Abstract
This research is motivated by the existence of a phenomenon that has problems related to the inability to adjust to the new students of the Roudhotul Mutaallimat Islamic Boarding School, Jabon Porong Sidoarjo, which is characterized by these students whining to their parents to go home, not obeying the rules in the Islamic boarding school, even until ran away from the boarding school because the santri did not feel at home in the boarding school, this data was obtained by researchers through interviews and observations in the boarding school environment. This study aims to determine the Self-Adjustment of New Santri Pondok Pesantren Roudhotul Mutaallimat Jabon Porong in terms of self-regulation and self-acceptance. The sample in this study were 79 new students. The sampling technique was carried out by saturated sampling. The data collection in this study used three psychological scales with a Likert scale model, namely the self-adjustment scale, self-regulation scale and self-acceptance scale. Data analysis was carried out using multiple regression correlation statistical test techniques. The results of this study indicate that there is a significant relationship between self-regulation and self-acceptance with adjustment to new students at the Roudhotul Mutaallimat Islamic Boarding School, Jabon Porong, with a correlation coefficient of 0.363 for self-regulation and 0.540 for self-acceptance with each significance of 0.001 > 0.05. The determinant coefficient test also shows a result of 0.300 (R square) which explains that this research variable self-regulation and self-acceptance has an effective effect of 30% on self-adjustment. The test results indicate that the hypothesis can be accepted.
Pendahuluan
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia. Lembaga pondok pesantren memainkan peranan penting dalam usaha memberikan pendidikan bagi bangsa Indonesia terutama pendidikan agama. Kehadiran pondok pesantren di tengah–tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama dan sosial keagamaan [1].
Perbedaan pondok pesantren dengan sekolah-sekolah biasa adalah pondok pesantren mempunyai asrama sendiri yang ditinggai para santri nantinya. Dengan adanya tempat tinggal khusus bagi para santri tentunya mereka belajar bersosialisasi dengan cara mereka masing-masing, belajar untuk mengenali berbagai karakter sesama teman dan juga mengajarkan mereka untuk hidup mandiri tanpa bantuan orang tua. Pada umumnya pondok pesantren pasti memiliki sebuah peraturan atau tata tertib yang cukup ketat untuk menjadi pedoman bagi para santri untuk tidak bertindak sewenang-wenang tanpa kendali. Pada saat seorang berada pada lingkungan baru dengan norma-norma ligkungan yang berbeda dari sebelumnya, dengan berbagai macam aturan-aturan yang sudah ditetapkan dan merasa belum terbiasa dengan keadaan tersebut, maka dalam hal ini orang tersebut perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Sama halnya dengan santri baru mereka harus menyesuaikan diri dengan teman, lingkungan, peraturan-peraturan yang ada di pondok pesantren.
Menurut Semiun penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, penyesuaian diri adalah suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menangulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia dimana dia hidup [2]. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lathifah terdapat 70 subjek, pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 16% santri yang tergolong memiliki penyesuaian diri yang tinggi, 21,37% santri yang memiliki penyesuain diri sedang dan 63,36% santri dengan penyesuaian diri rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sikap yang tidak peduli dengan keadaan orang lain, sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan atau teman baru, serta ketika ada masalah lebih suka menyendiri dan tidka peduli dengan lingkungan sekitar [3].
Permasalahan ini juga terjadi dilingkungan pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat Jabon Porong. Pada saat peneliti melakukan survey banyak santri-santri baru yang belum bisa mengendalikan emosinya seperti santri tersebut sering menangis saat dijenguk orang tua, merengek-rengek untuk minta pulang dan bahkan ada juga yang menggunakan alasan tidak sesuai agar bisa pulang, misalkan santri berbohong sakit padahal tidak sakit. Peneliti juga melakukan wawancara kepada santri dan juga pengurus pondok peantren, bahwasannya masih banyak santri baru yang belum bisa menyesuaikan diri dengan santri baru tersebut merengek-rengek untuk pulang, susah menyesuaikan dirinya dengan teman dan suasana pondok pesantren, tidak bisa menerima peraturan pondok pesantren yang ketat sehingga santri tersebut menghindar dari lingkungan pondok pesantren dengan cara kabur. Hal ini sesuai dengan aspek-aspek penyesuaian diri yaitu penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian sosial [4]. Penyesuaian diri pribadi ditandai dengan santri tersebut tidak lari dari kenyataan, percaya dengan potensi yang dimilikinya sehingga santri akan lebih mudah menerima dirinya dengan lingkungan yang baru. Sedangkan penyesuaian sosial ditandai dengan santri tersebut bisa menerima segala macam peraturan yang ada dipesantren meskipun peraturan dipesantren sangat berbeda dengan peraturan rumah.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri menurut Schneiders a. Kondisi fisik, aspek-apek yang berkaitan dengan kondisi fisik adalah Hereditas, sistem utama tubuh, kesehatan fisik. b. Kepibadian, unsur dari kepribadian adalah kemauin dan kemampuan untuk berubah (modifiability), pengaturan diri (self regulation), relisasi diri (self relization), intelegensi. c. Proses belajar, unsur penting dalam education adalah belajar, pengalaman, latihan, determinasi. d. Lingkungan, faktor lingkungan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. e. Agama serta budaya [5]. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yaitu regulas diri, regulasi diri yaitu seseorang mampu untuk mengatur pikiran, emosinya dan perilaku seseorang untuk menuju kesuksesan dilingkungan sekolah, pekerjaan dan kehidupannya [6]. Dari hasil survey dan wawancara peneliti bahwa santri baru tersebut mempunyai regulasi diri yang kurang baik ditandai dengan santri tidak mampu untuk mengatur pikiran, emosi dan perilakunya sehingga susah untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan pesantren dan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma di pesantren. Jika santri baru mempunyai regulasi diri yang baik, santri baru akan mampu mengontrol keinginannya, mampu memodifikasi perilakunya dan mampu memahami pribadinya secara internal.
Siregar mengemukakan bahwa diri pribadi yang mencakup komponen konsep diri, harga diri, percaya diri dan regulasi diri berpengaruh terhadap penyesuaian diri mahasiswa dikehidupan sosial abad 21 [3]. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri juga terdapat penerimaan diri. Penerimaan diri merupakan kemampuan menerima segala hal yang ada pada diri sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan maka individu tersebut akan mampu berpikir logis tentang baik buruknya masalah yang terjadi tanpa menimbulkan perasaan, permusuhan, perasaan rendah diri, malu, dan rasa tidak aman [7]. Santri baru jika mampu menerima dirinya maka santri tersebut tidak akan melakukan tindakan yang merugikan dirinya dan lingkungan, santri lebih mudah untuk menyesuaiakan dirinya dengan lingkungan yang baru karena tau apa yang seharusnya dilakukan agar bisa di terima di lingkungan pesantren tanpa adanya kerugian yang dilakukan atas tindakannya. Hal ini juga di buktikan oleh penelitian terdahulu yang berjudul Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Penerimaan diri Pada Santri Pondok Pesantren bahwasannya jika santri pondok pesantren memiliki penerimaan diri tinggi, yang ditanai dengan santri memiliki kemampuan dan kemauan untuk membiarkan orang lain melihat jati diri seseorang, subjek juga mampu mengevaluasi diri yang tepat dan mampu melakukan pengambilan keputusan [8]. Penelitian ini berangkat dari adanya hipotesis terdapat pengaruh secara bersama-sama antara regulasi diri dan penerimaan diri dengan penyesuaian diri santri baru, terdapat pengaaruh secara sendiri-sendiri antara regulasi diri dengan penyesuaian diri santri baru, dan terdapat pengaruh antara penerimaan diri dengan penesuaian diri santri baru. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan peneliti terbukti benar atau tidak.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan tipe penelitian kuantitatif korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya berdasar pada koefisien korelasi yang diperoleh dari analisis data penelitian. Variabel Y pada penelitian ini adalah penyesuaian diri. Menurut Semiun penyesuaian diri adalah suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menangulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia dimana dia hidup [2]. Variabel x pada penelitian ini aalah regulasi diri dan penerimaan diri. Regulasi diri yaitu seseorang mampu untuk mengatur pikiran, emosinya dan perilaku seseorang untuk menuju kesuksesan dilingkungan sekolah, pekerjaan dan kehidupannya [6]. Sedangkan penerimaan diri merupakan kemampuan menerima segala hal yang ada pada diri sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan maka individu tersebut akan mampu berpikir logis tentang baik buruknya masalah yang terjadi tanpa menimbulkan perasaan, permusuhan, perasaan rendah diri, malu, dan rasa tidak aman [7]. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaalimat Jabon Porong yang berjumlah 79 santri. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu santri baru pondok pesantren Roudhotul mutaallimat Jabon porong yang berjumlah 79 santri, yang diambil dengan menggunakan teknik sampling jenuh.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala psikologi berupa skala penyesuaian diri, skala regulasi diri dan skala penerimaan diri dengan model skala likert. Skala penyesuaian diri disusun oleh peneliti dari aspek-aspek penyesuaian diri meliputi: penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian sosial [4]. Jumlah yang memiliki daya deskriminasi bagus berjumlah 21 aitem dari 32 aitem yang gugur. Dengan pergerakan daya diskriminasi aitem bergerak dari 0.300-0.626 dan reabilitas menggunakan konsistensi internal (teknik alpha cronbach) sebesar 0.855
Skala regulasi diri disusun oleh peneliti dari aspek-aspek regulasi diri meliputi: metakognisi, motivasi dan tindakan positif [9]. Jumlah yang memiliki daya deskriminasi bagus berjumlah 14 aitem dari 24 aitem yang gugur. Dengan pergerakan daya diskriminasi aitem bergerak dari 0.300-0.782 dan reabilitas menggunakan konsistensi internal (teknik alpha cronbach) sebesar 0.903.
Skala penerimaan diri disusun oleh peneliti dari aspek-aspek penerimaan diri meliputi: persepsi mengenai diri dan penampilan, sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain, perasaan inferioritas sebagai gejolak penerimaan diri, respon atas penolakan dan kritikan, keseimbangan antara real life dan ideal self, penerimaan diri dan penerimaan orang lain, menuruti kehendak dan menonjolkan diri, spontanitas dan menikmati hidup, aspek moral penerimaan diri, sikap terhadap penerimaan diri [10]. Jumlah yang memiliki daya deskriminasi bagus berjumlah 38 aitem dari 52 aitem yang gugur. Dengan pergerakan daya diskriminasi aitem bergerak dari 0.300-0.947 dan reabilitas menggunakan konsistensi internal (teknik alpha cronbach) sebesar 0.981.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi ganda untuk mengetahui hubungan dan daya prediksi variabel bebas (regulasi diri dan penerimaan diri) terhadap ariabel tergantung yaitu penyesuaian diri, dengan bantuan SPSS 18 untuk proses analisis.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
Sebelum melakukan uji korelasi, peneliti melakukan uji asumsi, meliputi uji linieritas dan uji normalitas. Hasil uji linieritas menunujukkan nilai signifikansi seperti pada tabel 1 uji liieritas. Hasil uji lineritas penyesuaian diri dengan regulasi diri diperoleh F sebesar 11.664 dengan signifikansi 0.001 < 0.05, sehingga dapat diasumsikan korelasinya linier.
ANOVA Table | |||||||
Sum of Squares | df | Mean Square | F | Sig. | |||
Penyesuaian Diri * Regulasi Diri | Between Groups | (Combined) | 1394.581 | 19 | 73.399 | 1.564 | .097 |
Linearity | 547.278 | 1 | 547.278 | 11.664 | .001 | ||
Deviation from Linearity | 847.303 | 18 | 47.072 | 1.003 | .470 | ||
Within Groups | 2768.407 | 59 | 46.922 | ||||
Total | 4162.987 | 78 |
Hasil uji linieritas penyesuaian diri dengan penerimaan diri dapat dilihat pada tabel 2, diperoleh nilai F sebesar 32.689 dengan signifikansi 0.000<0.05, maka dapat diasumsikan bahwa korelasinya linier.
ANOVA Table | |||||||
Sum of Squares | df | Mean Square | F | Sig. | |||
Penyesuaian Diri * Penerimaan Diri | Between Groups | (Combined) | 2494.537 | 33 | 75.592 | 2.039 | .013 |
Linearity | 1211.999 | 1 | 1211.999 | 32.689 | .000 | ||
Deviation from Linearity | 1282.539 | 32 | 40.079 | 1.081 | .399 | ||
Within Groups | 1668.450 | 45 | 37.077 | ||||
Total | 4162.987 | 78 |
Hasil uji normalitas dilihat pada tabel 3 uji normalitas. Nilai probabilitas (p) 0.001 yang berarti nilai tesebut lebih kecil dari 0.05, maka dikatakan data tersebut tidak berdistibusi dengan normal.
Assumption checks
Shapiro-Wilk Test for Multivariate Normality | |||
Shapiro-Wilk | p | ||
0.878 | < .001 |
Selanjutnya dilakukan uji korelasi untuk mengetahui seberapa kuat ketiga variabel saling berhubungan serta untuk mengetahui arah hubungan diantara ketiga variabel. Berdasarkan uji korelasi antara variabel regulasi diri, penerimaan diri dan penyesuaian diri pada santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat Jabon Porong diperoleh sebagai berikut:
Supplementary Files
Gambar 1. Hasil Uji Korelasi Antar Variabel
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan hasil koefisien korelasi regulasi diri sebesar 0.363 dan koefisien korelasi penerimaan diri sebesar 0.540 dengan signifikansi 0.001, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara bersama-sama antara regulasi diri dan penerimaan diri dengan penyesuaian diri santri baru, sehingga hipotesis pada penelitian ini dapat diterima.
Model Summary | ||||
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate |
1 | .548a | .300 | .282 | 6.19060 |
a. Predictors: (Constant), Penerimaan Diri, Regulasi Diri |
Adapun besar pengaruh Regulasi diri dan Penerimaan diri secara bersama-sama sebesar 0.300 atau sebesar 30%. Sisanya 70% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lain yang tidak menjadi fokus dalam penelitian ini.
ANOVA b | ||||||
Model | Sum of Squares | df | Mean Square | F | Sig. | |
1 | Regression | 547.278 | 1 | 547.278 | 11.655 | .001a |
Residual | 3615.709 | 77 | 46.957 | |||
Total | 4162.987 | 78 | ||||
a. Predictors: (Constant), Regulasi Diri | ||||||
b. Dependent Variable: Penyesuaian Diri |
Secara sendiri-sendiri regulasi diri dapat mempengaruhi penyesuaian diri dengan nilai F = 11.655 dan sig 0.001<0.05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara regulasi diri terhadap penyesuaian diri santri baru, sehingga hipotesis pada penelitian ini dapat diterima.
Model Summary | ||||
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate |
1 | .363a | .131 | .120 | 6.85254 |
a. Predictors: (Constant), Regulasi diri |
Adapun besar pengaruh regulasi diri terhadap penyesuaian diri secara sendiri-sendiri sebesar 0.363 atau sebesar 36.3%. Sisanya 62.7% dapat di jelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak menjadi fokus pada penelitian ini.
ANOVA b | ||||||
Model | Sum of Squares | df | Mean Square | F | Sig. | |
1 | Regression | 1211.999 | 1 | 1211.999 | 31.625 | .000a |
Residual | 2950.989 | 77 | 38.325 | |||
Total | 4162.987 | 78 | ||||
a. Predictors: (Constant), Penerimaan Diri | ||||||
b. Dependent Variable: Penyesuaian Diri |
Secara sendiri-sendiri juga berdasarkan tabel diatas dapat diketahui penerimaan diri dapat mempengaruhi penyesuaian diri dengan nilai F = 31.625 dan sig 0.000<0.05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara penerimaan diri terhadap penyesuaian diri santri baru, sehingga hipotesis pada penelitian ini dapat diterima.
Model Summary | ||||
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate |
1 | .540a | .291 | .282 | 6.19068 |
a. Predictors: (Constant), Penerimaan diri |
Adapun besar pengaruh penerimaan diri terhadap penyesuaian diri sebesar 0.540 atau sebesar 54%. Sisanya 46% dipengaruhi oleh ocus-faktor lain yang tidak menjadi ocus pada penelitian ini.
Kategori | Skor subyek | |||||
Regulasi Diri | Penerimaan Diri | Penyesuaian Diri | ||||
∑ Siswa | % | ∑ Siswa | % | ∑ Siswa | % | |
Sangat Rendah | 4 | 5.1% | 5 | 6.3% | 7 | 8.9% |
Rendah | 12 | 15.2% | 19 | 24.1% | 13 | 16.5% |
Sedang | 36 | 45.6% | 32 | 40.5% | 40 | 50.6% |
Tinggi | 23 | 29.1% | 19 | 24.1% | 15 | 19.0% |
Sangat Tinggi | 4 | 5.1% | 4 | 5.1% | 4 | 5.1% |
Total | 79 | 100.0% | 79 | 100.0% | 79 | 100% |
Hasil lain dari penelitian ini adalah kategorisasi skor subjek. Berdasarkan kategorisasi tabel diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas santri baru pondok pesanten Roudhotul Mutaallimat memiliki regulasi diri dalam kategori sedang ke tinggi. Kategorisasi skor regulasi diri diatas, dapat diketahui dari 79 santri baru, 4 santri baru memiliki regulasi diri yang sangat rendah, 12 santri baru memiliki regulasi diri rendah, 36 santri baru memiliki regulasi diri sedang, 23 santri baru memiliki regulasi diri tinggi, 4 santri baru memiliki regulasi diri sangat tinggi. Kategorisasi pada penerimaan diri santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat dalam kategori sedang ke tinggi. Kategorisasi skor penerimaan diri diatas, dapat diketahui 5 santri baru memiliki penerimaan diri sangat rendah, 19 santri baru memiliki penerimaan diri rendah, 32 santri baru memiliki penerimaan diri sedang, 19 santri baru memiliki penerimaan diri tinggi, 4 santri baru memiliki penerimaan diri sangat tinggi. Kategorisasi pada penyesuaian diri santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat dalam kategori sedang ke tinggi. Kategorisasi skor penyesuaian diri diatas, dapat diketahui 7 santri baru memiliki penyesuaian diri sangat rendah, 13 santri baru memiliki peyesuaian diri rendah, 40 santri baru memiliki penyesuaian diri sedang, 15 santri baru memiliki penyesuaian diri tinggi, 4 santri baru memiliki penyesuaian diri sangat tinggi.
B. Pembahasan
Berdasarkan dari analisa data, menunjukkan adanya pengaruh secara bersama-sama regulasi diri dan penerimaan diri dengan penyesuaian diri santri baru pondok pesantren Roudhotul mutaallimat 3 sidoarjo. Hal ini dapat dibuktikan dengan perolehan data koefisien korelasi pada regulasi diri sebesar 0.363 dan penerimaan diri sebesar 0.540 dengan signifikansi 0.001 < 0.05, artinya dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara regulasi diri dan penerimaan diri dengan penyesuaian diri santri baru. Sehingga hipotesis yang dapat di ajukan pada penelitian ini dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan hubungan antara regulasi diri dan penerimaan diri dengan peyesuaian diri pada santri baru. Adanya hubungan positif menunjukkan bahwa semakin baik regulasi diri dan penerimaan diri maka semakin baik pula penyesuaian diri pada santri baru, begitupun sebaliknya semakin buruk regulasi diri dan penerimaan diri maka semakin buruk pula penyesuaian diri santri baru.
Penelitian ini menunjukkan besar pengaruh secara bersama-sama antara regulasi diri dan penerimaan diri terhadap penyesuaian diri yaitu sebesar 30%. Sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak menjadi fokus pada penelitan ini. Dari hasil uji regresi secara bersama-sama regulasi diri dan penerimaan diri dapat mempengaruhi penyesuaian diri dengan nilai F = 16.314 dan sig 0.000<0.05.
Secara sendiri-sendiri terdapat pengaruh antara regulasi diri dengan penyesuaian diri santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat Jabon Sidoarjo yang dibuktikan dengan perolehan data koefisen korelasi regulasi diri sebesar 11.655 dengan signifikansi 0.001 < 0.05. dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara regulasi diri terhadap penyesuaian diri santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat Jabon Porong , sehingga hipotesis pada penelitian ini dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan hubungan antara regulasi diri dengan penyesuaian diri santri baru. Adanya hubungan positif menunjukkan bahwa semakin baik regulasi diri santri baru maka semakin baik pula penyesuaian diri santri baru tersebut. Begitupun dengan sebaliknya, semakin buruk regulasi diri santri baru maka semakin buruk pula penyesuaian diri santri baru tersebut.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [3] yang berjudul Hubungan Antara Regulasi Diri Dengan Penyesuaian Diri Santri Pondok Pesantren Di Surakarta, bahwasannya terdapat hubungan antara regulasi diri dengan penyesuaian diri santri pondok pesantren di Surakarta. Disini dijelaskan bahwa tingkat penyesuaian diri santri tergolong dalam kategori tinggi yang dapat dilihat dari rerata empirik (RE) sebesar 85,51 dan reratar hipotetik (RH) sebesar 75. Dan hasil dari regulasi diri pada santri pondok pesantren menunjukkan bahwa tingkat regulasi diri santri tergolong sedang, yang dapat dilihat dari rerata empirik (RE) sebesar 159,96 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 145.
Siregar mengemukakan bahwa diri pribadi yang mencakup komponen konsep diri, harga diri, percaya diri, dan regulasi diri berpengaruh terhaap penyesuaian diri mahasiswa dikehidupan sosial abad 21 [3]. Menurut Galinsky mengungkapkan regulation one’s thinking, emotions, and behavior is critical for success in school, work and life. Yaitu dengan adanya regulasi diri seseorang akan mampu untuk mengatur pikiran, emosinya dan perilaku seseoang untuk menuju kesuksesan dilingkungan sekolah, pekerjaan dan kehidupannya [6]. Hal ini dapat dilihat seberapa mampu santri baru pondok pesantren dalam mengatur pikiran, emosi, serta perilakunya ketika berada dilingkungan baru pondok pesantren.
Sesuai denga aspek regulasi diri yang menurut Zimmerman yaitu metakognisi, motivasi dan tindakan positif [9]. Santri baru yang memiliki metakognitif yang baik akan lebih mampu mengalami proses penyesuaian pribadi yang baik pula. Santri tersebut akan merancang suatu tindakannya dengan terstruktur, mengetahui apa yang baik untuk dilakukan dan mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sehingga santri tersebut mampu mengarahkan diri sendiri ke dalam hal positif dan mampu menerima kenyataan, santri baru juga akan melakukan penyesuaian sosial yang baik santri akan dengan mudah bersosialisasi dengan lingkungan, mudah menerima peraturan-peraturan baru dan juga santri tersebut tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan yang tidak baik di lakukan.
Santri baru yang memiliki motivasi yang baik juga akan mampu untuk mengalami penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang baik. Santri tersebut mampu mengontrol segala tindakan yang akan di lakukan sesuai dengan dorongan yang dimiliki, misalnya dorongan dari orang tua untuk tinggal dipesantren agar kelak menjadi manusia yang bermanfaat bagi masyarakat. Dorongan ini lah yang memacu santri tersebut tetap semangat menjalankan segala aktivitas-aktivitas di pesantren, maka santri akan mengarahkan dirinya ke dalam hal yang positif sesuai dengan dorongan yang di berikan dan santri tersebut tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan yang menurutnya kurang baik.
Santri baru yang memiliki tindakan yang positif juga akan mampu untuk mengalami penyesuain pribadi dan penyesuaian sosial yang baik. Santri lebih mampu untuk menyeleksi baik buruknya perilaku yang ada di pesantren sehingga dengan perilaku yang baik atau positif tersebut santri bisa menghasilkan tindakan yang diterima atau disenangi oleh masyarakat, maka santri tersebut akan lebih mudah mengalami penyesuaian pribadi yaitu mampu mengarahkan diri sendiri ke dalam hal positif. Santri tersebut juga mengalami penyesuain sosial yang baik pula, santri lebih ringan dalam berhubungan dengan sesama santri lain dalam hal berkomunikasi atau yang lain, santri juga akan mematuhi segala peraturan-peraturan di pesantren tanpa beban.
Besar pengaruh secara sendiri-sendiri antara regulasi diri dengan penyesuaian diri yaitu 36.3%, sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain seperti hasil penelitian terdahulu yang berjudul Hubungan Antara Regulasi Diri Dengan Motivasi Berprestasi Pada Siswa Kelas X SMK Ibu Kartini Semarang. Regulasi diri dengan motiasi berprestasi pada penelitian ini memberikan sumbangan efektif sebesar 56.6% pada motivasi berprestasi siswa kelas X SMK Ibu Kartini Semarang, 43.4% sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain [11].
Secara sendiri-sendiri juga terdapat pengaruh penerimaan diri dengan penyesuaian diri santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat Jabon Porong. Hal ini dapat dibuktikan dengan perolehan data koefisien korelasi pada penerimaan diri sebesar 31.625 dengan sig 0.000<0.05. dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara penerimaan diri dengan penyesuaian diri santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat Jabon Porong. Sehingga hipotesis yang dapat diajukan pada penelitian ini diterima. Hipotesis yang diajukan memberikan penjelasan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara penerimaan diri dengan penyesuaian diri santri baru. Adanya hubungan yang positif menunjukkan bahwa semakin baik penerimaan diri santri baru maka semakin baik pula penyesuaian diri santri baru tersebut. Begitu pula dengan sebaliknya, semakin buruk penerimaan diri santri baru maka semakin buruk pula penyesuaian diri santri baru tersebut.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya dengan judul Hubungan Antara Penerimaan Diri dan Penyesuaian Sosial Pada Remaja Putri. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa antara kedua variabel ini terdapat hubungan yang positif dan signifikan, yang artinya semakin baik penerimaan diri dari seorang remaja putri maka akan semakin baik pula penyesuaian sosialnya [12].
Menurut [7] mengemukakan bahwa penerimaan diri merupakan kemampuan menerima segalah hal yang ada pada diri sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan maka individu tersebut akan mampu berfikir logis tentang baik buruknya masalah yang terjadi tanpa menimbulkan perasaan pemusuhan, perasaan rendah diri, malu dan rasa tidak aman. Sesuai dengan aspek-aspek penerimaan diri menurut Jesild yaitu; persepsi mengenai diri dan penampilan, sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain, perasaan inferioritas sebagai gejolak penerimaan diri, respon atas penolakan dan kritikan, keseimbangan antara real life dan ideal self, penerimaan orang lain, menuruti kehendak dan menonjolkan diri, spontanitas dan menikmati hidup, aspek moral penerimaan diri, sikap terhadap penerimaan diri [10]. Seorang santri baru jika mampu untuk berfikir realistik tentang dirinya tanpa menghiraukan semua perkataan orang lain tentang penilaian dirinya, maka santi tersebut akan mengalami penyesuaian diri dengan baik di lingkungan pesantren. Bahkan jika santri baru tersebut menerima kritikan tentang dirinya santri akan mampu menerima kritikan dengan cara mengambil hikmah dengan adanya kritikan tersebut. Apalagi fenomena ini sering terjadi pada santri baru yang baru beradaptasi dengan teman- temannya pastinya santri terbut mendapatkan berbagai macam kritikan. Jika sebuah kritkan yang membangun pribadinya, santri akan senantiasa untuk menerimanya dan menjadi pribadi yang lebih baik, dan jika kritikan tersebut untuk menjatuhkan dirinya maka santri akan tidak peduli dengan kritikan tersebut. Hal ini memudahkan untuk santri baru menyesuaiakan dirinya dengan lingkungan sosial pesantren.
Jika santri baru mampu untuk menerima dirinya sesuai dengan realita kemampuan yang dimiliki dan tidak terpengaruh dengan lingkungan maka santri baru akan lebih mudah untuk menyesuaiakan dirinya dengan lingkungan. Santri tidak akan terbebani dengan omongan orang lain yang menindas atau memaki dirinya, santri akan bebas berperilaku sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Seorang santri baru tentunya mempunyai impian yang sangat besar atau harapan yang besar untuk perubahan dirinya. Maka santri tersebut harus mempunyai keseimbangan antara real life dan ideal life, jika impan atau harapan tersebut tidak tercapai, santri tidak akan merasakan kecewa. Mungkin impian atau harapan tersebut tidak tercapai karena faktor lingkungan yang tidak mendukung, santri tersebut akan menerima kenyataan dan bisa menerima dirinya bagaimana seharusnya santri bertindak agar tidak merasakan kecewa dan bangkit lagi untuk menyesuaiakan harapannya dengan lingkungan.
Santri baru jika mampu menyukai dirinya maka akan mampu untuk menyukai orang lain. Hubungan timbal balik ini seperti santri tersebut merasa percaya diri dalam memasuki lingkungan sosial, maka santri tidak akan terganggu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Besar pengaruh antara penerimaan diri terhadap penyesuaian diri sebesar 0.540 atau sebesar 54% sisanya 46% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak menjadi fokus pada penelitian ini seperti halnya penelitian dari [8] dengan judul Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Penerimaan Diri Santri Pondok Pesantren. Sumbangan efektif variabel dukungan sosial keluarga terhadap penerimaan diri sebesar 19.51%, sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar dari penelitian ini.
Hasil kategorisasi skor subjek dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari 79 santri baru, 4 santri baru memiliki regulasi diri yang sangat rendah, 12 santri baru memiliki regulasi diri rendah, 36 santri baru memiliki regulasi diri sedang, 23 santri baru memiliki regulasi diri tinggi, 4 santri baru memiliki regulasi diri sangat tinggi. Selain itu, dari 79 santri baru, diketahui 5 santri baru memiliki penerimaan diri sangat rendah, 19 santri baru memiliki penerimaan diri rendah, 32 santri baru memiliki penerimaan diri sedang, 19 santri baru memiliki penerimaan diri tinggi, 4 santri baru memiliki penerimaan diri sangat tinggi. Selain itu juga, dari 79 santri baru, diketahui 7 santri baru memiliki penyesuaiang diri sangat rendah, 13 santri baru memiiki penyesuaian diri rendah, 40 santri baru memiliki penyesuaian diri sedang, 15 santri baru memiliki penyesuaian diri tinggi, 4 santri baru memiliki penyesuaian diri sangat tinggi. Berdasarkan jumlah dan presentase tertinggi, maka di simpulkan bahwa regulasi diri dan penerimaan diri santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaalimat termasuk kedalam kategori sedang ke tinggi. sedangkan, penyesuaian diri pada santri baru juga termasuk ke dalam kategori sedang ke tinggi.
Limitasi pada penelitian ini terdapat pada subjek penelitian yang berjumlah hanya 79 santri baru, dikarenakan peneliti hanya menggali pada satu pondok pesantren dan mengambil sampel hanya pada santri baru pondok pesantren Rudhotul Mutaallimat Jabon Porong.
Kesimpulan
Berdasarkan dari analisa data, menunjukkan adanya pengaruh secara bersama-sama regulasi diri dan penerimaan diri terhadap penyesuaian diri santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat Jabon Porong. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perolehan data koefisien korelasi regulasi diri sebesar = 0,363 dan koefisien korelasi penerimaan diri sebesar = 0.540 dengan signifikansi 0,001 < 0,05 artinya dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara regulasi diri dan penerimaan diri dengan penyesuain diri, sehingga hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. Secara sendiri-sediri juga terdapat pengaruh antara regulasi diri terhadap penyesuaian diri santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat Jabon Porong. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perolehan data nilai F = 11.655 dan sig 0.001 < 0.05. dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara regulasi diri terhadap penyesuaian diri santri baru, sehingga hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. Terdapat pengaruh juga secara sendiri-sendri antara penerimaan diri terhadap penyesuaian diri santri baru pondok pesantren Roudhotul Mutaallimat Jabon Porong. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perolehan data F = 31.625 dan sig 0.000 < 0.05. dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara penerimaan diri terhadap penyesuaian diri santri baru, sehingga hipotesis pada penelitian ini dapat diterima.
References
- Zulhimma, “Dinamika perkembangan pondok pesantren di Indonesia,” J. Darul ’Ilmi, vol. 01, no. 02, pp. 165–181, 2013.
- O. T. Handono and K. Bashori, “Hubungan antara penyesuaian diri dan dukungan sosial terhadap stres lingkungan pada santri baru,” EMPATHY J. Fak. Psikol., vol. 1, no. 2, pp. 79–89, 2013.
- F. Isnaini, “Hubungan antara regulasi diri dengan peyesuaian diri santri pondok pesantren di Surakarta,” 2017.
- E. Fatimah, Psikologi perkembangan (Perkembangan peserta didik). Bandung, 2010.
- M. Pritaningrum and W. Hendriani, “Penyesuaian diri remaja yang tinggal di pondok pesantren modern Nurul Izzah Gresik pada tahun pertama,” J. Psikol. Kepribadian dan Sos., vol. 02, no. 03, pp. 141–150, 2013, doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
- I. R. Florez, “Developing young children’s self-regulation through everyday experiences,” YC Young Child., vol. 66, no. 4, pp. 46–54, 2011.
- E. B. Hurlock, Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta, 2006.
- Z. Wahyuningsih, Mujidin, and Yuzarion, “Hubungan antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Penerimaan Diri Pada Santri Pondok Pesantren,” Psyche 165 J., vol. 14, no. 02, pp. 186–191, 2021, doi: 10.35134/jpsy165.v14i2.61.
- A. Manab, “Memahami regulasi diri: Sebuah tinjauan konseptual,” Psikol. anf Humanit. UMM, pp. 19–20, 2016.
- D. J. Sari and M. Reza, “Hubungan antara dukungan sosial dengan penerimaan diri pada remaja penderita hiv di Surabaya,” Character J. Penelit. Psikologi., vol. 1, no. 3, pp. 1–7, 2013.
- N. Apranadyanti, “Hubungan antara regulasi diri dengan motivasi berprestasi pada siswa kelas X Smk Ibu kartini Semarang,” Universitas Diponegoro Semarang, 2010.
- M. Mwengkang, M. Naharia, and S. B. Sengkey, “Hubungan antara penerimaan diri dan penyesuaian sosial pada remaja putri,” Psikopedia, vol. 1, no. 1, pp. 73–80, 2020.