Science Education Method
DOI: 10.21070/ijemd.v20i.683

The Concept of Islamic Education According to Buya Hamka and Its Relevance to the Era of Society 5.0


Konsep Pendidikan Islam Menurut Buya Hamka dan Relevansinya dengan Era Society 5.0

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Islamic Study Buya Hamka Science

Abstract

Buya Hamka explained that humans have 3 basic strengths, namely the body, soul, and mind to be able to achieve happiness in this world and in the hereafter. Education is an effort that humans can do to achieve this. Education will experience changes and developments in accordance with the development of science and technology. Entering the era of society 5.0 or the era of intelligent society, there are competencies that must be possessed in order to be able to follow the development of science and technology and stick to religious values. This study aims to determine the concept of Islamic education according to Buya Hamka and its relevance to the era of society 5. This study uses library research. Sources of data used in the form of books by Buya Hamka and several other sources relevant to the research. The results show that the concept of Islamic education according to Buya Hamka which leans towards the term tarbiyah which consists of the process of transfer of knowledge, character education, and potential development is relevant to the era of society 5.0

Pendahuluan

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dibekali oleh akal. Akal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-Nya yang lain. Adanya akal dalam diri manusia menandakan adanya kemampuan memiliki pengetahuan sehingga mampu mengendalikan perilakunya, hal inilah yang menjadi kelebihan manusia dibanding makhluk lain. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mendapat pengetahuan yaitu melalui Pendidikan, oleh karena itu erat kaitannya antara pendidikan dan manusia.

Pendidikan memegang peran penting bagi kehidupan manusia, sebuah negara yang maju dapat dilihat dari pendidikannya, begitu juga dengan negara yang berkembang. Sistem pendidikan yang baik akan membantu mewujudkan sumber daya manusia yang baik pula, karena semakin maju sebuah bangsa maka semakin baik pula sumber daya manusia yang dimilikinya. [1] Baiknya sistem pendidikan membutuhkna kerja sama banyak pihak,tidak hanya pemerintah dan pihak sekolah namun juga seluruh aspek masyarakat. Edgar dale menyebutkan jika pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk menyiapkan generasi penerus agar dapat bermanfaat dan dapat berperan di tengah masyarakat yang akan datang dengan berbagai cara seperti, bimbingan, pengajaran, dan latihan yang dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah yang dilakukan seumur hidup.

Pendidikan dapat menjadi sarana untuk membentuk manusia yang sempurna. Agama islam memiliki 3 istilah yang menggambarkan mengenai pendidikan yaitu at-ta’lim, at-ta’dib, dan at-tarbiyah. At-ta’lim memiliki arti pengajaran. Istilah kedua yaitu at-ta’dib yang memiliki arti mengajarkan sopan santun. Istilah yang ketiga yaitu at-tarbiyah yang memiliki arti mendidik. Islam merupakan agama yang sangat peduli dengan pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama. Salah satu hal yang menunjukkan hal ini yaitu dengan diturunkannya wahyu pertama bagi Rasulullah SAW yang memerintahkan untuk membaca,yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5.[2]

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ(1) خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ (2) اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ (3) الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ (4)عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ (5)

Artinya : “Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara pena. Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Agama islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur hubungan yang bersifat vertical namun juga horizontal yang artinya islam mengatur hubungan manusia dengan tuhan yang maha esa yaitu Allah Swt (hablumminaallah) dan mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia (hablumminannas). Hablumminallah dan hablumminnas seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa di pisahkan.

Manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi serta bekerja sama dengan sesama manusia untuk menegakkan kebenaran. selain itu manusia juga disebut sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain dan memerlukan interaksi dengan manusia lain.

Perkembangan zaman mengakibatkan banyak perubahan di berbagai sector, yang awalnya manusia hanya berburu untuk mendapatkan makanan perlahan-lahan manusia dapat bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup,tidak hanya berhenti sampai disitu. perkembangan terus berlangsung hingga saat ini ketika manusia hidup berdampingan dengan teknologi. perkembangan zaman yang semakin cepat menuntut adanya perkembangan dari berbagai bidang salah satunya bidang pendidikan. Dunia Pendidikan dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai atau karakter yang perlu ditanamkan kepada para siswa. Hal ini dilakukan agar mampu mengimbangi perkembangan yang semakin cepat

Era society 5.0 menandakan akan semakin berkembangnya dunia dengan teknologi. Manusia benar-benar tidak akan terpisahkan dari teknologi dan segala kemudahan yang diberikannya. namun disisi lain akan ada dampak negative dengan situasi seperti ini. Layaknya pisau yang dapat digunakan untuk memudahkan kehidupan manusia namun disisi lain, pisau dapat pula melukai manusia yang menggunakannya. Begitu pula dengan teknologi yang mampu mempermudah kehidupan manusia namun jika ditangan manusia yang salah maka dapat membahayakan manusia lainnya. Pada era yang semakin erat kaitannya dengan teknologi manusia hendaknya dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk dapat menjalankan prinsip hablumminaallah dan hablumminannas dengan baik.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak positif Maupin negative. Penggunaan teknologi akan membawa dampak positif apabila digunakan dengan bijak, anmun akan membawa dampak negative apabila digunakan dengan tidak bijak. pendidikan islam memegang peran penting untuk hal ini. Pendidikan islam tidak hanya berfokus pada proses pengembagan potensi namun juga pada pendidikan akhlak siswa sendiri. Pendidikan akhlak tidak bisa dipisahkan dari pendidikan islam. Siswa perlu mendapatkan sarana untuk mengembangkan kemampuan dan mempelajari skill yang dibutuhkan di era society 5.0 yang akan datang namun juga tidak lupa untuk tetap berpegang pada nilai-nilai agama islam.

Salah satu tokoh ulama, ilmuwan dan sastrawan Indonesia yang menaruh perhatian pada pendidikan islam yaitu Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan Buya Hamka. Buya Hamka berpendapat jika salah satu tujuan pendidikan adalah mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, selain itu pendidikan juga menjadi salah satu sarana yang dapat digunakan oleh manusia untuk mencapai kemajuan dan kejayaan hidup.

Melihat realita kehidupan di masyarakat dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era society 5.0 menjadi penyebab rasa ingin tahu penulis mengenai keterkaitan antara pendidikan islam dan era society 5.0. Oleh karena itu penulis tertarik menggunakan judul “Konsep pendidikan islam menurut buya hamka dan relevansinya dengan era society 5.0.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian library reaserch atau penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang objek penelitian utamanya adalah buku-buku atau jurnal penelitian atau sumber kepustakaan lainnya. Data didapat melalui kajian Pustaka yang sesuai dengan penelitian. Pada library research pencarian pustaka tidak hanya sebagai langkah awal untuk menyusun kerangka penelitian, namun juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber data dalam penelitian. Berbeda dengan riset lapangan atau penelitian lapangan yang menggunakan kajian pustaka sebagai awalan untuk menyiapkan kerangka penelitian dan mendapat informasi mengenai permasalahan dan memperdalam kajian teoritis. subyek penelitian ini adalah Buya Hamka terkhusus konsep pendidikan.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang menggunakan buku atau jurnal untuk mendapat data yang diinginkan. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari 2 macam,yaitu : (a) Sumber Data Primer. Sumber data primer merupakan sumber data yang didapat lansung dari objek penelitian. Data primer dirasa lebih akurat karena dijelaskan secara rinci. Pada penelitian ini data primer di peroleh dari buku-buku yang berkaitan secara langsung dengan objek penelitian. (b) Sumber Data Sekunder. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang didapat dari penelitian-penelitian terdahulu dan dari sumber-sumber yang telah ada dan berkaitan dengan objek penelitian. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi buku-buku dari penulis lain yang berkaitan dengan tema penelitian, jurnal-jurnal, prosiding, serta artikel yang berkaitan dengan penelitian.

Proses analisis data diawali dengan peneliti membaca buku-buku ataupun sumber data lain yang berkaitan dengan Buya Hamka, pendidikan islam, dan era society 5.0. Tahap berikutnya yaitu mengumpulkan data yang diperlukan. Peneliti melanjutkan proses dengan menganalisa , menginterpretasikan serta menarik kesimpulan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan content analysis. Content analysis merupakan teknik yang digunakan untuk menarik kesimpulan dengan mengidentifikasi sebuah teks secara objektif dan generalis.[3] Teknik analisis ini memiliki karakter pembahasan secara mendalam mengenai sebuah informasi yang tertulis dalam sebuah media. content analysis digunakan untuk menganalisa pemikiran Buya Hamka mengenai pendidikan islam, selain itu digunakan juga untuk menganalisa fenomena era society 5.0 sehingga dapat menjawab rumusan masalah dari penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dimana pemaparan hasil penelitian dilakukan dalam bentuk uraian narasi.

Hasil dan Pembahasan

1. Biografi Buya Hamka

Buya hamka merupakan seorang ulama, sastrawan, politikus dan tokoh pendidikan Indonesia yang telah dikenal di berbagai penjuru dan menjadi kebanggaan Indonesia dan bangsa-bangsa asia tenggara. Buya Hamka lahir dengan nama Abdul Malik Karim Amrullah, lahir di Maninjau, Sumatra Barat pada tanggal 16 febuari 1908 M atau 13 muharram 1326 H. Ibunya bernama Siti Safiah Tanjung binti Haji Zakaria dan ayahnya bernama Syekh Abdul Karim Amrullah bin Tuanku Absullah Saleh, seorang ulama besar pada masanya dan lebih dikenal dengan panggilan haji rasul atau syekh rasul.[4]

Buya hamka telah menerima pendidikan agama dan membaca Al-Quran sejak kecil. Pada usia yang ke-6, ayahnya membawa Buya Hamka ke padang panjang dan di usia yang ke-7 ia bersekolah di sekolah desa dan hanya bertahan selama 3 tahun. Buya hamka mempelajari ilmu agama secara otodidak, tidak hanya ilmu agama namun ilmu lain juga dipelajari secara otodidak seperti filasafat, sejarah, sosiologi hingga politik islam maupun barat.

Buya Hamka mempelajari agama dan mendalami Bahasa Arab di Sumatra Thawalib . Sumatra Thawalib merupakan organisasi pelajar mengaji di surau Jembatan Besi Padang Panjang dan di surau Parabel Bukittinggi, Sumatra Barat yang didiirikan oleh ayah Buya Hamka saat usia Buya Hamka berusia 10 tahun. Keahlian Buya Hamka dalam Bahasa arab digunakan untuk mempelajari karya ulama dan punulis Timur Tengah. Tidak berhenti pada penulis Timur Tengah, Buya Hamka juga mempelajari karya para sarjana Perancis, Jerman, dan Inggris.

Buya Hamka di usia yang masih muda yaitu 16 tahun memutuskan untuk pergi dari Minangkabau dan berpindah ke jawa untuk mengunjungi kakanya, Fatimah yang tinggal di daerah Pekalongan. Sebelum menuju Pekalongan Buya Hamka singgah di Yogyakarta dan tinggal dengan adik ayahnya, Ja’far Abdullah. Buya Hamka diajak pamannya untuk mempelajari kitab-kitab ulama pada waktu itu dan ketika di Yogyakarta itulah Buya Hamka juga mempelajari pergerakan islam dari tokoh-tokoh seperti HOS Tjokro Aminoto, H. Fakhruddin, R.m Suryo pranoto

Pada tahun 1927 Buya Hamka memutuskan untuk menunaikan ibadah haji sekaligus untuk memperdalam ilmu agama dengan belajar pada ulama-ulama di Mekkah. Setelah 7 bulan menetap di Mekkah, Buya Hamka memutuskan kembali ke tanah air setelah bertemu dan diberi saran oleh H. Agus Salim, seorang tokoh Muhammadiyah. Buya Hamka memutuskan untuk tidak Kembali ke padang Panjang dan menetap di Medan, kota tempat kapal berlabuh.[5]

Buya Hamka juga telah menulis 113 buku yang meliputi berbagai bidang seperti, sejarah, kesusasteraan, otobiografi, tasawuf, agama, hingga politik.[6] Buku yang ditulis oleh Buya hamka antara lain Di Bawah Langit Ka’bah, tenggelam Kapal Van Der Wijck, tasawuf Perkembangan dan Pemurnian Sejarah Umat Islam, falsafah Hidup, revolusi Ideologi dan Keadilan Social, tasawuf Modern, pribadi Hebat, dari Lembah Cita-Cita, lembaga Hidup

2. Konsep pendidikan islam menurut buya hamka

Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi perkembangan manusia dan peradaban dunia. Pendidikan dan pengajaran dapat membantu untuk mencapai cita-cita yang setinggi mungkin karena setiap bangsa harus memiliki cita-cita yang tinggi.[7] Buya Hamka menyebutkan proses pemindahan informasi atau pengetahuan dengan istilah pengajaran, sedangkan untuk pendidikan dapar diartikan sebagai proses yang melatih budi pekerti dan akhlak. Pengajaran dan pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Sebuah bangsa yang hanya mengedepankan pengajaran saja tanpa mementingkan pendidikan yang melatih budi pekerti dan akhlak akan melahirkan sebuah kemajuan, kecerdasan, dan kepintaran, namun akan membawa keburukanProf. Dr. Hamka, ‘Lembaga Hidup’.

Pendidikan dalam islam sendiri memiliki 3 istilah yaitu ta’lim, ta’dib dan tarbiyah. Masing-masing dari istilah tersebut memiliki fokus tersendiri. Ta’lim berasal dari kata allamayu’alimuta’lim. Ta’lim sendiri dapat diartikan sebagai pengajaran. Pengajaran dapat diartikan sebagai kegiatan transfer of knowledge atau pemindahan ilmu pengetahuan atau informasi dari 1 orang ke orang lain.

Konsep pendidikan menurut islam yang kedua yaitu ta’dib. Ta’dib berasal dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban yang dapat diartikan sebagai pendidikan. Ta’dib dalam konsep pendidikan islam lebih condong kepada pendidikan akhlak atau pendidikan adab. Ta’dib dapat diartikan sebagai proses penguasan ilmu dalam diri seseorang, hingga mewujudkan kemantapan amal, dan budi pekerti yang baik.[8] Pendidikan budi pekerti hendaknya disesuaikan dengan perkembangan zaman dimana anak tersebut lahir, hal ini sesuai dengan perkataan sayyidina Umar bin Khatab mengenai garis besar pendidikan bahwa “didiklah budi pekerti anak mu berkelainan dengan kondisi mu saat ini, karena allah menjadikannya untuk zaman yang bukan zaman mu” [9]

Konsep pendidikan menurut islam yang ke tiga yaitu tarbiyah. Tarbiyah berasal dari kata rabba yang memiliki kesamaan dengan kata rabb yang bermakna nama Allah. Beberapa ahli tafsir memiliki pendapat yang berbeda mengenai arti tarbiyah. Ahmad tafsir berpendapat bahwa tarbiyah merupakan arti dari pendidikan yang berasal dari kata rabba-yarbu yang memiliki arti bertambah, tumbuh; rabbiya-yarba yang memiliki arti menjadi besar; dan rabba-yarubbu yang memiliki arti memperbaiki, menuntun, menjaga, dan memelihara.[10]

Buya Hamka lebih condong kepada tarbiyah untuk konsep pendidikan menurut islam, hal ini karena tarbiyah memiliki arti yang lebih menyeluruh baik secara vertikal (hubungan dengan Allah) maupun horizontal (hubungan dengan sesama makhluk)[8]. Tarbiyah menurut Buya Hamka merupakan sebuah proses pengembangan ilmu dan akhlak dalam diri manusia melalui pengamalan ilmu yang benar untuk mendidik individu. Buya Hamka menjelaskan jika manusia memiliki alat yang dapat membantu menjalankan tugasnya sebagai khalifah dimuka bumi,yaitu potensi jiwa (al-qalb), akal (al-aql), dan jasad (al-jism). Ketiga hal tersebut pada umumya disebut dengan akhlak, akal, dan potensi individu. Pendidikan yang baik merupakan pendidikan yang mampu mengintegrasikan antara pikiran, perasaa, dan sifat kemanusiaan.[11].

Uraian diatas dapat menggambarkan konsep pendidikan islam menurut buya hamka yang menekankan pada aspek akal (transfer pengetahuan), akhlak (pendidikan budi pekerti), dan potensi peserta didik. Intergrasi antara akal (transfer of knowledge), akhlak (budi pekerti), dan pengembangan potensi akan menjadi perpaduan yang baik untuk mewujudkan generasi yang melek ilmu pengetahuan namun juga memiliki budi pekerti/akhlak yang baik.

A. Akal

Akal dan fungsinya menjadi hal yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Salah satu fungsi akal yaitu membantu manusia untuk membuat keputusan-keputusna penting. Seperti yang telah dijelaskan oleh Buya Hamka bahwa akal dan pertimbangan yang dimilikinya menghasilkan keputusan-keputusan untuk manusia atau pekerjaan manusia. Hal tersebut menjelaskan pentingnya akal bagi kelangsungan hidup manusia.

Al-Ghazali berpendapat jika akal memiliki 4 pengertian, yaitu : (1) akal merupakan hal yang membedakan manusia dengan hewan; (2) ilmu yang didapat ketika sudah aqil baligh, sehingga mampu membedakan mana yang baik dan buruk; (3) ilmu yang didapat dari pengalaman; (4) kemampuan untuk dapat menghentikan dorongan naluri untuk jauh berangan-angan, dan menundukkan syahwat yang menginginkna kenikmatan.[12]

Pendapat lain menyebutkan jika akal merupakan cara untuk mempertimbangkan hal-hal yang dapat ditangkap oleh alat indera manusia, sedangkan untuk mempertimbngkan hal-hal yang abstrak yang bersifat ghaib, maka dibutuhkan agama sebagai petunjuk.[13]

Penggunaan akal tidak hanya untuk kepentingan hidup di dunia saja melainkan juga untuk kepentingan di akhirat termasuk untuk mengenal Allah melalui alam semesta. Aqldisebut beberapa kali dalam Al-Quran, hal ini menunjukkan jika akal menjadi salah satu hal yang penting bagi kehidupan dan peradaban manusia.

Salah satu surat yang menunjukkan pentingnya akal yaitu surat Al-Baqoroh ayat 164.

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ مَّاۤءٍ فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَاۤبَّةٍ ۖ وَّتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ

Artinya : Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti.

Surat Al-Baqarah ayat 164 dalam tafsir Al-Azhar dijelaskan dengan sangat jelas. Kesimpulan dari penjelasan dalam tafsir Al-Azhar yaitu bahwa Allah menyuruh manusia untuk memikirkan dengan akal yang telah diberikan kepada manusia untuk mengamati alam semesta dengan tujuan untuk mengenal sang pencipta yaitu Allah SWT. Penggunaan akal dan perkembangan ilmu pengetahuan telah membawa para sarjana untuk mengenal tuhan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama islam.

B. Budi Pekerti

Pendidikan dalam agama islam juga terdapat pendidikan akhlak atau pendidikan budi pekerti. Pendidikan budi pekerti dibutuhkan untuk mendidikan peserta didik agar memiliki budi pekerti yang baik sesuai dengan ajaran agama islam. Pendidikan budi pekerti dilakukan agar peserta didik mampu mewujudkan kebahagian di dunia dan di akhirat. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan menurut Buya Hamka.

Pendidikan budi pekerti dilakukan agar peserta didik tetap memiliki budi pekerti yang sesuai dengan ajaran islam, di tengah-tengah kemajuan zaman. Adanya pendidikan budi pekerti diharapkan mampu melengkapi kemampuan peserta didik, sehingga peserta didik tidak hanya memiliki kemampuan yang baik dalam ilmu pengetahuan, namun juga pada budi pekerti.

Pendidikan budi pekerti memiliki misi untuk membantu siswa untuk memiliki kemampuan menghargai, bertanggung jawab, jujur, peka terhadap lingkungan sekitar, bijaksana, toleransi, kemampuan bekerja sama, rendah hati dan nilai-nilai yang lain.[14]

Adanya intergrasi pendidikan yang berfokus pada ilmu pengetahuan dan pendidikan budi pekerti diharapkan mampu menciptakan generasi yang melek ilmu pengetahuan, namun tetap berpegang teguh pada aturan, adab, dan budi pekerti yang sesuai dengan ajaran agama islam

Buya Hamka menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Lembaga Budi bahwa rusaknya akhlak disebabkan oleh sempitnya cara pandang. Ahli pendidikan barat modern telah menganalisa mengenai dosa-dosa dan kejahatan yang telah dilakukan oleh orang yang tersesat, berpendapat bahwa umumnya orang yang melakukan kesalahan atau kejahatan disebabkan karena sempitnya lapangan tempat dia memandang. Orang yang memiliki cara pandang yang sempit, matanya hanya tertuju pada dirinya sendiri atau sejauh-jauhnya hanya pada orang-orang terdekat. Orang tersebut yang sering jatuh pada kesalahan, karena yang dipikirkan hanya tentang keuntungan diri sendiri.[15]

Uraian diatas menunjukkan jika pendidikan budi pekerti membutuhkan perhatian banyak pihak, tidak hanya guru, namun juga keluarga, masyarakat, hingga pemerintah. pendidikan akhlak menjadi salah satu upaya preventif untuk mengatasi krisis moral yang ada. Orang tua dan guru perlu menjadi representasi dari akhlakul karimah itu sendiri karena siswa akan lebih cepat belajar dengan melihat lingkungan sekitar.

C. Pengembangan potensi

Dunia pendidikan tidak hanya mengenai proses transfer of knowledge dan pendidikan budi pekerti, namun terdapat juga pengembangan potensi peserta didik. Pengembangan potensi, skill atau keterampilandari peserta didik menjadi salah satu pengertian tarbiyah menurut Buya Hamka.

Allah SWT juga memberikan potensi atau keterampilan kepada manusia agar mampu menjalankan tugas sebagai khalifah dengan maksimal. Pendidikan menjadi salah satu usaha yang dapat membantu mewujudkan hal tersebut, karena dalam pendidikan terdapat proses transfer ilmu pengetahuan, pendidikan karakter hingga pengembangan keterampilan peserta didik. Urgensi pengembangan potensi atau skill tergambarkan dari konsep tarbiyah menurut Buya Hamka yaitu proses untuk menjaga, mengembangkan, dan mengarahkan potensi peserta didik untuk mencapai kebaikan dunia akhirat.

Pendidikan yang berkesinambungan antara kekuatan, penalaran, dan pengembangan intelektual yang meliputi keahlian sains dan teknologi, pengembangan spiritual, akhlak mulia, dan keterampilan saling mendukung satu sama lainnya.[16] Semakin tinggi pendidikan seseorang memungkinkan seseorang untuk memiliki penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki karakter atau budi pekerti yang baik.

3. Relevansi dengan Era Society 5.0

Memasuki era society 5.0 dimana ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang menuntut manusia untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Sebagai manusia yang telah diberikan kemampuan oleh Allah berupa jasad, jiwa, dan akal diharapkan mampu meningkatkan kualitas SDM secara Iptek maupun imtaq. Seorang muslim memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum.

Sekolah menjadi salah satu sarana untuk membantu manusia untuk mendapat ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengembangkan diri dan mendatangkan manfaat bagi sesama makhluk. Manusia sebagai makhluk yang dibekali akal dan memiliki tugas sebagai khalifah menjadikan manusia sebagai makhluk yang dapat di didik dan diajar sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup dan membangun peradaban baik melalui pendidikan formal maupun nonformal. Penguatan pendidikan dalam rangka pembentukan intelektual bangsa merupakan tugas dan kewajiban Lembaga pendiidkan formal maupun non formal agar siap menghadapikehidupan di era society 5.0.[17]

Sekolah sebagai salah satu pendidikan formal membantu siswa untuk mendapatkan pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan perkembangan zaman. Sayyidina Umar menjelaskan jika mendidikan anak-anak hendaknya disesuaikan zamannya, karena anak-anak untuk zaman yang akan datang.

Pendidikan dan pembelajaran disesuaikan agar dapat membantu siswa mengikuti perkembangan zaman dan IPTEK. Hal ini bisa dilihat dari fenomena saat ini dimana umumnya anak usia dini telah menggunakan telephon pintar, sedangkan pada beberapa tahun yang lalu hanya orang dewasa yang menggunakannya. Perkembangan zaman dan IPTEK menuntut siswa untuk memiliki kemampuan belajar dan beradaptasi dengan cepat. Mempelajari ilmu pengetahuan tanpa membeda-bedakan antar ilmu agama dan dan ilmu pengetahuan umum menjadi salah satu hal yang penting.

Perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan manusia pada era revolusi industry 4.0 hingga munculnya konsep era society 5.0. Era society 5.0 yang ditandai dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti adanya artificial intelegent, IOT, big data, serta robot yang semakin canggih menuntut manusia untuk dapat mengimbangi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada.

Ilmu pengetahuan dan teknologi akan terus mengalami perubahan dan perkembangan, dan untuk dapat mendatangkan kebaikan dan kebermanfaatan perlu di kelola dengan baik dan bijak. Disinilah pentingnya ilmu agama. Ilmu agama menjadi penentu atau penunjuk akal mana yang boleh dan baik untuk dilakukan dan mana yang akan mengakibatkan keburukan. Sehingga manusia hendaknya mempelajari ilmu pengetahuan teknologi dan ilmu agama. Perkembangan zaman menuntut manusia untuk mempelajarari ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu agama. Ilmu pengetahuan dan ilmu agama sangatlah dibutuhkan bahkan akan mendatangkan kebaikan dan kebermanfaatan jika diintegrasikan dan akan mendatangkan ketidak baikan jika dihilangkan salah satunya,

Islam sebagai agama yang sempurna, sebagai agama yang mendasarkan segala aktifitas berdasarkan ilmu, memerintahkan umatnya untuk membaca mengamati serta menuntut ilmu baik ilmu umum atau ilmu agama. Ilmu pengetahuan dan ilmu agama menjadi hal yang sangat urgent untuk umat islam sendiri, karen ilmu pengetahuan menjadi salah satu kunci kesuksesan dan menjadi dasar dari sebuah peradaban yang akan ditinggalkan dan diwariskan untuk generasi dimasa depan. Majunya sebuah peradaban karena adanya ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, dan idealisme, tetapi teknologi dapat mengikis moralitas manusia secara perlahan.[18] Oleh karena itu dibutuhkan pula pendidikan budi pekerti atau pendidikan akhlak agar generasi selanjutnya memiliki akhlak yang baik.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sedikit banyak akan mempengaruhi cara berpikir masyarakat. Mudahnya informasi dan budaya dari luar negeri berperan dalam berubahnya pola pikir dan lifestyle di masyarakat baik bersifat positif maupun negative. Perubahan yang bersifat negative dan tidak sesuai dengan ajaran islam lah yang perlu diminimalisir keberadaannya.

Permasalahan sosial seperti yang telah terjadi menjadi salah satu bentuk dampak negetif kemajuan teknologi. Hal ini bukan berarti perkembangan teknologi membawa dampak negative bagi kehidupan manusia, namun penggunaan teknologi yang tidak tepat dan tidak bijak yang menyebabkan hal tersebut. Hal ini juga menunjukkan jika kemajuan teknologi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia secara menyeluruh. Kemajuan teknologi yang memudahkan hidup nyatanya tidak dapat memberikan ketenangan dan rasa bahagia dalam hidup.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir hal tersebut adalah melalui pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak membantu peserta didik untuk lebih memahami mengenai akhlak yang baik, selain itu pemberian bekal kepada peserta didik bagaimana mengelola informasi yang masuk dengan baik dan bijak akan sangat membantu dalam upaya mencegah kemerosotan moral atau akhlak generasi penerus.

Permasalahan atau dampak negative yang menyangkut kehidupan masyarakat, seperti masalah moral, spiritual, dan sosial tidak dapat selesai jika hanya mengandalkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Solusi dari pemasalahan tersebut yaitu melalui pendidikan agama, moral, dan spiritual, karena pendidikan agama islam salah satunya bertujuan untuk membentuk karakter atau nilai-nilai akhlakul karimah.[19]

Pengembangan potensi atau skill menjadi salah satu hal yang penting dalam konsep pendidikan islam menurut Buya Hamka. Pengembangan potensi, skill atau keterampilan juga menjadi hal yang penting di era society 5.0. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era ini mengharuskan peserta didik memiliki kemampuan atau skill yang dapat membantu agar dapat mengikuti perkembangan zaman dan memenuhi tuntutan yang ada. Skill yang dibutuhkan pada era society 5.0 ini sama hal nya dnegan skill yang dibutuhkan di abad ke-21 atau pada umunya dikenal dengan keterampilan abad 21 atau 21 thcentury skills.

Adanya keterampilan abad 21 ini siswa dilatih untuk memiliki kemampuan 4C, yaitu critical thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi), collaboration (bekerja sama), dan creativity and innovation (kreativ dan inovasi).

Keterampilan abad 21 ini berfokus pada kemampuan atau keterampilan siswa untuk berpikir kritis dan dapat melakukan inovasi. Keterampilan ini merupakah salah satu jalan untuk menjadikan siswa sebagai pembelajar seumur hidup yang mandiri , karena ilmu pengetahuan dan teknologi akan terus mengalami perkembangan sehingga proses belajar pun berjalan seumur hidup. Keterampilan abad ke 21 memiliki relevansi dengan Al-Quran dan Al-Hadits. Keterampilan-keterampilan yang disebutkan dalam keterampilan abad ke 21 bukanlah hal yang asing dan baru bagi pendidikan islam. Hal ini karena keterampilan tersebut telah dijelaskan dalam Al-Quran dan Al-Hadits[20]

Kesimpulan

Konsep pendidikan dalam islam terdapat 3 istilah yaitu ta’lim, ta’dib, dan tarbiyah. Buya Hamka lebih condong kepada istilah tarbiyahuntuk konsep pendidikan islam. Hal ini karena dalam tarbiyah terdapat integrasi antara pengajaran atau transfer of knowledge, pendidikan budi pekerti dan pengembangan potensi peserta didik.

Konsep pendidikan islam menurut Buya Hamka yang menintegrasikan antara pengajaran, pendidikan budi pekerti serta pengembangan potensi sangat relevan dengan era society 5.0. Integrasi ketiga hal tersebut sesuai dengan kebutuhan kualitas SDM di era society 5.0 yang mana mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memiliki akhlak atau budi pekerti yang baik.

References

  1. Z. dan Emyurida, “DUNIA PENDIDIKAN : Antara Dilema dan Harapan Zulkifli Emyurida,” lentera, vol. 5, no. 14, 2014.
  2. “Al-Quran,” pp. 96:1–5.
  3. A.M.IRFAN TAUFAN ASFAR, “ANALISIS NARATIF, ANALISIS KONTEN, DAN ANALISIS SEMIOTIK (Penelitian Kualitatif),” no. January, 2019, doi: 10.13140/RG.2.2.21963.41767.
  4. M. Y. Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam dari Khawarij ke Buya Hamka Hingga Hasan Hanafi. Prenada Media Group, 2014.
  5. H. Pratami, “KARAKTERISTIK DAKWAH BUYA HAMKA,” INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO, 2020.
  6. SRI ANJANI, “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT BUYA HAMKA DALAM BUKU FALSAFAH HIDU,” UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA, 2018.
  7. prof. Dr. Hamka, “lembaga hidup,” Jakarta: republika, 2018, p. 303.
  8. Ibnu Ahmad Al-Fathoni, “Buya Hamka Biografi Tokoh Pendidik dan Revolusi Melayu by Ibnu Ahmad Al-Fathoni (z-lib.org).pdf.” p. 8, 2015.
  9. prof. Dr. Hamka, “lembaga hidup,” jakarta: republika, p. 264.
  10. A. Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja rosdakarya, 2007.
  11. prof. Dr. Hamka, Pelajaran Agama Islam. Jakarta: bulan bintang, 1984.
  12. A. Gharisyah, Metode Pemikiran Pemikiran Islam. bandung: gema insani press.
  13. M. Amin, “Kedudukan Akal dalam Islam: The Position of Reason in Islam,” TARBAWI J. Pendidik. Agama Islam, vol. 3, no. 1, pp. 79–92, 2018.
  14. A. P. A. Rozikin, Mochamad Choirur, “Implementation of Character Education in Islamic Boarding Schools,” Acad. Open, vol. 4, pp. 1–13, 2021, doi: 10.21070/acopen.4.2021.3032.
  15. prof. Dr. Hamka, Lembaga Budi. Jakarta: republika.
  16. Dwi Runjani Juwita, ““Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini Di Era Millennial,” Ilmu Tarb., vol. 7, no. 2, pp. 282–314, 2018.
  17. I. Kamal, E. A. Firmansyah, K. K. Rafiah, A. F. Rahmawan, and C. Rejito, “Pembelajaran di Era 4.0,” no. November, pp. 265–276, 2020.
  18. “Agus Widjojo: Perkembangan Peradaban Manusia Harusnya Tidak Menghancurkan Budaya,” LEMHANNAS RI, 2021. http://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-release/1277-agus-widjojo-perkembangan-peradaban-manusia-harusnya-tidak-menghancurkan-budaya.
  19. H. B. Hajriyah, “Modernisasi Pendidikan Agama Islam Di Era Revolusi Industri 4.0,” MOMENTUM J. Sos. dan Keagamaan, vol. 9, no. 1, pp. 42–62, 2020, doi: 10.29062/mmt.v9i1.64.
  20. “4C, KETERAMPILAN ABAD 21 DALAM AL-QUR’AN,” MTS. MIFTAHUL ULUM 2, 2020. https://mtsmu2bakid.sch.id/4c-keterampilan-abad-21-dalam-al-quran/ (accessed Jun. 16, 2022).