Login
Section Elementary Education Method

Problem Based Learning to Improve First Grade Pancasila Learning Outcomes

Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Hasil Pembelajaran Pancasila pada Kelas 1
Vol. 20 No. 4 (2025): November:

Olivia Nur Armalasari (1), Machful Indra Kurniawan (2)

(1) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia
(2) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia

Abstract:

General Background: Education in Indonesia requires learning approaches that foster active student engagement, particularly in early grades. Specific Background: Pancasila Education in grade 1 often faces issues such as low motivation and passive learning due to traditional teacher-centered methods. Knowledge Gap: Limited studies have examined the use of Problem Based Learning (PBL) to strengthen conceptual understanding of Pancasila in early elementary school. Aims: This study aims to improve learning outcomes through the implementation of PBL in grade 1 Pancasila Education. Results: Classroom Action Research involving two cycles showed a significant increase in mastery, from 31.25% in the pre-cycle, to 56.25% in cycle I, and reaching 93.75% in cycle II. Novelty: This study provides early-grade empirical evidence of PBL’s effectiveness for Pancasila concepts using contextual problem exploration. Implications: The findings highlight that well-structured PBL can increase student participation, responsibility, and conceptual understanding in civic-related learning.


Highlights:
• PBL significantly increased grade 1 Pancasila learning outcomes
• Students became more active and disciplined through structured class rules
• Two-cycle PTK showed consistent improvement in mastery levels


Keywords: Problem Based Learning, Pancasila Education, Learning Outcomes, Early Elementary, Classroom Action Research

Pendahuluan

Suatau bangka akan berkembang dengan baik apabila program pendidikannya dibangun dengan bagus dan konsisten pada sistem pendidikan yang diterapkannya. Sebuah negara dan bangsa akan berkembang dengan signifikan apabila program pendidikan yang dirancang dan dilaksanakan dengan benar, jujur, sarana dan prasarana yang memadai, serta pihak-pihak kompeten yang ikut serta menjalankan dan memperhatikan pendidikan. Undang-Undangg Dasar Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, tertulis jikalau Pendidikan dapat di artiken sebagai usaha dengan minat tinggi dan penyusunan rencana untuk menciptakan kondisi belajar dan kegiatan belajar mengajar agar anak-anak didik secara aktif dapat menampakkan dan menaikkan potensi pribadinya untuk mendapatkan kekuatan spiritual , kontrol kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta kemampuan-kemampuan yang diperlukan diri sendiri, masyarakat, seluruh bangsa dan negara.

Oleh sebab itu pendidikan harus terencana dengan baik, karena pendidikan yang berhasil akan mendapatkan out put generasi penerus bangsa yang berakhlak baik dan berjiwa berani serta kuat. Hal itu bersumber pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, yang di bagian dalamnya terdapat peran para pihak di bidang study pendidikan, antara lain ada Kepala sekolah, Guru wali kelas, guru mata pelajaran, karyawan administrasi dan semua pihak yang berperan membantu berjalannya pendidikan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pendidikan memiliki peranan penting dalam memberikan out put kenaikan kualitas sumber daya manusia, termasuk yang perlu diperhatikan dalam upaya proses pembangunan sumberdaya manusia secara nasional. Oleh karenanya strategi yang diperlukan dalam menaikkan sumber daya manusia adalah dengan upaya menaikkan mutu pendidikan. Pendidikan dapat digunakan sebagi alat untuk pembangunan sumber daya manusia untuk mengembangkan peserta didik menjadi pribadi dengan karakter profesioanal dalam menaikkan mutu sosialisai hidup dalam bangsa dan negara.

Dalam hal belajar pendidikan tidak hanya perkara mempersiapkan peserta didik untuk profesi atau jabatan tertentu, pendidikan dpat dikatakan baik apabila dalam pendidikan yang dapat menghasilkan solusi-solusi dari masalah yang dihadapi dalam kehidupan bermasnyakat sehari-hari. Tujuan Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah membimbing seluruh diri anak agar dapat menciptakan rasa aman dan bahagia setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat. menurut falsafat Ki Hadjar Dewantara pendidikan merupakan sebuah wilayah benih-benih kebudayaan. Oleh karena itu capaian yang telah ditetapkan dalam sebuah sistem belajar harus mengacu pada pendidikan nasional. Capaian dalam pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi pribadi yang berimann serta bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, kreatif dan mandiri.

Dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah yang paling diutamakan adalah belajar. Artinya dalam mencapai suatu tujuan pendidikan bergantung pada pada proses belajar mengajar yang dilakukan guru maupun peserta didik. Karena salah satu indikator dalam keberhasilan belajar dan mendidik adalah hasil akhir pembelajaran yang dicapai oleh peserta didik. Tolak ukur keberhasilam pembelajaran berada pada hasil belajar peserta didik, perubahan tersebut bisa dilihat dari karakter, sikap, perkataan dan pemahaman dalam bernalar. Karena dalam kemampuan belajar meliputi kemampuan untuk menjadi pribadi yang dapat menilai dengan baik dan benar mengenai sikap, perilaku maupun perkataan, serta kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang berdasarkan pengalaman ataupun kegiatan pembelajaran klasikal dalam kelas. Agar dapat melihat dan menilai kemampuan peserta didik dalam menampung dan menstranfer materi menjadi informasi yang dipahami maka setelah pembelajaran perlu dilakukan penilaian akhir oleh guru yang bertanggung jawab. Dari hasil penilaian akhir dapat diketahui melalui hasil belajar peserta didik yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka.

Tujuan adanya pelajaran yang didalamnya termuat materi ajar, metode dan penilaian yang menjadi satu dan saling berkaitan, agar pembelajaran dapat berjalan dengan teratur, komplementer dan berkesinambungan sehingga memiliki peran untuk menentukan keberhasilan pembelajaran. Komponen pembelajaran tersebut termuat dalam kurikulum yang digunakan. Kurikulum yang saat ini digunakan adalah kurikulum merdeka atau biasa di sebut dengan merdeka belajar. Merdeka belajar merupakan sistem pendidikan yang mengutamakan kebutuhan peserta didik dalam proses pembelajaran. Menurut filsafat Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah belajar secara mandiri, memiliki maksut bahwa pendidikan dilakukan secara inisiatif oleh individu tanpa adanya keterpaksaan orang lain, mengidentifikasi kebutuhan dan tujuan pembelajaran, menentukan materi serta sumberdaya manusia, menyesuaikan strategi pembelajaran dan melaksanakan penilaian hasil belajar, agar peserta didik dapat belajar yang didasarkan dengan kemampuan belajarnya . Menurut perspektif Ki Hadjar Dewantara ditunjukkan dalam implementasi merdeka belajar dimana pembelajaran akan berorientasi pada peserta didik .

Salah satu komponen yang termuat dalam kurikulum yang perlu diperhatikan adalah pemilihan metode pembelajaran, karenanya guru sebagai pendidik harus mampu memilah dan memutuskan penggunaan metode mengajar secara tepat sasaran, efisiensi dalam waktu, dan efektif ketika diterapkan, dengan terdapat beberapa macam pilihan yang dicocokkan dengan kebutuhan dan situasi. Karena dalam proses pembelajaran metode dapat mempengaruhi peserta didik dalam belajar. Sebab belajar merupakan hal wajib ada di dalam pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah, serta belajar sejatinya bisa dilakukan tanpa memandang waktu atau tempat. Seperti yang memiliki arti bahwasanya kegiatan pembelajaran merupakan suatu peristiwa yang dengan terencana diwujudkan. Proses belajar mengajar dapat disusun oleh guru agar kemampuan siswa, modul ajar, proses pelajaran, dan sistem evaluasi tepat dengan ukuran perkembangan anak didik . Guru menerapkan berbagai ide supaya peserta didik dapat memperoleh penjelasan dalam mempelajari muatan dalam kurikulum. Guru juga harus memberikan beberapa pilihan atau opsi sehingga peserta didik dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari . Guru sebagai perencana memiliki hak untuk merancang suasana pembelajaran peserta didik dengan baik, guru yang mengajar dan peserta didik yang belajar. Dengan adanya perpadua antara dua pihak maka akan ada interaksi pengajaran dengan memanfaatkan modul ajar ajar sebagai mediumnya. Di dalam kelas komponen pelajaran di perankan secara maksimal untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan sebelumnya.

Komponen lain yang mempengaruhi proses belajar dan mengajar di kelas adalah model pembelajaran, pemilihan model pembelajaran yang tidak sesuai akan menghambat keberhasilam pengajaran.sekali lagi guru sebagai pendidik harus mampu memilih model pengajaran yang tepat sesuai situasi dan kondisi tempat belajar. Model dalam pendidikan hendaknya juga berfokus pada naikknya intensitas kontribusi peserta belajar secara aktif di dalam kegiatan belajar. Peran siswa yang pasif dalam kegiatan belajar menjadi efek menurunnya pemahaman siswa dan lambatnya sistem berfikir dan menalar siswa. Hal tersebut dikarenakan seringnya penggunakan model pembelajaran konvesional yang terus meneruss menghasilkan peserta didik menjadi mudah bosan dan tidak memiliki minat dalam melakoni proses pembelajaran. Pemilihan model pendidikan yang sesuai untuk digunakan dalam pengajaran dapat membuat naiknya kualitas dalam proses pembelajaran.

Hal yang harus mendapat perhatian guru dengan dalam setiap kegiatan pembelajaran adalah memanfaatkan model pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Tetapi pada kenyataannya hal tersebut dengan berbagai alasan masih sering dibiarkan atau diabaikan. Beberapa alasannya adalah: dalam waktu persiapan mengajar sangat terbatas, sulit untuk menyesuaikan model yang tepat dan cocok untuk digunakan dalam kegiatan belajar siswa. Menurut Ki Hadjar dewantara untuk generasi bangsa ini mengingatkan diri bahwa betapa pentingnya seorang guru yang harus memiliki mentalitas, moralitas dan spiritualitas yang baik. Hal itu menekankan peran guru yang harus maksimal, kebimbangan dalam memilih model juga tidak akan ada, apabola saja guru membekali dirinya dengan implementasi model yang akan diterapkan dikelas. Pemilihat modul belajar sebaikknya disesuaikan dengan sarana dan prasarana, hal tersebut akan mengoptimalkan kerja dari model pembelajaran, tidak ada model pembelajarn yang jelek. Sebab model pembelajaran semua tepat sesuai porsinya peserta didik dan tingkat kemampuannya guru dalam praktek di kelas. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua model yang dipilih dan diimplementasikan akan sangat menentukan perangkat ajar yang dikenakan dalam proses belajar mengajar tersebut.

Beberapa faktor yang memberikan pengaruh penggunakan model juga harus di nilai dengan teliti, seperti penilaian suasana hati atau emosional siswa, fasilitas yang menunjang, tingkat pemahaman peserta didik, tujuan pembelajaran dan kemampuan guru dalam implementasi pembelajaran. Dengan bantuan model pembelajaran, diharapkan peserta didik yang menyimak dengan indra mata atau telinga dapat menjabarkan suatu materi pelajaran memahami informasi yang sama diterima peserta didik lain. Dengan demikian kesenjangan yang terjadi diantara peserta didika akan mempersempit jaraknya dengan materi yang sesuai dan tepat impelemtasinya, dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat maka kegiatan pembelajaran di kelas akan lebih menyenangkan, peserta didik akan melakukan kontribusi secara aktif dan antusias sehingga materi pada muatan belajar akan lebih mudah di cerna atau dimengerti.

Terdapat beberapa faktor yag berpengaruh pada hasil penilaian yang diakukan pada pembelajaran, diantaranya faktor yang berada pada dalam dan faktor yang berada di luar lingkungan terjadinya kegiatan belajar. Salah satu faktor yang muncul dari luar lingkungandan dan memberikan pengaruh pada hasil minat dan hasil penilaian akhir dapat disimpulkan sebagai keberhasilan atas kualitas pendidikan. Karenanya menata ulang secara cermat maka kualitas serta kuantitas pembelajaran diharapkan dapat tumbuh semakin tinggi dengan minat belajar dan peningkatan pendidikan akan teridentifikasi dalam hasil prestasi belajar anak didik dan kopetensi yang dikuasai anak didik. Hal yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas pendidikan sangat berpacu oleh model pembelajaran yang dipilih guru untuk diterapkan dalam mengajar anak didiknya. Karena dalam peroses pendidikan yang bermutu bagus diperlukan kesetaraan dan kesinergian antar model, metode, materi, tujuan dan karakter dari siswa maupun guru.

Dalam kegiatan mendidik maupun mengajar akan terjadi banyak situasi yang tidak hanya melibatkan guru dan peserta didik. Akan terdapat beberapa masalah yang ditemuai peserta didik ketika proses belajar mengajar, oleh karena itu model belajar Problem Based Learning (PBL) dalam falsafah sebuah kegiatan memerdekakan peserta didik karena tidak dipaksa untuk memahami apa yang seharusnya belum mereka pelajari, mereka belajar sesuai dengan kemampuannya. PBL adalah model untuk mengajar yang digunakan untuk menumbuhkan segala aspek yang berhubungan dengan mandirian ataupun kelompok agar dapat menyelesaikan masalah konstektual . Model pembelajaran (PBL) digunakan sebagai alternatif karena terdapat pemecahan masalah sesuai pengalaman peserta didik.

Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang mengaplikasikan persoalan gunan membantu pengembangkan berfikir kritis melalui kemampuan pemecahan masalah, pencapaian pengetahuan, dan konsep esensial. Pada kurikulum merdeka, model pembelajaran yang direkomendasikan untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar adalah model PBL . Model masalah pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL) sebuah cara yang didasarkan terhadap masalah hal tersebut didasarkan karena model baik sehingga pembelajaran yang memberikan tantangan siswa untuk menemukan solusi mandiri bagaimana caranya belajar sesuai keinginannya, dalam mencari solusi juga dapat dilakukan secara bekerjasama dalam berkelompok untuk berdiskusi aktif dalam pemecahan permasalahan dunia nyata. PBL dapat digunakan sebagai Salah satu pandangan untuk memulai awal pengetahuan yang baru, hal ini dapat menjadi titik balik sebagi alternatif dalam pembelajaran. Sebab model PBL adalah salah satu model prmbelajaran yang fleksibel, serta dapat diaplikasikan dalam memecahkan masalah sehari-hari.

Salah satu model pembelajaran yang memberikan tuntutan peserta didik untuk mengikuti kegiatan secara aktif adalah PBL, karena PBL memberikan kesempatan penuh untuk terlibat secara langsung dalam menemukan sendiri pengetahuannya berdasarkan masalah nyata yang biasa terjadi dalam kehidupan bersosialisasi dan bermasyarakat . Namun Problem Based Learning (PBL) juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu di perhatikan oleh guru. kekurangan Problem Based Learning (PBL) yaitu memerlukan biaya untuk mempersiapkan bahan atau media belajar, memerlukan waktu untuk mempersiapkan segala alat dan bahan yang digunakan dan memerlukan waktu yang ekstra karena dalam kegiatan pemecahan masalah terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui dingga peserta didik mendapat jawban atau solusi, serta mempresentasikannya dihadapan teman dan guru.

Dikemukakan oleh , langkah-langkah PBL adalah mengarahkan siswa untuk mengamati objek yang menjadi sebuah masalah, lalu siswa meneliti, serta melakukan investigasi mandiri dan berkelompok, mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses menemukan solusi pada masalah yang ada. Dalam kegiatan proses pembelajaran masalah diberikan sebagai bentuk untuk meningkatkan dan mengasah kemampuan berfikir kritis, kempuan dalam menghadapai masalah, dan kemampuan memecahkan masalah. Hal ini nanti akan memberikan pengaruh pada pola pikir, pola sikap dan pola perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dirumah, sekolah ataupun lingkungan masyarakat. seperti yang dikemukakan mendapatkan hasil bahwa model pembelajaran PBL membantu meningkatkan kemampuan berfikir kritis pada proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran tinkana kelas.

Sebagai penelitiank tindakan kelas, penelitian ini memutuskan menggunakan mata pelajaran Pendidikan Pancasila pada siswa kelas 1 Sekolah Dasar. Pancasila sebagai ideologi negara memiliki nilai-nilai yang harus ditanamkan dalam pendidikan, agar setiap individu dapat menjadi warga negara yang bertanggung jawab, adil, dan berkepribadian Pancasila . Pelaksanaan sebuah Pendidikan Pancasila di semua jenjang pendidikan sebuah keharusan karena menjadi bagian dari usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, memperkokoh Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi prinsip prinsip dasar Pancasila dan menggunakanya dalam kehidupan sosial di masyarakat . Pendidikan Pancasila adalah mata pelajaran yang digunakan untuk menanamkan dan menguatkan nilai-nilai menjadi warga negara yang dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Republik Indonesia yang memiliki kualitas dengan karakter yang baik dan berfikir dengan cerdas sesuai dengan amanat paancasila dan UUD 1945 . Karenanya peserta didik sebagai member warga negara Indonesia yang taat dengan konstitusi Pancasila harus mendapatkan haknya dan melaksanakan kewajibannya dengan baik. Pendidikan Pancasila merupakan mata pelajaran yang menjadi landasan dalam kehidupan seperti yang tercatat pada Pancasila dari Sila ke-1 samapai Sila ke-5 yang memiliki nilai dan arti mendalam untuk Indonesia. Berikut beberapa nilai-nilai pancasila (1) beriman kepada tuhan, (2) menjadi manusi yang mampu bersikap sopan dan saling tolong-menolong pada semua makhluq tuhan, (3) selalu teguh pada persatuan dan menjauhi perselisihan, (4) kepemimpinan yang diputuskan berdasarkan musyawara yang dilakukan dengan bijak dalam menerima pendapat semua pihak, (5) bersikap adil pada semua makhluq tuhan sengan sama rata tanpa perbedaan. Oleh sebab itu Pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran yang wajib di ajarkan kepada peserta didik atau anak-anak Indonesia.

Dalam memperbaiki pendidikan Pancasila banyak peneliti telah melakukan berbagai cara mengoptimalkan kualitas pembelajaran, mulai dari mengkolaborasikan dengan metode, model bahkan media pembelajaran. Pendapat yang dikemukakan Rumpakha dan Dwikurnia mengambil putusan bahwa metode pembelajaran memberi dan menerima mampu menaikkan keaktifan siswa dan nilai belajarnya meningkat secara pesat . Hasil belajar yang baik disebabkan karena proses belajar mengajar yang baik pula terdapat tiga tahap siklus yang dilakukan oleh dalam melakukan penelitian, dan hasilkan sangat spesifik dan baik. Hasil dari yang diteliti menyimpulkan bahwa implementasi PBL secara bagus dapat memberikan peningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Pancasila karena disanggah oleh kemampuan guru dalam implementasi, aktivitas dan hasil belajar siswa . Namun dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila yang utarakan oleh terdapat beberapa kendala yaitu Pertama, pada aspek minat dan perhatian siswa yang minim. Kedua, pendekatan yang dilakukan pada praktiknya dilapangan pembelajaran pedidikan Pancasila yang cenderung berpusat pada guru. Ketiga, bentuk penilaian hanya dilakukan dan terpusat pada dimensi kognitif. Hal tersebut membuktikan bahwa Pembelajaran PKN bukan tanpa masalah, tetapi ada beberapa masalah yang harus diatasi.

Dalam pengamatan ini, peneliti mendapatkan data awal di SD Negeri Sedenganmijen Krian yang menunjukkan adanya beberapa masalah yang perlu penyelesaian. Pertama, dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru merupakan praktik umum, menggunakan metode mengajar konvesional. Kedua, karena kurangnya sarana dan prasarana yang memadai peserta didik menjadi cepat bosan dan materi yang diterima menjadi tidak maksimal, hal itu berngaruh pada diri, pola pikir, motivasi belajar dan niali belajar peserta didik. Oleh karena itu, tulisan ini akan memfokuskan tentang bagaimana penerapan model Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran Pendidikan Pancasila dalam meningkatkan Hasil Belajar siswa kelas1 SD Negeri Sedenganmijen Krian, tahun ajaran 2024/2025.

Metode

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena beberapa pertimbangan yaitu penelitian ini menggunakan penelitian tindak kelas (PTK). Penlitian tindak kelas dilaksanakan saat berada pada kelas . Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu observasi pada kegiatan pembelajaran berupa sebuah perilaku, yang sengaja digali dalam sebuah kelas secara bersamaan . PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dalam sebuah pembelajaran yang ada di kelas, melalui penelitian tindakan peneliti dapat menemukan solusi cara pengumpulan data yang dilakukan. Sehingga peneliti dapat melakukan penelitian dengan teliti sesuai dengan cara dan data yang telah diambil dan dilampirkan. Penelitian PTK dapat dilaksanakan oleh peneliti maupun guru kelas yang sedang mengajar. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Sedenganmijen Krian. Subjek penelitian diambil dari keseluruhan siswa yang akan ikut serta dalam pelaksanakan penelitian .

Melalui PTK, guru dapat mengidentifikasi dan implementasi strategi atau kegiatan yang lebih efektif, terus berinovasi, dan meningkatkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan . Subjek penelitian yang diambil yaitu seluruh peserta didik kelas 1 yang berjumlah 16 orang. Objek penelitian di ambil dari sebagaian yang ada pada subjek . Objek penelitian digunakan sebagai upaya menaikkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dengan mengkolaborasikannya dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) di SD Negeri Sedenganmijen Krian. Pelaksanaan penelitian tindak kelas dilakukan guna untuk membentuk garis penghubung dengan merasakan adanya masalah penyusunan perencanaan, melakukan tindakan dengan mengobservasi dan mengadakan refleksi, merencanakan seperti sebelumnya dan melaksanakan tindakan yang diperlukan sesuai kondisi.

Pada model penelitian tindakan kelas terdiri dari siklus-siklus dan tahap siklus mulai dari 4 komponen, yaitu :

  1. Planning, perencanaan yang dimaksut adalah menyiapkan modul ajar yang didalamnya terdapat model, metode, tujuan, materi, aturan, dan instrumen penilaian. Diharapkan rencana tersebut memiliki visi dan misi kedepan, serta fleksibel dalam menangani faktor-faktor yang tidak terdugamuncul dalam rencana tersebut, dan dapat mencegah lebih awal apabila efek samping seperti hambatan dalam kegiatan tersebut.
  2. Action, sebuah pelaksanaan penerapan dari hasil penyusunan yang telah diciptakan agar dapat berupa satu untuk memperbaiki atau mengisi kekurangan model yang sedang dijalankan.
  3. Observation, pengamatan dilakukan guna melihat dan mengabadikan berupa catatan atau dokumentasi yang nantinya akan berpengaruh oleh tindakan dalam kelas. diharapkan dengan adanya refleksi pada hasil pengamatan maka kita kan mendapatkan data yang benar sesuai dengan kejadian di lapangan atau likasi tujuan.
  4. Reflection, dalam refleksi ada beberapa bagian yang harus dijalankan yaitu : menganalisa, reaktivitas, interpretasi, pembahasan dan menyimpulkan. Dengan adanya hasil sebuah refleksi maka akan digunakan untuk mengisi kekurangan yang ada pada kegiatan di kelas, guru ataupun siswa.

Seperti yang diutarakan oleh , sebagai sarana pengumpulan data maka metode dan instrumen, adalah sebutan bagi alat untuk menilai hasil dari penelitian yang dilakukan, dan ada dua sarana yang digunakan dalam penilaian dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu non tes dan tes.

  1. Observasi, mengamati objek yang terlibat dalam interaksi yang tengah dilaksanakan dan melihat pendapat mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diamati. Tujuan dari observasi adalh mendiskripsikan hasil dari pengamatan yang dipelajari.
  2. Tes Hasil Belajar, terdiri dari dua tes yaitu (pre-test) dan (post-test). (pre-test) adalah tes tang dilakukan sebelum model pembelajaran diberikan kepada peserta didik dengan tujuan untuk mengukur kemampuan peserta didik sebelum diterapkannya model belajar yang dimaksut. Kita akan mengetahui sejauh mana siswa memahami dan menguasai materi yang diajarkan. Sedangkan (post-test) adalah tes yang berikan setelah peserta didik mendapatkan tindakan dengan tujuan untuk menilai potensi dan kemampuan akhir peserta didik setelah mampu menyelesaikan materi dengan model dalam pengajaran yang telah diberikan.

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif presentase, yang memudahkan kita untuk mengambil kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Berhasil tidaknya penilitian akan dilihat dari nilai akhir porsentase nilai yng di dapatkan. Data nilai akhir penelitian akan dianalisa berdasarkan ketuntasann belajar secara individu dan ketuntasen belajar secara klasikal. Setelahnya hasil penelitian yang diperoleh secara kualitatif maupun kuantitatif dianalisa dan disimpulkan untuk mendapatkan solusi dari masalah yang telah dirumuskan. Berikut adalah rumus untuk menentukan presentase capaian hasil belajar secara klasikal peserta didik terhadap mata pelajaran Pendidikan P kelas 1 SD Negeri Sedenganmijen Krian Kabupaten Sidoarjo.

Figure 1.

Keterangan :

P = Angka persentase

f = Nilai hasil tes

N = Jumlah peserta didik yang mengikuti tes

Rata-rata digunakan untuk menghitung dan mengetahui apakah terdapat peningkatan prestasi belajar peserta didik, dengan menggunakan rata-rata maka skor prestasi belajar masing-masing mulai dari pra-siklus, siklus I dan siklus II menjadi jelas untuk diambil kesimpulannya. Dengan menganalisa data peneliti dapat mengetahui hasil prestasi belajar peserta didik dengan melihat nilai tugas dan nilai tes pada setiap siklus dengan dijumlah dua kali nilai rata-rata tes prestasi belajar atau disebut nilai tes formatif. Karena dalam penilitian ini hasil prestasi belajar siswa terhubung dengan pemahaman materi pembelajaran dan proses pembelajaran yang dilaksanakan dikelas. Oleh karena itu perlu untuk menggunakan model pembelajaran yang telah ditentukan, yang disesuaikan dengan kemampuan dan minat peserta didik, serta sarana-prasarana yang harus memadahi.

Hasil dan Pembahasan

Pra Penanganan

Figure 2. Tabel 1. Hasil Penelitian Pra-Siklus

Figure 3. Gambar 1. Hasil Belajar Siswa Pada Pra-Siklus

Pada tahap pra siklus siswa belum diberikan tindakan atau belum mendapatkan pembelajaran Pendidikan Pancasila dengan menggunakan model PBL. Maka di dapatkan hasil sesuai dengan diagaram diatas dapat dilukiskan bahwa tingkat keberhasilan siswa atau peserta didik kelas 1 SD Negeri Sedenganmijen yang diputuskan tuntas adalah 5 siswa dengan porsentase (31,25%) dari 16 siswa. Sedangkan yang diputuskan belum mencapai ketuntasan 11 siswa atau persentase (68,75%) dengan seperti itu maka nilai KKM siswa masih pada tempat (≤ 75) maka siswa Kelas 1 SD Negeri Sedenganmijen diputuskan belum tuntas dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila. Oleh karenanya diperlukan perbaikan dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan penerapan model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan nilai belajar siswa yang ikut serta kegiatan penelitian, maka sebagai peneliti melakukan tindak lanjutan dengan melaksankan siklus I.

Siklus I

Figure 4. Tabel 2. Presentasi Hasil Penelitian Siklus I

Figure 5. Gambar 2. Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I

Pada siklus I siswa mendapat tindakan dengan peneliti sebagai pengamat dan guru sebagai pendidik untuk memberikan pembelajaran menggunakan model PBL dengan materi Lambang dan Simbol Pancasila. Berdasarkan diagram diatas hasil penelitian yang didapat adalah jumlah siswa atau peserta didik yang tuntas berjumlah 9 siawa atau (56,25%) dan siswa yang dinyatakan belum tuntas dalam nilai belajar sebanyak 7 siswa atau sebesar (43,75%). Karenanya hal tersebut maka nilai KKM siswa berada pada tempat (≤ 75) artinya siswa Kelas 1 SD Negeri Sedenganmijen dinyatakan masih belum tuntas dalam proses pembelajaran Pendidikan Pancasila. Oleh karenanya untuk menindak lanjuti perbaikan pada kegiatan pembelajaran dan pendidikan di kelas maka membutuhkan model pengajaran yang dapat memberikan efek naikknay hasil belajar siswa, maka peneliti melaksanakan tindak selanjutnya dengan melakukan siklus II.

Siklus II

Figure 6. Tabel 3. Presentasi Hasil Penelitian Siklus II

Figure 7. Gambar3. Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II

Pada tahap siklus II peneliti sekali lagi berperan menjadi pengamat dan guru sebagai pendidik melaksanakan kegiatan penelitian bersama, siswa diberikan tindakan atau pembelajaran menggunakan model PBL dengan materi Lambang dan Simbol-simbol Pancasila. Maka hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah tertera pada diagram menunjukkan kenaikan hasil belajar siswa yang sangat pesat, alhasil siswa yang dinyatakan masuk dalam ketuntasan belajar sebanyak yaitu 15 siswa atau 93,75% mencapai ketuntasan yang sangat bagus, sedangkan untuk siswa yang masih dinyatakan dibawah nilai KKM tersisa 1 siswa dengan pursentase 6,25%, dengan begitun, dapat dinyatakan dengan jelas bahwa penerapan model pembelajara PBL dapat memberikan kenaikkan hasil belajar Pendidikan Pancasila siswa SD Negeri Sedenganmijen Krian Kabupaten Sidoarjo.

Pembahasan

Dengan adanya peenelitian yang dilakukan ini sebagai bentuk salah satu upaya untuk menaikkan nilai hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila melalui penerapan model pembelajaran PBL. Dengan menerapkan model tersebut pembelajaran Pendidikan Pancasila, di himbau siswa akan lebih proaktif, eksprsif, menyenangkan dan lebiih mudah mencerna materi Lambang dan Nilai Simbol-simbol Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan yang ada dalam penelitian ini adalah sesuatu yang didapat dengan sebenarnya selama dilakukannya penelitian. Penelitian ini dimulai dengen melakukan kegiatan pra penanganan yang setelahnya berbentu pelaksanaan Pra Siklus dengam menyebarkan kepada siswa lembar tes yang berisakan pertanyaan pilihan ganda dan soal isian. Kegiatan tes awal dilakukan kepada siswa tanpa diberikan pembelajaran PBL, hal tersebut dilakukan untukk menilai tingkat penguasaan siswa pada materi Lambang dan Nilai Pancasila.

Setelah tes terlaksana maka siswa akan mendapat nilai sesuai jawaban dalam lembar tes, dari hasil yang keluar pada tes permulaan memperlihatkan hasil prestasi belajar siswa masih sangat rendah karena siswa yang dinyatakan selesai atau berhasil dengan nilai ≥75 sebagai KKM yang telah disepakati dan menjadi ketetapan hanya 5 siswa atau 31,25%, sedangkan 11 siswa atau 68,75% siswa lainnya memperoleh nilai ≤75 yang berarti pencapaiannya tidak tuntas. Hal tersebut bisa terjadi karena kurangnya keinginan dan ketertarikan siswa pada kegiatan belajar yang diterapkan guru, karena metode yang paling sering dipakai dalam pembelajaran adalah metode konvesional. Metode konvesional adalah metode yang berpusat pada guru, hal tersebut menyebabkan siswa cenderung pasif dan bosan sehingga siswa tidak fokus dalam melakoni atau menjalani proses pembelajaran.

Untuk menindak lanjuti hasil dari penilaian pra siklus maka diperlukan penanganan lebih lanjut dengan melakukan siklus I. Pada siklus yang tertera peneliti melakukan aktivisa belajar dengan menggunakan model pengajaran PBL. Peneliti sebagai pengamat dan guru sebagai pendidik berperan penting dalam neneliti dan mengorganisasikan siswa, hal tersebut dilakukan guna untuk menerapkan model Problem Based Learning (PBL), agar model pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan lancar dan menyenangkan maka setiap akan memulai pembelajaran siswa diberitahukan tentang aturan dalam belajar dikelas. Aturan belajar dikelas di sini, sebagi bentuk tindakan yang harus dilakukan siswa, tindakan yang boleh dilakukan siswa dan tindakan yang tidak boleh dilakukan siswa. Terdapat panismen dalam setiap tindakan yang tidak sesuai aturan, hal tersebut dilakukan untuk melatih siswa menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam kehidupan bersosialisai disekolah

Setelah terlaksananya pembelajaran dengan model tersebut nilai hasil belajarnya siswa banyak naik dibanding sebelumnya. Dengan prestasi siswa yang telah tuntas mencapai 9 siswa dengan persentasee 56,25%, sedangkan yang dinyatakan masih belum tuntas sebanyak 7 siswa porsentase 43,75%. Hal tersebut memperlihatkan proses belajar dan mendidik siswa yang ada di siklus I belum termasuk efektid karena pernyataan ketuntasan belajar siswa belum mencapai tujuan yang di tentukan. Sebab dari rendahnya nilai hasil belajar siswa, maka dapat diambil kesimpulan siswa belum sepenuhnya terbiasa dengan model pengajaran PBL yang diterapkan guru, siswa juga belum terbiasa tentang aturan belajar didalam kelas yang sudah ditetapkan, sehingga siswa belum beradaptasi dengan baik dalam kegiatan belajaran mengajar dikelas. Masih ada beberapa siswa yang lupa dengan aturan belajar dan ada beberapa siswa yang melanggar aturan tapi tidak mau bertanggung jawab atau menerima punishment yang telah disepakati sebelumnya.

Faktor yang cukup menghambat perkembangan belajar siswa juga didasari dengan kegiatan dan sikap guru yang memperlihatkan beberapa kekurangan dari beberapa aspek yang diamati dengan presentase aktivitas guru masuk kategori cukup. Berikut ini adalah beberapa aspek yang belum terlaksana dengan maksimal antara lain: guru belum dapat membangkitkan minat siswa yang berpusat pada kegiatan dikelas, guru belum melakukan rekoling pelajaran terdahulu yang merupakan persyaratan untuk topik berikutnya, guru masih belum mendapatkan siswa berkembang dalam bagian berpikir kritis peserta didik, dalam menjadi fasilitator guru melum menunjukkan kemampuan maksimalnya. Maka disini peran guru sebagi pendidik juga harus selalu upgrade diri dan upgrade ilmu agar guru sebagi pendidik dapat melaksanakan tugasnya dengan maksimal, fleksibel dan kreatif. maka meningkatkan hasil belajar siswa dengan kemampuan guru yang dikerahkan secara maksimal perlu tindak lanjut untuk siklus berikutnya.

Karena hasil belajar disiklus I masih rendah maka perlu melakukan siklus II agar siswa menjadi terbiasa dengan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan hasil belajar menjadi meningkat. Pada terlaksanya kegiatan siklus II dapat di lihat dan di teliti ketika guru menjelaskan aturan belajar di kelas, tujuan pembelajaran dan proses kegiatan pembelajaran siswa menjadi antusias dan cepat memahami informasi yang disampaikan. Disini siswa sudah bisa beradaptasi dengan model pembelajarn Problem Based Learning (PBL), siswa juga bisa menaati aturan belajar yang sudah disepakati bersama, siswa juga menerima punishment dengan kesadaran penuh karena siswa menyadari bahwa dirinya melanggar aturan.

Pada siklus II menerapkan model pembelajaran PBL yang diterapkan untuk menaikkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila di SD Negeri Sedenganmijen menunjukkan kenaikan yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dasi hasil penelitian dengan nilai ≥75 dimana penilaian tersebut dinyatakan telah mencapai KKM yang disepakati sebelumya, serta presentase total siswa yang dinyatakan telah mencapai ketuntasan meningkat hingga 15 siswa atau 93,75% dari 16 total siswa, sedangkan yang dinyatakan masih berada di bawah hanya 1 siswa dengan pursentase 6,25%. Hasil peningkatan pada siklus II merupakan karena pengaruh penerapan model pembelajaran PBL. Hasil observasi aktivitas guru pada siklus II terlihat meningkat pada aspek-aspek yang diamati dengan nilai kategori yang diamati adalah baikdari penguraian diatas implementasi model pembelajaran PBL dibuktikan dengan naiknya hasil belajar siswa dalam materi lambang dan simbol yang mengakibatkan terciptanya minat belajar siswa serta menumbuhkann ketertarikan siswa pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila, sehingga kita dapat mengetahui bahwa penerapan model pembelajaran yang dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat tidak hanya dapat menaikkan semangat belajar siswa namun juga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan peneliti di SD Negeri Sedenganmijen maka disimpilkan bahwa implementasi model pengajaran Problem Based Learning dapat menaikkan dengan lonjakan pada nilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila di kelas 1 SD Negeri Sedenganmijen. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian dengan nilai belajar yang diperoleh meningkat pada setiap siklus. Hasil nelajar yang diperoleh pada pra penanganan presentase pernyataan total siswa tuntas 5 siswa atau 31,25% dari 16 siswa, dan setelah terlaksananya model pengajaran pada siklus I hasil belajar siswa meningkat namun belum maksimal, presentase jumlah siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM baru 9 siswa dengan porsentase 56,25% , sehingga diadakan siklus II. Setelah terlaksananya siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang sangat pesat dengan mencapai target tang telah ditentukan maka siklus dihentukan, dengan presentase jumlah siswa yang tuntas 15 siswa atau 93,75% dari jumlah siswa secara keseluruhan yang berjumlah 16 siswa.

Ucapan Terima Kasih

Yang pertama mengucapkan Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kehidupan dan kesempatan sampai pada titik saya bisa melaksanakan kegiatan penelitian ini. Yang kedua alhamdulillah terimakasih untuk kedua orang tua yang setiap hari memanjatkan Doa dan suport tiada henti. Lalu terimakasih kepada dosem pembimbing saya, yang telah membimbing dan mengarahkan saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Terimakasih kepada dosen penguji dan semua dosen yang telah memberikan saya motivasi, bantuan serta pendidikan sehingga saya mendapat ilmu yang bermanfaat. Selanjutnya temakasih kepada lembaga pendidikan SD Negeri Sedenganmijen, kepala sekolah, para dewan guru dan siswa yang telah berkenan untuk menjadi objek dari penelitian ini. Terimakasih kepada teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan saya semangat sehingga saya terpacu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

References

[1] F. P. E. Suwandi et al., “Strategi Pembelajaran Diferensiasi Konten Terhadap Minat Belajar Siswa dalam Penerapan Kurikulum Merdeka,” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar, vol. 1, pp. 57–66, 2023.

[2] D. Irawati, S. Masitoh, and M. Nursalim, “Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara Sebagai Landasan Pendidikan Vokasi di Era Kurikulum Merdeka,” JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala, vol. 7, 2022.

[3] H. Pitaloka and M. Arsanti, “Pembelajaran Diferensiasi dalam Kurikulum Merdeka,” in Seminar Nasional Pendidikan Sultan, 2022.

[4] P. M. Efendi, T. M., and Y. T. H., “Relevansi Kurikulum Merdeka dengan Konsepsi Ki Hadjar Dewantara: Studi Kritis dalam Perspektif Filosofis-Pedagogis,” Jurnal Elementaria Edukasia, vol. 6, pp. 548–561, 2023.

[5] S. W. Anita, Strategi Pembelajaran di SD. Tangerang Selatan: PT Gramedia, 2019.

[6] F. N. Sarie, “Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi dengan Model Problem Based Learning pada Siswa Sekolah Dasar Kelas VI,” Tunas Nusantara, vol. 4, pp. 492–498, 2022.

[7] R. Vebrianto et al., Problem Based Learning untuk Pembelajaran yang Efektif di SD/MI. CV Dotplus Publisher, 2021.

[8] A. Z. Latifa, “Implementasi Model PBL untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika SD Gisikdrono 02 Semarang,” Jurnal Inovasi Penelitian, vol. 4, pp. 1345–1354, 2024.

[9] R. T. Widyastuti and G. S. Airlanda, “Efektivitas Model Problem Based Learning Kemampuan terhadap Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik Sekolah Dasar,” Jurnal Basicedu, vol. 5, pp. 1120–1129, 2021.

[10] A. Kristian, “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Ujong Tanjong Kabupaten Aceh Barat,” Genta Mulia, vol. 10, pp. 92–104, 2019.

[11] J. Junaidi, “Implementasi Model Pembelajaran dalam Meningkatkan Sikap Berpikir Kritis,” Jurnal Socius, vol. 9, no. 25, 2020.

[12] Y. P. Semadi, “Filsafat Pancasila dalam Pendidikan di Indonesia Menuju Bangsa Berkarakter,” Jurnal Filsafat Indonesia, vol. 2, pp. 82–89, 2019.

[13] D., “Analisis Manajemen Pembelajaran Pendidikan Pancasila dalam Meningkatkan Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila,” Journal of Innovation Research and Knowledge, vol. 2, pp. 3937–3946, 2023.

[14] U. S. Winataputra, Pembelajaran PKn di SD. Universitas Terbuka, vol. 1, no. 372.83, pp. 1–49, 2014.

[15] V. Rumpakha and Y. Dwikurnaningsih, “Upaya Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar PKn Melalui Metode Take and Give Kelas IV,” Edu Humaniora, vol. 9, pp. 119–127, 2017.

[16] H. Rohayati, “Penerapan Metode Problem Posing pada Materi Lingkungan Siswa Kelas VIII 2 SMP Negeri 3 Mataram,” Jurnal Pengabdian Mandiri, vol. 1, pp. 1809–1820, 2022.

[17] Y. M. Ratnasari et al., “Peningkatan Kualitas Pembelajaran melalui Model PBL pada Siswa Kelas II SD,” Pinisi Journal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, vol. 1, pp. 418–425, 2022.

[18] I. Magdalena, A. S. Haq, and F. Ramdhan, “Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SD Negeri Bojong 3 Pinang,” Bintang, vol. 2, pp. 418–430, 2020.

[19] S. Arikunto, Penelitian Tindak Kelas. Jakarta: Bumi Aksara, 2017.

[20] I. Machali, “Bagaimana Melakukan Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru,” vol. 1, pp. 2022–12, 2022.

[21] R. N. Suciani et al., “Strategi Refleksi dan Evaluasi Penelitian Tindak Kelas,” Jurnal Kreativitas Mahasiswa, vol. 1, pp. 114–123, 2023.