuluan

Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk yang memiliki sifat individual, sosial, dan spiritual. Sifat sosial manusia menunjukkan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan orang lain.Manusia membentuk kelompok dan komunitas untuk memenuhi kebutuhan sosial dan untuk mendapatkan dukungan dalam kehidupan. Fakta tersebut selaras dengan yang ditegaskan Faturochman bahwa meskipun seseorang memiliki kemandirian yang tinggi, pada akhirnya setiap orang akan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya[1]. Pernytaan yang hampir sama disampaikan Magfiroh dan Suwanda bahwa secara sosial manusia hidup dalam kelompok dan berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup.[2]. Manusia membutuhkan kebersamaan dan interaksi sosial untuk memperoleh dukungan, mencari nafkah, mencapai tujuan hidup, dan mengembangkan diri. Selain itu, kebersamaan dan interaksi sosial juga membantu manusia untuk membentuk identitas, nilai-nilai, dan norma-norma sosial yang diadopsi oleh kelompoknya.

Selaku makhluk sosial manusia cenderung membentuk hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia di sekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap tolong-menolong sangat penting untuk memperkuat dan memperluas jaringan sosial yang dimiliki manusia. Menolong dilakukan secara sukarela, yaitu tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain, serta tidak berorientasi mencari keuntungan pribadi dan seringkali membawa risiko tertentu yang diistilahkan sebagai perilaku prososial [3]. Perilaku-prososial, seperti tolong-menolong, belakangan ini menjadi semakin menurun. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti perubahan nilai-nilai sosial yang lebih individualistik, peningkatan urbanisasi yang mengurangi rasa solidaritas di antara individu, dan meningkatnya teknologi dan media sosial yang menyebabkan kita semakin terisolasi dari hubungan sosial langsung.

Menurut Wrightsman dan Deaux, perilaku prososial adalah tindakan sukarela yang dilakukan oleh seseorang untuk membantu atau memperbaiki kondisi orang lain atau kelompok, tanpa memikirkan keuntungan pribadi atau imbalan yang diharapkan. Perilaku-prososial juga melibatkan empati, yaitu kemampuan untuk merasakan perasaan orang lain dan memahami situasi yang mereka hadapi[4]. Perilaku sosial timbul dalam kontak social [5].

Menurut Carlo dan Randall aspek-aspek prososial, yakni, altruism, complaint, emotional, public, anonymous, dan dire [6]. Brigham Menyebutkan bentuk-bentuk perilaku prososial yaitu altruism, murah hati, sukarela, dermawan, bersahabat, bekerjasma, menyelamatkan orang lain, berkorban, dan berbagi perasaan [7]. Sementara itu, Eisenberg dan Mussen aspek perilaku prososial meliputi berbagi, kerjasama, menyumbang, menolong, kejujuran dan kedermawanan [8].

Solihat dkk pada penelitiannya yang berjudul “Gambaran Perilaku Prososial Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Cimahi” membuktikan bahwa perilaku prososial siswa SMP Negeri 1 Cimahi berkategori tinggi khususnya pada aspek membantu, dermawan, aerta kerjasama yang prosentasenya di atas 48% [9]. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jauhari dengan judul “Gambaran Perilaku Prososial Remaja pada Siswa MTs” yang membuktika bahwa sebagian besar siswa MTs Albidayah kelas XI berada pada ketegori sedang [10]. Sedangkan penelitian Wicaksono dengan judul “Hubungan antara Konsep Diri dengan Perilaku Prososial pada Siswa SMAN 3 Salatiga” menunjukkan bahwa perilaku prososial pada siswa di SMA Negeri 3 Salatiga mempunyai kecenderungan rendah [11]. Hasil tersebut ditunjukkan oleh jumlah siswa yang mayoritas memiliki prososial rendah, yakni sebesar 51%. Sementara itu, rata-rata tingkat prososial yaitu 64,46 yang mayoritas berkategori rendah. Dari beberapa temuan penelitian terdahulu tersebut, diasumsikan bahwa siswa remaja masih belum memiliki sikap prososial yang tinggi, bahkan cenderung rendah.

Perilaku prososial penting untuk dijaga dan dipertahankan [12]. Sebab, perilaku prososial pada diri seseorang bisa luntur [13]. Banyak hal yang menyebabkan penurunan perilaku prososial pada diri seseorang. Salah satu faktor tersebut adalah hilangnya kemampuan dalam berempati. Empati adalah suatu memposisikan diri pada kondisi atau keadaan sesorang. Hilangnya empati ini merupakan indikasi rendahnya kecerdasan emosional seseorang. Penelitian Milfayetty, dan Siregar menyatakan bahwa kecerdasan emosil berhubungan dengan perilaku prososial [14]. Demikian juga penelitian Noya yang menyebutkan bahwa orang dengan empati yang lebih rendah, cenderung lebih kecil memiliki kemungkinan untuk menolong orang lain [15].

Banyak hal yang menyebabkan penurunan perilaku prososial pada diri seseorang. Salah satu faktor tersebut adalah hilangnya kemampuan dalam berempati. Empati adalah suatu memposisikan diri pada kondisi atau keadaan sesorang. Hilangnya empati ini merupakan indikasi rendahnya kecerdasan emosional seseorang. Rendahnya empati yang merupakan cerminan dari rendahnya kecerdasan emosional ini dialami oleh sebagian siswa di SMP Negeri 1 Taman. Berdasarkan wawancara dengan guru BK di SMP Negeri 1 Taman, seringkali ditemukan adanya siswa yang kurang peduli dengan lingkungan sekitar. siswa cenderung memperhatikan kepentingan sendiri dan rasa kepedulian terhadap teman berkurang. Kerjasama antara satu siswa dengan siswa yang lain sudah jarang dilakukan. Peran teman sudah tergantikan oleh teknologi Iinformasi Teknilogi (IT) dan aplikasi yang canggih. Hal tersebut mencerminkan rendahnya kecerdasan emosional yang dimiliki oleh para siswa tersebut.

Menurut Khoerunnisa dan Zain, kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk memahami, mengenali, mengelola, dan mengekspresikan emosi secara sehat dan produktif. Kecerdasan emosional juga melibatkan kemampuan untuk memahami perasaan orang lain dan berinteraksi dengan mereka dengan cara yang efektif.[16]. Kecerdasan emosional sesungguhnya bisa dipuyakan agar dapat meningkat melalui berlatih emosi dengan mencoba dan meralat, menirukan, mengadopsi/mengidentifikasikan, menkkondisikan serta melalui training. Kecedasan emosional merupaan hal yang sangat utma yang mesti dimiliki oleh semua orang, supaya seseornag mampu melakukan kontrol diri secara memadai, apalagi emosi-emosi negatif yang kemungkinan dapat mengancam diri atau juga pihak lain. Selain itu, kecerdasan emosinal memberikan pengaruh kepada kesuksesan seseorang di masa depan. Seseorang yang tidak mempunyai kecerdasan emosional tidak mampu mengendalikan dan mengontrol emosinya dengan baik [17]. Kecerdasan emosi berhubungan dengan kemampuan dalam mengatur emosi dalam menjalankan setiap tugas dan mengatasi berbagai persoalan [18].

Menurut Goleman kecerdasan emosional menyumbangkan 20 persen kesuksesan seseorang [19]. Penegasan tentang keberhasilan bukanlah mengenai suatu value tertentu, atau prestasi tertentu, bukan pula apreesiasi yang didapat atas suatu kemenangan. Makna dari keberhasilan di sini Keberhasilan yaitu mengenai upaya dan cara seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan perilaku yang ditunjukkan saat bergaul dengan pihak lain.

Kecerdasan emosional berpijak pada relasi antara perasaan, watak, dan naluri moral yang meliputi kemampuan mengontrol dirinya, ulet dan tekum, beradaptasi, mengatasi permasalahan pribadi, mengontrol rasa marah serta mendorong motivasi dirinya sendiri [20]. Aspek kecerdasan emosional yang menurut Goleman terdiri atas mengenali emosi diri, melakukan pengelolaan emosi, mendorong motivasi, melakukan pengendalian emosi, dan membina hubungan [21]. Kecerdasan emosional selalu mendapatkan pengaruh dari lingkungan, tidak bersifat menetap dan dapat berubah-ubah setiap saat [22].

Wilson dan Petruska menyatakan bahwa individu yang cenderung tinggi dalam bertindak prososial, umumnya berkarakteristik kepribadian di antaranya yaitu mempunyai kecerdasan emosinal [23]. Faktor yang mampu memberikan pengaruh lahirnya perilaku prososial yaitu salat satunya kecerdasan emosi yang ada pada diri seseorang. Fakta tersebut selaras dengan kesimpulan penelitian Sembiring, Milfayetty, dan Siregar bahwa terdapat hubungan nyata antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial [14]. Hasil tersebut diperkuat oleh penelitian Arifah yang menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi memberikan pengaruh kepada perilaku prososial individu. Kecerdasan emosi memiliki dampak terhadap kemampuan memecahkan masalah secara baik dan mampu mendrong upaya medorng kemampuan adaptasi dengan lingkungannya secara maksimal [24]. Sementara itu, rendahnya kecerdasan emosional akan membuat kacau jiwa yang membuat salah satunya depresi [25].

Berdasarkan kajian teori di atas dan masalah prososial siswa di SMA Negeri 1 Taman mendorong peneliti untuk melakukan kajian lebih dalam dengan tema Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Prososial Siswa Sekolah SMA Negeri1 Taman. Berdasar hal yang melatarbelakangi masalah penelitian, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial siswa sekolah SMA Negeri 1 Taman.

Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Adapun jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian korelasi. Variabel independen penelitian ini adalah kecerdasan emosional, sementara variabel dependen penelitian ini yaitu perilaku prososial. Kecerdasan emosional diukur dengan Skala Kecerdasan Emosional yang disusun Goleman: melakukan pengenalan emosi diri, melakukan pengelolaan emosi, menorong motivasi, mengendalikan emosi, dan melakukan pembinaan hubungan [21]. Adapun indikator perilaku prososial dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Myers, [26]: berbagi, bekerjasama, menolong, bertindak jujur, dan memberi atau menyumbang. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah keseluruhan peserta didik SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo yang berjumlah 1.118 siswa.

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan Tabel Krejcie yang diperoleh sampel sebanyak 290 sampel. Teknik sampling dalam penelitian ini yaitu stratified random sampling. Instrument penelitian ini adalah berupa kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Mengacu pada output uji validitas bisa diketahui bahwa dari 30 butir pernyataan pada skala kecerdasan emosional terdapat tiga butir pernyataan yang tidak valid sehingga harus dieliminasi dan hanya 27 butir pernyataan yang digunakan dalam skala Kecerdasasn emosional penelitian ini. Sementara dari 24 butir pernyataan pada skala Perilaku prososial terdapat dua butir pernyataan yang tidak valid sehingga harus dieliminasi dan hanya 22 butir pernyataan yang digunakan dalam skala Perilaku Prososial penelitian ini.

Adapun hasil uji reliabilitas bisa diketahui bahwa nilai Cronbach’s Alpha skala Kecerdasan Emosional sebesar 0,971 sedangkan nilai Cronbach’s Alpha skala Perilaku Prososial sebesar 0,927. Nilai Cronbach’s Alpha kedua skala tersebut lebih tinggi dibandingkan nilai 0,6 sehingga bisa disebut skala yang dipakai reliabel. Analisis data yang digunakan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial adalah dengan menggunakan uji Spearman’s rho [27].

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian

Gambaran subjek penelitian

Figure 1.Karakteristik Responden

Mayoritas responden riset ini yaitu berjenis kelamin laki-laki (41,4%). Mayoritas responden merupakan siswa kelas X dan Kelas XI yang masing-masing berjumlah 97 orang (33,4%). Usia responden mayoritas berusia 17 tahun yang berjumlah 35,9%. Agama mayoritas responden adalah Islam dengan jumlah 95,5%.

1. Uji asumsi

Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebig dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Apabila dalam uji tersebut dinyatakan lolos maka uji korelasi mengunakan statistik parametrik yakni pearson correlation. Apabila hasilnya dinyatakan tidak lolos maka uji korelasinya mempergunakan statistik non parametrik yakni rho-spearman.

Uji normalitas penelitian ini mengunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan hasil sebagaimana tabel di bawah ini:

Variabel Asymp.sig
Kecerdasan emosional 0,000
Perilaku prososial 0,000
Table 1.Hasil Uji Normalitas

Nilai Asymp sig. kecerdasan emosional dan perilaku prososial dan adalah 0,000 yang lebih kecil dari 0, oleh karenya hasilnya data penyebaranya tidak normal.

Berikut ini merupakan hasil uji linieritas:

Figure 2.Hasil Uji Linieritas

Nilai sig. Linierity 0,000 < 0,05, dengan demikian data dalam penelitian ini antara kecerdasan emosional dan perilaku prososial linier.

2. Uji hipotesis

Setelah mendapat data hasil uji asumsi, kemudian peneliti menguji hipotesis hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial. Uji hipotesis menggunakan uji non-parametrik dengan Spearman’s Rho karena dalam uji normalitas tidak terdistribusi normal maka dalam uji korelasi menggunakan non parametrik rho spearman yang hasilnya ditampilkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Uji Hipotesis

Variabel Correlation Coefficient Signifikansi
Kecerdasan emosional 0,951 0,000
Perilaku prososial 0,951 0,000
Table 2.

Nilai signifikasi koefisien Spearman’s rho sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05, dengan demikian, hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara kecerdasan emosional dan perilaku prososial diterima. Correlation coeficient (koefisien korelasi) sebesar nilai 0,951, yang bermakna bahwa arah korelasi dua variabel positif. Nilai korelasi antara perilaku prososial dengan kecerdasan emosional berkategori yang sangat kuat.

3. Kategori variabel

Kategori Kecerdasan Emosional Perilaku Prososial
Jumlah Presentase Jumlah Presentase
Rendah 12 4,1% 15 5,2%
Sedang 111 38,3% 100 34,5%
Tinggi 167 57,6%% 175 60,3%
Total 290 100,0 % 290 100%
Table 3.Kategori Kecerdasan Emosional dan Perilaku Prososial

Kecerdasan emosional siswa terdapat 3 kategori yakni rendah, sedang dan tinggi. Tiap-tiap kategori yaitu 4,1% rendah, 38,3% sedang, dan 57,6% tinggi. Sementara perilaku prososial mahasiswa meliputi tiga kategori yakni rendah, sedang, dan tinggi. Tiap-tiap kategori yaitu 5,2% rendah, 34,5% sedang, dan 60,3% tinggi.

Pembahasan

Berpijak pada pengujian statistik Spearmans Rho didapatkan nilai signifikansi (2-tailed) 0,000 yang lebih kecil dibandingkan nilai α sebesar 0,05. Oleh karenanya, dapat ditegaskan, ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial siswa SMA Negeri 1 Taman. Naik turunnya kecerdasan emosional disertai oleh naik turunnya perilaku prososial. Apabila siswa mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi maka perilaku prososial akan meningkat. Demikian pula sebaliknya, apabila siswa dengan kecerdasan emosional yang rendah akan mendorong perilaku prososial turun.

Perilaku sosial adalah perilaku yang direncanakan maupun spontan yang mempunyai konsekuensi positif melalui upaya memberikan pertolongan kepada orang lain dengan cara materi atau psikologis untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan orang lain. Permasalahan siswa SMA terkait dengan perilaku prososial yang mengalami penurunan sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sembiring, Milfayetty, dan Siregar terdapat korelasi yang nyata antara kecerdasan emosil dengan perilaku prososial [14]. Hasil tersebut diperkuat oleh penelitian Arifah bahwa kecerdasan emosional memberikan pengaruh kepadda perilaku prososial [24]. Kecerdasan emosional yang tinggi akan diikut oleh rendahnya kompetensi interpersonal.

Dampak kecerdasan emosi terhadap sikap prososial yaitu jika seseorang memiliki empati yang tinggi maka orang tersebut ringan dalam memberikan pertolongan atau melakukan perilaku prososial. Akan tetapi, orang yang mempunyai empati yang rendah, lebih berat untuk memberikan pertolongan kepada orang lain [15].

Menurut Goleman, siswa yang dengan kecerdasan emosional yang tinggi biasanya mengenali emosi diri sendiri. Misalnya ketika siswa mendapatkan nilai yang kurang memuaskan meskipun sudah berusaha, maka siswa tersebut akan memperlihatkan ekspresi kecewa [21]. Sehingga saat siswa tersebut melihat temannya atau orang-orang di sekitarnya mengekspresikan emosi kecewa maka siswa tersebut memahami emosi orang tersebut dan mampu berbagi perasaan hingga bersedia menolong orang tersebut jika mampu.

Goleman menyatakan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi biasanya mengelola emosi diri [21]. Misalnya ketika siswa merasa sedih, siswa tersebut masih mampu mengelola emosinya dengan baik sehingga tidak sampai memukul-mukul benda di sekitarnya hingga melukai diri sendiri. Hal ini menyebabkan jika siswa tersebut berhadapan dengan orang yang butuh pertolongan maka siswa tersebut akan membantu agar orang tersebut tidak merasa sedih seperti yang dia rasakan sebelumnya. Menurut Goleman, siswa dengan kecerdasan emosional yang tinggi biasanya mampu memotivasi diri sendiri [21]. Misalnya pada saat siswa tersebut lelah mengerjakan tugas, siswa tersebut mampu memotivasi diri agar dapat segera menyelesaikan tugas tersebut. Hal ini akan berdampak pada kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Contohnya pada saat ada tugas kelompok, siswa tersebut mampu memotivasi dirinya dan anggota kelompoknya agar segera menyelesaikan tugas tersebut dengan baik.

Menurut Goleman, siswa yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi biasanya bisa mengontrol emosinya. Siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan mampu peka terhadap orang lain dan mampu mendengar masalah orang lain dengan baik [21]. Ketika siswa tersebut mampu memahami perasaan orang tersebut, maka siswa tersebut akan berbagi perasaan hingga menolong jika diperlukan dan mampu. Goleman, menyatakan siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi biasanya mampu membina hubungan dengan baik. Siswa tersebut akan mampu bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik [21]. Hal ini akan membuat siswa tersebut mampu melakukan kegiatan bersama orang lain dan mampu mempertimbangkan pendapat orang lain guna mencapai tujuan bersama.

Hasil penelitian ini menyatakan ada 12 orang (4,1%) dengan kecerdasan emosional rendah. Sedangkan responden yang memiliki kecerdasan emosional sedang terdapat 111 orang (38,3%). Sementara responden yang memiliki kecerdasan emosional tinggi terdapat 167 orang (57,6%). Jumlah responden yang mempunyai kecerdasan emosional berkategori tinggi lebih besar daripada jumlah responden yang kecerdasan emosionalnya sedang maupun rendah. Hasil itu menegaskan bahwa siswa dalam riset ini mayoritas memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada 15 orang (5,2%) dengan perilaku prososial rendah dari keseluruhan jumlah sampel. Sedangkan responden yang berkategori perilaku prososial sedang ada 100 orang (34,5%), dan tinggi 175 orang (60,3%). Jumlah perilaku prososial yang berkategori baik lebih besar daripada jumlah perilaku prososial yang sedang dan rendah. Hasil itu menegaskan bahwa sebagian besar siswa dalam penelitian ini cenderung mempunyai perilaku prososial baik.

Penelitian ini mempunyai sejumlah keterbatasan, salah satunya dalam hal tenaga dan waktu yang menyebabkab peneltian in kurang maksimal. Penelitian ini hanya meneliti satu variabel bebas, yaitu, kecerdasan emosional. Selain itu, dalam pengumpulan data, informasi yang disampaikan responden lewat angket kadang-kadang kurang menunjukkan opini responden yang sesungguhnya, hal ini bisa terjadi dikarenanan adanya perbedaan pemikiran, asumsi dan persepsi yang tiadak sama antar responden, dan juga adanya faktor lain seperti kejujuran dalam mengisi kuesioner.

Simpulan

Sesuai dengan paparan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososialpada siswa SMA Negeri 1 Taman. Kecerdasan emosional mahasiswa yang tinggi akan memberikan dampak pada peningkatan perilaku prososial, demikian juga dengan an kecerdasan emosional yang menurun akan menyebabkan perilaku prososial yang meningkat. Kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 1 Taman tergolong tinggi, begitu pula dengan perilaku prososial siswa SMA Negeri 1 Taman tergolong tinggi.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pengetahuan siswa dalam mengukur taraf kecerdasan emosional yang ada pada siswa serta perilaku prososialnya, sebab perilaku prososial masih berkategori sedang, oleh karenanya dapat dibuat sebagai referensi dalam memperbaki kecerdasan emosional supaya dapat memaksimalkan perilaku prososialtersebut. Hasil penelitian ini dapat diadikan pedoman atau dasar bagi usaha dalam memperbaiki kecerdasan emosional siswa dan perilaku prososialnya sebab masih ada aspek kecerdasan emosional yang masuk dalam kategori sedang, dengan demikian ada kemungkinan bisa turun karena sejumlah faktor. Dalam upaya memperbaiki kecerdasan emosional bisa dilakukan melalui cara menyelenggarakan kelompok belajar, membuat siswa lebih berempati terhadap lingkungan sekitar, dan lain-lain. Karena jumlah sampel penelitian yang masih terbatas, maka di rekomendasikan untuk penelitan selanjutnya supaya memperbesar jumlah sampel agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Di samping itu, penelitian ini hanya menggunakan satu variabel independen, yaitu kecerdasan emosional, sementara masih terdapat sejumlah variabel lain yang diduga mempengaruhi perilaku prososial seperti suasana hati, faktor genetik, situasi, kepribadian, dan lain sebagainya.

References

  1. H. Niva, “Penerapan Pendekatan Cinematherapy untuk Meningkatkan Perilaku Prososial pada Siswa Bosowa International School Makassar,” J. Psikol. Pendidik. Konseling, vol. 2, no. 1, pp. 41–48, 2016.
  2. R. L. Maghfiroh, “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Prososial Siswa di SMP Negeri 2 Sidoarjo,” Kaji. Moral Dan Kewarganegaraan, vol. 5, no. 01, 2017.
  3. M. A. Hogg and G. M. Vaughan, Social Psychology, 7th ed. Harlow: Harlow: Pearson Education Limited, 2014.
  4. I. P. Nuralifah and R. Rohmatun, “Perilaku Prososial pada Siswa SMP Islam Plus Assalamah Ungaran Semarang Ditinjau dari Empati dan Dukungan Sosial Teman Sebaya,” Proyeksi J. Psikol., vol. 10, no. 1, pp. 7–9, 2018.
  5. G. Y. Asih and M. M. S. Pratiwi, “Perilaku Prososial Ditinjau Dari Empati Dan Kematangan Emosi,” J. Psikol. Univ. Muria Kudus, vol. I, no. 1, pp. 33–42, 2010, [Online]. Available: http://eprints.umk.ac.id/268/1/33_-_42.PDF.
  6. J. Aridhona, “Hubungan Perilaku Prososial dan Religiusitas dengan Moral pada Remaja,” Konselor, vol. 7, no. 1, pp. 21–25, 2018.
  7. C. D. Selomo, S. Suryanto, and D. Evita Santi, “Perilaku Prososial Ditinjau Dari Pengaruh Teman Sebaya Dengan Empati Sebagai Variabel Antara Pada Generasi Z,” Briliant J. Ris. dan Konseptual, vol. 5, no. 4, p. 646, 2020, doi: 10.28926/briliant.v5i4.510.
  8. J. A. E. Lomboan, “Perbedaan Perilaku Prososial Ditinjau Dari Jenis Kelamin,” J. Psikol. Perseptual, vol. 4, no. 2, p. 80, 2020, doi: 10.24176/perseptual.v4i2.3393.
  9. A. Solihat, E. E. Rohaeti, and T. Alawiyah “Gambaran Perilaku Prososial Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Cimahi,” Fokus vol. 4, no. 3, p. 241-249, 2021, doi: https://doi.org/10.22460/fokus.v4i3.6318.
  10. D. R. Jauhari, “Gambaran Perilaku Prososial Remaja pada Siswa MTs,” Quanta, vol. 2, no. 2, p. 67-74, 2018, doi: 10.22460/Q.V2i1p21-30.642.
  11. H. W. Wicaksono, “Hubungan antara Konsep Diri dengan Perilaku Prososial pada Siswa SMAN 3 Salatiga,” Tugas Akhir, Universitas Kristen Satya Wacana, 2020, https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/25871/2/T1_802014085_Full%20text.pdf.
  12. E. Megawati and Y. K. Herdiyanto, “Hubungan antara Perilaku Prososial dengan Psychological Well-Being pada Remaja,” J. Psikol. Udayana, vol. 3, no. 1, pp. 132–141, 2016, doi: 10.24843/jpu.2016.v03.i01.p13.
  13. S. Salihin, A. I. D. Putra, and N. N. Siregar, “Perilaku Prososial Ditinjau dari Rasa Syukur pada Persaudaraan Muda-Mudi Vihara Borobudur (PMVB) Medan,” Insight J. Pemikir. dan Penelit. Psikol., vol. 16, no. 1, p. 159, 2020, doi: 10.32528/ins.v16i1.1989.
  14. M. Sembiring, S. Milfayetty, and N. I. Siregar, “Hubungan Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual dengan Perilaku Prososial Mahasiswa Calon Katekis,” Anal. J. Magister Psikol. UMA, vol. 7, no. 1, pp. 1–11, 2015.
  15. A. Noya, “Hubungan Kecerdasan Emosi dan Perilaku Prososial Siswa di SMA Negeri 9 Halmahera Selatan,” Ciencias J. Penelit. dan Pengemb. Pendidik., vol. 2, no. 1, pp. 28–34, 2019.
  16. K. Khoerunnisa and N. Zain, “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Intensi Berwirausaha padaSsiswa SMK Negeri 44 Jakarta,” J. Pendidik. Ekon. Dan Bisnis, vol. 2, no. 1, 2014.
  17. F. Fauziah, “Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Semester Ii Bimbingan Konseling UIN Ar-Raniry,” J. EDUKASI J. Bimbing. Konseling, vol. 1, no. 1, p. 90, 2015, doi: 10.22373/je.v1i1.320.
  18. N. M. W. I. Artha and S. Supriyadi, “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Self Efficacy dalam Pemecahan Masalah Penyesuaian Diri Remaja Awal,” J. Psikol. Udayana, vol. 1, no. 1, pp. 190–202, 2013, doi: 10.24843/jpu.2013.v01.i01.p19.
  19. Solechan and Z. Zidan, “Pengembangan Kecerdasan Emosional di SMA Primaganda Bulurejo Diwek Jombang,” Ilmuna, vol. 1, no. 2, pp. 43–64, 2019.
  20. F. Daud, “Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo,” J. Pendidik. dan Pembelajaran, vol. 19, no. 2, pp. 243–255, 2012.
  21. R. Lubis and K. Khadijah, “Permainan Tradisional Sebagai Pengembangan Kecerdasan Emosi Anak,” Al-Athfal J. Pendidik. Anak, vol. 4, no. 2, pp. 177–186, 2018.
  22. Wulandari, Burhanuddin, and N. Mustari, “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Pegawai di Kantor Kecamatan Sape Kabupaten Bima,” J. Unismuh, vol. 2, no. 1, pp. 140–155, 2021, [Online]. Available: https://journal.unismuh.ac.id/index.php/kimap/article/download/3774/3385#:~:text=Kecerdasan emosional memiliki lima komponen,motivasi%2C empati dan keterampilan sosial.
  23. T. Dayakisni and Hudaniah, Psikologi Sosial. Malang: UMM Press, 2012.
  24. A. U. N. Arifah and S. Nurina, “Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Perilaku Prososial pada Remaja,” Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018.
  25. D. J. Smith and D. H. R. Blackwood, “Depression in Young Adults,” Adv. Psychiatr. Treat., vol. 10, no. 1, pp. 4–12, 2004, doi: DOI: 10.1192/apt.10.1.4.
  26. S. W. Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
  27. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alphabet, 2019.