Abstract
When the practice is used to be done thanks to this habit, it will become a habit for those who do it, then it will become addicted and in time it becomes a tradition that is difficult to break. Therefore, this is where the importance of habituation in the educational process. Habituation will form a character, so that later worship will be carried out continuously without any sense of coercion. Like the research conducted by the author at this school. Based on these objectives, this article uses qualitative research methods. This research is intended to raise facts, circumstances, variables, and phenomena that occur. The result of this paper is the implementation of worship at MTs Ma'arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo scheduled with different hours for each grade level. Constraints in the implementation of worship facilities that still use the village mosque which is close to the school. In terms of students, many are still not familiar with the activities in the school environment of MTs Ma'arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.
Pendahuluan
Ibadah merupakan peraturan-peraturan yang mengatur, hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual), yang terdiri dari rukun Islam dan ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun Islam, seperti halnya badani (bersifat fisik) dan mali (bersifat harta).[1] Pelaksanaan ibadah merupakan pengaturan hidup seorang muslim, baik itu melalui pelaksanaan shalat, pengaturan pola makan tahunan melalui puasa, pengaturan kehidupan sosial ekonomi muslim yang bertanggung jawab melalui zakat, pengaturan atau penghidupan intregitas seluruh umat Islam dalam ikatan perasaan sosial melalui haji.[2]
Banyak cara yang bisa dilakukan supaya siswa dapat mengamalkan ibadah salah satunya dengan pembiasaan, supaya menjadikan sesuatu yang biasa dikerjakan. Teori Pavlov menyatakan bahwa untuk menimbulkan atau merangsang suatu respon yang diinginkan yang disebut respon, diperlukan suatu stimulus yang dilakukan berulang-ulang, hal ini disebut dengan kebiasaan. Pemberian stimulus kebiasaan akan menghasilkan respon kebiasaan. Sementara itu, Thorndike percaya bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik maka kita perlu berlatih. Latihan yang dimaksud adalah latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam urutan yang benar dan seringr. Teori ini mengacu pada sistem “coba-coba”, yaitu suatu kegiatan dimana jika kita gagal, kita harus terus mencoba sampai kita berhasil.[3]
Upaya mengetahui pentingnya peran pembiasaan dalam mengamalkan ibadah telah dilakukan dengan berbagai penelitian seperti yang dilakukan oleh Siti Mutmainah tantang pengamalan ibadah sholat di sekolah dasar negeri 2 Kenteng kecamatan Madukara kabupaten Banjarnegara. Pengamalan ibadah ini adalah kegiatan keagamaan yang menciptakan suasana keagamaan yang berkaitan dengan lingkungan fisik, suasana keagamaan yang berkaitan dengan lingkungan psikologis, dan suasana keagamaan yang berkaitan dengan lingkungan social budaya. Siti mengatakan dengan melalui konsep pembelajaran, di mana guru membawa situasi kehidupan nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Studi kasus yang dilakukan Siti pada siswa sekolah dasar membuat lebih sedikit informasi yang didapat kepada narasumber penelitian.[4]
Penelitian lain dilakukan oleh Ibtidaiyah tentang penerapan praktik pengamalan ibadah dengan pendekatan habits (kebiasaan) di SMP Islam terpadu Al-Ghazali Palangka Raya. Ibtidaiyah menjelaskan bahwa dengan menerapkan pendekatan pembiasaan ini, berpikir kritis dan kreatif dapat berkembang dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Upaya yang dilakukan dalam proses pembelajaran ini untuk membiasakan siswa dengan pemikiran, perilaku, dan tindakan yang sesuai dengan apa yang telah diajarkan dalam agama Islam dan dapat mencapai tujuan pembelajaran. Hanya saja Ibtidaiyah tidak menyertakan kendala yang yang ada dalam penerapan praktik pengamalan ibadah tersebut.[5]
Pada kesempatan lain, Nurul Ismaiyah melakukan penelitian tentang peran guru dalam pembelajaran praktik shalat melalui pembiasaan perilaku di PAUD. Tulisan Nurul lebih mengarah pada Langkah dan faktor-faktor dalam proses pembelajaran praktik sholat di melalui pembiasaan perilaku anak di PAUD. Nurul menjelaskan guru mengenalkan anak do’a atau niat sebelum wudhu’, kedua guru ikut serta mengarahkan anak untuk ambil wudhu’ mulai dari menyinsigkan pakaian agar terhindar dari najis, dan ketiga guru mendemonstrasikan gerakan gerakan wudhu’ lalu memberikan contoh gambar gerakan wudhu’ sebagai media pendukung.[6]
Berdasarkan penelitian yang ada, masih diperlukan wawasan dan penelitian untuk mengembangkan pengamalan ibadah khususnya untuk membentuk kebiasaan. Karena penulis menganggap bahwa upaya dewan guru di MTs Ma’arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo dan kegiatan-kegiatan yang ada mempunyai andil yang besar sebagai pembiasaan ibadah pada siswanya. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengamalan ibadah untuk membentuk kebiasaan di MTs Ma’arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo dan kendala dalam pelaksanaan pengamalan ibadah untuk membentuk kebiasaan di MTs Ma’arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi. Penelitian ini berupaya untuk mengungkap serta memahami kenyataan yang berkaitan dengan pengamalan ibadah untuk membentuk kebiasaan di MTs Ma’arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.
Penulis melakukakan penelaahan terhadap sumber yakni pengamalan ibadah untuk membentuk kebiasaan yang didapatkan dari guru koordinator keagamaan, guru BTQ, siswa, kepala sekolah melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Data-data terkait pembiasaan didapatkan dari dokumen kepustakaan, karya ilmiah yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.
Setelah data terkumpul maka dilakukan pemaparan data tentang pengamalan ibadah untuk membentuk kebiasaan. Data dijelaskan dengan cara ini, untuk memperoleh hasil yang konsisten, data dianalisis dengan teori ibadah dan metode pembiasaan. Untuk memperoleh pemahaman yang utuh, maka terlebih dahulu perlu diuraikan penerapan pengamalan dalam ibadah serta pembiasaan.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Deskripsi bertujuan untuk mendeskripsikan data secara interpretatif sedangkan analisis bertujuan untuk mendeskripsikan data secara teoritis. Dalam hal ini, peneliti akan menganalisis tentang pelaksanaan dan kendala dalam pengamalan ibadah untuk membentuk kebiasaan di MTs Ma’arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.
Bagian akhir penulisan akan dikemukakan kesimpulan dari hasil deskripsi dan analisa yang menghasilkan menghasilkan tawaran ide dan model sesuai tujuan.
Hasil dan Pembahasan
Pelaksanaan Pengamalan Ibadah
Ibadah dari segi bahasa berarti taat, menurut, mengikut dan sebagainya. Dan juga ibadah digunakan dalam arti doa.[7] Ibadah adalah suatu pengabdian seseorang dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, sesuai dengan ketentuan syariat. Dimana penyerahan diri tersebut semata-mata hanya untuk memperoleh keridhoan dari-Nya. Ibadah atau ibadat dari segi bahasa berarti taat, menurut, mengikut dan sebagainya. Juga ibadah digunakan dalam arti doa. Pengamalan Ibadah adalah kegiatan yang dilaksanakan secara terprogram dan terarah, baik secara individu maupun kelompok, di dalam dan di luar kelas, terkait dengan kegiatan beribadah secara khusus dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman pengetahuan siswa pada ruang lingkup ibadah.[8] Pengajaran langsung, terutama yang berkaitan dengan ibadah melalui pelayanan, ketundukan, ketaatan, ketundukan hati, kerendahan hati, dll karena Allah SWT didasarkan dengan ketaatan dalam menjalankan perintah dan menghormati larangan-Nya.
Supaya siswa dapat mengamalkan ibadah salah satunya dengan pembiasaan, supaya menjadikan sesuatu yang biasa dikerjakan. Teori Pavlov berpendapat bahwa untuk menimbulkan atau merangsang respon yang diinginkan yang disebut respon, diperlukan stimulus yang dilakukan berulang-ulang, ini dikenal sebagai pembiasaan. Pemberian stimulus yang dibiasakan akan menghasilkan respon kebiasaan. Sementara itu, Thorndike percaya bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik maka kita perlu berlatih. Latihan yang dimaksud adalah latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam urutan yang benar dan sering. Teori ini mengacu pada sistem “coba-coba”, yaitu suatu kegiatan dimana jika kita gagal, kita harus terus mencoba sampai kita berhasil.[3]
Pelaksanaan pengamalan ibadah di MTs Ma’arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo merupakan penerapan konsep beragama pada jenjang setingkat SMP, sebagai satuan pendidikan yang lebih menekankan dari sisi keagamaan mengharuskan siswa-siswinya mampu memahami, dan mengamalkan kebiasaan beribadah siswa. Pada saat proses pembelajaran pengamalan ibadah ini dengan menggunakan metode pembiasaan yang tidak terbatas pada saat penyampaian materi, tetapi dengan stimulus yang berulang-ulang yaitu latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan urutan yang benar dan secara teratur. Ketika kita terbiasa, melalui kebiasaan itu, itu akan menjadi kebiasaan bagi praktisi, dan seiring waktu, itu akan menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan. Demikian bapak ibu guru dan kepala sekolah selalu berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kewajiban pendidikannya kepada siswa, salah satunya adalah kegiatan pembelajaran melalui pembiasaan. Pendidikan dengan pembiasaan menjadi upaya pembentukan nilai-nilai karakter yang baik pada diri siswa. Maka dalam hal ini siswa dibiasakan dengan kegiatan sehari-hari sehingga kegiatan tersebut dapat mengarahkan siswa pada kebiasaan-kebiasaan yang positif dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Di pagi hari ketika masuk sekolah siswa diajarkan berakhlakul karimah dengan siapapun khususnya dengan orang yang lebih tua. Yang sejalan dengan hadit Nabi apabila seorang mukmin bertemu dengan mukmin lain mengucap salam dan mengambil tangan dan menjabatnya maka berguguranlah dosanya seperti dedaunan berguguran.[9]
Kemudian melaksanakan membaca doa sebelum dan sesudah pelajaran, dengan membaca doa setiap hari, maka anak akan terbiasa untuk membacanya ketika akan melakukan suatu pekerjaan maupun setelah selesai melakukan pekerjaan.[10] Dengan begitu kelak akan membekas pada siswa, sehingga bisa membentuk pribadi religius. Pembiasaan tersebut menjadikan siswa sadar bahwa kebersamaan sangat diperlukan dalam kehidupan ini, bersama-sama memohon kepada Allah, mengharap ridho-Nya, dan bersama-sama dalam memulai menuntut ilmu.[11]
Kemudian sholat dhuha berjamaah dilaksanakan secara terjadwal per kelas, guru pembimbing melakukan absensi sebelum pelaksanaan sholat dhuha dan siswa sendiri yang menjadi imam sholat dhuha. Guru pembimbing hanya membimbing dan memberikan materi setelah sholat dhuha ketika tersisa waktu. Tanggung jawab merupakan bentuk kesadaran siswa terhadap hak dan kewajiban yang harus dilaksanakannya. Kedisiplinan terlihat dalam pembiasaan di sekolah, ketika melaksanakan ibadah maupun kegiatan keagamaan rutin setiap hari, maka secara otomatis tertanamlah nilai kedisiplinan dalam diri siswa. apabila hal tersebut dilaksanakan secara terus menerus maka akan menjadi budaya religius di lingkungan sekolah.[12]
Sholat dhuhur berjamaah di masjid pada saat jam kedua istirahat, siswi yang berhalangan tetap berada di kelas melaksanakan doa bersama didampingi oleh guru. akan membiasakan para siswa disiplin dan bertanggung jawab. Dalam kaitannya dengan hakikat sholat dan hubungan antara manusia dan Allah, masalah waktu tidaklah berpengaruh apa-apa, namun sholat dhuhur tetap dianggap tidak sah jika dikerjakan sebelum tergelincirnya. Batasan waktu ini ditetapkan agar manusia mengelola waktu secara teratur sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap waktu.[13]
Ketika sudah mengambil wudhu para siswa melaksanakan sholat sunnah qabliyah seperti yang dilakukan guru, kemudian setelah sholat dhuhur siswa ikut membaca wirid yang dipimpin oleh imam sholat, setelah selesai para siswa kemudian melaksanakan sholat sunnah ba’diyah. Seperti halnya hadist Nabi “Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib, karena Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah (istana) di surga.” (Kemudian) Ummu Habibah RA berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut”. [14]
Terdapat juga pengumpulan zakat fitrah dan juga sudah mendapatkan surat keterangan dari lembaga zakat dari kecamatan untuk mengelola zakat, pengumpulan dana takjil untuk menyelenggarakan bagi-bagi takjil dengan dua kali pelaksanaan di berbagai tempat yang telah ditentukan. Dan juga ada pengumpulan dana ketika ada yang tertimpa musibah, siswa-siswi melakukan iuran yang diberikan kepada siswa atau keluarga siswa yang tertimpa musibah. Seperti halnya hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim “Dari Abu Hurairah Ra, sesungguh Rasulullah Saw bersabda, Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam. Lalu beliau ditanya, “Apa itu Wahai Rasulullah”? Beliau menjawab, “Bila engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya, bila dia mengundangmu maka penuhilah undangannya, bila dia meminta nasihatmu maka berilah ia nasihat, bila dia bersin lalu ia memuji Allah maka doakanlah semoga ia mendapat rahmat, bila dia sakit maka jenguklah, dan bila ia meninggal maka ikutlah mengantarkan jenazahnya”. (HR Muslim).[15] Kegiatan tersebut bernilai ikhlas dan rasa syukur. Karena siswa dilatih untuk memberikan sesuatu yang dimiliki sesuai dengan kemampuannya tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Kendala dalam Pelaksanaan Pengamalan Ibadah
Kendala dalam pelaksanaan pengamalan ibadah di MTs Ma’arif Ketegan tanggulangin Sidoarjo yaitu fasilitas karena masih menggunakan masjid desa Ketegan yang dekat dengan sekolah. Dengan begitu pihak sekolah kurang leluasa dalam memanfaatkan fasilitas yang ada di masjid seperti air, listrik. Kemudian dari sisi siswa kendala terlihat di awal masuk sekolah karena banyak latar belakang pendidikan, lingkungan siswa yang berbeda sebelum masuk MTs Ma’arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo menjadikan belum terbiasa dengan kegiatan yang ada di lingkungan sekolah MTs Ma’arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo.
Pada saat membaca surah Yasin dan doa-doa di pagi hari sebelum kegiatan belajar mengajar ketika siswa datang terlambat, siswa akan melaksanakan membaca surah Yasin dan doa di luar kelas. Ketika pelaksanaan sholat dhuha pada jam pertama pelajaran tidak serempak apalagi ketika ada faktor cuaca dan ketika siswa menjadi imam sholat dhuha berjamaah tidak ada kendala karena sudah terjadwal untuk imam sholat dhuha berjamaah di waktu berikutnya.
Kemudian ketika sholat dhuhur siswa terkadang bergurau dahulu tanpa bergegas ke masjid dan pada saat sholat sunnah rawatib sudah terbiasa tapi dengan bergurau dahulu. Dalam proses belajar mengajar, kedisiplinan dapat menjadi alat yang bersifat preventif untuk mencegah dan menjaga hal-hal yang dapat mengganggu dan menghambat proses belajar.[16]
Juga yang menjadi kendala dari sekolah seperti ketika guru putri berhalangan tidak ikut berjamaah di masjid dan mengikuti doa bersama dengan siswa di kelas yang sudah ditentukan, ketika guru tidak terdapat jam pelajaran lagi guru tidak ikut sholat dhuhur berjamaah di masjid, dan ketika guru ada tugas di luar sekolah atau hal yang bersifat mendadak guru tidak ikut berjamaah di masjid. Keteladanan dalam pendidikan adalah metode yang efektif keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di dalam moral, spritual dan sosial. Hal ini karena pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak, yang akan ditirunya dalam tindak-tanduknya, dan tata santunnya, disadari atau tidak.[17]
Menciptakan suasana atau lingkungan yang religius di sekolah melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan yang mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam merupakan sesuatu yang berdampak positif dan cukup berhasil, sehingga siswa terbiasa dengan pelaksanaan ajaran agamanya dan mampu menyerap nilai-nilai ajaran agamanya dan dilestarikan sepanjang zaman. Upaya ini juga dilakukan untuk mengimbangi arus globalisasi di mana masih banyak siswa yang perilakunya jauh dari nilai-nilai ajaran Islam, khususnya terhadap siswa muslim dan nilai-nilai moral bagi siswa pada umumnya.
Simpulan
Pelaksanaannya terjadwal dengan jam yang berbeda-beda setiap jenjang kelas, pada pagi hari setiap hari dengan membaca surah yasin, surah al Insyiroh, do’a saat belajar, sholawat nariyah, do’a qunut yang ada di buku pedoman peserta didik dilaksanakan di kelas masing-masing. Kemudian ketika telah masuk jadwal sholat dhuha berjamaah seluruh siswa per kelas dan guru pendamping bersiap untuk ke musholla yang ada di sekolah untuk sholat dhuha berjamaah. Bagi siswi perempuan yang berhalangan tetap ikut berada di barisan paling belakang dikarenakan ada absensi siswa. Pelaksanaan sholat dhuhur berjamaah, membaca wirid, dan sholat rawatib dilaksanakan pada jam istirahat kedua yaitu pukul 12:15-13:00 WIB di masjid terdekat sekolahan oleh seluruh siswa, guru pendamping dan seluruh guru lainnya. Dan bagi siswi dan guru yang berhalangan berkumpul di dalam kelas yang telah ditentukan melaksanakan doa bersama. Baca tulis Al-Qur’an dilaksanakan secara terjadwal pada setiap kelas, dimana setiap satu kelas diisi dengan empat orang guru, dibagi menjadi tiga guru dengan mengajar hingga tiga jilid yang satu guru khusus mengajar Al-Qur’an, Gharib dan tajwid.
Kendala dalam pelaksanaan pengamalan ibadah di MTs Ma’arif Ketegan tanggulangin Sidoarjo yaitu fasilitas karena masih menggunakan masjid desa Ketegan yang dekat dengan sekolah. Dengan begitu pihak sekolah kurang leluasa dalam memanfaatkan fasilitas yang ada di masjid seperti air, listrik, dan lainnya. Kemudian dari sisi siswa kendala terlihat di awal masuk sekolah karena banyak siswa yang masih belum terbiasa dengan kegiatan yang ada di lingkungan sekolah MTs Ma’arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo. Jika ada yang ingin melakukan penelitian tentang penerapan pengamalan ibadah untuk membentuk kebiasaan di MTs Ma’arif Ketegan Tanggulangin Sidoarjo, sebaiknya dilakukan dengan lebih luas, spesifik dan terstruktur dengan lebih baik lagi.
References
- A. Ahmadi and N. Salim, dasar-dasar pendidikan agama islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
- abdurrahman an Nahlawi, pendidikan islam. Jakarta: Gema Insani Press, 1996.
- I. M. rusmana Tatan Zenal Mutakin, Nurhayati, “Penerapan Teori Pembiasaan dalam pembentukan karakter Religi siswa di Tingkat sekolah Dasar,” edutech, vol. 1, p. 368, 2014.
- S. Mutmainah, “Pengamalan Ibadah Sholat di Sekolah Dasar Negeri 2 Kenteng Kecamatan Madukara Kabupaten Banjarnegara,” Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto, 2011.
- Ibtidayah, “Penerapan Praktik Pengamalan Ibadah ( PPI ) dengan Pendekatan Habits (Kebiasaan) di SMP Islam Terpadu Al-Ghazali Palangka Raya,” Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya, 2016.
- N. Ismaiyah, “NoPeran guru dalam Pembelajaran Praktik Shalat melalui Pembiasaan Perilaku di PAUD,” Institut Agama Islam Negeri Madura, 2021.
- Z. Rahman Ritonga, Fiqh Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.
- S. P. Raya, “materi praktik peengamalan ibadah,” PPSBP, 2008.
- R. Shofiana, “Pembiasaan Akhlakul Karimah ‘Mengucap Salam dan Berjabat Tangan kepada Guru’ di SMP Ma’arif NU Hasanudin Surabaya,” p. 36, 2016, [Online]. Available: http://digilib.uinsby.ac.id/5778/.
- M. Ahsanulkhaq, “Membentuk Karakter Religius Peserta Didik Melalui Metode Pembiasaan,” J. Prakarsa Paedagog., vol. 2, p. 29, 2019, doi: https://doi.org/10.24176/jpp.v2i1.4312.
- I. T. Rahma Nurbaiti, Susiaty Alwy, “Pembentukan Karakter Religius Siswa Melalui Pembiasaan Aktivitas Keagamaan,” El Bidayah, vol. 2, 2020, doi: https://doi.org/10.33367/jiee.v2i1.995.
- M. Ahsanulkhaq, “Membentuk Karakter Religius Peserta Didik Melalui Metode Pembiasaan,” J. Prakarsa Paedagog., vol. 2, p. 28, 2019.
- F. T. Purnomo, “Implementasi Pembiasaan Shalat Dhuhur Berjama’ah dalam Mencegah Perilaku Bullying Siswa di SMPN 2 Ngantang Malang,” p. 48, 2019, [Online]. Available: http://etheses.uin-malang.ac.id/id/eprint/16547.
- A. Taslim, “Keutamaan Sholat Sunnah Rawatib,” 2021. https://muslim.or.id/1535-keutamaan-shalat-sunnah-rawatib.html (accessed Jun. 17, 2022).
- M. Ningsih, “Internalisasi Nilai-nilai Ukhuwah Islamiyah melalui Metode Pembiasaan pada Siswa di Sekolah Menengah Kejuruan Telkom Pekanbaru,” p. 25, 2019, [Online]. Available: http://repository.uin-suska.ac.id/id/eprint/25772.
- P. D. Y. Ahmad Pujo Sugiarto, Tri Suyati, “Faktor Kedisplinan Belajar pada Siswa Kelas X SMK Larenda Brebes,” J. Mimb. Ilmu, vol. 24, p. 234, 2019, doi: https://doi.org/10.23887/mi.v24i2.21279.
- Apriani, “Penerapan Metode Keteladanan dan Pembiasaan dalam membentuk Karakter Islami Anak di Dusun Rumbia Desa Lunjen Kec. Buntu Batu Kab. enrekang,” UIN Alauddin Makassar, 2021.