Abstract

This study aims to find out what the values ​​of moral education are contained in the Sang Kiai film and how the social cognition is behind the scenario writer in making the Sang Kiai film script. The type of research used is descriptive qualitative research with data analysis techniques using discourse analysis of Teun Van Dijk. Based on the results of research that has been analyzed using three elements, namely the macro structure, super structure and micro structure, it is found that several values ​​of moral education are shown or shown in the Sang Kiai film including: sincere behavior, humbleness or humility, responsibility, compassion, fear of Allah SWT. , be devoted both to parents, and stay away from prejudice to others, regarding the social cognition contained in the film Sang Kiai is about the struggle of KH Hasyim Asyari who did not want to compromise with the invaders and the obstacles that KH Hasyim Asyari had to go through. Which in this film is framed with the values ​​of moral education. The value of moral education shown in the film Sang Kiai can be implemented in everyday life both in the family, community, school and other places, so that it is expected to become a good habit.

Pendahuluan

Pendidikan merupakan kebutuhan bagi seluruh umat manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan salah satunya pengetahuan. Pengetahuan mengajarkan manusia untuk dapat mengerti dan memahami bagaimana menjalani kehidupan dengan baik.

Menurut Abdullah pendidikan yang baik itu adalah pendidikan yang tidak hanya mengajarakan pendidikan intelektual saja, melainkan juga harus memperhatikan aspek moral dan akhlak yang baik sehingga tidak hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan antar pemberi ilmu kepada penerima ilmu dalam hal ini yaitu peserta didik, tetapi sebaiknya memberikan nila-nilai kehidupan berupa akhlak dan moral yang baik kepada peserta didik[1]

Dalam penyampaiannya, pendidikan akhlak membutuhkan lebih banyak contoh atau teladan daripada teori. Pendidikan tidak akan berhasil tanpa dilandasi dengan memberikan teladan yang baik. Pendidikan akhlak tidak dapat berdiri dengan tegak jikalau hanya sekedar menyampaikan isi atau ajaran semata. berkaitan dengan hal ini sebenarnya pemberian contoh dapat memanfatkan media film. Media film dirasa media yang cukup efektif sebagai media Pendidikan khususnya Pendidikan akhlak dimana dalam suatu film, gerak dan tingkah laku pemainnya serta peristiwa yang mengiringi suatu cerita akan lebih cepat bisa dilihat dan diserap penonton, sehingga sangat memungkinkan bagi penonton untuk meniru.[2]

Film yang di dalamnya mengandung nilai pendidikan akhlak salah satunya adalah film Sang Kiai. Film ini merupakan film yang mengisahkan KH Hasyim Asyari tokoh yang sangat popular dan menjadi panutan banyak orang. Hasyim Asyari menjadi seorang kyai yang banyak memberikan dakwah dan mendidik santri-santrinya menjadi orang yang beriman dan memiliki karakter yang kuat. Film Sang Kiai ini menyabet beberapa penghargaan. Film Sang Kiai mendapat penghargaan sebagai film terbaik pada festival film Indonesia tahun 2013. Film ini rilis pada tanggal 7 Desember 2013

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Dimana data-data yang dikumpulkan berupa susunan kata, dokumen, gambar dan bukan angka.[3] Peneliti akan mendeskripsikan fenomena sosial yang terjadi secara terperinci yang dalam hal ini mengenai nilai pendidikan akhlak pada film Sang Kiai. Peneliti menggunakan pendekatan fenomenologis untuk memahami fenomena secara menyeluruh dari segi konteks hingga analisisnya yang utuh ( holistic).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan Teknik observasi dengan menyaksikan, menyimak dan mencatat peristiwa atau kejadian yang berbentuk tulisan maupun berupa gambar. Dengan begitu peneliti dapat menemukan data sebanyak mungkin dalam film Sang Kiai. Data-data yang telah terkumpul, akan diolah dengan cara mengklarifikasinya ke dalam beberapa kategori sesuai dengan kategori nilai Pendidikan akhlak yang ada dalam teori. Sehingga, data-data tersebut akan lebih mudah untuk dianalisis.

Selain itu, penulis juga menggunakan teknik dokumentasi, yaitu mengumpulkan dan mempelajari bahan yang sudah ada yaitu data-data berupa tayangan video dalam film, foto, objek, seni dan segala jenis bunyi. Metode dokumentasi sendiri menggunakan Teknik Riset Kepustakaan, Peneliti mengumpulkan data dan membaca literatur dari beberapa sumber seperti buku, internet, dan sebagiannya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Kemudian data di analisis melalui kerangka analisis wacana Teun A. Van Dijk untuk mendapatkan hasil nilai Pendidikan akhlak dari film.

Analisis wacana adalah gagasan atau ide hasil dari sebuah pemikiran yang mengandung maksud atau makna, sehingga diharapkan dengan analissis wacana dapat mengungkapkan makna tersembunyi dari sebuah pernyataan. Sebenarnya banyak sekali model analisis wacana ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh para tokoh, seperti Sara Mills, Norman Fairclough dan Teun A. Van Dijk. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori analisis wacana model Teun A. Van Dijk.Menurut Teun A. Van Dijk analisis wacana memiliki tiga dimensi atau bangunan, yaitu teks, kognisi sosial, serta konteks sosial. Jika ketiga dimensi itu digabungkan kedalam satu kesatuan analisis, maka hal itu akan menjadi inti dari analisis milik Teun Van Dijk. Berikut ini model analisis Van Dijk:[4]

Struktur wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur Makro TEMATIKTema/topik yang dikedepankan dalam suatu berita Topik
Superstruktur SKEMATIKBagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh Skema
Struktur Mikro SEMANTIKMakna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan memberi detail pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detail sisi lain Latar,Detail,Maksud,Nominalisasi
Struktur Mikro SINTAKSISBagaimana kalimat (Bentuk, susunan) yang dipilih Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata Ganti
Struktur Mikro STILISTIK Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita. Leksikon
Struktur Mikro RETORIS Bagaimana dan dengan cara penekanan dilakukan. Grafis, Metafora, Ekspresi
Table 1.Struktur Analisis Teun Van Dijk

Hasil dan Pembahasan

A. Scene-scene yang mengandung nilai Pendidikan akhlak dalam Film Sang Kiai

a) Scene 1 : Keikhlasan KH Hasyim Asyari menerima santri yang miskin sebagai santrinya

Ayah santri baru : “Aduh maaf dek! kami tidak punya hasil bumi untuk nyantri disini”
Khamid : “Waduh pak pak yaa gak bisa! kalau anak bapak nyantri disini mangan opo pak?, mangan opo?”
KH Hasyim Asyari : “wallahu khairur raziqin. Allah itu sebak-baik maha pemberi rezeki”
Khamid : “nggeh yai”
KH Hasyim Asyari : “Bapak, anak bapak diterima menjadi santri disini”
Ayah santri baru : “Matur nuwun hadratussyeikh”
Table 2.Scene 1

Analisis data menurut teori Teun Van Dijk :

Struktur wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur Makro Tematik : Ketulusan dan keikhlasan Sang Kiai dalam memberi ilmu Topik: KH Hasyim Ayari tokoh yang sangat di segani sekaligus pendiri dan pengasuh pondok pesantren tebuireng yang mengajar tanpa mematok biaya kepada santrinya. Beliau mengajar dengan penuh rasa ikhlas. Tanpa ada rasa ingin mendapatkan balasan dan hanya semata karena Allah
Superstruktur Skematik :KH Hasyim Asyari menerima anak laki-laki miskin sebagai santrinya. Skema : Seorang anak laki-laki beserta ayahnya yang miskin datang ke pondok dengan maksud ingin mondok di tebuireng. namun panitia penerimaan santri baru yakni Khamid menolak santri tersebut dan berkata kasar kepada mereka. Melihat itu KH Hasyim Asyari langsung menghampiri mereka dan menerima lanak laki-laki tersebut sebagai santrinya
Struktur Mikro Semantik : Perasaan senang yang dirasakan anak laki-laki tersebut lantaran bisa diterima menjadi santri tebuireng berkat keikhlasan KH Hasyim dalam memberikan ilmu.Uraian tersebut mempresentasikan wacana nilai akhlak yaitu perilaku Ikhlas. Latar : Ikhlas adalah suatu sikap tanpa ada rasa ingin mendapatkan balasan dan apa yang dilakukan dan mengharap hanya semata karena Allah ta’ala.Detail:Kisah inspiratif KH Hasyim dalam mendidik santrinya yaitu beliau bersikap ikhlas dan tidak pernah mematok harga kepada santrinya (niat mengharap ridho Allah)Maksud film: film ini menunjuukan kepada kitaMenegaskan betapa pentingnya perilaku ikhlas dalam kehidupan sehari-hari apalagi dalam urusan kebaikan yaitu mengajarkan ilmu.NominalisasiPada film Sang Kiai adalah upaya meningkatkan betapa pentingnya perilaku ikhlas dalam mengajarkan ilmu dan menolong terhadap sesama
Table 3.Sajian data scene 1

Hal yang di lakukan KH Hasyim Asyari menggambarkan bahwa, mengerjakan sesuatu harus disertai rasa ikhlas. Tanpa ada rasa ingin mendapatkan balasan dan hanya semata karena Allah ta’ala. Ini menunjukkan nilai Pendidikan akhlak untuk saling menolong dan keikhlasan. Guru yang ikhlas paham dan sadar bahwa segala amal perbuatannya mesti hanya diniatkan untuk mendapatkan ridha Allah SWT semata. Keikhlasan seorang guru dapat dilihat ketika ia berbuat baik bukan karena ingin mendapat pujian, hendak cari nama, atau mendapatkan penghargaan. Yang penting ridha Allah SWT, itu sudah cukup. Guru yang ikhlas tak bisa diperbudak penghargaan dalam bentuk perkataan, perhatian, pemberian fasilitas dan tanda jasa, dan lain sebagainya.

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْتَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ

Artinya : “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. ( QS. AL-Hajj 46)[5]

b) Scene 2 : KH Hasyim Asyari memanen padi di sawah

Harun : “Kulo baru paham Kiai, mengapa kiai bertani dan berdagang. Tapi, kenapa kiai turun tangan sendiri memanen sawah kiai, kiai kan bisa saja menyuruh kulo atau para santri yang lain untuk membantu para petani di sawah.”
KH Hasyim : “Dengan membantu para petani,kita bisa merasakan jerih payah mereka. Dengan, kita bisa menghargai nasi yang kita makan”
Table 4.Scene 2

Analisis data menurut teori Teun Van Dijk :

Struktur wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur makro Tematik : Kerendahanhati seorang KH Hasyim Asyari Topik: KH Hasyim Ayari yang merupakan tokoh besar dan terhormat, pendiri serta serta pengasuh pondok Pesantren Tebuireng,yang sangat rendah hati dimana ia tetap turun langsung Bertani disawah.
Superstruktur Skematik : KH Hasyim Asyari memanen padi di sawah Skema :Dikala waktu senggang tidak ada kegiatan di pondok KH Hasyim Asyari beserta santrinya pergi ke sawah untuk memanen padi.Terlihat Sang Kiai turun langsung bertani di sawah bersama degan masyarakat sekitar.
Struktur mikro Semantik :Sebagai kiai besar KH Hasyim Asyari tidak merasa risih berserawung dengan para petani desa yang apabila dilihat dari struktur social di kehidupan masyarakat jauh berbeda antara keduanya.Uraian tersebutmempresentasikan wacana nilai akhlak yaitu perilaku Tawadlu, Latar : Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih hebat dari orang lain, Tawadlu atau rendah hati lawan dari sombong. Dengan memiliki sifat ini maka seseorang akan merasa dirinya orang baisa meskipun banyak kelebihanDetail: KH Hasyim Asyari tidak merasa risih berserawung dengan para petani desa yang apabila dilihat dari struktur social di kehidupan masyarakat jauh berbeda antara keduanya namun beliaut tetap rendah hati.Maksud film: Sang Kiai patut dijadikan suri tauladan semua umat atas prilaku yang beliau contohkan salah satunya perilaku tawadlu atau rendah hatiNominalisasi Adanya upaya agar manusia dapat meniru apa yang dicontohkan KH Hasyim yaitu berprilaku Tawadlu atau rendah hati dalam kehidupan sehari-harinya.
Table 5.Sajian data scene 2

Secara bahasa, kata tawadhu berarti merendahkan atau juga dapat diartikan dengan rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah, tawadhu adalah menampakan kerendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan. [6]

Allah SWT telah memerintahkan kepada umatnya untuk bersikap tawadhu terhadap Allah SWT dan sesama manusia. Sikap tawadhu terhadap Allah SWT yaitu ketika berdzikir, memohon, dan berdoa dengan cara suara yang pelan, sungguh-sungguh, tenang dan dengan perasaan takut, sedangkan sikap tawadhu terhadap sesama manusia yaitu merendahkan hatinya dengan patuh, berkata lemah lembut, dan sopan santun terhadap orang yang lebih tua seperti orang tua, guru, dan orang-orang yang lebih tua. Dalam Al-Quran diterangkan sebagai berikut :

لَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ

Artinya: "Jangan sekali-kali engkau (Muhammad) tujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang kafir), dan janganlah engkau bersedih hati terhadap mereka dan bersikap rendah hatilah engkau terhadap orang-orang yang beriman." (Q.S Al-Hijr: 88).[5]

(c) Scene 3 : Sikap tanggung jawab Hamid menerima hukuman karena melanggar tata tertib pondok.

KH Hasyim Asy’ari : “Solihin, tadi kamu catat siapa-siapa saja yang tidak shalat dzuhur berjamaah.”
Solihin : “ Hamid Kiai, biasa ketiduran katanya.”
KH Hasyim Asy’ari : “ Apa hukumanya orang yang tidak ikut shalat berjamaah.”
Table 6.Scene 3

Analisis data menurut teori Teun Van Dijk :

Struktur wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur makro Tematik : Sikap tanggung jawab santri menerima hukuman lantaran melanggar tata tertib pondok. Topik: Hamid salah satu santri pondok pesantren Tebuireng yang bertanggung jawab atas kesalahan yang ia lakukan.
Superstruktur Skematik : Hukuman yang harus diterima oleh Hamid karena melanggar peraturan yaitu mencium pantat sapi Skema : Salah satu aturan yang ada di pondok Tebuireng yaitu wajib melaksanakan sholat secara berjamaah di masjid. Bagi santri yang tidak mengikuti sholat berjamaah tanpa izin syari maka akan dikenakan sanksi atau hukuman Dalam kasus ini Hamid tidak melaksanakan shalat dzuhur berjamaah. Dan hukuman yang akan diberikan dan diterima Hamid adalah mencium pantat sapi.
Struktur mikro Semantik :Hamid mulai memahami dan sadar bahwa bila melanggar aturan atau tata tertib yang sudah disepakati sebelumnya maka yang harus ia lakukan adalah bertanggung jawab dan siap menerima sanksi apapun dalam hal ini yaitu ia harus mencium pantat sapi. Latar : Seseorang harus bertanggungjawab atas suatu perbuatan yang telah dilakukan. jika dikenakan suatu sanksi maka ia harus menerimanya.Detail:hukuman yang harus diterima Hamid dikategorikan ringan, akan tetapi Hamid merasa keberatan. Awalnya ia menolak lantaran merasa jijik harus mencium pantat sapi. Namun karena adanya paksaan dari santri lainnnya akhirnya ia melaksankan sanksi yang menjatuhinya sebagai bentuk dari rasa tanggungjawab.Maksud film: Nilai Pendidikan akhlak yang dapat diambil yakni sikap disiplin dan tanggung jawab. Setiap perbuatan memiliki konsekuensi tersendiri. Jika yang dilakukan adalah kebaikan maka yang akan didapat adalah penghargaan dan apabila perbuatannya melanggar aturan seperti yang dilakukan Hamid maka hukuman lah yang pantas diberikan kepadanya.Nominalisasi Menunjukkan bahwa Tanggung jawab dapat memunculkan sikap berani mengakui kesalahan yang dilakukan dan mau mengubahnya menjadi tindakan lebih baik.
Table 7.Sajian data scene 3

Sikap disiplin dan bertanggung jawab menunjukkan nilai Pendidikan akhlak. Sikap disiplin adalah bentuk kepatuhan seseorang kepada peraturan yang telah disepakati bersama[7]. Selain itu disiplin juga dapat diartikan bentuk kepatuhan seseorang kepada peraturan, tatanan, norma, serta tunduk pada pengawasan dan pengendalian yang diterapkan dimana ia berada. Disipin juga diartikan sebagai ajang latihan pembiasaan yang memiliki tujuan.[8]

Tanggung jawab berasal dari kata tanggung yang berarti tanggungan, kensekuensi ,atau jaminan. Dan jawab yang artinya respon atau tanggapan yang diberikan. Jadi yang dimaksud Tanggung jawab adalah tanggungan yang wajib dilakukan sehingga ketika dipertanyakan mengenai perihal tanggungan itu, orang yang bersangkutan dapat menjawabnya. Tanggung jawab juga dapat diartikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatu.[9]

(d) Scene 4 : Ketaqwaan KH Hasyim Asyari

Penerjemah : “Kiai mau kemana?”
KH Hasyim Asy'ari : “kamu muslim?”
Penerjemah : (Menganggukkan kepala)“iya saya muslim”
KH Hasyim Asy'ari : “Bagaimana kamu bisa mengaku muslim Kalau panggilan (Adzan) itu sama sekali tidak mengetuk-ngetuk kalbumu. panggilan ini seharusnya menggugurkan segala kegiatan yang sedang kamu lakukan.”(sang Kiai pun pergi menuju tempat salat)“Kafir ini boleh saja merajam saya setelah saya menunaikan ibadah salat mereka memaksa kita untuk memuja Dewa Matahari mereka sekarang maka mereka akan melarang kita memuja Tuhan kita melarang kita memuja Tuhan kita.”
Table 8.Scene 4

Analisis data menurut teori Teun Van Dijk :

Struktur wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur makro Tematik : Ketaqwaan yang ditunjukkan KH Hasyim Asyari. Topik: Sebagai orang muslim melaksankan sholat sholat lima waktu adalah suatu kewajiban begitupula yang dilakukan KH Hasyim Asyari, walaupun dalam keadaan genting beliau tetap mengedepankan sholat.
Superstruktur Skematik : KH Hasyim meninggalkan tempat intrograsinya di tahanan setelah mendengar suara adzan. Padahal waktu itu beliau sedang diintrogasi oleh seorang komandan tantara Jepang dan beliau dipaksa untuk tunduk serta melakukan "Seikerei". Skema : Lantaran melakukan penolakan terhadap seikrei KH Hasyim Asyari serta beberapa santri akhirnya di tahan oleh tantara Jepang. Di penjara KH Hasyim diinterogasi oleh komandan tentara Jepang untuk mengakui kesalahannya dan beliau dipaksa untuk tunduk serta melakukan "Seikerei". Disana beliau di damping seorang penerjemah muslim yang juga dari Indonesia KH Hasyim diinterogasi. Saat introgasi tidak lama terdengar kumandang adzan. KH Hasyim dengan santainya tanpa takut berdiri dan melenggang pergi untuk mengambil air wudhu guna untuk melaksanakan sholat. Sang Kiai pun meninggalkan tempat sedangkan komandan jepang marah-marah kepada beliau.
Struktur mikro Semantik :Hamzah yang merupakan seorang penerjemah muslim dari Indonesia merasa tertampar dengan apa yang dikatakan Sang Kiai kepadanya. “Bagaimana kamu bisa mengaku muslim Kalau panggilan (Adzan) itu sama sekali tidak mengetuk-ngetuk kalbumu. panggilan ini seharusnya menggugurkan segala kegiatan yang sedang kamu lakukan”. Pasca mengatakan itu Sang Kiai pergi untuk sholat. Melihat ketaqwaan Sang Kiai yang begitu besar akhirnya membuat Hamzah menjadi tobat dan ia memutuskan untuk menjadi santri Hadratussyeikh. Latar : Ketaqwaan sang kiai tidak di ragukan lagi dimana beliau tidak takut sama sekali terhadap tantara Jepang. Sang Kiai menolak sekrei dan melaksankan sholat bahkan beliau siap di rajam namun setelah melakukan sholat. Sang Kiai hanya takut kepada Allah semata.Detail: Meskipun keadaan genting Sang Kiai tetap melaksanakan perintah Allah dengan cara melaksanakan sholat dan menjauhi larangan Allah. Beliau menolak sekrei dengan tegas karena itu bertentangan dengan ajaran islam karena termasuk kategori menyembah selain Allah. Apa yang dilakukan Sang Kiai tersebut merupakan bentuk ketaqwaan seorang muslim.Maksud film: Menegaskan betapa pentingnya taqwa bagi kehidupan kita, maka kita harus berusaha semaksimal mungkin agar bisa menjadi orang yang bertaqwa, meskipun kita tahu bahwa untuk menjadi orang yang bertaqwa bukan hal yang mudah, Nominalisasi: Seseorang yang mempunyai taqwa akan merasakan kenikmatan jiwa jika dirinya dapat menjalankan perintah Allah, sekaligus bisa menjauhi larangan Allah dalam rangka taat kepada Allah. Kehidupan penuh taqwa akan mendapatkan curahan nikmat dari Allah sebagaimana firman-Nya:Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertaqwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui. (QS. Al-Baqoroh :103)
Table 9.Sajian data scene 4

Standar keimanan seseorang dapat diukur dari tingkat ketakwaan orang tersebut. Takwa adalah menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.Setiap muslim senantiasa bertakwa lantaran ketakwaan adalah tujuan hidup setiap muslim. Kita sebagai muslim dapat meningkatkan ketakwaan dengan cara melaksanakan sholat fardhu 5 waktu.

Kualitas ketakwaan seorang hamba dapat dilihat dari sejauhmana ia dapat secara konsisten melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi yang dilarang oleh-Nya. Semakin konsisten dalam menjalankan perintah-Nya, maka ia semakin tinggi kadar ketakwaanya kepada Allah. Firman Allah,Makabertakwalahkamukepada Allah menurutkesanggupanmu.” (QS At-Tagabun [64]: 16).

Seorang hamba yang bertakawa, maka ia akan senantiasa mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari Allah. Allah juga akan memberikan kehormatan dan kemuliaan di dunia dan di akhir dan surga adalah balasan bagi mereka yang senantiasa bertakwa.

(e) Scene 5 : Gus Wahid sedang menenangkan Ibunya ( Nyai Kapu) karena KH Hasyim Asyari di Penjara

Gus Wahid : “Maaf bu, belum sempat ke tempat ibu.”
Nyai Kapu : “Ndak usah mikir ibu, keadaan bapak bagaimana?”
Gus Wahid : “Ibu tenang saja, bapak biar saya yang urus. Bu, untuk sementara ibu ngungsi dulu ke Denaran sama anak-anak”
Table 10.

Analisis data menurut teori Teun Van Dijk :

Struktur wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur makro Tematik : Perilaku Gus Wahid yang berbakti kepada ibundanya. Topik: Gus Wahid yang mencoba menenangkan Ibundanya tatkala ibunya sedang cemas lantaran KH Hasyim Asyari ditahan oleh tantara Jepang
Superstruktur Skematik : Gus Wahid pergi ke tempat pengungsian ibunya di ponpes Denanyar. Skema : Selama KH Hasyim Asyari dipenjara istrinya yakni Nyai Masruroh pun mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat kota Jombang.Gus Wahid salah satu putra Sang Kiai sering menemui ibundanya tersebut. Dalam scene ditunjukkan Gus Wahid mencium tangan ibunya, beliau pun juga melontarkan kalimat yang halus dan menenangkan kepada ibunya
Struktur mikro Semantik :Sebagai bentuk baktinya kepada ibunya Gus Wahid menemui ibunya disana beliau mengatakan kepada ibundanya bahwa ia akan berusaha sekuat tenaga untuk dapat membebaskan Sang Kiai dan Kembali ke pelukan keluarganya dan terkhusus Kembali lagi ke pondok pesantren Tebuireng Latar : Birrul Walidain adalah akhlak berbakti (berbuat baik) kepada kedua orang tua. Yang mana hukum berbakti kepada orang tua adalah fardhu (wajib) ain bagi setiap Muslim.Detail:Gus Wahid menemui Ibundanya yang waktu itu mengungsi di pondok pesantren Denanyar. Disela-sela kesibukannya mengurus kebebasan Sang Kiai, Gus Wahid tetap menyempatkan untuk pergi menemui ibunya dan menenangkan ibundanya supaya tidak khawatirMaksud film: Sebagai seorang Anak kita wajib untuk berbakti kepada orang tua . Besar sekali pengorbanan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya dan seberapa banyak harta pun tidak mampu untuk membayar semua jasa dan kasih sayang yang diberikan orang tua. Orangtua adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah karuniakan kepada kita. Orangtua menjadi sebab adanya kita di dunia pula.Dalam kehidupan modern ini, banyak anak yang melupakan pentingnya berbakti kepada orangtua. Bagi yang sudah menikah, kewajiban berbakti kepada orangtua kerap terlupakan, padahal anak berbakti pada orangtua adalah suatu keharusan.Nominalisasi Pada film Sang Kiai adalah upaya mengingatkan pentingnya berbakti kepada kedua orang tua
Table 11.Sajian data tema 5

Salah satu perintah Allah Ta’ala untuk hamba-Nya adalah perintah untuk birrul walidain. Birrul walidain artinya berbakti kepada orang tua. Birrul walidain adalah hal yang diperintahkan dalam agama. Oleh karena itu wajib bagi seorang muslim untuk berbuat baik dan berbakti kepada orang tua. Jika berkaca pada perjuangan kedua orang tua dalam membesarkan kita, sudah selayaknya kita berbuat baik dan berbakti terhadap kedua orang tua. Mereka sudah selayaknya mendapatkan kebaikan dan penghormatan dari anaknya.Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman:

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

Artinya :“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, bahkan menyusukan pula selama kurang lebih 2 tahun. Maka dari itu bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku sajalah tempat kamu kembali”. (Q.S. Luqman : 14)[10]

Ayat ini mengandung pesan kepada semua manusia menyangkut kedua orang tua, yakni ibu dan bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelembahan yang berganda dan bertambah-tambah. Lalu ia melahirkannya dengan susah payah. Menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al Mishbah, ayat tersebut menunjukkan penghormatan dan kebaktian kepada orang tua menempati posisi kedua setelah pengagungan kepada Allah SWT.

B. Wacana film Sang Kiai dilihat dari kognisi sosial

Dalam berbagai informasi yang penulis dapatkan baik dari buku internet dan sumber-sumber lain penulis menemukan beberapa jawaban mengenai pandangan sutradara tentang gejala sosial pada waktu itu. Menurut sutradara Rako Prijanto film sang kiai ini merupakan film yang sangat epic dimana dalam film ini menggambarkan tidak ada perbedaan antara islam dan Indonesia. Menurutnya Nahdlatul Ulama yang berdiri di depan mampu menyatukan pandangan dan tidak memisahkan keduanya dari arti kemerdekaan.

Film yang dalam sepekan sudah ditonton oleh dua juta pasang mata ini mengangkat kisah dari kakek mantan Presiden Republik Indonesia ke -4 Gus Dur yaitu KH Hasyim Asy'ari. Rako ingin sekali menggali tentang indonesia dan ia terpikirkan untuk mengangkat suatu film tentang sosok KH Hasyim Asy'ari. Walaupun sepanjang hidupnya ia tidak pernah mengenyam kehidupan di bangku pesantren dan ia pun juga bukan dari kalangan Nahdiyin tapi Rako Prijnato tetap ingin mengangkat film sosok seorang pendiri organiasi islam terbesar Nahdatul Ulama.

Tiga tahun sebelum Film Sang Kiai rilis sudah ada film yang lebih dahulu mengusung tema islami, film itu berjudul Sang Pencerah yang membahas sejarah pendiri ormas islam besar di Indonesia yiatu Muhammadiyah. Meskipun antara Sang Kiai ataupun Sang Pencerah sama-sama mengusung tema islami namun kontruksinya berbeda. Namun disini penulis tidak akan membahas mengenai perbedaan kedua film tersebut. Pandangan kritis Rako Prijanto tentang kognisi sosial yang hadir pada waktu itu tersentuh pada tulisan Menjadi NU, Menjadi Indonesia : Pemikiran KH Muchith Muzadi karya Ayu Sutarto. Akhirnya ia menciptakan karya yang luar biasa dimana di dalamnya menceritakan perjuangan Sang Kiai yang kala itu tidak mau berkompromi dengan penjajah serta rintangan-rintangan yang harus beliau lalui yang dikemas dalam sebuah film.

Kontribusi KH Hasyim Asy’ari bagi kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya sangatlah penting. Ada satu aspek yang menunjukkan kepeduliannya terhadap kondisi ekonomi masyarakat. KH Hasyim Asy'ari juga berkontribusi dalam mengolah sawah untuk menafkahi para santri yang mondok di Tebuireng. Itulah yang membuat beliau menjadi sosok yang sangat dicintai tidak hanya kalangan Nahdiyin saja tapi seluruh masyarakat Indonesia.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis menggunakan tiga unsur yaitu struktur makro, super dan struktur mikro maka ditemukan beberapa nilai pendidikan akhlak yang ditampilkan atau ditunjukkan dalam film Sang Kiai diantaranya adalah : perilaku ikhlas, tawadlu atau rendah hati, bertanggungjawab, kasih sayang, bertaqwa Allah SWT, berbakti kedua kepada orang tua, serta Menjauhi prasangka buruk kepada orang lain. Selanjutnya, mengenai kognisi sosial yang terkandung dalam film Sang Kiai adalah tentang perjuangan KH Hasyim Asyari yang tidak mau berkompromi dengan penjajah serta rintangan-rintangan yang harus KH Hasyim Asyari lalui. Yang dimana dalam film ini dibingkai dengan nilai-nilai Pendidikan akhlak. Nilai pendidikan akhlak yang ditunjukkan dalam film Sang Kiai dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah dan di tempat lainnya, sehingga di harapkan bisa menjadi kebiasan yang baik.

References

  1. R. Abdullah, Aktualisasi konsep Dasar Pendidikan Islam. Yogyakarta: UII Press, 2002.
  2. N. Riyanti, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Film Bidadari-Bidadari Surga,” 2015.
  3. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2014.
  4. Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
  5. D. RI, Al-Qur’an dan Terjemahan. Semarang: Grafindo, 1994.
  6. Purnama Rozak, “Indikator Tawadhu Dalam Keseharian,” Madaniyah, vol. 1, 2017.
  7. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
  8. Imam Satrio, “Pembentukan Karakter Disiplin melalui Ekstrakulikuler Forum Ukhuwah Kajian Islamiyah di MAN Purwokerto,” IAIN Purwokerto, 2016.
  9. Husni Thoyar dan Abdul Mu’ti, Al Islam dan Kemuhammadyahan Kelas IX. Yogyakarta: Mentari Pustaka, 2008.
  10. Al-Qur’an dan Terjemah Indonesia. Kudus: Menara Kudus, 2006.