Abstract
This study intends to provide treatment using the Discovery-Inquiri Learning learning strategy as an effort to innovate and improve the scope of recitation learning at Senopati Sedati Senior High School to improve the students' reading ability, especially in class X. This study uses Classroom Action Research (CAR) techniques. conducted in two cycles, namely Cycle I and Cycle II. The results of this study indicate that: (1) The implementation of the Discovery-Inquiry Learning Strategy is carried out in 6 stages, namely stimulation, problem identification, data collection, data processing, verification, and generalization. (2) The learning strategy of Discovery-Inquiri Learning is able to improve the ability to read the Qur'an of class X students of SMA Senopati Sedati by increasing the ability to read the Qur'an of students in the pre-cycle, the average score is 63.6 with a mastery percentage of 41%, experienced an increase in the first cycle with an average value of 74.2 with a percentage of completeness of 69%, and in the second cycle the average value reached 83.5 with a percentage of completeness of 90%.
Pendahuluan
Peserta didik merupakan generasi penerus dan perjuangan dalam upaya memajukan kehidupan bangsa yang menduduki garda terdepan dalam mempromosikan kemajuan pendidikan. Dengan begitu pendidikan sendiri harus mampu mendukung pembangunan masa depan dengan pendidikan yang mengembangkan potensi peserta didik. Sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan masalah kehidupan yang dihadapinya. Terdapat lima karakter yang memiliki satu kesatuan tidak dapat dipisahkan dimana karakter tersebut wajib ditanamkan kepada peserta didik yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas[1].
Kualitas pembelajaran atau strategi pengajaran yang digunakan guru merupakan elemen penting dalam perwujudan perilaku siswa. Karena sebagai seorang guru tidak mengajarkan mata pelajaran saja, akan tetapi juga mengarahkan tentang moralitas dan dan etika siswa untuk mendidik dan melatih menjadi pribadi yang cerdas dan berakhlak mulia. Upaya guru juga harus ditunjang dengan berbagai kompetensi berupa kemampuan dalam menguasai dan memahami materi, metode pembelajaran, menggunakan dan memanfaatkan media pembelajaran, serta kemampuan untuk melaksanakan evaluasi pembelajaran[2]. Hal tersebut berlaku bagi semua guru terutama guru pendidikan Islam.
Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu ilmu pendidikan yang bertujuan membentuk kemanusiaan secara keseluruhan, memelihara dan mengembangkan kemanusiaan serta membentuk seluruh umat manusia. Pendidikan Agama Islam juga merupakan pendidikan yang bertujuan untuk membentuk seorang muslim secara menyeluruh, mengembangkan seluruh potensi manusia baik jasmaniah maupun rohaniah serta terus menumbuhkan hubungan harmonis setiap diri dengan Allah, sesama manusia dan alam semesta[3]. Sehingga Pendidikan Agama Islam merupakan pembelajaran yang paling bertanggung jawab untuk menjadikan seseorang tidak hanya sekedar mengenal dan paham semata akan nilai-nilai kebaikan, melainkan sadar dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari sebagai karakter yang positif atau kepribadian yang mulia[4].
Dalam pelajaran PAI terdiri dari banyak sub bab ilmu, salah satunya adalah ilmu tajwid. Ilmu tajwid adalah pengetahuan tentang kaidah serta cara-cara membaca Al-Quran dengan sebaik-baiknya. Tujuan dari ilmu tajwid adalah memelihara bacaan Al-Quran dari kesalahan dan perubahan serta memelihara lisan dari kesalahan membaca. Belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardlu kifayah, sedang membaca Al-Quran dengan baik (sesuai dengan ilmu tajwid) itu hukumnya fardlu ‘ain[5].
Mempelajari ilmu tajwid sangatlah penting. Untuk itu, dalam mempelajari ilmu tajwid sebaiknya dimulai dari kecil agar dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah bacaan ilmu tajwid yang tepat sehingga dapat menanamkan akhlaqul karimah yang terkandung dalam Al-Qur’anul Karim[6]. Namun di zaman sekarang membaca Al-Qur’an sesuai dengan ilmu tajwid masih sangat kurang dipahami, terutama pada kalangan remaja. Oleh karena itu, pembelajaran ilmu tajwid perlu dipahami kembali ketika masih berada di bangku pendidikan. Agar ketika sudah tamat sekolah para remaja mampu dan memahami membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah bacaan ilmu tajwid.
Berdasarkan observasi awal dalam pembelajaran tajwid di SMA, terdapat pada kelas X. Objek penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tertuju pada SMA Senopati Sedati. Sebab sebagian besar latar belakang peserta didik yang bersekolah di SMA Senopati Sedati berasal dari SMP dan bukan berasal dari sekolah berbasis Islam (MTs). Adapun jumlah siswa yang berasal dari sekolah berbasis Islam sebanyak 29,5% dan jumlah siswa yang berasal dari bukan sekolah berbasis Islam sebanyak 70,5 %.
Untuk mencapai suatu pemahaman dalam belajar ilmu tajwid ini membutuhkan suatu usaha metode pembelajaran yang tepat. Menurut Hamruni yang dikutip oleh Fitriana, strategi pembelajaran discovery-inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa[7]. Model pembelajaran ini dirancang untuk mendorong siswa memperoleh pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui, yang tidak sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri melalui pemberitahuan. Sebagaimana dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Harianto bahwa pembelajaran melalui Discovery-inquiry mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran PAI[8].
Oleh karenanya, terkait dengan fenomena tersebut penelitian ini bermaksud memberikan perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran Discovery-Inquiri Learning sebagai upaya inovasi dan perbaikan dalam lingkup pembelajaran tajwid di SMA Senopati Sedati Sidoarjo.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah jenis penelitian yang dilakukan oleh guru dalam bentuk tindakan untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa[9]. Penelitian tindakan kelas berusaha untuk memperbaiki proses dan hasil dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas model Kurt Lewin yang menggambarkan penelitian tindakan sebagai suatu proses spiral. Konsep pokok penelitian tindakan Kurt Lewin[10]. terdiri dari empat komponen, antara lain Perencanaan (Planning), Tindakan (Acting), Pengamatan (Observing), dan Refleksi (Reflecting) Langkah tersebut dilakukan secara berurutan dan dalam beberapa siklus. Penelitian ini dilakukan menggunakan dua siklus dan dalam setiap siklusnya memuat empat tahapan tersebut.
Sumber data pada penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh dari penelitian lapangan yakni dari observasi pada saat penerapan strategi Discovery-Inquiri Learning pada pembelajaran PAI dan juga wawancara yang dilakukan kepada Guru, dan Siswa. Sumber data sekunder merupakan sumber data dari pustaka sebagai pendukung sumber data primer yang diperoleh dari hasil tes siswa yang terdiri dari dua komponen, yakni aspek pengetahuan (tes tulis) dan aspek keterampilan (tes lisan).
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis PTK yang terdiri dari analisis kuantitatif dan analisis kualitatif[9]. Pada penelitian ini data yang dianalisis adalah data kemampuan membaca Al-Qur’an siswa serta data hasil observasi aktivitas siswa. Data hasil kemampuan membaca Al-Qur’an siswa dianalisis menggunakan analisis kuantitatif dengan deskriptif, sedangkan data hasil observasi siswa dianalisis menggunakan analisis kualitatif.
Hasil dan Pembahasan
A. Prasiklus
Interval Nilai | Frekuensi |
25-34 | 2 |
35-44 | 3 |
45-54 | 2 |
55-64 | 5 |
65-74 | 5 |
75-84 | 11 |
85-94 | 1 |
Jumlah Siswa Tuntas | 12 (41%) |
Jumlah Siswa Belum Tuntas | 17 (59%) |
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata peserta didik mencapai 63,5 terdiri dari dua komponen, yakni tes tulis (pengetahuan) dan tes lisan (keterampilan) hasil pengamatan prasiklus dengan nilai tertinggi 89 dan nilai terendah 25. Berdasarkan tabel diatas juga dapat diketahui bahwa banyak peserta didik yang sudah tuntas mencapai 41% sebanyak 12 siswa dan yang belum tuntas mencapai 59% sebanyak 17 siswa. Hal ini merupakan hasil belajar yang belum memuaskan bagi guru.
Pada tahap prasiklus, berdasarkan hasil catatan dari guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti menunjukkan bahwa ada sebagian peserta didik belum memahami materi mengenai hukum nun, mim sukun dan tanwin. Guru masih belum mengetahui beberapa metode yang bisa digunakan untuk menjelaskan materi. Hal tersebut menyebabkan guru menyampaikan secara berulang-ulang, sehingga beberapa peserta didik tidak terlihat antuisias dengan kegiatan tanya jawab antara guru dengan peserta didik. Kondisi yang diamati ini menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan peserta didik kurang antusias karena belum memahami materi.
Oleh karena itu, guru memberikan refleksi pada setiap pembelajaran dan model yang akan diterapkan selanjutnya, juga menambah pengetahuan tentang beberapa model pembelajaran yang sesuai dengan materi, selain metode pembelajaran langsung, ceramah, tanya jawab dan latihan. Faktor lain yang tercacat untuk hasil belajar rendah di tahap prasiklus ini adalah guru memberikan materi tentang ilmu tajwidhanya dengan berceramah saja. Peserta didik juga mencatat catatan di papan tulis saja sehingga kurang tertarik dalam pembelajaran. Peneliti mulai mencari pengetahuan tentang beberapa metode atau model pembelajran yang sesuai selain model pembelajaran langsung dengan metode ceramah, tanya jawab serta latihan soal.
Pengamatan lainnya ditahap prasiklus adalah terlihat guru hanya menyampaikan materi sesuai dengan buku paket yang ada. Hal ini dianggap kurang menarik bagi sebagian peserta didik. Tidak ada sebuah metode yang bisa digunakan guru dalam menyelesaikan permasalahan pada pembelajaran ini. Di awal tahapan penelitian, teman sejawat juga mencatat bahwa soal latihan yang diberikan berbentuk sama, guru hanya mengambil contoh soal pada buku lembar kerja siswa dalam satu bentuk saja. Sehingga pada tahap siklus selanjutnya peneliti membuat beberapa soal yang bervariasi hingga bentuknya pun juga disesuaikan dengan metode yang dipakai.
Pada tahap prasiklus, peneliti juga mengamati bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran membutuhkan waktu pembelajaran melebihi waktu yang ditentukan. Hal tersebut disebabkan karena guru tidak memberikan batas waktu pada saat peserta didik diberikan materi dan latihan soal. Pengamatan lainnya yang terlihat yakni guru lebih mendominasi dalam pembelajaran tanpa ada melibatkan peserta didik. Sehingga pada waktu menyelesaikan latihan soal, banyak peserta didik yang mengalami hambatan dan sebagian kurang memahami materi. Oleh karena itu, guru harus memilih metode yang membuat peserta didik lebih aktif pada pembelajaran khusunya dalam pembelajaran ilmu tajwid.
B. Siklus I
Interval Nilai | Frekuensi |
43-50 | 4 |
51-58 | 1 |
59-66 | 2 |
67-74 | 2 |
75-82 | 10 |
83-90 | 9 |
91-98 | 1 |
Jumlah Siswa Tuntas | 20 (69%) |
Jumlah Siswa Belum Tuntas | 9 (31%) |
Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata siswa dari hasil pengamatan siklus I mencapai 74,2 dengan nilai tertinggi 94 dan nilai terendah 44. Adapun banyak peserta didik yang sudah tuntas pada penelitian siklus I mencapai presentase 69% sebanyak 20 siswa dan yang belum tuntas mencapai presentase 31% sebanyak 9 siswa. Dapat diketahui juga bahwa hasil pembelajaran siswa yang merupakan tahapan siklus I pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti menunjukkan adanya peningkatan presentase ketuntasan hasil belajar peserta didik.
Pada siklus I ini pendidik menggunakan strategi Discovery-Inquiri Learning. Model pembelajaran ini dimulai dengan membuat RPP sebagai acuan dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh guru kelas. Pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan materi dengan media papan tulis. Guru menjelaskan materi sebagai rangsangan atau stimulus awal sesuai dengan tahapan model pembelajaran Discovery-Inquiri Learning. Kemudian sesuai dengan tahapan kedua model pembelajaran Discovery-Inquiri Learning, guru memberikan contoh secara langsung dengan melibatkan siswa untuk mengidentifikasi materi ilmu tajwid pada bacaan nun sukun dan tanwin, dan mim sukun.
Setelah menjelaskan, pada tahap ketiga guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi bacaan dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan materi nun sukun dan tanwin, dan mim sukun. Proses tersebut termasuk dalam identifikasi masalah. Selanjutnya, peserta didik dipersilahkan menuliskan hasil bacaan berkaitan dengan materi nun sukun dan tanwin, dan mim sukun yang telah ditemukan di papan tulis secara bergantian.
Kemudian, peserta didik menjelaskan hasil temuannya dalam Al-Qur’an berkaitan dengan materi nun sukun dan tanwin, dan mim sukun yang dituliskan di papan tulis. Setelah itu guru memberikan verifikasi terkait jawaban yang telah dituliskan oleh peserta didik di papan tulis. Dari semua jawaban peserta didik, masih ada sebagian yang menuliskan jawaban kurang tepat. Di tahap terakhir metode Discovery-Inquiri Learning yakni generalisasi dimana guru menekankan kembali mengenai bacaan nun sukun dan tanwin, dan mim sukun.
Di akhir pembelajaran, peneliti dibantu oleh teman sejawat membagikan soal tes terkait bacaan nun sukun dan tanwin, dan mim sukun. Didapatkan hasil yang menunjukkan adanya peningkatan. Dari penelitian prasiklus jumlah peserta didik yang telah tuntas sebanyak 12 siswa meningkat menjadi 20 siswa pada siklus I dengan peningkatan sebesar 28%.
Pada tahap siklus I ini, peneliti juga mengamati bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas sudah mulai aktif. Meskipun ada beberapa beberapa peserta didik yang kurang aktif karena belum memahami materi. Untuk itu, peneliti melanjutkan pengamatan penelitian siklus II guna memperbaiki kekurangan pada siklus I.
C. Siklus II
Interval Nilai | Frekuensi |
57-62 | 2 |
63-68 | 1 |
69-74 | 0 |
75-80 | 5 |
81-86 | 7 |
87-92 | 10 |
93-98 | 4 |
Jumlah Siswa Tuntas | 26 (90%) |
Jumlah Siswa Belum Tuntas | 3 (10%) |
Siklus II merupakan perbaikan dari penelitian siklus I. Pada tahap ini, peneliti dan guru lebih menekankan kepada peserta didik yang belum mencapai nilai ketuntasan pada siklus I dengan presentase 31% sebanyak 9 siswa belum tuntas. Berdasarkan tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa nilai rata-rata peserta didik dari hasil pengamatan siklus II mencapai 83,5 dengan nilai tertinggi 97 dan nilai terendah 58. Berdasarkan tabel 4.6 dan grafik 4.3 diketahui bahwa banyak peserta didik yang sudah tuntas mencapai 90% sebanyak 26 siswa dan yang belum tuntas hanya 10% sebanyak 3 siswa.
Pada tahap ini, pendidik menggunakan strategi Discovery-Inquiri Learning. Pendidik mengulangi tahapan-tahapan yang sama pada siklus I dengan melibatkan seluruh peserta didik. Akan tetapi lebih menekankan pada peserta didik yang belum mencapai ketuntasan. Di akhir pembelajaran, peneliti dibantu oleh teman sejawat membagikan soal tes terkait bacaan nun sukun dan tanwin, dan mim sukun. Serta menguji kemampuan membaca Al-Qur’an siswa.
Didapatkan hasil yang menunjukkan adanya peningkatan peserta didik dalam kemampuan membaca Al-Qur’an. Dari penelitian siklus I jumlah peserta didik yang telah tuntas sebanyak 21 siswa meningkat menjadi 26 siswa dengan peningkatan sebesar 18%. Tertinggal 3 siswa yang belum mencapai ketuntasan.
Peneliti juga mengamati bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas sudah aktif, siswa sangat berantusias dalam mengikuti pembelajaran. Untuk itu, peneliti tidak melanjutkan penelitian siklus selanjutnya karena sudah mencapai target ketercapaian. Bagi siswa yang belum mencapai nilai tuntas, selanjutnya akan diberi perlakuan khusus oleh guru.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menggambarkan penerapan strategi Discovery-Inquiri Learning pada siswa kelas X SMA Senopati Sedati. Penerapan strategi Discovery-Inquiri Learning dilakukan dengan dua siklus. Setiap siklusnya dilakukan dengan 4 tahap, yakni perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Adapun langkah-langkah dalam penerapan strategi Discovery-Inquiri Learning terdiri dari 6 tahap, antara lain stimulasi, identifikasi masalah, mengumpulkan data, mengola data, verifikasi, dan generalisasi.
Dari penerapan strategi Discovery-Inquiri Learning menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan membaca Al-Qur’an siswa kelas X SMA Senopati Sedati. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar berupa kemampuan membaca Al-Qur’an juga didukung dengan meningkatnya motivasi dan semangat belajar siswa karena melibatkan keaktifan siswa. Adanya peningkatan kemampuan membaca Al-Qur’an siswa kelas X SMA Senopati Sedati terjadi secara signifikan yang terbukti dengan adanya peningkatan pada setiap siklusnya. Peningkatan kemampuan membaca Al-Qur’an siswa pada prasiklus nilai rata-rata 63,6 dengan presentase kentuntasan 41% mengalami kenaikan pada siklus I yakni nilai rata-rata 74,2 dengan pesentase ketuntasan 69% dan pada pada siklus II nilai rata-rata mencapai 83,5 dengan presentase ketuntasan sebesar 90%. Adapun presentase kenaikan dari prasiklus hingga siklus II adalah sebesar 49%. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa penelitian ini mencapai indikator ketuntasan yang ditentukan yakni ketuntasan diatas 85%.
References
- I. Anshori, “Penguatan Pendidikan Karakter di Madrasah,” Halaqa Islam. Educ. J., vol. 1, no. 2, pp. 63–74, 2017, doi: 10.21070/halaqa.v1i2.1243.
- M. M. Solichin, “Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Discovery dalam Pendidikan Agama Islam,” Tadris, vol. 12, no. 2, pp. 214–231, 2017.
- B. Haryanto, “Perbandingan Pendidikan Islam Di Indonesia Dan Malaysia Comparison of Islamic Education in Indonesia and Malaysia,” Adab. J. Pendidik. Islam, vol. 1, no. 1, pp. 79–96, 2015.
- K. Harto, “Model Pengembangan Pembelajaran Pai Berbasis Living Values Education (Lve),” Tadrib J. Pendidik. Agama Islam, vol. 4, no. 1, pp. 1–20, 2018, doi: 10.19109/tadrib.v4i1.1873.
- F. Mahdali, “Analisis Kemampuan Membaca Al-Qur’an Dalam Perspektif Sosiologi Pengetahuan,” Mashdar J. Stud. Al-Qur’an dan Hadis, vol. 2, no. 2, pp. 143–168, 2020, doi: 10.15548/mashdar.v2i2.1664.
- R. Salahuddin, “Kebijakan Pengembangan pendidkan Al-Qur’an di Kabupaten Pasuruan,” JKMP, vol. 1, no. 2, pp. 203–222, 2013.
- M. Fitriana, “Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Metakognisi Siswa Sma,” J. Inov. Pendidik. Kim., vol. 10, no. 1, pp. 1702–1711, 2016.
- J. Harianto and P. Agung, “Peningkatan Pembelajaran Pai Melalui Discovery Inquiry Pada Sekolah Dasar Di Bandar Lampung,” Al-Tadzkiyyah J. Pendidik. Islam, vol. 10, no. 2, pp. 203–217, 2020, doi: 10.24042/atjpi.v10i2.4793.
- Rustiyarso and T. Wijaya, Panduan dan Aplikasi Penelitian Tindakan Kelas, Cet. 1. Yogyakarta: Noktah, 2020.
- Ekawarna, Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung Persada, 2011.