Elementary Education Method
DOI: 10.21070/ijemd.v20i.669

Implementation of the Family Quality Improvement Program (PKK) in Improving the Family Economy in Sidoarjo Regency


Implementasi Program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) Dalam Meningkatkan Perekonomian Keluarga di Kabupaten Sidoarjo

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Implementation Family Quality Improvement Program (PKK) Family Economy

Abstract

Since 2011 the Family Quality Improvement Program (PKK) has been socialized by DP3AKB Sidoarjo Regency in each sub-district. In fact, the Family Quality Improvement (PKK) program in Sidoarjo Regency has not run in accordance with the objectives of this program. The purpose of this study is to describe and analyze the implementation of the Family Quality Improvement (PKK) program in improving the family economy in Sidoarjo Regency as well as to describe and analyze the supporting factors and inhibiting factors of the Family Quality Improvement (PKK) program in improving the family economy in Sidoarjo Regency. This research uses descriptive qualitative method. The results of this study indicate that the implementation of the family quality improvement program (PKK) in improving the family economy in Sidoarjo Regency has 6 indicators. Based on the results of research on financial resource indicators (budget) the Office of Women's Empowerment, Child Protection, and Family Planning (DP3AKB) Sidoarjo Regency did not receive a budget from the central government to implement the Family Quality Improvement Program (PKK). Meanwhile, the communication indicators between organizations show that not all women have access to information to participate in the Family Quality Improvement Program (PKK).

Pendahuluan

Indonesia termasuk dalam peringkat 5 besar dengan jumlah penduduk terbanyak. Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan bahwa dari jumlah penduduk Indonesia tersebut terdiri jumlah penduduk perempuan mencapai 134.229.988 jiwa dan penduduk laki-laki berjumlah 137.119.907 jiwa. Di Indonesia, pembangunan keluarga diamanatkan dalam Undang-Undang No.52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin [1]. Permasalahan keluarga yang masih sering terjadi, ialah faktor ekonomi. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial ekonomi yang sulit diatasi hingga saat ini. Persoalan kemiskinan sangat kompleks dan beragam pada masing-masing provinsi. Salah satu provinsi yang memiliki angka kemiskinan cukup tinggi yaitu provinsi Jawa Timur. Berikut data kemiskinan di Jawa Timur. Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur tercatat 4.585,97 ribu jiwa. Angka ini bertambah sebesar 166,9 ribu jiwa dibandingkan dengan kondisi Maret 2020 yang sebesar 4.419,10 ribu jiwa. Salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki angka kemiskinan yang masih tinggi yaitu Kabupaten Sidoarjo. Berikut ini merupakan data tersebut.

Gambar 1. Data Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo

Sumber : Badan Pusat Statistik (2020)

Berdasarkan gambar 1.3 diatas Badan Pusat Statistik (BPS) Sidoarjo, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Sidoarjo telah mengalami peningkatan pada tahun 2020. Pada tahun 2019 lalu sebesar 5.32%, sedangkan tahun 2020 meningkat menjadi 5.59% [2]. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diharapkan pemerintah daerah sebagai lembaga pemerintahan yang paling kecil mampu membantu pemerintah pusat dalam menganai masalah pemberdayaan perempuan ini[3]. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi tersebut maka Pemerintah Kabupaten Sidoarjo khususnya Pemerintah Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana(DP3AKB) Kabupaten Sidoarjo hadir untuk memberikan pendampingan keluarga melalui penyediaan layanan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang terutama pada pasal 31 ayat 3 yang menjelaskan bahwa hak dan kewajiban seseorang yang telah menikah memiliki tugas masing-masing dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga, pasal tersebut berbunyi bahwasanya “suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga”[4]. Salah satu layanan yang diberikan yakni melalui Program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK), program ini bertujuan memenuhi kebutuhan dasar untuk terwujudnya kesejahteraan keluarga. Program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) yang sudah ada sejak tahun 2011. Pada tahun 2011 program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) tidak berjalan sesuai dengan rencana atau tujuan, hal ini dikarenakan pada saat itu kewenangan lebih besarnya hanya diberikan kepada sebuah organisasi atau kelompok Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) sendiri tanpa adanya campur tangan sepenuhnya dari pemerintah. Pada tahun 2014 saat masa kepemimpinan Joko Widodo Penerapan program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) telah ada campur tangan pemerintah untuk keberlanjutan program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK). Pemerintah Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Sidoarjo turun langsung untuk menerapkan dan melanjutkan program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK). Pada kenyataannya program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo belum berjalan sesuai dengan tujuan program ini. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Sidoarjo tidak mendapat anggaran dari pemerintah pusat untuk melaksanakan program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK). Serta belum semua kalangan perempuan mendapat akses informasi untuk mengikuti program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2007:6)[5] mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada konteks khusus yang alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Fokus Penelitian ini yaitu Implementasi Program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) dalam Meningkatkan Perekonomian Keluarga di Kabupaten Sidoarjo menurut Van Metter dan Van Horn terdapat enam indikator yakni Standart dan Sasaran Kebijakan, Sumber Daya, Komunikasi Antar Organisasi Dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan, Karakteristik Dari Agen Pelaksana, Kecenderungan (Disposisi) Atau Sikap Pelaksana, Dan Kondisi Ekonomi, Sosial, Dan Politik. Lokasi penelitian ini di Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Sidoarjo. Teknik penentuan informan yang digunakan yaitu teknik Purposive Sampling dengan informan Kepala Bidang P3A DP3AKB Kabupaten Sidoarjo, Kepala Seksi Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga DP3AKB Kabupaten Sidoarjo, dan masyarakat pelaksana program peningkatan kualitas keluarga di Kabupaten Sidoarjo. Jenis data menggunakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan Analysis Interactive Model dari Miles dan Huberman (2011) yang terdiri pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, kesimpulan dan verifikasi.[6]

Hasil dan Pembahasan

Implementasi kebijakan/program harus dirancang sebaik mungkin untuk pemenuhan serta memudahkan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Seperti halnya dengan adanya program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Teori yang digunakan yakni model implementasi kebijakan Van Metter Van Horn.[7]. Model implementasi kebijakan ini memberikan pandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh enam variabel, yakni standart dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar organisasi, kecenderungan (disposisi)/sikap pelaksana, dan kondisi sosial, ekonomi politik.

1. Standart dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran dari program peningkatan kualitas keluarga (PKK) ini di sasarkan kepada kriteria para perempuan ibu rumah tangga, perempuan yang tidak memilki suami (janda), perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap, perempuan yang putus sekolah, dan perempuan yang memeliki keinginan kuat untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan bidang di program peningkatan kualitas keluarga(PKK). Para perempuan tersebut sudah sesuai dengan standar dari tujuan dibentuknya program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo.

Berdasarkan hasil temuan diatas jika di kaitkan dengan teori model implementasi yang dikemukakan oleh Van Metter dan Van Horn [7], yang menjelaskan bahwa ukuran dan tujuan merupakan sebuah kinerja dari implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari sebuah ukuran dan tujuan kebijakan tersebut yang bersifat realistis dan sosio-kultur yang terdapat pada para pelaksana kebijakan.

Hasil penelitian diatas juga memiliki persamaan dengan hasil penelitian dari Kiki Sujarman (2018)[8]. Persamaan ini yaitu membahas tentang program peningkatan kualitas keluarga (PKK) melalui bentuk pelatihan yang dimana pelatihan tersebut memberikan output pada para perempuan dalam meningkatkan pereknomian keluarganya. Adapun bentuk pelatihan-pelatihan yang diberikan yakni sama-sama menjadikan membuat kerajinan dari kain perca. Kain perca diolah menjadi sesuatu yang dapat bernilai jual seperti, gantungan kunci, keset, taplak meja dan sebagainya. Namun dalam penelitian ini juga memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susatin (2019) yang berjudul Strategi Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluaraga (PKK) dalam meningkatkan program kerja PKK Di Desa Gandoang Kecamatan Salem Kabupaten Brebes[9]. Perbedaan ini yaitu strategi yang digunakan lebih menguatkan kelompok masyarakat desa khusunya perempuan dengan bergabung di organisasi PKK. Tujuan pemberdayaan kesejahteraan keluarga di Desa Gesi lebih memperkuat koperasi simpan pinjamnya untuk kelompok yang ingin mendirikan usaha, dari pada memberikan bentuk pelatihan kepada para perempuan disekitarnya. Sehingga dari situ tidak semua perempuan yang terjaring dalam program peningkatan kualitas keluarga dan yang mengikuti hanya orang-orang yang mengikuti PKK.

Program Peningkatan Kualitas Keluarga di Kabupaten Sidoarjo terdiri dari tiga pelatihan (pelatihan membatik, olahan makanan, dan kerajinan tangan). Ukuran dan sasaran dari program ini yaitu para perempuan yang berperan sebaga ibu rumah tangga, perempuan yang tidak memilki suami (janda), perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap, perempuan yang putus sekolah, dan perempuan yang memeliki keinginan kuat untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan bidang di program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo. Dari pelatihan tersebut di harapkan dapat meningkatkan perekonomian keluarga dari para perempuan tersebut. Pelatihan ini di sasarkan pada perempuan ibu rumah tangga, perempuan yang tidak memilki suami (janda), perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap, perempuan yang putus sekolah, dan perempuan yang memeliki keinginan kuat untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan bidang di program peningkatan kualitas keluarga (PKK) yang sesuai dengan standar dari program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo. Tujuan dari peningkatan kualitas keluarga (PKK) melalui pelatihan ini bertujuan untuk mensejahterahkan para perempuan tersebut, serta memberikan akses kepada perempuan dalam membuka wirausaha melalui keterampilannya dari situ akan diperoleh peningkatan perekonomian keluarga.

2. Sumber Daya

Sumber-sumber kebijakan yang tersedia.Sumber daya mempengaruhi dalam implementasi program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo. Adapun 4 dimensi dalam sumber daya, yaitu sumber daya manusia, sumber daya finansial, sumber daya waktu, dan fasilitas (sarana dan prasarana).

a. Sumber Daya Manusia

Seringkali kegagalan dari suatu proses implementasi kebijakan/program di sebabkan karena kurangnya sumber daya manusia yang memadahi, serta tidak berkompeten dalam tugas masing-masing. Pada proses pelaksanaannya DP3AKB Kabupaten Sidoarjo juga mengerahkan pegawai Kecamatan dan Desa dalam tahap pencarian peserta pelatihan program peningkatan kualitas keluarga (PKK). Hal ini di karenakan pegawai kecamatan dan desa merupakan sebuah bentuk pemerintahan yang dianggap paling dekat dengan masyarakatnya. Dalam bentuk pengawasan pelaksanaan kegiatan DP3AKB juga mengambil sumber daya manusia dari pemda terkhususnya bidang perekonomian. Hal ini di karenakan jumlah sumber daya manusia dari DP3AKB Kabupaten Sidoarjo di bidang P3A belum cukup memadahi dalam melaksanakan kegiatan pelatihan program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo.

Penelitian diatas juga diperkuat oleh teori implementasi kebijakan publik menurut Van Metter dan Van Horn [7] bahwasanya manusia sangat berpengaruh dalam menentukan tingkat keberhasilan implementasi kebijakan, karena manusia merupakan sumber daya yang paling penting dalam pembuatan suatu kebijakan/program.

b. Sumber Daya Finansial (Anggaran)

Selain sumber daya manusia yang berpengaruh dalam pelaksanaan program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo yaitu sumber daya finansial. Walaupun sudah di dukung dengan sumber daya manusia yang memadahi dan berkompeten di bidang masing-masing, namun jika tidak di dukung dengan adanya sumber daya finansial (dana) maka kebijakan/program tersebut tidak dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Dalam pelaksanaan program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo, sumber dana yang diperoleh DP3AKB untuk kegiatan pelaksanaan pelatihan dari program peningkatan kualitas keluarga (PKK) dalam meningkatkan perekonomian keluarga di Kabupaten Sidoarjo yaitu dari DBHCHT dan dana APBD. Dana tersebut di kelola sebaik mungkin untuk mewujudkan atau mendukung dari tujuan program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo.

Menurut Van Metter Van Horn [7] menjelaskan bahwa sumber daya yang berpengaruh dalam dalam implementasi kebijakan / program ialah sumber daya dana atau insentif, karena sumber daya ini dapat memperlancar pelaksanaan implementasi kebijakan. Jika di kaitkan dengan teori Van Metter dan Van Horn, sumber dana yang diperoleh DP3AKB Kabupaten Sidoarjo di kelola untuk memberikan fasilitas kepada para peserta pelatihan yang kemudian memberikan insentif atau uang saku pada para perempuan yang mengikuti pelatihan, per harinya 50 ribu. Dari situ dapat dilihat bahwasanya sumber dana yang diperoleh DP3AKB melalui dana DBHCHT dan APBD sudah di kelola dengan baik dan di manfaatkan sebaik mungkin.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan terdapat persamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kiki Sujarman [8] yaitu sama-sama membahas tingkat efektifitas penggunaan dana yang diberikan oleh pemerintah pusat hingga sampai ke masyarakat yang memiliki pengaruh cukup kuat dalam proses program peningkatan kualitas keluarga (PKK), sehingga dapat merubah atau meningkatkan kualitas hidup dan perekonomian para perempuan yang mengikuti program peningkatan kualitas keluarga (PKK) menjadi lebih baik.

C. Sumber Daya Waktu

Dimensi sumber daya selanjutnya yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu sumber daya waktu. Dalam pelaksanaan pelatihan untuk program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo membutuhkan waktu yang cukup Panjang, baik segi perencanaan dan segi pelaksanaannya. Dalam pelaksanaanya membutuhkan waktu 20 hari. Dalam pembagian waktu tersebut di anggap cukup efektif dan efisien bagi DP3AKB Kabupaten Sidoarjo jika untuk pelatihan. Hal ini di karenakan pelaksanaan pelatihan tidak cukup dilakukan hanya sehari atau dua hari, namun membutuhkan waktu yang panjang untuk memberdayakan para perempuan yang mengikuti program peningkatan kualitas keluarga (PKK) dalam meningkatkan perekonomian keluarga.

Hal tersebut sejalan dengan teori implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn [7] bahwasanya Sumber daya waktu merupakan bagian yang penting dalam memerankan proses implementasi kebijakan/program, karena waktu sebagai penentu dalam mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Dari waktu lah pemerintah dapat menentukan, merencanakan dan melaksanakan kebijakan/program tersebut. Namun jika di kaitkan dengan keadaan di lapangan perencanaan waktu yang ditentukan oleh pelaksana DP3AKB tidak sesuai dengan pelaksanaannya. Pelaksanaan yang membutuhkan waktu 20 hari banyak para perempuan yang mengikuti program peningkatan kualitas keluarga (PKK) yang mengeluhkan hal tersebut. Karena hal tersebut membutuhkan waktu penuh untuk mengikutinya dan tidak boleh memutuskan pelatihan di tengah jalan. Kesibukan yang dimiliki oleh para perempuan yang mengikuti program peningkatan kualitas keluarga (PKK) juga menjadi penyebab utamanya.

Hasil penelitian tersebut juga memiliki persamaan dengan penelitian Hena Herlina (2019)[10]. Pada hasil penelitiannya memiliki kesamaan bahwasanya waktu menjadi suatu kendala bagi para perempuan ibu rumah tangga dalam mengikuti pelatihan program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK), hal ini di karenakan kesibukan yang di milki para perempuan ibu rumah tangga dalam mengurus rumah tangganya setiap orangnya, serta di karenakan waktu yang cukup panjang yang membuat mereka untuk mundur dalam mengikuti pelatihan yang diberikan. Pelarihan yang harus mereka ikuti berkisar 20-30 hari di setiap jenis pelatihannya. Inilah yang membuat para perempuan tersebut harus memikirkan dengan matang sebelum akhirnya memutuskan untuk mengikuti program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK). Tak sedikit dari para perempuan tersebut yang pada akhirnya memilih untuk tidak mengikuti program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) karena kesibukan yang dimilki masing-masing.

d. Fasilitas (Sarana dan Prasarana)

Sumber daya fasilitas (sarana prasarana) juga berpengaruh besar pada sebuah implementasi kebijakan/program. Walaupun sudah di dukung dengan sumber daya manusia yang berkompeten dan memadahi, serta sudah di dukung dengan sumber daya dana (finansial) yang memadahi, namun jika sumber daya dana tersebut tidak di pergunakan dengan baik dalam pemenuhan fasilitas, maka kebijakan tersebut akan mengalami kegagalan.

Fasilitas merupakan sebuah alat kelengkapan sebagai penunjang dari pelaksanaan implementasi kebijakan. Fasilitas yang diberikan oleh DP3AKB kepada para perempuan yang mengikuti pelatihan program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo yaitu dengan memberikan peralatan pelatihan sesuai dengan bentuk pelatihan masing-masing, memberikan insentif bagi para perempuan yang mengikuti program peningkatan kualitas keluarga (PKK) sebagai pengganti uang transportasi yang dikeluarkan selama pelatihan, memberikan pembicara materi untuk memberikan dasar-dasar ilmu kepada para perempuan yang mengikuti program peningkatan kualitas keluarga (PKK), serta memberikan konsumsi karena mengingat pelatihan yang dilakukan yaitu full seharian.

Hasil penelitian tersebut juga memiliki persamaan dengan penelitian Hena Herlina[10]. Pada hasil penelitiannya memiliki kesamaan bahwasanya fasilitas (sarana dan prasarana) menjadi suatu kendala bagi para perempuan ibu rumah tangga dalam mengikuti pelatihan program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK), hal ini dikarenakan DP3AKB tidak memiliki fasilitas (sarana dan prasarana) berupa gedung atau tempat yang tetap untuk menunjang kegiatan program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK). Hal ini yang mereka harus berpindah-pindah tempat tiap kali melaksanakan pelatihan-pelatihan program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK).

3. Komunikasi antar anggota dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Sebuah komunikasi harus memiliki sifat tranmisi, kejelasan dan konsisten. Dalam memberikan sebuah komunikasi tranmisi dapat dilakukan sosialisasi secara langsung maupun tidak langsung. Sosialisasi secara langsung dapat dilakukan pendekatan secara langsung yang dilakukan oleh DP3AKB Kabupaten Sidoarjo kepada para perempuan perempuan yang berstatus ibu rumah tangga, perempuan yang tidak memiliki suami (janda), perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap, perempuan yang putus sekolah serta perempuan yang memiliki keinginan kuat kuat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan bidang pelatihan yang di berikan pada program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo. Sosialisasi secara tidak langsung penyampaiannya melalui perantara yaitu melalui pihak ketiga (pihak kecamatan).

Berdasarkan temuan di lapangan, proses komunikasi yang dilakukan oleh pihak pelaksana (DP3AKB) dalam implementasi program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo yaitu dengan memberikan surat undangan kepada pihak kecamatan maupun desa untuk diajak sosialisasi terlebih kepada pihak kecamatan atau desa tentang pemberdayaan perempuan yang mengikuti program peningkatan kualitas keluarga (PKK).

Setelah sosialisasi tersebut dilakukan kepada pihak kecamatan maupun desa, pihak kecamatan atau desa melakukan sosialisasi kepada masyarakat pada saat ada acara musrenbang atau musrenbangdes. Sehingga sosialisasi tersebut tidak sampai secara langsung kepada para perempuan yang berstatus ibu rumah tangga, perempuan yang tidak memiliki suami (janda), perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap, perempuan yang putus sekolah serta perempuan yang memiliki keinginan kuat kuat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan bidang pelatihan yang di berikan pada program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo, terkadang dari proses pemberian informasi inilah seringkali mengalami perubahan. Banyak masyarakat yang mengira bahwa pelatihan program peningkatan kualitas keluarga (PKK) hanya diberikan kepada para ibu-ibu yang berstatus ibu rumah tangga saja. Padahal jika dilihat dari tujuan dibentuknya program program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo yaitu di berikan kepada semua kalangan masyarakat yang berstatus ibu rumah tangga, perempuan yang tidak memiliki suami (janda), perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap, perempuan yang putus sekolah serta perempuan yang memiliki keinginan kuat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan bidang pelatihan yang di berikan pada program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo, agar dapat meningkatkan perekonomian keluarganya. Dari sini lah banyak masyarakat perempuan yang tidak mengetahui program ini dan kegiatannya.

Pihak DP3AKB Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai fasilitator yang menyampaikan, mensosialisasikan tentang kebijakan pemerintah pusat, dan memberikan arahan terkait regulasi yang baru. Pihak DP3AKB Kabupaten Sidoarjo dapat berkomunikasi secara langsung dengan pihak kecamatan dan desa pada saat sosialisasi, namun sosialisasi tersebut dapat diteruskan pihak kecamatan dan desa kepada masyarakat perempuan yang berstatus ibu rumah tangga, perempuan yang tidak memiliki suami (janda), perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap, perempuan yang putus sekolah serta perempuan yang memiliki keinginan kuat kuat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan bidang pelatihan yang di berikan pada program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo.

4. Karakteristik dari agen pelaksana

Para pelaksana kebijakan merupakan penentu berhasil atau tidaknya kebijakan / program tersebut dalam mengimplementasikan kebijakan/program. Proses mengelolah seluruh kegiatan proses implementasi kebijakan/program, para agen pelaksana akan dinilai secara langsung kinerjanya oleh masyarakat. Untuk melihat karakteristik dari agen pelaksana tidak terlepas dengan struktur birokrasi yang ada di dalam organisasi maupun di luar organisasi.

Hal tersebut sejalan dengan teori implementasi kebijakan dari Van Metter dan Van Horn [7] yang menjelaskan bahwa karakteristik dari agen pelaksana ialah pusat perhatian dari implementasi kebijakan/program. Seperti halnya kinerja yang terdapat pada agen pelaksana yang meliputi organisasi formal maupun informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian suatu kebijakan/program. Dalam kinerja implementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh ciri para agen pelaksana yang cocok. Maka dari itu diperlukannya agen pelaksana yang demokratis dan persuasif.

Dari teori diatas, jika dikaitkan dengan keadaan dilapangan, struktur birokrasi yang ada pada agen pelaksana DP3AKB Kabupaten Sidoarjo maupun pihak Kecamatan sudah sesuai. Seperti halnya SOP dari DP3AKB Kabupaten Sidoarjo para agen pelaksananya sudah melakukan tugasnya masing-masing dengan baik.Seperti halnya Kasubid P3A sebagai yang memberikan wewenang dan mengawasi langsung kinerja dari bawahannya. Namun dalam mewujudkan kinerja dan koordinasi yang baik kasubid dibantu oleh kepala seksi kualitas hidup perempuan dan kualitas keluarga dalam mengawasi dan menyusun kebijakan teknis dalam mengembangkan program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di KabupatenSidoarjo. Sedangkan untuk tugas dari masing-masing anggota mengikuti sesuai rencana kerja yang telah diberikan kasubid dan kepala seksi. Dalam mendukung program kerja dari DP3AKB dibidang pemberdayaan perempuan, DP3AKB juga dibantu oleh pihak kecamatan dalam mewujudkan pelaksanaan dari program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo, dari pihak Kecamatan yang berinteraksi secara langsung dalam penjaringan para perempuan yang berstatus ibu rumah tangga, perempuan yang tidak memiliki suami (janda), perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap, perempuan yang putus sekolah serta perempuan yang memiliki keinginan kuat untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan bidang pelatihan yang diberikan pada program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo.

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susatin (2019), persamaan ini yaitu sama-sama membahas peran pemerintah dalam memberikan wewenang, kapasitas, atau fasilitas untuk perempuan agar menuju kemandirian.

5. Kecenderungan (Disposisi) atau Sikap Pelaksana

Disposisi merupakan sebuah sikap dari agen pelaksana dalam menanggapi sebuah kebijakan yang telah dibuat. Kebijakan/program berhasil jika para agen pelaksana saling bersinergi satu sama lain dalam mewujudkan sebuah tujuan dari kebijakan/program tersebut. Tidak hanya bersinergi satu sama lain, namun harus didukung dengan pemahaman tugas dan fungsi masing-masing, serta dedikasi tanggungjawab yang tinggi.

Jika dikaitkan dengan teori implementasi dari Van Metter Van Horn [7] , maka disposisi merupakan sebuah sikap penerimaan atau penolakkan dari agen pelaksana yang mempengaruhi keberhasilan dan kagagalan dari suatu kebijakan publik diimplementasikan. Karena sebuah kebijakan tidak dapat diukur dari hasil formulasi pada masyarakat sekitar yang mengetahui segala hal permasalahan yang ada dilingkungan sekitarnya.

Proses implementasi program peningkatan kualitas keluarga (PKK) yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian keluarga dan kesejahteraan di Kabupaten Sidoarjo, jika dilihat kinerja dari komitmen yang diberikan oleh para agen pelaksana (DP3AKB) Kabupaten Sidoarjo yang aktif dalam memberikan pelatihan atau pemberdayaan pada perempuan, makadapa tmeningkatkan perekonomian dari para perempuan yang ada di Kabupaten Sidoarjo. Walaupun dalam implementasi program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo masih banyak perempuan yang menganggap tidak penting, namun pegawai DP3AKB Kabupaten Sidoarjo dan dibantu pihak kecamatan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwasanya bentuk pelatihan ini akan bermanfaat dikemudian hari bagi para perempuan yang mengikuti program peningkatan kualitas keluarga (PKK).

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, terdapat persamaan pada penelitian yang dilakukan oleh Kiki Sujarman[8], yang sama-sama menjelaskan sikap dari pemerintah yang dimulai dari bentuk penyadaran, penjangkauan, pendidikan, hingga dukungan dalam segala bentuk pelatihan berwirausaha yang dilakukan secara bersama mulai dari pemerintah pusat hingga sampai kemasyarakat perempuan kepala keluarga. Tak jarang pemerintah juga kerap berulangkali harus menjelaskan kepada para perempuan yang mengikuti program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK). Sikap ramah yang diberikan pemerintah dalam menjelaskan secara detail mengenai program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) itu telah membuahkan hasil yang memuaskan. Haliniter bukti dengan meningkatkan para perempuan yang mengikuti program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) disetiap tahunnya.

6. Kondisi Sosial, Ekonomi, Politik

Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan/program dapat dilihat dari seberapa jauh kondisi lingkungan eksternal dalam mempengaruhinya. Jika kondisi lingkungan ekternal berpengaruh secara tidak kondusif, maka diperlukan adanya upaya yang cepat dan tanggap dalam melihat suatu permasalahan yang terjadi yang diakibatkan adanya pengaruh dari kondisi ekternal yang tidak kondusif. Jika dikaitkan dengan teori model implementasi yang dikemukakan oleh Van Metter dan Van Horn [7] yang menjelaskan bahwa, Kondisi sosial, ekonomi, politik merupakan sebuah kondisi yang dimana lingkungan eksternal dapat mempengaruhi dalam mendorong tingkat keberhasilan dan kegagalan dari implementasi suatu kebijakan. Jika kondisi sosial, ekonomi, politik ini tidak kondusif maka dapat mengalami kegagalan dalam mengimpmentasikan suatu kebijakan.

Berdasarkan temuan dilapangan kondisi sosial, ekonomi, politik sangat berpengaruh dalam proses implementasi kebijakan program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut disebabkan kondisi ekonomi yang mengaharuskan para perempuan ini menjadi membantu meningkatkan perekonomian keluarga demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Disisilain karena faktor lingkungan sosial seringkali membuat para perempuan mengalami diskriminasi baik di dalam lingkungan keluarga maupun diluar lingkungan keluarganya, sehingga dari situ program Penigkatan Kualitas Keluarga (PKK) mulai digencarkan demi mewujudkan kesetaraan gender terhadap perempuan. Jika dilihat lingkungan politik sangat mempengaruhi program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo, hal ini dapat dilihat dari seiring pergantian jabatan/pemimpin membuat regulasi di dunia politik berubah-ubah. Seperti halnya dana hibah yang diberikan untuk para perempuan yang mengikuti program peningkatan kualitas keluarga (PKK) yang dulunya ada sekarang sudah ditiadakan hanya untuk kepentingan politik lainnya. Tidak hanya itu saja peran perempuan juga memiliki peran sangat penting dalam menentukan haknya di dunia politik. Karena dari situ para perempuan dapat menyalurkan aspirasinya kepada pemerintah dalam memperbaiki kebijakan-kebijakannya khususnya dalam program peningkatan kualitas keluarga (PKK) dalam meningkatkan perekonomian keluarga.

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susatin [9], yang sama-sama membahas dampak dari kondisi sosial, ekonomi, politik yang mempengaruhi kehidupan para perempuan. Sehinggaa dari kondisi tersebut para perempuan diharapkan memiliki strategi atau cara agar dapat keluar dari permasalahan yang diberikan oleh dampak kondisi sosial, ekonomi, politik. Dari permasalahan tersebut dapat diketahui bahwa peran perempuan bukan hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Peran perempuan bahkan lebih dari sekedar ibu rumah tangga saja, melainkan peran perempuan juga mampu sebagai wanita karier. Peran perempuan ini memang multiperan. Kini para perempuan tak hanya saja berprofesi sebagai ibu rumah tangga saja, namun kini banyak perempuan yang mampu mengembangkan potensi yang dimiliki guna untuk membantu meningkatkan perekonomian keluarga.

Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan Implementasi Program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) dalam Meningkatkan Perekonomian Keluarga di Kabupaten Sidoarjo, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Standart dan Sasaran Kebijakan

Sudah berjalan sesuai dengan standart dan sasaran kebijakan dari program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK). Standart dari program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) sudah sesuai dengan Standart Operasial Prosedur pada umumnya. Sasaran dari program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) ini yaitu para perempuan yang berstatus sebagai ibu rumah tangga, para perempuan yang tidak memiliki suami (janda), para perempuan yang putus sekolah, para perempuan yang tidak memiliki pekerjaan tetap, dan para perempuan yang memilki niat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki melalui program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK).

b. Sumber Daya

Sudah menggerakkan para pegawai dibidang P3A hingga pihak kecamatan/desa walaupun dalam ketersediaan sumber daya manusianya masih belum memadahi, fasilitas yang diberikan DP3AKB dalam implementasi program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK) dengan memberikan kebutuhan proses pelatihan mulai dari peralatan, pemateri, hingga konsumsi.

c. Komunikasi Antar Agen Pelaksana

Komunikasi yang dilakukan oleh DP3AKB Kabupaten Sidoarjo yaitu melalui koordinasi sesama agen pelaksana hingga diluar agen pelaksana. Informasi disampaikan melalui pihak ketiga, yakni pihak kecamatan/desa yang memberi informasi terkait program peningkatan kualitas keluarga (PKK) kepada para perempuan. Serta melalui sosialisasi, hingga briefing sebelum pelaksanaan, namun dalam pelaksanaannya masih banyak perempuan belum mengetahui informasi terkait adanya program peningkatan kualitas keluarga (PKK).

d. Karakteristik dari Agen Pelaksana

Sudah berjalan sesuai dengan anjuran dari kasubid P3A selaku pemberi wewenang dan pengawasan secara langsung terhadap kinerja dari bawahan walaupun tidak adanya struktur birokrasi yang tetap dalam implementasi program Peningkatan Kualitas Keluarga (PKK). Dalam pemberian wewenang yang diberikan oleh Kasubid P3A anggota lainnya dapat melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang diberikan arahan dari kasubid.

e. Kecenderungan (disposisi) atau sikap pelaksana

Dapat dilihat kinerja yang diberikan sudah memiliki komitmen yang tinggi dan aktif dalam memberikan pelatihan setiap tahunnya.

f. Kondisi sosial, ekonomi, politik

Dimana kondisi ini sangat mempengaruhi proses implementasi program peningkatan kualitas keluarga (PKK) di Kabupaten Sidoarjo.

References

  1. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
  2. Data Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo Badan Pusat Statistik.2020.[Online] https://sidoarjokab.bps.go.id/. [Accessed: 8 Februari 2021]
  3. Dye, Thomas R., (1981), Understanding Public Policy, Englewood Chief, New Jersey : Prentice-Hall Inc.
  4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
  5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
  6. Moleong, L. J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
  7. Miles, M.B, Huberman, A.M., Saldana, J. 2014. Qualitative Data Analysis, A Methods Sourcebook, Edition 3. USA: Sage Publicatons. Terjemahan Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press.
  8. Carl Van Metter dan Donal Van Horn, 1975, Model-model dalam Kebijakan Implementasi, Yogyakarta.
  9. S.Kiki,“Partisipasi Perempuan Dalam Kegiatan Pkk Untuk Meningkatkan Pendapatan Keluarga (Studi Di Gampong Ujung Kecamatan Kluet Selatan Kabupaten Aceh.2018. [Online] https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/2753/.[Accessed: 8 Februari 2021]
  10. Susatin,”Strategi Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Dalam Meningkatkan Program Kerja PKK di Desa Gandoang Kecamatan Salem Kabupaten Brebes”.2019. [Online] https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat/article/view/2405. [Accessed: 8 Februari 2021]
  11. H.Hena,“Fungsi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Dalam Meningkatkan Pemberdayaan Perempuan Di Desa Maasawah Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran.2019. [Online] https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/moderat/article/view/2405. [Accessed: 8 Februari 2021]