Abstract

This study aims to determine how the application of problem based learning and to find out the advantages and disadvantages of problem based learning learning models for Islamic Religious Education class 3 material on despicable morals at Karangbong State Elementary School. This research is a descriptive qualitative research by understanding the phenomenon of what is experienced by the research subject. In this study, the subjects of the study were grade 3 students at Karangbong State Elementary School, Islamic Religious Education teachers, and Administration teachers. The location of this research was conducted at Karangbong State Elementary School. The data collection technique uses Miles and Huberman which consists of four components of analysis, namely, data collection, data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results of this study indicate that the application of the problem-based learning model in Islamic Religious Education class 3 material on reprehensible morals is in accordance with the steps, and students do not experience difficulties in applying the model. By using this model, students become more active and think critically. The only drawback is time.

Pendahuluan

Pendidikan merupakan usaha yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam hal keagamaan, pengendalian diri, akhlak mulia serta kecerdasan. Agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan sempurna maka hal tersebut dapat ditandai dengan keberhasilan nya peserta didik dalam belajar. Keberhasilan tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh sebuah model dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru. Salah satu model pembelajaran yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini merupakan model belajar yang lebih menekankan pada perubahan prilaku manusia[1]. Kenyataannya pada masalah pembelajaran sekarang peserta didik mampu menerangkan konsep dan teori dari suatu masalah, tapi tidak dengan memberikan pemecahan permasalahan saat menghadapi masalah hidup yang nyata. Sebagai gambaran dari peristiwa tersebut yaitu tentang akhlak tercela pada mata pelajaran PAI tentang durhaka kepada orangtua.

Akhlak merupakan bagian terpenting dalam kehidupan. Karena jika kita hidup tanpa akhlak maka akan menjadi manusia yang tidak bermoral, tidak terkendali baik dalam hal keagamaan, dan adat[2]. Namun kenyataan yang sering kita jumpai bahwa keadaan manusia yang kurang berkembang, kesosialan yang kurang, kesusilaan yang rendah dan keimanan serta ketaqwaan yang dangkal. Secara konseptual, pendidikan memiliki peran strategis dalam membangun peserta didik sebagai manusia yang berkualitas, tidak saja berkualitas pada segi skill, kognitif dan afektif, namun juga aspek spiritual[3]. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan memiliki andil besar dalam mengarahkan peserta didik mengembangkan diri menurut potensi dan bakatnya. Maka dari itu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan materi akhlak dapat digunakan dengan kebiasaan atau nilai-nilai yang perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dan dikaitkan dengan menggunakan konteks kehidupan sehari-hari[4].

Adapun masalah yang dihadapi peserta didik khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri Karangbong adalah peserta didik masih kurang dalam mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dikelas dengan kehidupan nyata, seperti dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam materi akhlak tercela tentang durhaka kepada orangtua. Sehingga, dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning peserta didik dituntut agar mempelajari permasalahan itu hingga mampu memberikan kesimpulannya sendiri, kemudian peserta didik dapat memecahkan permasalahan tersebut.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang yang jenis penelitiannya bersifat non angka, yaitu berupa kalimat, pertanyaan, dokumentasi dan lain sebagainya[5]. Lokasi dari penelitian ini berada di SD Negeri Karangbong Gedangan Sidoarjo. Pertimbangan dalam pemilihan lokasi penelitian kareana peserta didik yang bersekolah di SD Negeri Karangbong minim akan akhlak. Karena mereka hanya paham akan teori namun tidak dengan mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dikelas dengan kehidupan nyata. Teknik pengumpulan data merupakan langkah utama dari penelitian yang bertujuan untuk mendapat data, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan keadaan yang sebenarnya atau apa adanya. Teknik pengumpulan data menggunaakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik penganalisisan data model interaktif[6].

Hasil dan Pembahasan

Penerapan Problem Based Learning dalam Pelajaran PAI kelas 3 Materi Akhlak Tercela Peserta Didik di SD Negeri Karangbong

Berdasarkan data yang telah didapat dari hasil penelitian lapangan di SD Negeri karangbong pada kelas 3. Jumlah peserta didik ada 22 anak dalam satu kelas pada saat penelitian. Dalam penelitian ini telah berhasil menerapkan model belajar Problem Based Learning yang sesuai dengan langkah-langkah dimana telah dijabarkan dan disajikan sebagai berikut:

a. Sintaks Pertama Orientasi Siswa pada Masalah dan Sintaks Kedua Mengorganisasikan Peserta Didik untuk Belajar

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang diberikan. Setelah itu, guru bertanya kepada siswa gambar apa yang mereka miliki di buku paket materi durhaka orang tua. Masalahnya ternyata anak itu bermain di telepon sementara ibunya menyapu di depannya, meletakkan kakinya di kursi. Siswa kemudian mendengarkan dalam bentuk masalah yang disajikan guru. Setelah menjelaskan masalah, guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan sebelumnya.

Siswa akan menjawab pertanyaan di atas dengan versi jawaban yang berbeda. Guru tidak menyalahkan siswa atas jawaban mereka. Guru melengkapi jawaban yang diajukan siswa dan memberikan penghargaan kepada yang mampu menjawab berupa hadiah. Soal tanya jawab terjadi antara guru dan siswa karena kita ingin mengetahui kemampuan guru dalam menyelidiki masalah yang dihadapi masyarakat sehari-hari.

Setelah proses tanya jawab, guru langsung memberikan tugas buku teks untuk diolah dan dikumpulkan tepat waktu. Ini mengukur seberapa baik siswa memahami materi yang diteliti. Setelah dilakukan penilaian, ternyata siswa masih belum sepenuhnya memahami materi yang diberikan oleh guru. Guru dengan demikian membentuk kelompok dan isu-isu tentang contoh materi moral yang merendahkan dalam kehidupan sehari-hari[7].

b. Sintaks ketiga Membimbing Penyelidikan Individual maupun Kelompok, Sintaks Keempat Mengembangkan dan Menyajikan hasil karya

Setelah dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok akan diberikan posisi di kelas, dan di bawah bimbingan ketua kelompok, setiap kelompok akan menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru. Saat siswa berdiskusi satu sama lain dalam kelompok, setiap guru melewati kelas ke setiap kelompok untuk melakukan sintaks tingkat ketiga dan melakukan penelitian individu dan kelompok. Kepemimpinan kelompok adalah apa yang dilakukan guru karena siswa di kelas berdiskusi dalam kelompok, tidak secara individu.

Setelah sintaks ketiga, guru memasuki sintaks keempat untuk membuka dan mempresentasikan pekerjaan. Diskusi kelompok selesai dan laporan hasil diskusi dicatat oleh kelompok pada lembar kerja siswa yang disediakan oleh guru. Setiap kelompok akan diberikan waktu 10 menit untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok atau diskusi pemecahan masalah kelompok.

Pada kenyataannya, beberapa siswa kurang memiliki kemampuan untuk mengungkapkan pendapat dan ide dalam menanggapi pertanyaan (idea discovery) dan tidak dapat berpartisipasi aktif dalam diskusi kelas tentang masalah yang mereka pelajari (idea discovery)[8]. Dapat diketahui bahwa Pendidikan Agama Islam dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) diketahui dapat meningkatkan penilaian kelompok siswa. Pendapat dan gagasan atas pertanyaan (idea discovery), siswa berpartisipasi aktif dalam diskusi kelas tentang masalah yang sedang dipelajarinya (idea discovery)[9].

c. Sintaks Kelima Menganalisis dan Mengevaluasi Proses pemecahan Masalah

Pada fase ini, guru menganalisis dan mengevaluasi hasil kelompok dan menjawab pertanyaan siswa yang masih kurang puas. Guru tidak hanya menjawab, tetapi juga meminta siswa lain untuk menjawab pertanyaan temannya yang samar-samar, beberapa siswa berani mengangkat tangan, beberapa siswa menjawab, dan beberapa siswa bereaksi terhadap hasil jawaban mereka[10]. Guru memantau hasil tanggapan dan tanggapan untuk memastikan tidak ada perselisihan. Guru kemudian menilai topik terakhir tentang ketidak taatan kepada orang tua. Soal penilaian ada di buku paket siswa dan di akhir pertemuan guru akan memberikan penilaian sesuai jawaban siswa. Guru menyuruh siswa untuk membuka buku dan menyelesaikan soal-soal yang sudah ada di buku untuk mendapatkan nilai. Siswa telah mengerjakan soal sesuai dengan perintah guru.

Setelah menyelesaikan tugas, guru meminta siswa untuk menukar dengan teman sebangku nya untuk mencocok kan. Pada titik ini, guru tidak hanya mengoreksi mana yang benar atau salah, tetapi juga menjelaskan dengan jelas akibat dari jawaban tersebut dengan setiap nomornya sehingga siswa dapat lebih memahami jawabannya dan tidak memprotes jawabannya. Walaupun hanya 5 jawaban, diskusi cukup lama untuk memahami apa yang mereka jawab, dan guru memberikan jawaban dan materi tentang jawaban. Evaluasi setelah penyerahan sangat tinggi. , dengan minimal 80 poin dan maksimal 100 poin. Artinya, pasal-pasal tentang akhlak tercela dan materi durhaka orang tua lancar dipelajari dan diterima oleh siswa.

Kelebihan dan Kekurangan Pada Penerapan Problem Based Learning dalam Pelajaran PAI kelas 3 materi Akhlak Tercela di SD Negeri Karangbong

Kesulitan dalam menerapkan model pembelajaran ini adalah membutuhkan waktu cukup lama untuk mempersiapkan pelajaran, siswa akan merasa tidak nyaman karena siswa dituntut untuk mencari sendiri solusi dari permasalahan yang diberikan[11]. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran berbasis masalah bagi rendahnya moral siswa pada mata pelajaran PAI kelas III antara lain peningkatan motivasi dan aktivitas belajar, serta kesempatan untuk menerapkannya dalam kehidupan nyata. Selain kelebihan, ada juga kekurangannya. Kelemahan dari model pembelajaran ini adalah siswa tidak yakin bahwa masalah siswa dapat diselesaikan. Pembelajaran ini membutuhkan waktu yang lama karena siswa sulit menyelesaikan masalah ketika kehilangan kepercayaan diri dan tidak terlalu tertarik dengan masalah yang harus dipecahkan[12].

Simpulan

Penerapan model pembelajaran problem based learning yang dilakukan oleh guru dalam kelas sudah sesuai dengan langkah- langkah model pembelajaran problem based learning. Maka dari itu pembelajaran dengan-menerapkan model-problem-based learning dapat-dilaksanakan-dengan baik dan-sesuai-dengan-yang diinginkan-peneliti-dan-guru. Untuk kelebihan nya peserta didik dapat meningkat kan dan memotivasi belajar. Sehingga peserta didik jadi bisa lebih paham materi karena dalam pembelajaran ini tidak hanya teori namun menggunakan contoh dalam-kehidupan nyata. Untuk kekurangannya ada diwaktu karena dengan menggunakan model pembelajaran PBL ini membutuhkan waktu yang lama.

References

  1. Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Dosen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
  2. Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
  3. Junaidah, “Pengembangan Pendidikan Akhlak,” J. Al-Idarah Kependidikan Islam, vol. 8, p. 2, 2018.
  4. I. Izzah, “Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Masyarakat Madani,” Pedagog. J. Pendidik., vol. 5, no. 1, pp. 50–68, 2018.
  5. Musfiqon, Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Prestasi Pustakarya, 2011.
  6. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2016.
  7. J. Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran Teori & Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2914.
  8. Herminarto Sofyan, Problem Based Learning dalam Kurikulum 2013, vol. 59. Yogyakarta: Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), 2017.
  9. I. M. B. Arsika, “Buku Pedoman Problem Based Learning (PBL),” J. Ilm. Didakt., pp. 30–31, 2016.
  10. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
  11. L. Lismaya, Berpikir Kritis & PBL (Problem Based Learning). Surabaya: Media Sahabat Cendekia, 2019.
  12. S. dan Hariyanto, Implementasi Belajar dan Pembelajaran. Sumedang: PT Remaja Rosdakarya, 2015.