Elementary Education Method
DOI: 10.21070/ijemd.v22i.744

Problem Based Learning (PBL) Model on Grade 5 Science Learning Outcomes in Elementary Schools: Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas 5 di Sekolah Dasar

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Learning Outcome PBL

Abstract

This study aims to determine the learning outcomes before and after the application of the Problem Based Learning (PBL) model and to determaine the effect of the Problem Based Learning (PBL) model on the cognitive learning outcomes of fifth grade science at SDN Candinegoro. The research method used is quantitative with the type of pre-experimental research and the design uses a one-grup pretest posttest design. The population of this study were all 32 grade students of SDN Candinegoro. The sample was taken using saturated sampling. Data collection techniques used in the form of tests and research instruments in the form of pretest and posttest sheets. The results showed that (1) learning outcomes before the application of the PBL model obtained an average of 39 with low achievement categories, learning outcomes after the application of PBL obtained an average of 81 with very high categories, (2) The results of the N-Gain calculation before an after the application of the model show a moderate effect, then the percentage classically the acquisition of N-Gain of 0,71% gets the medium category.

Pendahuluan

IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah seperti yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Pada jenjang Sekolah Dasar pelajaran IPA harus mampu membekali siswa dengan keterampilan dan kompetesi yang berbeda, yang mencakup nilai pengenalan diri, lingkungan, dan tantangan masa depan yang akan dihadapi. Jadi dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pelajaran yang berkaitan dengan alam semesta beserta isinya [1]. Tujuan dari pembelajaran IPA yakni untuk meningkatkan hasil belajar kognitif tingkat tingginya dengan cara merumuskan permasalahan dan mencari solusi dari permasalahan tersebut melalui fenomena alam yang mereka jumpai di sekitarnya.

Kemampuan berpikir kognitif siswa memiliki enam indikator penting yang dikenal dengan istilah mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6) [2]. Dari keenam indikator tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain. Siswa dikatakan berhasil dalam aspek kognitif, jika mampu menguasai keenam indikator aspek kognitif tersebut. Tujuan aspek kognitif berorientasi pada hasil belajar siswa yang mencakup kemampuan mengingat siswa hingga kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dengan materi yang dipelajari. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa terutama dalam pembelajaran IPA[3].

Salah satu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya melibatkan siswa dalam merumuskan masalah kemudian memecahkan masalah dari sebuah fenomena yang ada di sekitarnya adalah model Problem Based Learning (PBL). Model PBLmerupakan alternatif model pembelajaran yang menggunakan fenomena nyata sebagai stimulus untuk kemampuan pemecahan masalah siswa dalam memahami materi pembelajaran dan merupakan Salah satu model pembelajaran yang melibatkan penggunaan aspek kognitif siswa [4]. Maka dapat dijelaskan bahwa Model PBL yaitu model pembelajaran yang berfokus untuk mencari dan menyelesaikan permasalahan pada suatu fenomena yang di dalamnya ada aktivitas observasi kecil dan percobaan yang dilakukan oleh siswa saat kegiatan pembelajaran. Pembelajaran berbasis masalah ini termasuk salah satu pembelajaran yang kreatif pada konsep dengan adanya suatu aktivitas kegiatan penyelesaian masalah yang bersifat nyata yang dilakukan secara berkelompok Dalam hal ini siswa dituntut aktif dan terlibat pada setiap proses pembelajaran [5].

Berdasarkan hasil tes yang diambil dari kelima indikator ranah kognitif pembelajaran IPA yang dilakukan pada 10 siswa kelas V di SDN Candinegoro diperoleh persentase ketidaktuntasan siswa dalam mengerjakan soal pada keenam indikator ranah kognitif yang meliputi mengingat (C1) 20%, memahami (C2) 30%, mengaplikasikan (C3) 20%, menganalisis (C4) 70%, mengevaluasi (C5) 70%, dan mencipta (C6) 0%. Karena pada indikator C4 dan C5 masih banyak siswa yang belum tuntas. Jadi peneliti perbaiki indikator yang masih rendah terlebih dahulu sebelum lanjut pada indikator berikutnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa 70% siswa tidak tuntas dalam menjawab soal indikator ranah kognitif C4 dan C5 dengan benar. Hal ini terbukti pada saat siswa mengalami kebingungan dan kesusahan pada saat mengerjakan soal-soal yang diberikan. Ketidaktuntasan siswa dalam mengerjakan soal dikatakan rendah, karena belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni 80. Dari kedua indikator tersebut berhubungan dengan kurangnya guru dalam memberikan pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Dari permasalahan yang saya temukan di SDN Candinegoro pada kelas V menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran di kelas masih belum ada upaya untuk melibatkan siswa melalui kegiatan ilmiah, siswa dapat memecahkan masalah melalui kegiatan menganalisis dan mengevaluasi pada pembelajaran IPA. Dengan demikian peran guru sangat dibutuhkan untuk menentukan upaya-upaya dalam pembelajaran siswa dan harus mengkondisikan siswa pada saat pembelajaran berlangsung agar dapat meningkatkan dan mengembangkan hasil belajar siswa. Dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, maka dapat dengan mudah mengolah informasi yang diberikan dengan cepat dan tepat [6].

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen untuk mengetahui adanya pengaruh dari model PBL terhadap hasil belajar IPA kelas V di SDN Candinegoro. Jenis penelitian yang digunakan adalah Pre-Eksperimental Design dengan menggunakan desain One grup pretest-posttest design. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu kelas atau satu kelompok subjek, yang mana pada satu kelompok subjek tersebut akan diberikan suatu kegiatan berupa pretest yang dilakukan siswa sebelum diberikan suatu perlakuan, sedangkan posttest diberikan pada siswa sesudah diberikan suatu perlakuan. Kemudian variabel penelitian ini ada dua yaitu, bebas (Independen) dan terikat (Dependen) variabel Independen adalah model Problem Based Learning (PBL) dan variabel dependen adalah hasil belajar [7].

Adapun populasi penelitian yang digunakan adalah selurih kelas V SDN Candinegoro yang berjumlah 32 siswa. Sampel pada penelitian ini menggunakan sampling jenuh dimana semua anggota populasi akan dipilih seluruhnya untuk dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Tes ini dibagi menjadi dua yaitu pretest dan posttest. Pretest dilakukan sebelum diberikan perlakuan kepada siswa untuk mengukur kemampuan awal yang dimilikinya, Posttest diberikan kepada siswa setelah adanya perlakuan berupa model PBL. Dalam melakukan tes tersebut siswa diberikan 20 soal pilihan ganda yang memuat indikator ranah kognitif mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), dan mengevaluasi (C5).

Validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus pearson product moment untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen yang digunakan dan Reliablilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus alpha Cronbach untuk mengetahui reliabel atau tidak reliabel instrumen yang digunakan. Teknik analisis data yang digunakan hasil persentase hasil belajar siswa tiap level kognitif yang mengalami peningkatan dan memenuhi ketercapaian hasil belajar. Untuk menganalisis adanya pengaruh model PBL terhadap hasil belajar menggunakan rumus N-Gain dengan melihat hasil kategori indeks N-Gain.

Hasil dan Pembahasan

Hasil belajar IPA sebelum dan sesudah penerapan model PBL

Hasil belajar adalah keterampilan siswa yang merupakan hasil dari kegiatan belajar yang dapat dilihat dari perilaku dan penampilan siswa. hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa dari kegiatan belajar, guna untuk memperoleh pengalaman baru yang akan menentukan keberhasilan siswa dalam menerima materi yang telah diajarkan. Untuk mengetahui keberhasilan siswa selama proses pembelajaran yang dapat dilihat dari tingkat keberhasilan siswa yang ditandai dengan skala penilaian berupa angka, huruf, atau kalimat yang dapat mencerminkan kualitas kemampuan individu dalam proses pembelajaran. Dengan cara membandingkan perilaku siswa sebelum dan sesudah melaksanakan proses belajar yang dapat dilihat dari seberapa besar hasil belajar yang sudah dicapai oleh siswa [8].

Seseorang yang telah melakukan proses belajar akan terlihat dari perubahan salah satu aspek. Dalam Taksonomi Bloom mengelompokkan tujuan pembelajaran ke dalam tiga ranah yaitu : 1) Ranah kognitif, 2) Ranah afektif, dan 3) Ranah Psikomotor. Ketiga ranah tersebut, ranah kognitif menjadi salah satu ranah terpenting dalam perkembangan seseorang. Perkembangan kognitif seseorang menggambarkan tingkat kemampuan berfikir seseorang. Kognitif diartikan sebagai pengetahuan yang luas, karena aktivitas belajar berhubungan dengan masalah berfikir yang nantinya akan berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang dalam belajar [9]. Hasil belajar ranah kognitif yang dikemukakan oleh Bloom ysng telah direvisi [2] yakni : mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menanalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6).

Setelah dilakukan tes hasil belajar indikator ranah kognitif C1 sampai dengan C5 yang masih rendah mengalami peningkatan yang berbeda-beda. Sebelum diterapkannya model PBL diketahui banyaknya siswa yang menjawab salah pada indikator hasil belajar level kognitif dengan hasil nilai rata-rata yang rendah. Hasil belajar sebelum penerapan model PBL menunjukkan nilai rata-rata indikator mengingat (C1) 45, memahami (C2) 56, mengaplikasikan (C3) 43, menganalisis (C4) 20, mengevaluasi (C5) 31 dan untuk hasil belajar sesudah penerapan model PBL menunjukkan nilai rata-rata mengingat (C1) 90, memahami (C2) 92, mengaplikasikan (C3) 79, menganalisis (C4) 68, dan mengevaluasi (C5) 74. Dalam hal ini disimpulkan bahwa dari hasil perhitungan ketercapaian hasil belajar C1 sampai dengan C5 sebelum penerapan model PBL menunjukkan tingkat ketercapaian dengan kriteria rendah, sedangkan hasil belajar sesudah penerapan PBL menunjukkan tingkat ketercapaian dengan kriteria sangat tinggi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar C1 sampai dengan C5 mengalami kenaikan yang tinggi. Hal ini diduga karena pada saat proses pembelajaran mereka menyimak dan memperhatikan dengan sungguh-sungguh, aktif saat melakukan Tanya jawab, dan juga dikarenakan mereka sangat bersemangat saat pembelajaran berlangsung sehingga saat diminta untuk melakukan pengamatan dan percobaan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang sudah diberikan mereka sangat menyukainya, baik dari segi materi yang sudah disampaikan oleh peneliti maupun pengelolaan kelas. Hasil belajar IPA siswa sebelum dan sesudah penerapan model PBL yang menggunakan lima indikator level kognitif dan diperoleh nilai rata-rata dengan peningkatan angka dan kriteria yang berbeda-beda yang digunakan untuk mengukur ketercapaian hasil belajar siswa tiap level kognitif. Untuk rata-rata keseluruhan hasil belajar sebelum penerapan model PBL diperoleh rata-rata 39 menunjukkan tingkat ketercapaian dengan kriteria rendah, sedangkan hasil belajar sesudah penerapan model PBL diperoleh rata-rata 81 menunjukkan tingkat ketercapaian dengan kriteria sangat tinggi.

Dari kelima indikator ranah kognitif yang diteliti diperoleh peningkatan hasil belajar sesudah penerapan model PBL yaitu dengan rata-rata 81. Hal ini dapat terjadi dikarenakan saat melakukan kegiatan pemecahan masalah siswa lebih mudah dalam menjawab soal sehingga dapat memahami suatu permasalahan yang terjadi dengan baik, dan rata-rata sebelum penerapan model PBL rendah. Hal tersebut diduga terjadi karena pada saat proses pembelajaran siswa kurang memperhatikan pada saat peneliti menjelaskan materi, sehingga saat penerapan pada indikator tersebut siswa tidak dapat menganalisis permasalahan yang terjadi dengan benar. Hasil belajar level kognitif meningkat menunjukkan bahwa dalam pembelajaran menerapkan semua tingkat ranah kognitif dalam setiap mata pelajaran yang mencakup kemamapuan berfikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking Skill (LOTS) mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), lalu ada 3 ranah dari kemampuan berfikir tingkat tinggi Higher Order Thinking Skill (HOTS) yaitu kemampuan menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Pentingnya menganalisis kemampuan kognitif siswa yaitu untuk mengetahui pencapaian belajar dan level pencapaian kemampuan kognitif siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat [10]

Pengaruh model PBL terhadap hasil belajar kognitif IPA

Model PBL atau yang lebih dikenal dengan Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menggunakan adanya permasalahan nyata sebagai upaya untuk para siswa dalam belajar berfikir kritis dan memiliki keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan yang luas. Pembelajaran berbasis masalah dapat menjadi kegiatan belajar siswa untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru dalam memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembalajaran berbasis masalah ini dikembangkan untuk membakntu siswa dalam memecahkan masalah berdasarkan keterampilan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Model PBL mempunyai tujuan utama kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan dalam memecahkan permasalahan dan membangun kemampuan dan keterampilan siswa sendiri secara aktif. Jadi tujuan model PBL bukan sekedar penyampaian materi kepada siswa saja. Akan tetapi membuat siswa membangun pengatahuannya sendiri secara aktif dengan cara memecahkan sebuah permasalahan autentik yang berkaitan dengan materi yang dipelajari [11].

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang ada di Sekolah Dasar, pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman dalam suatu pembelajaran secara langsung yang mengutamakan proses di setiap penyampaian materi pembelajaran. hal ini dilakukan karena dalam pembelajaran IPA mampu meningkatkan proses berfikir melalui tindakan yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. IPA juga didefinisikan sebagai salah satu mata pelajaran yang mempelajari tentang diri sendiri dan alam sekitar. Serta diharapkan perkembangan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. IPA juga didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa melalui serangkaian proses yang disebut proses ilmiah. Melalui hal tersebut siswa dapat dengan mudah memahami tentang alaam semesta, peristiwa yang terjadi di alam berdasarkan proses yang dapat menumbuhkan perilaku ilmiah siswa dalam konsep-konsep IPA [12].

Model Problem Based Learning (PBL) dalam mata pelajaran IPA sangat penting dan bermanfaat dalam membantu guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Siswa akan mendapatkan pengalaman yang nyata dari kegiatan belajar IPA yang mana pembelajaran ini sangat diharapkan agar siswa dapat memahami fenomena-fenomena alam yang terjadi di sekitarnya. Dengan model PBL dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan penyelidikan dan pemecahan masalah. Sehingga siswa memungkinkan untuk dapat menyelesaikan sebuah permasalahan-permasalaan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari [13].

Berdasarkan hasil pretest dan posttest hasil belajar dengan menggunakan model PBL dapat dilihat bahwa sebelum diberikan treatment menggunakan model PBL tergolong rendah dengan nilai pretest yang paling rendah yakni 20 dan nilai yang tertinggi 55 dengan jumlah keseluruhan 1.275 dengan rata-rata nilai sebesar 39,84. Sedangkan untuk data nilai hasil posttest pada hasil belajar dengan menggunakan model PBL menunjukkan bahwa nilai yang terrendah yaitu dengan perolehan nilai 70 dan nilai yang tertinggi 95 dengan jumlah keseluruhan 2.585 dengan nilai rata-rata mencapai sebesat 80,78. Sedangkan untuk hasil perhitungan N-Gain yang telah dilakukan didapatkan hasil keseluruhan sebesar 21,77 dengan rata-rata 0,68. Berdasarkan hasil pretest dan posttestdapat diilustrasikan dengan persentase klasikal kategori perhitungan N-Gain persentase kategori N-Gain sebanyak 0,28 % siswa memperoleh kategori N-Gain tinggi dan 0,71 % siswa memperoleh kategori N-Gain sedang. Hal ini disimpulkan bahwa siswa yang mendapat kategori sedang lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang mendapat kategori tinggi dalam perhitungan N-Gain. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh sedang terhadap hasil belajar kognitif IPA.

Adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah diberikan perlakuan saat pembelajaran berupa model PBL menunjukkan kategori sedang yakni 0,71 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh sedang model PBL terhadap hasil belajar kognitif IPA. Hal ini disebabkan karena saat proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model tersebut siswa diarahkan pada aktivitas mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, dan mengevaluasi. Saat mengaplikasikan siswa diminta untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dengan melakukan pengamatan dan percobaan. Hal ini sesuai dengan pendapat [6] meyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah sudah dicoba dan diuji sebagai model pembelajaran yang bisa memberikan pengalaman siswa untuk dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didukung pendapat dari [14] yang menjelaskan bahwa model pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada prinsip menggunakan permasalahan dititik awal sehingga dapat membuat siswa aktif, mengembangkan pengetahuan dan kreativitasnya, karena merasa tertantang untuk bekerjasama dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-harinya dengan cara melakukan pengamatan dan percobaan agar dapat menemukan solusinya.

Salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengambil dan menjadikan lingkungan sekitar untuk menjadi bagian dari proses belajarnya, menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam belajarnya sendiri, dapat mengembangkan pengetahuan belajarnya sendiri baik dari ranah kognitif maupun psikomotorik, dan siswa mampu memahami dan menyusun informasi yang diperolehnya. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model PBL akan menjadikan proses pembelajaran yang bermakna bagi siswa, karena dalam model tersebut dapat menghasilkan suatu solusi dari permasalahan dalam materi pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat meningkatkan daya serap pada siswa terhadap materi pembelajaran, agar ingatannya menjadi lebih tahan lama. Hasil belajar siswa dapat ditingkatkan melalui proses pembelajaran yang didesain menarik dan menyenangkan, karena model pembelajaran yang dipilih dan digunakan dapat dikatakan berhasil jika setelah mengikuti pembelajaran terjadi perubahan dari dalam diri siswa. Akan tetapi jika tidak terjadi perubahan dari dalam diri siswa maka pembelajaran tersebut dianggap belum berhasil. Sebab dari model pembelajaran yang diterapkan diharapkan dapat merubah cara siswa untuk belajar secara mandiri, melatih siswa untuk berpikir kritis dalam menemukan solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari serta dapat mengembangkan pengetahuan dan kreativitasnya sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat [15].

Simpulan

Hasil belajar IPA sebelum penerapan model Problem Based Learning (PBL) menunjukkan tingkat ketercapaian dengan kategori rendah dan hasil belajar sesudah penerapan PBL menunjukkan tingkat ketercapaian dengan kategori sangat tinggi. Hal ini dibuktikan bahwa hasil belajar IPA tiap level kognitif C1 sampai dengan C5 sebelum penerapan PBL menunjukkan rata-rata 39 dan sesudah penerapan model PBL menunjukkan rata-rata 81.

Adanya pengaruh sedang model PBL terhadap hasil belejar kognitif IPA dibuktikan dari hasil perhitungan N-Gain sebelum dan sesudah penerapan model. Selanjutnya persentase secara klasikal perolehan N-Gain 0,71% mendapat kategori sedang.

Saran yang diberikan peneliti untuk penelitian selanjutnya yaitu untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa dengan menggunakan model PBL dengan melakukan perencanaan waktu yang relative lebih panjang. Selain itu, penerapan model PBL dalam meningkatkan hasil belajar kognitif pada indikator level kognitif C1 sampai dengan C5 pada saat proses pembelajaran berlangsung yang mana peneliti selanjutnya dapat mengimplementasikan model yang lain lebih dapat meningkatkan hasil belajar kognitif dengan lebih baik dan benar.

References

  1. G. A. Sari, E. C. Hendriana, dan Rini Setyowati, “Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas IV Pada Pembelajaran IPA Di SD Negeri 53 Singkawang,” vol. 4, no. 2, hal. 98–105, 2021.
  2. I. Gunawan dan A. R. Paluti, “Taksonomi Bloom – Revisi Ranah Kognitif,” E-Journal.Unipma, vol. 7, no. 1, hal. 1–8, 2017, [Daring]. Tersedia pada: http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/PE.
  3. P. D. A. Susanti, “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah ( Problem Based Learning ) Pada Siswa Kelas V SDN Purwasari III Kabupaten Karawang,” Pros. Semin. dan Disk. Nas. Pendidik. Dasar, hal. 495–500, 2018.
  4. R. F. Ariani, “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sd Pada Muatan Ipa,” Didakt. TAUHIDI J. Pendidik. Guru Sekol. Dasar, vol. 7, no. 1, hal. 13, 2020.
  5. S. Mulyani, “Penerapan Metode Pembelajaran Problem Based Learning Guna Meningkatkan Hasil Belajar IPA Di Masa Pandemi Covid 19,” Navig. Phys. J. Phys. Educ., vol. 2, no. 2, hal. 84–89, 2020, doi: 10.30998/npjpe.v2i2.489.
  6. K. N. P. Lepini, I. M. Suarjana, dan G. A. Sudarmawan, “Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Muatan Pelajaran Ipa Siswa Kelas IV SD,” J. Penelit. dan Pengemb. Pendidik., vol. 5, no. 2, hal. 278–286, 2021.
  7. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung, 2017.
  8. D. Kusnandar, “Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Kognitif Dan Motivasi Belajar Ipa,” Pendidik. Islam. Sains, Sos. dan Budaya, vol. 1, hal. 17–30, 2019.
  9. D. A. Bujuri, “Analisis Perkembangan Kognitif Anak Usia Dasar dan Implikasinya dalam Kegiatan Belajar Mengajar,” LITERASI (Jurnal Ilmu Pendidikan), vol. 9, no. 1, hal. 37, 2018, doi: 10.21927/literasi.2018.9(1).37-50.
  10. M. Nabilah, S. S. Sitompul, dan H. Hamdani, “Analisis Kemampuan Kognitif Peserta Didik Dalam Menyelesaikan Soal Momentum Dan Impuls,” J. Inov. Penelit. dan Pembelajaran Fis., vol. 1, no. 1, hal. 1, 2020, doi: 10.26418/jippf.v1i1.41876.
  11. Nurdin dan Andriantoni, Kurikulum dan Pembelajaran Edisi Kedua. Depok, 2019.
  12. P. W. P. Dewi, G. W. Bayu, dan N. N. A. Aspini, “Model Pembelajaran Problem Based Learning Meningkatkan Hasil Belajar Tematik (Muatan Pelajaran IPA) pada Siswa Kelas IV SD,” J. lesson Learn. Stud., vol. 4, no. 2, hal. 278–286, 2021.
  13. Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Dan Kontekstual :Knsep, Landasan, Dan Implementasinya Pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratif/TKI. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2017.
  14. Fivi Nuraini, “Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD,” Pap. Knowl. . Towar. a Media Hist. Doc., vol. 1, no. 2, hal. 40–51, 2017.
  15. I. Sulistiana, “Peningkatan Hasil Belajar Siswa melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Blimbing Kabupaten Kediri,” PTK J. Tindakan Kelas, vol. 2, no. 1, hal. 77–83, 2021, doi: 10.53624/ptk.v2i1.50.